Mobil yang ditumpangi Leonhard sampai di rumah, dia merogoh saku celana lalu memakai cincin nikahnya setelah melihat mobil sang istri terparkir di halaman.
Dia turun tepat ketika mobil mewah itu berhenti lalu melangkah gontai masuk ke dalam rumah. Kepala asisten rumah tangga membukakan pintu. “Nyonya ada di ruang makan menunggu Tuan,” kata pria paruh baya itu seraya mengambil alih tas dari tangan Leonhard. Leonhard tidak memberikan respon, hanya menyerahkan tasnya dengan ekspresi malas. Seiring langkahnya menuju ruang makan, Leonhard berusaha melengkungkan senyum hingga akhirnya dia bisa memberikan senyum terbaik saat tatapannya bertemu dengan tatapan sang istri. “Hai Leon,” sapa Nova Lyra Handoko-anak dari crazy rich Surabaya yang dia nikahi setahun lalu karena perjodohan yang membawanya ke Indonesia-kampung halaman sang mami untuk mengelola perusahaan milik sang papi yang telah bergabung dengan perusahaan milik pak Handoko yang tidak lain adalah ayah mertuanya. “Hai Nova, kapan datang?” Leonhard balas menyapa disertai pertanyaan basa-basi. Langkah Leonhard sampai di samping kursi yang diduduki Nova lalu membungkuk untuk memberikan kecupan di kening wanita itu. “Barusan banget, kayanya mobil aku juga masih terparkir di luar.” Nova menjawab meski dia tahu kalau pertanyaan itu hanya basa-basi. “Papa dan mama apakabar?” Leonhard bertanya lagi sambil membuka piring, siap untuk makan malam. “Mereka baik, papa lagi sibuk sama bisnis barunya dan mama sibuk sama bisnisnya juga,” jawab Nova menceritakan. “Pantesan papa sulit aku hubungi,” kata Leonhard berkomentar. “Ya … kami semua sibuk, perekonomian di Negara ini sedang bangkit dan kita harus memanfaatkan peluang itu sebaik mungkin,” kata Nova yang belum juga memulai makan malamnya karena sibuk bercerita. Leonhard mengangguk setuju, pandangannya tertuju pada piring tanpa tertarik menatap wajah sang istri padahal hanya seminggu sekali dia temui. Leonhard tinggal di Jakarta sedangkan Nova di Surabaya karena bisnis Nova ada di sana dan mereka sepakat untuk long distance relationship tanpa drama. Makan malam kali ini tidak membosankan karena Nova banyak bercerita bahkan berkonsultasi meminta pendapat tentang bisnis yang meski Leonhard tahu kalau sebenarnya Nova tidak butuh itu, sang istri juga pebisnis ulung karena lahir dari sepasang orang tua yang jenius dalam bisnis. Leonhard menanggapi seperti biasa, tidak antusias juga tidak malas-malasan. Sedikit saran dia berikan agar makan malam tidak menciptakan hening. Sampai akhirnya makan malam selesai dan mereka harus melakukan ‘ritual rutin’ di kala weekend. “Aku mandi duluan ya,” cetus Leonhard karena dia tahu kalau Nova akan berendam setelah melakukan perjalanan dari Surabaya menggunakan jalur darat karena biasanya akan berhenti di Jogja, atau Pekalongan atau mungkin Cirebon karena beberapa kliennya tinggal di sana sehingga perjalanan Surabaya – Jakarta mungkin akan dia tempuh dalam beberapa hari jika menggunakan mobil. Tapi sering juga Nova datang ke Jakarta menggunakan jalur udara dan Leonhard yang akan menjemputnya di Bandara jika tidak ada meeting. “Oke,” sahut Nova yang sedang menanggalkan pakaiannya. Leonhard bergegas membersihkan tubuhnya tidak lama dia keluar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk di pinggang. Tatapan teduh Nova dia dapatkan dengan smirk di sudut bibir. Nova semestinya beruntung memiliki suami tampan dengan tubuh atletis seperti Leonhard dan dia juga seharusnya tidak melepas Leonhard begitu saja di Jakarta karena mungkin banyak wanita yang ingin berada di posisinya. Setelah pintu kamar mandi tertutup, Nova menyandarkan punggungnya di sana. Tatapannya kosong ke langit-langit kamar mandi selama beberapa detik sebelum akhirnya dia menyalakan kram untuk mengisi bathub sedangkan Leonhard membuka MacBook usai mengenakan pakaian tidur yang nyaman. Jemarinya menari indah di antara kumpulan angka dan huruf, tidak lama setelah itu dia meraih ponsel lalu membuka ruang pesan dengan seseorang. Leonhard : Bu Aruna, terlampir data yang sudah saya perbaiki. Leonhard mengirim pesan kepada Aruna karena kejeliannya-Aruna dapat mengoreksi jumlah unit bahan baku yang seharusnya digunakan untuk salah satu produk. Aruna : Baik, Pak Leonhard … Terimakasih dan selamat malam. Leonhard meletakan ponsel di atas nakas, dia memutar tubuh karena merasa seseorang berdiri di belakangnya. Ternyata benar, ada Nova dibalut lingery seksi sedang berdiri bersama senyum dan sorot mata teduh seperti tadi. Leonhard melangkah mengikis jarak, tangannya terangkat merangkum sisi wajah Nova, dia usap ibu jarinya di pipi halus dan lembut itu lantas menunduk dalam bersamaan dengan mendongakan kepala Nova sehingga bibir mereka bertemu. Saling melumat lalu terpagut diawali dengan sentuhan lembut lalu lama-lama menuntut. Perlahan Leonhard mendorong Nova ke atas ranjang dengan satu tangan merengkuh pinggang wanita itu. Setelah Nova berbaring di atas ranjang, Leonhard menarik turun tali spaghety di pundak Nova agar bongkahan di dadanya terekspose. Menggunakan telapak tangan besarnya Leonhard meremat salah satu bongkahan sementara satu tangannya lagi menurunkan celana dalam Nova yang kooperatif membantu dengan menggerakan kakinya. Kini satu jemari Leonhard bergerilya di bagian hangat dan lembab guna menstimulasi agar siap untuk dimasuki, sementara itu pandangan Leonhard selalu tertuju pada bagian bawah menghindari tatapan dengan Nova. Nova memejamkan mata, menggigit bibir bawah saat merasakan hasratnya mulai terbakar. Setelah dirasa Nova siap dimasuki, Leonhard menanggalkan kaos lalu menurunkan celana tanpa menyisakan sehelai benangpun di tubuhnya. Leonhard meletakan miliknya di atas milik Nova, menekan kemudian menggeseknya perlahan agar menegang dan membesar sehingga bisa masuk dengan mudah ke dalam Nova. Cukup lama Leonhard melakukan itu sampai miliknya siap untuk melakukan hentakan sementara Nova sudah kalang kabut menggerakan kepalanya ke kiri dan kanan. Desah lega tercetus dari bibir Nova tatkala Leonhard memenuhinya di bagian bawah. Pria itu menghentak pelan agar tidak melukai Nova. “Faster Leon! I want faster!!!” seru Nova yang justru menginginkan sebaliknya. Leonhard mengabulkan keinginan Nova, dia tumbuh Nova begitu dalam dan kencang. Matanya terpejam dengan nafas memburu sama dengan Nova yang kini mendekap erat Leonhard, melingkarkan kedua tangan di leher pria itu. Gerakan dari hentakan kencang di dalam pelukan mempertemukan bibir mereka. Leonhard memagut bibir Nova lagi dibalas pagutan dalam oleh Nova yang kemudian membuka mulutnya agar lidah Leonhard bisa masuk dan membelainya lebih dalam. Lama-lama Nova merasakan perutnya bergejolak hebat, sesuatu seperti menghantam kuat membuat perutnya mengetat lalu tubuhnya bergetar saat kenikmatan itu dapat diraihnya. Tahu kalau istrinya telah mendapatkan pelepasan, Leonhard menghentak kian kencang. Dia memejamkan matanya kembali sampai akhirnya dia juga dapat merasakan kenikmatan yang sama. Benihnya tercurah semua ke rahim Nova bersamaan dengan hentakan yang semakin melambat. Beberapa saat kemudian Leonhard menggulirkan tubuhnya ke samping sembari menarik selimut menutupi bagian bawah tubuhnya. Satu tangan dia letakan di atas kening dengan mata terpejam dan nafas memburu. “Masih kerasa benangnya?” tanya Nova sembari bergerak mendudukan tubuh. “Masih … kalau bisa kamu konsultasi ke dokter, cari cara lain untuk enggak bisa hamil, benang IUD menggangguku …,” keluh Leonhard tanpa membuka matanya. “Oke … mungkin aku akan minta benangnya dipotong lebih pendek yang pasti aku enggak mau minum pil,” kata Nova lalu bangkit dan menarik langkah menuju kamar mandi setelah memakai kembali lingery. “Apa memotong pendek benangnya akan menyakitimu?” Langkah Nova terhenti oleh pertanyaan yang terdengar perhatian di telinganya. “Aku belum tahu,” kata Nova mengangkat kedua pundak. “Kalau menyakiti kamu enggak usah …,” gumam Leonhard, matanya masih terpejam dan sesungguhnya dia tinggal selangkah lagi memasuki alam mimpi. “Kamu benar-benar peduli sama aku?” Nova membatin seolah tidak percaya sambil tersenyum pelik. Dia melanjutkan langkah menuju kamar mandi untuk membersihkan cairan cinta milik Leonhard yang tertinggal di bagian intinya. Saat Nova kembali ke area ranjang, dengkuran pelan dan halus terdengar dari hidung pria tampan dengan tubuh atletis yang hanya ditutupi selembar selimut tipis di bagian bawahnya saja. Nova mengembuskan nafas, melipat tangan di dada, matanya menatap Leonhard yang tertidur pulas dengan tatapan terbaca. Dia lantas merangkak naik ke atas tempat tidur, berbaring membelakangi Leonhard namun tidak lama kemudian Leonhard bergerak memeluk dari belakang, menenggelamkan wajah di tengkuknya. Nova tertegun sesaat, bibirnya tersenyum samar sebelum akhirnya perlahan matanya terpejam menyusul Leonhard ke alam mimpi.Keempat kakak Ghazanvar tiba di rumah sakit saat Aruna belum melahirkan, pembukaannya lambat, bahkan sudah diinduksi tapi Dede bayi belum juga mau keluar.“Dek, semangat ya … Kamu pasti bisa,” kata Reyzio sembari mengusap kepalanya.“Mules, Kak ….” Aruna menjawab lemah, wajahnya pucat dan tatapannya sayu. Ghazanvar, Arnawarma dan Narashima tidak bersuara namun matanya memerah berkaca-kaca lantaran tiga tega melihat penderitaan sang adik.“Dek, Abang tunggu di luar ya ….” Ghazanvar membungkuk untuk memeluk Aruna.Aruna hanya mengangguk tanpa berkata-kata, membiarkan keempat kakaknya pergi meski mereka sebenarnya terlihat enggan, ingin menemani Aruna tapi tidak tega.“Jagain Aruna yang bener.” Leonhard menepuk dada Leonhard menggunakan punggung tangannya disertai tatapan tajam mengancam sebelum meninggalkan ruangan.Leonhard mendapat ancaman dari segala arah tapi berhubung telah biasa berada di bawah tekanan
Di rumah sakit, suasana semakin tegang. Aruna sudah dibaringkan di ruang bersalin dan tim dokter mulai mempersiapkan segala peralatan. Leonhard menggenggam tangan Aruna erat-erat, terlihat gugup meskipun mencoba tegar.Wajah pria itu tampak pucat pasi sementara Aruna sendiri begitu tenang karena telah menantikan momen ini.“Aruna, kamu harus kuat, ya. Aku di sini, aku nggak akan ke mana-mana,” kata Leonhard dengan suara gemetar.“Aku tahu kamu enggak akan ke mana-mana. Karena kalau kamu pergi, aku akan kejar kamu, Leon,” sahut Aruna setengah bercanda meski wajahnya menahan sakit.Tiba-tiba, suara papi Arkana yang tengah melangkah masuk terdengar tegas, mengancam dan panik“Leonhard! Jaga anak Papi baik-baik! Kalau dia kenapa-kenapa, kamu akan tahu akibatnya!”“Tenang, Pi … dokter kandungan Aruna sangat ahli di bidangnya,” jawab Leonhard sambil berusaha tidak terpengaruh.Papi Arkana keluar dari ruangan itu dengan ekspresi wajah frustrasi.“Mi, itu Aruna bisa enggak ya melahirkan bayi
Aruna duduk santai di kursi malas living room sambil memijat kakinya yang bengkak.Sudah dua hari, mami Zara dan papi Arkana berkunjung ke rumah futuristik Aruna di Seoul, mereka datang membawa berbagai makanan khas Indonesia yang mengundang nostalgia.Krauk …Krauk …Suara keripik yang Aruna kunyah dengan toples berada di atas pangkuannya.“Keren banget interior rumah kamu ya, potnya bisa nyiram tanaman sendiri.” Mami berceloteh. Mami Zara sibuk mengomentari dekorasi rumah sambil mengelap vas bunga.“Beliin Mami yang kaya gini donk, Pi … di Indonesia ada enggak sih?” “Nanti Leon beliin buat Mami,” kata Leonhard yang baru saja memasuki living room.“Waaah, makasih ya menantu Mami yang paling ganteng.” Mami Zara tersenyum lebar, tentu saja beliau tidak berdusta karena memang Leonhard adalah satu-satunya menantu laki-laki mami.Papi Arkana merotasi bola matanya melihat mami Zara menjawil pipi Leonhard saat tadi sedang memujinya.Beliau kembali menekuni remot untuk menyalakan televisi
Semenjak kembali dari Singapura, Leonhard sibuk sekali karena selain mengurus Asia Sinergy, proyek bersama AG Group juga sangat membutuhkan perhatian sehingga menguras waktunya.Bahkan pernah sekali Leonhard tidak bisa mengantar Aruna kontrol kehamilannya, meski begitu Aruna tidak mempermasalahkan karena Hae-Ja dan salah satu kakak Leonhard bersedia menemaninya bertemu dokter kandungan.Mereka cukup kompak mem-back up Leonhard.Beruntungnya di waktu kontrol bulan ini, Leonhard akhirnya memiliki waktu menemani Aruna.Jangan lupakan Sky, bayi gempal tampan itu selalu ikut ke mana Aruna pergi apalagi sekarang mereka akan mengetahui jenis kelamin si jabang bayi.“Adik … mainan buat adik,” kata Sky terus berceloteh sembari menempelkan mainan bentuk karakter Minnie Mouse ke perut Aruna saat di pangku dalam perjalanan ke rumah sakit.Bukan hanya sekarang, Sky sering kali menempelkan mainan Minnie Mouse ke perut Aruna yang tidak terlalu ditanggapi serius olehnya hanya mengira kalau Sky
“Udara pagi di sini tidak sesegar di rumah kita,” kata Hae-Ja sambil terengah saat sedang jalan santai bersama mami Wulandari di sekitar condominium.“Memang … itu kenapa aku tidak mengajak Aruna, khawatir janinnya menghirup polusi.” Mami Wulandari menimpali.Hae-Ja mengangguk setuju. “Kita lewati satu putaran lagi setelah itu pulang, aku lelah Wulan.” Hae-Ja menunjukkan tampang nelangsa.“Baiklah,” balas mami Wulandari kemudian terkekeh.Setelah menghabiskan satu putaran mengelilingi gedung condominium, mereka akhirnya pulang.Suara tangis Sky menggema begitu mami Wulandari membuka pintu utama condominium.“Sky kenapa, Nan?” Mami Wulandari bertanya.“Sky rewel, Nyonya … enggak biasanya Sky seperti ini, saya juga enggak tahu kenapa.” Nanny tampak kerepotan menggendong Sky yang terus meronta.“Maminya mana?” Mami Wulandari bertanya saat Hae-Ja mengambil alih Sky yang masih saja tantrum.“Di kamar Nyonya, sejak tuan muda pergi … nyonya muda ada di kamarnya terus,” jawab Nanny.
Perlahan Leonhard menurunkan Aruna di atas ranjang lalu merangkak naik ke atas sang istri yang gaun tidurnya tersingkap ke atas.“Leon,” tegur Aruna dengan desahan, pipinya merona dengan senyum dikulum.“Sekali aja, aku janji.” Usai berkata demikian Leonhard memagut bibir Aruna disertai usapan tangannya merayak ke setiap jengkal kulit Aruna menghasilkan jejak panas.Saat tangannya sampai di bokong, Leonhard memberikan rematan lembut dari dalam celana sekalian menurunkannya hingga dia bisa menemukan celah sempit nan hangat yang telah menjadi candu.Bibirnya kini menyasar leher Aruna lalu beralih ke pundak di mana terdapat tali yang menahan gaun tidur seksi itu.Leonhard menggigit tali tersebut untuk melepaskan simpulnya sehingga terekspose lah satu gundukan besar di dada Aruna.Leonhard melakukan hal yang sama dengan tali di pundak Aruna yang lain.Matanya berbinar saat dua gundukan yang tidak tertampung bra itu sekarang seolah menantangnya.T