Share

Bab 4

Clek. (Suara pintu terbuka) 

Kaina membuka pintu kamar Rangga dengan membawa nampan yang berisi sarapan serta susu cokelat hangat dan kotak obat. Dia berjalan dengan sangat berhati hati ke arah Rangga yang duduk di atas ranjang dengan pandangan yang menatap ke arah luar jendela.

Ketika mendengar pintu kamarnya terbuka Rangga langsung menoleh ke arah pintu sebentar lalu dia memandang ke arah luar jendela lagi.

"Ngapain lo kesini?" tanya Rangga dengan pandangan yang masih tidak ingin beralih.

"Eee...ini kakak bawa sarapan untuk kamu, kamu pasti belum makan dari tadi malem! Kakak juga bawain kamu kotak obat buat ngobatin luka kamu," jawabnya.

Rangga tersenyum. Dia nampak tidak percaya dengan itu.

[Hati ini orang terbuat dari apa sih? Heran gue, udah gue cuekin eh malah tetep aja baik ke gue,] batin Rangga di dalam hatinya bingung. 

"Gue gak mau makan! Bawa semua itu keluar!"

Kaina menaruh nampan tersebut di dekat Rangga. Ia duduk di sebelah Rangga yang masih tetap memandang ke arah luar jendela.

"Rangga," panggil Kaina sambil memegang bahu kanan Rangga.

Rangga menoleh ke arah Kaina lalu ia menyingkirkan tangan Kaina di bahu kanannya.

"Gue gak suka di sentuh oleh orang yang enggak gue kenal, mengerti!" bentak nya.

Kaina hanya bisa tersenyum.

"Ngapain lo senyum begitu! Jijik tau gak!"

"Kamu itu sudah aku anggap adik jadi mau secuek apa pun, sedingin apa pun sikap kamu ke aku tidak akan pernah merubah kasih sayang aku ke kamu."

Rangga mengerutkan alisnya bingung.

"Ini makan, kakak sudah buatin kamu susu cokelat kesukaan kamu."

Kaina menjulurkan nampan tersebut di pangkuan Rangga namun Rangga hanya terdiam menatap Kaina, ia tidak menerima nampan tersebut.

Kaina menaruh kembali nampan tersebut di atas ranjang.

"Boleh gak Kakak suapin kamu?"

Rangga menghembuskan nafas pasrah. "Terserah." jawab nya. 

"Yaudah kakak suapin ya." ucap Kaina dengan raut wajah senang lalu menyuapi Rangga dengan penuh kasih sayang.

"Buka mulutnya."

Rangga pun menurut lalu mengunyah makanan tersebut dengan sangat terpaksa.

"Nanti kakak obatin ya lukanya."

Rangga mengangguk dengan sangat malas meskipun begitu Kaina bahagia melihat sedikit perubahan sikap Rangga terhadap dirinya.

"Kakak harap kamu bisa seperti ini kepada kakak setiap hari sebab itu akan membuat kakak sangat bahagia! Kakak juga kasihan sama kamu, kamu itu selalu salah di mata Mas Brian. Tapi kakak paham kamu ngelakuin itu karena kurang kasih sayang, kurang seseorang yang perhatian sama kamu maka dari itu kakak akan membuat kamu berubah, membuat semua ucapan mas Brian itu salah. Kalau sebenarnya Rangga itu Adalah anak baik dan gak ngerepotin." tutur Kaina kemudian ia tersenyum.

Rangga yang tadinya mengunyah sesendok nasih di mulutnya seketika terhenti mendengar tuturan Kaina tadi. Ia menatap bola mata Kaina.

"Lo kenapa baik sama gue? Padahal gue sangat cuek sama lo bukan itu saja gue bahkan pernah berperilaku kasar. Terbuat dari apa sih hati lo?"

"Kakak boleh meluk kamu?"

Rangga memperlihatkan ekspresi terkejut.

"Boleh?" Tanya Kaina ulang.

Rangga mengangguk pelan dengan cepat Kaina menaruh piring yang berisi sarapan pagi Rangga lalu ia memeluk tubuh Rangga erat.

"Kakak pernah berada di posisi kamu, kakak dulu selalu salah di mata ibu tiri kakak. Jadi kakak tau bagaimana rasanya di posisi kamu saat ini, jika kamu tidak kuat menjalaninya kamu tidak akan akan bisa. Tapi aku yakin sekali kamu itu anak laki-laki yang hebat."

Kaina mengusap lembut punggung Rangga membuat Rangga nyaman dengan pelukan tersebut. Rangga mencoba untuk berbalik memeluk tubuh Kaina namun Kaina sudah lebih dulu menyudahi pelukan itu.

"Aku yakin kamu pasti bisa. Kakak yakin itu, jadi kamu harus kuat."

Kaina tidak ada hentinya memberikan semangat sebagai dorongan untuk Rangga agar bisa berubah.

"Makan lagi ya? Setelah itu kakak obatin luka kamu biar cepat sembuh dan besok bisa sekolah."

Seperti ada magnet di tubuh Rangga saat ini, ia hanya bisa mengangguk patuh dengan ucapan Kaina.

"Maaf." Sekilas kata itu keluar dari mulut Rangga tanpa di sadari. 

"Maaf? Maaf buat apa?" tanya Kaina balik.

"Maaf karena...."

Suara tepukan tangan dari arah pintu masuk kamar Rangga berhasil menghentikan ucapan Rangga tadi. Mereka berdua menoleh ke arah sumber suara membuat keduanya sama sama terkejut melihat kedatangan seorang pria di tempat itu.

"Bagus, bagus! Ternyata perempuan tolol ini sudah mau menjadi pahlawan kesiangan, hm?"

Kaina menundukkan kepalanya, ia diam membisu karena kesalahannya hari ini. Kaina akui dia salah namun dia hanya kasihan saja terhadap Rangga karena itulah dia menjadi nekat.

"Kenapa diam nona Kaina?"

Rangga langsung merubah ekspresi wajahnya dengan ekspresi lesu melihat pria jahat yang tidak lain adalah kakak kandungya sendiri.

Brian melangkah mendekati mereka berdua. Dia berhenti tepat di hadapan Kaina yang masih setia menunduk karena takut.

"Sudah ada pahlawan di sini rupanya." Brian melihat wajah mereka berdua dengan bergantian. Senyuman sinis terlihat jelas di bibir indahnya. Rasa marah ia pendam terlebih dahulu.

"BERDIRI!" teriak Brian berhasil membuat Kaina sangat terkejut mendengarnya.

Kaina berdiri namun pandangnya masih tetap menunduk, disusul oleh Rangga yang merasa geram dengan perilaku kakaknya itu.

"Lo kenapa sih selalu seenaknya? Selalu sok berkuasa? Gue tau lo itu hebat bisa cari uang sendiri bahkan selalu di puji di mata orang lain. Tapi kenapa lo gak ngaca dengan sikap bedebah lo ini?" tutur Rangga dengan sangat kesal.

"Kamu diam! Gak ada urusannya ini dengan kamu."

Brian menarik lengan Kaina dengan sangat kasar, ia menarik paksa Kaina agar bisa keluar dari dalam kamar Rangga namun lengan Kaina yang satunya masih bisa di tarik oleh Rangga.

"Lo bisa gak sih gak kasar sama cewek?" kata Rangga.

"Diem! Berapa kali aku bilang jangan ikut campur urusan aku! Lepas!!" Brian menarik kasar lengan Kaina hingga meringis kesakitan. 

"Enggak, gue gak mau lepasin."

"Oh sudah mulai berani ya sekarang kamu! Baiklah tunggu saja hukuman yang jauh lebih parah lagi dari ini."

"Sudah, sudah Rangga aku gapapa kok, lepaskan aku," pinta Kaina karena dia takut ucapan Brian itu benar akan terjadi.

"Gue gak mau."

Brian mencoba melepas tangan Rangga dari lengan Kaina setelah itu dia menarik Kaina keluar kamar.

"BRIAN LEPASIN KAK KAINA....!" teriak Rangga.

BRAK! 

Brian membanting pintu kamar tersebut dengan sangat kasar hingga menimbulkan bunyi yang lumayan keras.

"Brengsek sekali lo Brian!" umpat Rangga kesal.

Brian menarik kasar tangan Kaina tampa merasa kasihan sedikitpun terhadap Kaina yang sudah meringis kesakitan.

"Lepasin aku mas," pintanya.

Brian tidak menjawab dan terus menarik lengan Kaina tanpa ampun.

"Bik..bibik...bik...bibik..." teriaknya.

Keluar para pembantu di rumah tersebut. Mereka keluar dengan sangat terburu-buru, sementara bik Aya sudah panik melihat Brian.

Mereka sama sama menundukkan pandangannya. Mereka berdua sudah tau kalau Brian benar-benar tidak dalam kondisi baik baik saja.

[Ya ampun, ada Aden Brian lagi! Tamat sudah kerjaan aku di rumah ini, aku yakin aku akan di pecat bersama Ima,] batin bik Aya.

"Siapa yang sudah berani melanggar perintah aku? Apa kalian berdua sudah mulai bosan bekerja di rumah ini? Dan juga kenapa kalian nurut untuk memberikan kunci itu kepada gadis bodoh ini?!" tanya Brian dengan nada kesal.

"Maaf Aden! Mn, tapi saya tidak tau sebab yang pegang kunci kamar itu adalah bik Aya," Sahut bik Ima.

"Tolong jangan salahkan mereka berdua jangan kamu pecat mereka mas, ini salah aku. Aku yang salah mas," ucap Kaina dengan berlinang air mata.

"Maaf Aden, saya mengaku salah, saya minta maaf Den Brian. Saya salah telah memberikan kunci itu kepada Non Kaina." Bik Aya memohon mohon kepada Brian agar bisa di maafkan dan tidak di pecat dari pekerjaannya itu.

"Hem, tidak ada pembelaan lagi. Kalian aku pecat! Beresin semua barang kalian, setengah jam lagi kalian harus segera pergi." ujarnya lalu menarik lengan Kaina untuk pergi entah kemana.

"Tapi Aden Brian kami masih ingin bekerja disini." sahut bik Ima.

"Waktu kalian di rumah aku hanya setengah jam lagi! Jika kalian tidak cepat pergi jangan harap kalian pulang dengan nyawa." ancam Brian dengan sangat marah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status