Share

Perjalanan

Pagi ini menjadi awal keberuntungan Sera karena tak mendapati Ayahnya berada di rumah. Sehingga dia tak perlu repot mencari alasan untuk bisa keluar dari sangkar bak jeruji besi yang menyiksa, meski memang hari ini adalah hari terakhir dimana Rahadian memberi kesempatan pada Sera untuk melakukan apa yang dia inginkan.

Dan Sera tidak boleh gagal akan rencananya hari ini.

Yaitu pergi — atau kabur? — ke kampung halamannya Harsa.

Selain itu Sera tak memikirkan apapun. Dia tidak memikirkan apa-apa saja yang kiranya akan menjadi pertanyaan bagi Harsa atas apa yang dia lakukan.

Tidak, biar Sera pikirkan itu nanti.

Dengan menempuh perjalanan berjam-jam lamanya, dan hanya mengandalkan motor matic kesayangan Harsa, tubuh Sera di buat lelah karena hembusan angin kuat yang menubruk jaketnya di sepanjang jalan. Namun itu tetap tak membuatnya menyerah. Sera harus kuat sampai dia benar-benar pulang ke rumah kekasihnya.

"Yang, mau istirahat lagi gak?" Tanya Harsa ketika merasakan pelukan Sera di pinggangnya semakin erat. Sera mungkin kedinginan, pikirnya.

"Gak papa mas, tadi kan kita udah sempet istirahat. Nanti kalau istirahat terus kita gak bakal nyampe-nyampe dong."

Sera bersumpah, saat itu dia menjawab dengan kesadaran yang tak lebih dari 60%. Sejujurnya dia sudah sangat mengantuk dan butuh tidur. Perjalanan ini memakan waktu kurang lebih 3 jam. Karena kampung halaman Harsa berada di luar kota, beruntung kota itu masih dalam provinsi yang sama.

Sera merasakan satu tangan Harsa menggenggam tangannya hangat.

"Gak papa yang, sebentar aja. Lagian kayaknya kamu udah capek banget. Kita minum dulu yang anget-anget ya."

Cuacanya memang sedang dingin dan berangin. Harsa sendiri tak tahu apakah Sera pernah melakukan perjalanan jauh seperti ini atau tidak. Harsa takut Sera sakit.

"Sebentar aja ya?" Jawab Sera lemah. Harsa mengangguk dan mencari warung kopi atau semacamnya untuk mereka beristirahat sejenak.

Sera turun terlebih dulu. Tangannya tak lepas meremat jaket milik Harsa. Takut dia tiba-tiba pingsan.

Harsa menatap cemas pada Sera yang nampak layu. "Yang, kamu oke?" Tanyanya. Kedua tangannya terangkat untuk menangkup pipi putih Sera yang mulai merona. Sepertinya memang kedinginan.

"Aku gak papa mas." Dia tersenyum kemudian mengamit lengan Harsa untuk segera masuk ke warung yang mereka singgahi.

"Bu, ada minuman anget apa aja ya disini?" Harsa membiarkan Sera duduk lebih dulu sementara dia yang memesan.

"Ada kopi, teh manis, bandrek juga ada mas."

"Oh, bandrek aja satu ya bu, kopi itemnya satu."

"Siap mas, di tunggu sebentar ya."

Harsa kembali duduk, Sera langsung menyambutnya dengan pelukan erat pada satu lengan lelaki itu, menyandarkan kepala di pundak, sambil menikmati pemandangan asri jalan pegunungan yang sejuk dan hijau.

"Yang?"

"Hm?"

"Kamu itu kenapa sebenarnya?"

Manik Sera memejam, pertanyaan yang dia takuti keluar dari mulut kekasihnya akhirnya terdengar juga.

"Aku gak papa mas."

Menghela nafas berat, Sera masih saja tidak mau bicara. Harsa tidak tahu lagi harus bertanya dengan cara bagaimana.

"Mas.."

Harsa menoleh ketika dirasa ada gerakkan di pundaknya. Kini Sera tengah menumpu dagunya disana. Sejenak, jantung Harsa serasa berhenti saking terpana akan wajah cantik Sera di jarak sedekat ini.

"Mas kamu beneran cinta kan sama aku?"

Perasaan janggal semakin membelenggu hati Harsa.

Maniknya bergerak mencari arti dari tatapan kekasih cantiknya. Ada kegelisahan besar disana dan Harsa tidak mengerti kenapa.

"Aku cinta banget sama kamu Sera. Kamu gak perlu raguin itu."

Harsa tidak pernah bohong tentang perasaannya itu.

"Kalau kamu cinta aku, kamu mau janji sama aku?"

"Janji apa?"

Sebenarnya, Harsa sama sekali tidak ingin menjanjikan apapun. Karena ia tahu, perjalanan hidup manusia tidak ada yang tahu, bahkan untuk di tebak saja rasanya sangat sulit. Ia hanya takut tak bisa menepati ucapannya nanti.

Namun, sepertinya Sera sangat mengharapkan janji darinya itu.

"Apapun yang akan terjadi kedepannya, kamu akan terus cinta sama aku? Bertahan untuk aku?"

Dua minuman yang di pesan Harsa sama sekali tak di hiraukan. Keduanya seolah hanyut dalam perasaan tak menentu yang semakin membelenggu. Sera di landa ketakutan akan perpisahan dengan lelaki yang di cintainya. Sementara Harsa berusaha menyelam lebih dalam pada manik di depannya yang mulai berkaca-kaca  seakan mencari jawaban dari ketidaktahuannya.

Topik cinta kali ini dirasa bergitu sensitif. Harsa seratus persen yakin bahwa kekasihnya mati-matian menahan tangisnya saat ini.

Masalah apa sebenarnya yang tengah Sera hadapi?

Melihat dari cara Sera meyakinkan rasa cinta Harsa padanya seperti akan ada badai yang datang merusak bahtera cinta mereka.

Maka tanpa mempedulikan siapa yang ada disana, Harsa mengikis jarak keduanya hingga ujung hidung dan kening mereka bersentuhan.

Entah kenapa, rasa dingin yang sebelumnya menusuk kini tak terasa sama sekali.

Hangatnya kopi dan badrek yang masih utuh seakan berpindah pada kedua wajah sejoli yang kini memerah hangat.

"Aku janji Sera, aku janji."

•••

Meski sebelumnya Sera memiliki antusias yang besar untuk bertemu dengan kedua orangtua Harsa, tetap saja ketika waktunya tiba jantungnya menjadi berdegup tak karuan.

Jemari mungilnya tak lepas dari genggaman Harsa yang tengah memberi penjelasan atas kedatangan mereka yang tak terduga.

"Pak, bu...ini Seraphina." Harsa menoleh pada Sera disisinya. Gadis itu menyambut lirikan Harsa dengan senyum tipis dan rasa gugup di waktu bersamaan.

"Siang pak, bu..saya Sera."

Sera berdiri dengan sisa keberanian yang ia punya. Kemudian mendekat pada sepasang suami-isteri itu dan mencium tangan keduanya.

Ibu Harsa memandang putranya, "Sera ini....."

"Pacar Harsa bu.." jawab Harsa sedikit malu. Malu karena sebelumnya ia belum pernah sama sekali memperkenalkan seorang gadis dan membawanya ke hadapan orangtuanya.

Sera adalah yang pertama.

Dan terakhir? Mungkin.

"Pak, bu..maaf ya kami kesini tanpa pemberitahuan sebelumnya."

Meski sebelumnya Harsa telah menjelaskan, namun rasanya Sera juga perlu meminta maaf atas kunjungan yang mendadak ini.

Karena bagaimana pun, semua ini adalah rencana yang Sera paksakan.

"Gak papa nak, tapi maaf kalau jadinya rumah ini terlihat berantakan, ibu belum sempat bersihkan."

Seperti mendapatkan lampu hijau, senyum Sera kini mengembang dengan cantiknya. "Gak papa bu, nanti biar Sera bantu." Katanya.

"Rencananya kalian berapa hari disini?" Kini sang kepala keluarga bersuara setelah sebelumnya hanya menyimak.

"Satu minggu pak." Jawab Harsa yang langsung mendapat tatapan tak percaya dari kedua paruh baya tersebut.

"Nak? Gak salah kah? Apa gak terlalu lama?"

Mendengar itu Sera menoleh pada Harsa dengan perasaan bersalahnya.

"Enggak bu, udah di acc kok cutinya sama atasan."

Sang Ibu menghela nafasnya lega. "Syukur kalau begitu nak. Ibu takut kamu hilang pekerjaan." Ia tersenyum tipis. Karena beliau tahu bagaimana susahnya Harsa saat dulu mencari pekerjaan dan berakhir harus merantau jauh dari kampung halaman.

"Ya sudah kalau begitu, sekarang kalian istirahat saja ya. Sebentar lagi makan siang, biar ibu siapkan makanannya dulu." Kata Bapak seolah mengerti pada kondisi keduanya yang telah menempuh perjalan panjang.

"Nak Sera, kamu tidurnya sama ibu gak papa ya?"

Sera mengangguk senang sebagai tanggapan, "gak papa bu."

Tak dapat di gambarkan betapa bahagianya Sera saat ini ketika tahu bahwa keluarga kekasihnya telah menerimanya dengan baik.

Semoga saja semuanya selalu berjalan dengan baik.

•••

"Bagaimana kabar Jason? Kapan dia kembali kesini"

"Tidak lama lagi, kenapa? Kamu sudah tidak sabar untuk menjadi besan ku? Rahadian?"

Si empunya nama sontak tertawa. Kawannya itu seperti seorang peramal yang seolah selalu bisa membaca pikirannya.

"Lalu bagaimana dengan Sera? Memangnya dia sudah siap untuk menerima pinangan dari anak ku?"

Rahadian meneguk habis sisa air di gelasnya, memikirkan bagaimana tingkah Sera yang nampak masih belum menerima sepenuhnya membuat ia ragu untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"Aku sudah mengatur semuanya sejak lama dan Sera tahu itu. Sudah pasti dia harus siap jika waktunya nanti tiba."

"Kau benar." Gumam si kawan yang kini ikut meneguk air minumnya.

Jason juga harus siap menerima apa yang sudah kami atur sejauh ini.

•••

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status