Share

Perbincangan Malam

Harsa memasuki kamarnya setelah selesai membersihkan diri. Setelah sore tadi ia membawa Sera berkeliling sekitar rumah, lalu di lanjutkan dengan kegiatan Sera yang membantu Ibunya untuk memasak makan malam, akhirnya Harsa tidak perlu mengkhawatirkan kekasihnya itu tidak nyaman menginap di rumahnya.

"Loh Pak, kok belum tidur?" Tanya Harsa seiring langkahnya mendekat pada sang Bapak yang sudah terduduk di kasur miliknya.

Karena selama menginap di rumahnya Sera akan tidur bersama Ibu, maka otomatis Bapak akan tidur di kamar Harsa.

"Bapak belum ngantuk." Katanya. Lalu memperhatikan Harsa yang bergegas mempersiapkan kasur lipat tepat disisi ranjang kasur untuk anaknya itu tidur.

"Harsa.." Panggil Mulyo —nama bapak Harsa— setelah beberapa menit menunggu.

"Iya Pak?"

Harsa menyamankan dirinya di kasur, bersiap untuk tidur jika saja Bapaknya tak kembali membuka suara.

"Nak Sera itu...keluarganya seperti apa?"

Agak ragu memang, tapi karena sejak kedatangan mendadak dari putranya ini, entah kenapa Mulyo mempunyai rasa penasaran yang sangat besar pada sosok gadis yang di bawa oleh sang putra.

Anak gadis itu tampak cantik, penampilannya sangat bersih dan rapi, buat Mulyo seketika berpikir bahwa Sera bukanlah gadis dari keluarga sembarangan.

Dan Harsa...

Untuk menjawabnya saja dia harus berpikir keras terlebih dulu. Karena bagaimana pun selama ini Sera sangat tertutup tentang siapa orang tuanya dan dari keluarga seperti apakah kekasihnya itu.

Yang dia tau hanyalah..Sera bertempat tinggal di kawasan padat penduduk yang tampak sederhana.

"Yang Harsa tau, Sera dan keluarganya tinggal di rumah sederhana pak.." jawab Harsa meski dia sendiri tidak tau secara rinci rumah seperti apakah yang di tinggali oleh Sera.

"Oh..."

"Kenapa pak?"

Mulyo mengulas senyum tipis, lalu mulai membaringkan tubuhnya di atas ranjang kasur milik Harsa.

"Gak apa-apa, Bapak cuma penasaran." Jawabnya. Kemudian setelah itu suasana hening karena Mulyo memilih untuk meraih mimpinya tanpa mau bertanya lebih mengenai rasa penasarannya yang belum terjawab.

•••

Sementara itu di kamar lain.

"Maaf ya nak, kalau tempat tidurnya kurang nyaman."

"Enggak kok bu, ini sudah lebih dari nyaman."

Sejak kedatangannya kemari rasanya senyum Sera enggan untuk luntur dari wajah cantiknya. Dia sangat bahagia. Apalagi bisa kenal dan berdekatan langsung dengan orang-orang terkasih dari Harsa. Perasaan hangat lantas memenuhi relung hati dan jiwa di setiap detiknya. Sesuatu yang sangat sulit Sera rasakan di dalam keluarganya sendiri.

Jawaban Sera barusan sontak buat Ranti—ibu Harsa—ikut menyungging senyumnya.

"Syukurlah.." sahut Bu Ranti lega.

Sera sontak melirik, ibu Harsa ternyata sangat baik. Di usianya yang sudah tidak muda lagi beliau masih terlihat begitu rajin dan sigap mengerjakan semua pekerjaannya sendiri. Tadi saja saat Sera menawarkan diri untuk membantu memasak, wanita paruh baya itu sempat menolak. Tapi bukan Sera namanya kalau tidak bisa melakukan yang dia inginkan.

"Bu..mas Harsa itu, berapa bersaudara?"

Sebenarnya itu bukanlah topik baru, Sera sudah tau karena dulu ia pernah bertanya hal demikian pada Harsa. Tapi entah kenapa rasanya Sera tidak mau terburu-buru menjemput kantuknya. Maka dari itu sebisa mungkin dia melontarkan basa-basi terlebih dulu.

"Loh, memangnya Harsa gak cerita sama nak Sera?"

Si empunya lantas mengulum senyum malu.

"Harsa itu anak bungsu, dia punya dua orang kakak. Satu perempuan dan satu lagi laki-laki."

Meski begitu Ranti tetap dengan senang hati menjawab rasa penasaran Sera dengan bercerita tentang kedua saudara Harsa yang sekarang sudah memiliki keluarga masing-masing.

"Sekarang Ibu tinggal nunggu cucu dari Harsa saja. Mudah-mudahan perempuan. Habis itu lengkaplah sudah." Tawa lirih Ranti tanpa sengaja membuat dada Sera merasakan getaran asing. Bola matanya berbinar seakan dirinyalah yang kini tengah di berikan harapan untuk mewujudkan semua.

Tentu saja.

Sera kekasih Harsa.

Maka otomatis dia yang akan menikah dengan Harsa dan memiliki keturunan nantinya.

Iya, kan?

"Oh iya, kalau nak Sera bagaimana? Nak Sera punya berapa saudara di rumah?"

Satu pertanyaan berhasil buat mata Sera mengerjap sadar dari angan-angannya.

Topik yang tadinya menyenangkan mendadak terdengar menakutkan ketika pertanyaan itu berbalik padanya.

Sera menelan ludah getir, "Sera gak punya saudara bu, Sera anak tunggal."

Dari nada suara Sera, Ranti tahu bahwa fakta itu bukanlah hal yang bagus.

"Anak tunggal ya? Berarti orangtua nak Sera sayang banget dong sama nak Sera. Karena nak Sera putri satu-satunya yang mereka punya." Ranti coba menghibur dengan kata yang ia bisa. Dan yaa... senyuman berhasil terbit dari bibir cantik Sera, namun Ranti tidak tahu apa arti dari senyuman itu sebenarnya.

"Sayang namun mereka terus mengekang." — batin Sera.

Seketika dia mengingat apa yang sedang di lakukan oleh Ayahnya sekarang.

•••

Malam sudah sangat larut saat Rahadian sampai di kediamannya.

"Selamat datang, Tuan." Sambut salah satu pelayan.

"Apa Sera sudah tidur?"

Rupanya pertanyaan itu berhasil membuat pelayan itu bungkam hingga Rahadian harus menoleh meminta penjelasan.

"Nona Sera tidak kembali sejak berangkat tadi pagi Tuan."

"Apa?"

•••

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status