Share

Bab4 Jalan Temu

Peristiwa beberapa hari yang lalu, saat hujan mengguyur kota dan seisinya hingga mempertemukan Lovrin dan Kinora, dalam situasi yang tidak mengenakan. Kinora benar-benar dipermalukan oleh Lovrin, dia terlihat bak gadis bodoh yang dimarahi habis-habisan dihadapan Lovrin si tengil.

Tampang Lovrin begitu bringas, dingin, dan seakan siap menerkam Kinora yang santun juga rupawan. Lovrin tak menunjukkan sikap ramah, bak seorang pangeran yang bertemu dengan seorang putri cantik jelita. Kejadian itu rupanya sempat terlintas kembali di benak Kinora.

“Ayora, aku teringat kejadian beberapa hari lalu.” ungkap Kinora pada Ayora yang sibuk mengerjakan tugas perkuliahannya.

“Wah, aku jadi ingin tau, memang kejadian apa sih?” selidik Ayora pada Kinora yang mencoba mengingat kembali kejadian itu sambil bingung mengapa dirinya bisa bertemu dengan seorang pria menyebalkan.

“Aku tak sengaja saat hujan hari itu menyemprot air hujan ke tubuh seorang pria yang sedang berjalan terburu-buru.”

“Hanya saja pria tengil itu benar-benar menyebalkan!” gerutu Kinora bila mengingat Lovrin.

“Really?”

“Masa iya ada yang menyebalkan padamu putri kesayangan?” goda Ayora pada sahabat sejak kecilnya itu.

“Sumpah, baru kali itu aku bertemu pria tengil, menyebalkan …. Argh.”

“Dia memarahiku dengan begitu angkuhnya, seolah dialah yang paling menderita di dunia ini.”

“Aku benci pada pria brengsek itu.” nada bicara yang sudah meninggi menunjukkan kekesalan yang teramat membelenggu hati Kinora kala menceritakan pertemuan pertamanya dengan Lovrin.

Namun, disituasi berbeda Lovrin pun tampak sibuk dengan rutinitasnya, sebagai mahasiswa dengan tetap bekerja paruh waktu. Saat perkuliahan hari itu usai, Lovrin menghubungi Haikal yang tempo hari curhat bahwa dia masih berurusan soal pajak.

“Haikal kau dimana?” suara nyaring Lovrin meski dia hanya berbicara lewat ponsel.

“Aku masih di ruang perkuliahan sebentar lagi aku menyusul ke kantin.” kata Haikal pada Lovrin yang juga terdengar memendam kekesalan.

Tak berselang lama, Lovrin menunggu sambil menyuruput secangkir kopi tubruk kesukaannya, Haikal pun datang menyusul. Sepertinya hari ini Haikal begitu bersemangat, dia menenteng berbagai buku-buku untuk persiapan menulis tugas akhirnya.

“Kal, apa kau yakin baik-baik saja?” ucap Lovrin berusaha memastikan Susana hati Haikal.

“Tentu!”

“sepertinya energiku sudah on lagi.”

“Dasar kau perut karet!”

“Makanlah yang banyak agar Susana hatimu tetap bersemangat.” ejek Lovrin pada Haikal yang masih membolak-balik buku catatannya.

“Nah, kau sendiri mengapa wajahmu itu seperti lipatan dompetku?” balas Haikal pada Lovrin.

“Sialan.”

“Aku beberapa hari yang lalu benar-benar sial.”

“Aku yang terburu-buru ingin bekerja terpaksa libur karena semua bajuku basah kuyup.”

“Apa?kau basah kuyup.” Ungkap Haikal disusul dengan gelak tawa renyah khasnya.

“Diam kau!”

“Wanita bermobil itu menyemprotku dengan air hujan jalanan saat itu.”

“Arrgh … aku benci dia!” lagi-lagi kata umpatan terdengar dari mulut Lovrin.

Haikal menyadari suasana hati Lovrin pasti sedang buruk, makanya dia tidak terlalu mengomporinya. Haikal yakin Lovrin marah–marah begitu karena dia takut gajinya dipotong oleh pihak resto, bila tak datang untuk bekerja. Padahal Lovrin hanya berharap penghasilan dari pekerjaan paruh waktu.

Meski demikian, Lovrin tetap berusaha untuk melanjutkan hidupnya dan melupakan kejadian beberapa hari lalu. Bahkan pada hari itu, neneknya nyonya Farida menghibur dirinya karena gajinya dipotong pihak resto. Apapun yang keluar dari mulut neneknya, pasti akan berhasil meluluhkan hati Lovrin.

Haikal mengajak Lovrin untuk menonton film di sebuah bioskop yang terletak di dalam mall pusat kota.

“Rin, kau mau nonton denganku?”

“Ada film bagus hari ini tayang, ayolah!” ajak Haikal pada Lovrin agar mau ikut bersamanya.

“Boleh. Aku butuh hiburan.” celetuk Lovrin yang mengiyakan ajakan Haikal.

Mereka langsung pergi menuju bioskop, dan Haikal memacu laju mobil agar tidak kehabisan tiket. Sesampainya disana, mereka membeli beberapa cemilan dan minuman. Tak lupa Haikal memesan beberapa tiket, sambil mengantri beberapa saat mengingat banyaknya penonton siang itu.

“Kal, kau duluan saja ke dalam. Aku ke toilet sebentar.” kata Lovrin menyuruh Haikal menunggu di dalam bioskop.

Setelah Lovrin keluar dari toilet, dia tak sengaja menabrak tubuh seorang wanita. Hingga ponsel wanita itu pun terjatuh ke lantai dan retak pada layar.

“Ya ampun, ponselku!”

“Foto-foto designku, oh tidak!” teriak spontan wanita yang menenteng beberapa barang belanjaan tersebut.

“Maaf … maaf aku tidak sengaja, ini ponselmu.” pungkas Lovrin pada wanita itu.

Namun, setelah dilihatnya secara rinci Kinora seperti mengenali pria itu, pria yang sama pada hari itu. Pria yang memaki-makinya karena tidak sengaja kecipratan air hujan jalanan oleh mobil Kinora.

“Kau, kau lagi?”

“Apa yang kau lakukan pria tidak sopan?” kali ini Kinora benar-benar mengungkapkan kebenciannya pada Lovri.

Bukan Lovrin si tengil bila tidak membalas dengan sesuka hatinya.

“Ini ponselmu, aku tidak sengaja. Maaf!” Lovrin melontarkan kata yang cukup memerahkan telinga Kinora.

“Apa katamu, maaf.”

“Kau pikir ponselku itu baik-baik saja, pria tidak sopan?”

“Hei! Ponselku rusak!” teriakan Lovrin dibalas tak kalah pedas oleh Kinora.

Ayora yang juga berada di lokasi kejadian, tampak berusaha menenangkan Kinora yang terus menggerutu memaki Lovrin.

“Sudah, sudah Kinora tenanglah.”

“Malu kedengeran orang.” pinta Ayora pada Kinora yang mulai kehilangan kendali.

“Bagus kau.”

“Kemarin aku tak sengaja menyirammu dengan air hujan jalanan. Kini kau rusak ponselku. Apa masalahmu denganku!” suasana makin memanas kala Kinora terus saja mencecar Lovrin atas kejadian hari itu.

“Woi, kau gila atau kurang tidur nona?” jawab Lovrin atas ocehan Kinora.

“Ini hanya ponsel, kau kan orang kaya tinggal beli apa susahnya?”

Tak terima dengan apa yang dikatakan Lovrin padanya, Kinora benar-benar murka, hingga menarik kerah baju Lovrin dan menumpahkan segala unek-uneknya kala itu.

“Woi pria bodoh.”

“Aku akan membeli lebih banyak ponsel, tapi tidak design-design baju rancanganku. Jangan kau sepelekan pekerjaanku!”

Tatapan mata Kinora sangat menyeramkan, tak lepas dari pelupuk matanya raut wajah Lovrin. Lovrin saat itu mulai berpikir, bahwa dia benar-benar bersalah. Tak habis pikir Lovrin, ada seorang wanita yang berani menarik kerah bajunya, selain neneknya sendiri.

“Sialan, perempuan ini bernyali juga.” ucap Lovrin dalam hati yang hanya mampu ditahannya sebab dia sadar saat itu dialah yang bersalah.

“Baik, aku salah. Aku minta maaf.” kata Lovrin sambil melipat kedua tangan memberikan isyarat bahwa dia sungguh-sungguh meminta maaf.

“Aku hanya ingin designku. Apapun caranya.” jelas Kinora sambil berusaha menenangkan dirinya.

“Kau sudah dengar apa kemauan temanku.”

“Berusahalah untuk mendapatkan designnya, apapun caranya.” tukas Ayora seakan menyimpulkan apa yang harus dilakukan Lovrin untuk memperbaiki kesalahannya.

“Oh iya satu lagi, belajarlah sopan santun, agar kau lebih terlihat seperti pria baik-baik.” nasihat Kinora dengan nada datar namun sangat tajam menghujam pendengaran Lovrin        

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status