Tok … Tok … Ceklek … Langkah berat mendekat ke area ranjang, awalnya Nova dan Leonhard berpikir kalau perawat yang datang hendak mengecek kondisi Nova tapi saat tirai yang mengelilingi area ranjang di singkap, sosok Dewa yang kepalanya masih diperban muncul sepagi ini. “Dewa ….” Nova bergumam tapi matanya menoleh menatap Leonhard. Dia jadi tidak enak hati dengan kedatangan Dewa. Dewa berdiri di samping sisi ranjang yang lain, mengusap kepala Nova yang dililit perban. “Sakit?” Pria itu bertanya penuh khawatir. Nova menggelengkan kepala. “Kepala kamu, sakit?” Nova balas bertanya penuh perhatian. “Udah enggak, tapi masih harus diperban sampai lukanya kering.” Dewa menimpali. Bersamaan dengan itu Leonhard bangkit dari kursi lalu meninggalkan area ranjang pasien. Dewa langsung memeluk Nova yang hanya bisa memandangi punggung Leonhard menghilang dibalik tirai dengan per
Papa Handoko beserta mama Pramesti datang ke rumah sakit.Leonhard memaksa untuk memberitahu mereka tentang kecelakaan yang dialami Nova, dia bersedia mengganti kronologis cerita kenapa Nova sampai mendapat trauma di kepala demi menutupi perselingkuhan wanita itu.Saat memasuki ruangan, raut wajah pak Handoko tampak bengis sedangkan mama Pramesti langsung memburu putrinya yang kebetulan sedang tidur.“Ya ampun sayang, kenapa bisa kaya gini? Kamu itu memang ceroboh, dari kecil kalau jalan suka tersandung … makanya Mama bilang ‘kan hati-hati kalau jalan … bangun tidur itu duduk dulu jangan langsung ke kamar mandi.” Mama Pramesti menegur Nova sambil menangis melihat kepalanya sang putri dibalut perban dan katanya sampai harus melakukan operasi kecil.Seperti itu lah kronologis yang disepakati Leonhard dengan Nova yang kebetulan sesuai dengan kebiasaan Nova yang ceroboh.Nova jadi terjaga, matanya perlahan terbuka saat mama masih memeluknya.“Apa kabar, Pa.
Aruna menangis lagi gara-gara Leonhard, dia memilih sendirian di apartemen menikmati sedihnya.Tasya dan Tezaar tidak tahu tentang masalah ini, Aruna menyembunyikannya karena malu mengingat dua asistennya sudah bersusah payah mencari pembenaran atas perselingkuhan ini tapi nyatanya Leonhard lebih mencintai istrinya.Tidak mungkin juga Aruna bercerita tentang sakit hatinya ini kepada papi dan keempat kakaknya, hanya akan menimbulkan masalah untuk Leonhard.Meski pria itu mengkhianatinya tapi entah kenapa Aruna tidak ingin terjadi sesuatu kepada Leonhard.Setelah puas menangis dan berteriak sambil dibekap bantal agar suaranya tidak mengganggu tetangga, Aruna mencari ponselnya.Dia bangun dari berbaring di atas ranjang lalu melangkah ke kursi meja rias di mana tasnya disimpan sepulang kerja tadi.Dengan mata sembab, Aruna mematuti layar ponsel mencari pesan dari Leonhard tapi tidak dia temukan.Sementara itu di saat yang sama, Leonhard juga sedang membuka ruang pesan dengan Aruna.
Setelah melambaikan tangan sampai sosok Enzo hilang masuk ke dalam lift, Aruna menutup pintu lalu menghampiri Arumi di ruang televisi.“Ambil sendiri minumnya ya, kamu ‘kan bukan tamu … aku lagi galau ini.” Tamoang Aruna tampak muram.Arumi meraih bantal kemudian dia simpan di atas paha.“Kalau gitu sekarang cerita biar enggak galau lagi.” Arumi memfokuskan perhatiannya kepada Aruna.Lalu mengalirlah cerita Aruna tentang Leonhard hampir satu jam Aruna bicara tanpa di sela oleh Arumi dari mulai Aruna menangis sampai tertawa getir.“Kamu ‘kan bisa kasih foto-foto perselingkuhan istrinya sama Leon … kalau menurut kamu Nova sedang merencanakan sesuatu berarti dia berkhianat dan perjanjian kalian batal, kamu bisa kasih tahu Leon perselingkuhan istrinya.” Arumi berkomentar.“Tapi aku belum tahu pasti sakit apa istrinya … apa aku harus ke Surabaya nemuin dia?” Aruna serius bertanya.Arumi tergelak. “Niat banget ya ampun, Arunaaa … kamu enggak sama Leon juga masih banyak yang mau.” Gad
Leonhard kembali ke ruang rawat Nova setelah makan siang di kantin, begitu membuka pintu dia mendapati pemandangan Dewa dan Nova sedang berciuman.Tidak jadi masuk, Leonhard menutup kembali pintunya lalu duduk di bangku taman yang berada di depan ruang rawat Nova.Tidak ada kesal apalagi cemburu karena dia tidak mencintai Nova walau kelakuan Nova dan Dewa tidak berperasaan mengingat Leonhard masih berstatus suami Nova.Selain itu Leonhard tidak memiliki kekuatan, dia bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa lagi sekarang.Lama Leonhard duduk termenung di bangku taman sampai senja menyapa lalu sebuah tepukan di pundak membuatnya terhenyak.“Aku pulang dulu, kalau kamu mau balik ke Jakarta balik aja … biar Nova aku yang jagain.” Sekarang Dewa lebih santai bicara dengan Leonhard.Leonhard menatap datar Dewa lantas pergi meninggalkan pria itu tanpa berucap sepatah katapun.Dewa tidak mengambil hati sikap Leonhard yang memang dari awal tidak bersahabat, langsung pergi sambil tersenyum sm
“Leon … kenapa kamu menghindar?” Aruna bertanya setelah langkahnya sampai di belakang Leonhard.Leonhard memutar badan usai menarik nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan guna menenangkan perasaannya yang berkecamuk hebat.“Aku gagal Aruna … aku enggak bisa mempertahankan perusahaan Singapura, aku enggak bisa mencapai target yang kakek berikan, istri aku berselingkuh dengan mantan kekasihnya, kekasih aku yang mengetahui perselingkuhan itu pun memilih diam dan terakhir kamu dengar sendiri tadi kalau papa mertuaku menyerahkan urusan perusahaan kepada Ethan di mana dia sebenarnya bisa menolongku dengan meminta aku untuk tetap menduduki posisi CEO … enggak ada yang tersisa dari aku, Aruna … aku manusia gagal, aku enggak pantas untuk kamu ….” Leonhard menjeda untuk meraup udara dalam agar emosinya tidak membludak dan menyakiti perasaan Aruna.Aruna tersentak, matanya membeliak karena ternyata Leonhard telah mengetahui perselingkuhan Nova bahkan pria itu tahu kalau Aruna juga mengetahu
Fokus Aruna teralihkan oleh urusan hatinya dengan Leonhard.Di apartemen dia melamun, dia kantor juga tidak jauh berbeda.Aruna bingung bagaimana harus menanggapi ucapan terakhir Leonhard sebelum pria itu masuk ke dalam lift.“Jadi kita putus gitu aja? Terus apa aku harus minta maaf karena menyembunyikan perselingkuhan Nova dari dia? Aku harus gimana? Jadi bagaimana?” Aruna bicara sendiri.“Oke, aku mengerti kalau dia insecure karena bukan lagi siapa-siapa di Asia Sinergy tapi masa dia ninggalin aku gitu aja? Dia udah merawanin aku lho! Aku kaya kak Luna hidup sederhana juga enggak masalah ….” Aruna masih bicara sendiri.Jadi teringat kehidupan sang kakak sepupu yang menikahi pria sederhana meninggalkan segala kemewahan tapi hidup bahagia bersama pria yang dia cintai.Detik berikutnya Aruna menghela nafas panjang tatkala pikiran tentang Leonhard tidak akan membuatnya menderita terlintas dalam benaknya, itu kenapa memilih mundur seperti yang dilakukannya
Leonhard mendapatkan tatapan aneh dan sinis dari karyawan Asia Sinergy Singapura saat baru saja keluar dari lift di lantai sebuah divisi.Tidak seperti di Indonesia yang alasan kepindahannya dirahasiakan, di Singapura berita tentang Leonhard turun jabatan sudah tersiar semenjak kakek datang ke sini untuk memarahi dan menurunkannya beberapa waktu lalu.Mungkin di Indonesia, Leonhard memiliki papa mertua yang harus dijaga nama baik dan harga dirinya.Leonhard duduk di sebuah meja kecil di ruang terbuka menghadap kubikel-kubikel.Beberapa di antara bawahannya ada yang menganggukan kepala samar sebagai tanda hormat untuk menyapa tapi kebanyakan para karyawan yang masih muda hanya meliriknya sekilas.Leonhard menyalakan komputer kemudian membuka berkas yang ada di atas meja.Dia mulai menekuni pekerjaannya tanpa merasa rendah diri.Tepat saat jam makan siang, seorang office boy datang menghampiri meja Leonhard.“Tuan … Anda dipanggil ke ruangan nona Ava.” “Oke … saya ke sana sebe
Tok …Tok …Ceklek …Aruna dan Arumi yang sedang asyik mengobrol seketika menoleh ke arah pintu.Sosok Reynand masuk memunculkan senyum di bibir kedua perempuan cantik itu namun pudar ketika sosok perempuan ikut masuk mengikuti Reynand dari belakang.“Aruna … kamu udah makan malem? Aku bawain makanan ini, tadi Danisa yang beli.” Reynand menunjuk gadis yang kini berdiri di sampingnya.Arumi dan Aruna masih bingung, keduanya menatap Reynand dan gadis bernama Danisa secara bergantian.“Oh … ini Danisa, mamanya lagi dirawat di sini juga, beberapa hari lalu kami bertemu di coffe shop ….” Lalu Reynand beralih ke Danisa. “Danisa, kenalin ini Arumi adik aku dan Aruna kakak sepupu aku.” Danisa mengulurkan tangan sembari tersenyum ramah.“Hallo … aku Danisa.” Danisa memperkenalkan diri.Meski masih heran karena setau mereka—Reynand adalah sosok pendiam, dingin dan tertutup kepada orang baru apalagi perempuan tapi Arumi dan Aruna mencoba menya
Sikap Tasya berubah seratus delapan puluh derajat menghadapi Tezaar.Dia butuh waktu untuk menata hatinya setelah penolakan Tezaar kemarin dan tentunya menerima kenyataan kalau pria itu akan menikah.Karena pekerjaan mereka dilakukan tanpa mengobrol dan sungguh-sungguh jadi lah pekerjaan cepat selesai.Sebelum sore mereka sudah dalam perjalanan kembali ke Jakarta namun karena berbarengan dengan jam pulang kerja, jadilah Tasya dan Tezaar harus melewati kemacetan.Saat pergi tadi Tezaar sengaja duduk di depan di samping driver untuk memberi Tasya ruang agar bisa menerimanya kembali dan sekarang saat pulang Tezaar memilih duduk di kabin belakang bersama Tasya yang duduknya terlalu mepet ke pintu seakan enggan berdekatan dengannya.Tezaar menoleh menatap Tasya yang pandangannya lurus ke depan dengan kepala bersandar pada kaca jendela, gadis itu sedang melamun.“Hei … laper enggak?” Tezaar bertanya memulai pembicaraan karena sepanjang jalan baik pergi tadi maupun sekarang saat pulang
Sampai di depan ruangan Arumi, Aruna langsung membuka pintunya.Di dalam sana masih ada om Kaivan dan tante Zhafira.“Om … Tante … pulang aja, biar Arumi sama aku,” kata Aruna setelah menyalami kedua orang tua Arumi diikuti Leonhard.“Oke deh, kami pulang dulu ya … mungkin Tante sama om agak lama di Bandung jadi nanti Arumi ditemani Reynand.” Tante Zhafira memberitahu.“Oke Tante … Om, hati-hati di jalan.” “Titip Arumi, ya sayang.” Tante Zhafira berpesan.“Kami duluan Pak Leon,” ujar om Kaivan saat meninggalkan ruangan dan berbalas anggukan kepala dari pria itu.“Kapan mulai theraphy?” Aruna bertanya seraya meletakan paperbag berisi dessert kesukaan Arumi di atas meja.“Minggu depan.” Arumi menjawab.“Lekas sembuh ya Arumi.” Leonhard akhirnya buka suara.“Makasih Pak Leon.” Arumi menyahut.Leonhard mengangguk sambil tersenyum tipis.“Aku pulang ya.” Leonhard pamit kepada Aruna.Aruna mendekat kemudian memeluk Leonhard
“Amore ….” Enzo yang duduk di tepi ranjang meraih satu tangan Arumi yang bebas.Malam hampir larut, hanya ada mereka berdua saja di ruangan itu karena papa dan mama sudah pulang untuk beristirahat.“Besok aku akan pulang ke Italia untuk menyelesaikan beberapa urusan di sana lalu aku akan kembali untuk membangun bisnis dengan papa kamu di sini dan menikahi kamu … kamu tunggu aku ya, aku usahakan hanya seminggu di Italia.” Arumi menggelengkan kepala. “Pergilah Enzo, tapi aku tidak akan menunggumu … jangan berjanji apa-apa … kamu bebas, aku tidak berharap apapun padamu.” Bukannya Arumi sok jual mahal tapi justru dia tidak ingin membuat Enzo terikat karena sadar diri dengan keadaannya.Menurutnya, Enzo adalah pria baik dan berhak mendapatkan wanita yang sempurna.Enzo terkekeh, dia tidak mengambil hati ucapan Arumi justru sangat mengerti makna tersembunyi dibalik ucapannya itu.Bergerak ringan, Enzo membaringkan tubuhnya di samping Arumi dalam posisi miring kebetulan ranjang pasi
Om Kaivan dan tante Zhafira baru saja keluar dari ruangan mami Zara setelah sebelumnya dokter Patologi menjelaskan hasil lab yang kini tengah tante Zhafira peluk.Keduanya melangkah pelan dengan tatapan kosong menuju kamar Arumi.Sampai di sana, mereka melihat Arumi sedang disuapi makan siang oleh Enzo.Pria itu begitu tekun merawat Arumi pagi siang malam tanpa lelah atau pun mengeluh padahal Arumi belum memutuskan menerima cintanya.“Mau Mama atau Papa aja yang sampaikan hasil lab ini ke Arumi?” Om Kaivan meminta pendapat istrinya.“Papa aja, Papa yang paling dekat dengan Arumi.” Tante Zhafira mengusap pundak suaminya kemudian mendorong pelan untuk masuk ke dalam ruang rawat itu.Enzo dan Arumi seketika menoleh saat sosok om Kaivan mendekat ke area ranjang pasien.Enzo tidak sengaja mengalihkan pandangan ke arah sofa set di mana di atas mejanya terdapat MacBook yang terbuka sebagai media Enzo memantau pekerjaan di Italia, di sana juga telah duduk tante Zhafira yang memberi kod
Tok …Tok …Tasya yang sedang mager akhirnya harus bangkit dari peraduannya karena mendengar suara pintu diketuk.“Siapa lagi sih hari sabtu gini ganggu aja.” Dia menggerutu karena merasa tidak memiliki janji dengan Rocky.Mengingat di Jakarta Tasya hanya memiliki om Roger dan kini sedang dekat dengan Rocky jadi kehidupannya hanya seputar mereka selain pekerjaan.Ceklek … “Tezaar.” Tasya bergumam dengan mata membulat dan kedua alis terangkat tidak pernah menyangka Tezaar akan berada di depan pintu kossannya.“Tasya … boleh aku masuk?” Raut wajah Tezaar tampak sendu.“Masuk aja ….” Tasya membuka pintu lebar-lebar.Tezaar duduk di satu-satunya sofa yang ada di sana.Sofa yang menghadap televisi itu hanya cukup untuk dua orang jadi mau tidak mau Tasya dan Tezaar berdesakan di sofa itu.Tezaar merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah undangan pernikahan berwarna coklat.“Perut Marisa semakin besar, aku harus segera menikahi dia
Aruna tahu kalau papinya yang memiliki jasa keamanan swasta telah mengutus seseorang untuk mengawasi.Bisa jadi orang itu adalah Pilot dari privat jet sewaan tuan Lee yang akan ditumpanginya sekarang atau mungkin awak kabin atau bisa jadi driver yang menjemput mereka nanti di Korea, staf hotel atau mungkin mereka semua adalah orang suruhan papi Arkana.Dan Aruna tidak peduli, sama sekali tidak peduli.Mobil yang ditumpanginya bersama Leonhard berhenti di depan sebuah privat jet, Aruna turun dibantu Leonhard dan sampai naik ke dalam pesawat, pria itu tidak melepas genggaman tangannya.Di dalam sana sudah ada Nova dan Dewa yang duduk bersebelahan.Baru sekarang Aruna bertemu lagi dengan Nova dan seketika suasana menjadi canggung.Nova bangkit dari sofa mengulurkan tangan.“Apakabar Aruna,” sapanya ramah.“Kabar baik … kamu dan adik bayi apa kabar?” Aruna balas bertanya.Nova menundukan kepala mengusap perutnya lalu berkata, “Kami baik.” Dia pun menjawab.Tatapan Aruna beralih
“Papiiiii!!!!” Aruna berlarian dari lantai dua memburu papi yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama mami.“Loh! Belum tidur.” Papi menghentikan langkahnya di ujung tangga paling bawah dan otomatis langkah mami juga terhenti.Aruna memeluk dada bidang papi yang dibalas beliau dengan pelukan erat.Papi terkekeh meningkahi sikap manja Aruna. “Ada apa?” Papi Arkana bertanya.“Papi, boleh besok Aruna ikut Leon anter istrinya kontrol kandungan ke Korea?” tanya Aruna mendongak sembari menunjukkan puppy eyes menggemaskan.Papi langsung mengalihkan pandangan ke mami yang masih berdiri di sampingnya.“Bilang enggak boleh, Pi.” Arnawarma yang menimpali dari sofa panjang.Aruna mencebikan bibirnya kesal bersama delikan sebal.“Kamu mau ganggu momen bahagia mereka?” Papi Arkana sedang bersarkasme.“Piiii, Dewa pacarnya Nova juga ikut kok … dia enggak mengijinkan Nova berdua aja sama Leon.” Aruna memohon.“Terus nanti ‘kan di sana Leon sama Nova pasti menginap di rumah keluarganya Leo
Baru kali ini Aruna melihat Arumi tampak putus asa padahal biasanya Arumi selalu bisa mengatasi beragam masalah yang muncul dalam hidup bahkan memberi saran terbaik layaknya wanita dewasa.“Kalau dia enggak mencintai kamu, dia enggak akan nungguin kamu di sini selama satu minggu.” Aruna memperkuat apa yang sudah Enzo katakan sebelumnya.Arumi terpekur lama sekali sampai ketika ditegur, dia memilih untuk pura-pura tidur.Hatinya sedang gundah gulana saat ini, dia yang mengalaminya jadi biarkan dia menikmatinya sendiri.Meski matanya terpejam tapi air mata Arumi tidak berhenti mengalir, diam-diam menyusut buliran kristal ungkapan kesedihan itu agar tidak ada yang menyadarinya.Tapi Enzo yang fokusnya hanya untuk Arumi seorang menangkap gerak-gerik ganjil tersebut.Setelah keluarga Arumi pulang menyisakan mereka berdua saja di ruangan itu, Enzo duduk di tepi ranjang Arumi.“Aku tahu kamu enggak tidur,” kata Enzo membuat kelopak mata Arumi terbuka.“Dari tadi kamu menangis tapi ka