“Awasi dia,”
“Siap Don!” Alex menuruni tangga dengan cepat, mengendarai mobil seorang diri, balik ke rumah. Anton tidak ikut balik karena ia harus melakukan misi yang diperintahkan oleh Alex. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar sebelum bergerak menjauh, mencari taksi. Luke keluar setelahnya, tanpa memperhatikan sekitar, ia menaiki motornya. “Ikuti motor ducati hitam itu pak. Tapi jangan terlalu terang-terangan, pelan-pelan saja.” “Baik.” Anton mengikuti luke diam-diam bersama taksi dengan jarak yang aman. Alex memberikan perintah untuk mengikuti Luke sampai ke rumah. Alex ingin Anton mencari tahu tentang latar belakang Luke dan keluarganya. Awalnya Luke tidak sadar sama sekali namun di pertengahan jalan, ia tak sengaja melirik kaca spion, matanya memicing curiga. Ia berusaha berkendara dengan santai namun tetap sesekali memantau. Ia pun memutar otaknya sehingga ia tetap bisa bersikap santai di saat seperti ini. Beberapa saat kemudian, ia tiba di sebuah rumah minimalis. Ia memarkirkan motornya di depan halaman kosong. Matanya melirik ke samping tapi tubuhnya tidak benar berbalik, ia merasa taksi tersebut berhenti tak jauh dari sana. Ia hanya menyeringai kemudian melangkah santai, membuka rumah dengan kunci yang dibawanya. ‘Apa benar ini rumahnya?’ batin Anton sambil memajukan kepalanya, mengedarkan pandangannya, melihat lebih jelas karena mereka berhenti sedikit jauh dari rumah tersebut. Ia masih duduk di kursi sebelah kemudi. ‘Tapi rumah itu kelihatan sepi. Apa dia tinggal sendiri?’ berbagai pertanyaan muncul di benaknya. “Hm, Pak. Bapak bisa tunggu sebentar di sini? Saya mau keluar sebentar.” “Tapi jangan lama-lama ya Pak.” “Baik Pak.” Anton melangkah mengendap-endap menuju rumah tersebut, berdiri di samping rumah dan sesekali mengintip ke dalam melalui jendela yang terbuka. Ia tidak melihat Luke di ruang tamu. Rumah juga kelihatan sepi dan perabotan di dalam rumah masih terbilang sedikit seperti orang yang baru pindahan. Tidak ada yang dapat ia lakukan lantas ia kembali ke taksi sebelum ketahuan. “Jalan Pak.” Setelah taksi yang ditumpangi Anton pergi, Luke keluar dari kamar, mengintip dari balik jendela. ‘Ternyata mereka sudah curiga’ matanya memicing. ‘Aku harus lebih berhati-hati’ batinnya lalu menutup hordeng. Beruntung dari awal semuanya sudah direncanakan termasuk rumah kosong milik keluarga Alonzo di Palermo yang akan dijadikan tempat tinggal Luke sementara bila dia berada di wilayah Palermo. *** Anton telah tiba di rumah keluarga Lancaster dan ia langsung menemui Alex yang sedang berada di ruang pribadinya. Tok tok tok! “Masuk!” Anton membungkuk sopan setelah masuk. Alex hanya mengulurkan tangannya ke depan, ke arah kursi di depannya, memberikan gesture agar Anton duduk sebab ia sedang menyesap rokoknya. Asap mengepul di sekitar Anton namun ia tampak tidak terganggu sama sekali. Anton masih menunggu Alex berbicara lebih dulu. Ia memperhatikan Alex yang sedang menekan puntung rokoknya yang tersisa sedikit ke dalam asbak lalu merapikan jasnya. “Apa informasi yang kau dapat?” tanya Alex yang sedang bersandar di kursi kekuasaannya. “Saya sudah mengikutinya diam-diam sampai ke rumah. Sepertinya dia tinggal sendiri di rumah sewaan.” Alex mengangkat sebelah alisnya. “Apa kau yakin?” “Saya yakin dia hanya sendirian di sana. Rumahnya tampak sepi dan perabotan di rumahnya juga tidak banyak seperti orang baru pindahan.” Alex mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Kalau benar begitu, berarti dia tidak berbohong. Dia mengatakan kalau dia tinggal sendiri di rumah sewaan.” Anton menganggukkan kepala. “Tapi tetap awasi dia, terutama saat dia pergi dengan Isabella. Dan satu lagi jangan bilang-bilang Isabella tentang hal ini karena dia anak yang tidak mau dipantau.” “Baik Don.” “Oke, kau boleh pergi sekarang.” Anton membungkuk sebelum keluar dari ruangan. Saat keluar, ia kebetulan berpapasan dengan Isabella. “Paman Anton!” “Ya?” Ia melirik pintu ruangan ayahnya sekilas sebelum kembali menatap Anton. “Paman Anton habis dari mana? Aku lihat tadi Ayah pulang sendiri.” “Ada urusan.” “Urusan yang disuruh Ayah ‘kan? Apa berhubungan dengan Luke?” “Bukan apa-apa. Saya permisi,” Anton pamit lebih dulu, enggan untuk menjawab. Isabella pun masuk ke ruangan Ayahnya tanpa mengetuk pintu dulu membuat Alex melebarkan matanya kaget. Isabella langsung duduk di hadapan Ayahnya, bersilang kaki. “Ayah, jangan main rahasia-rahasiaan denganku.” “Apa maksud kau?” “Apa yang Ayah tugaskan pada paman Anton? Pasti berhubungan dengan Luke ‘kan?” Alex tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Kau ini ngomong apa sih? Ayah cuma ngomongin tentang masalah Luke dengan kepolisian, lagi pula sekarang dia sudah pulang, dia bebas dari hukuman.” “Benarkah, hanya itu?” Alex mengangguk. Mata Isabella memicing sambil mengerucutkan bibirnya. “Kenapa? Kau kelihatannya tidak percaya sama Ayah?” “Tidak, bukan begitu.” Isabella menghela napas kemudian mengalihkan pandangan, berusaha mencari alasan. Tidak tahu kenapa di satu sisi ia menaruh curiga pada Luke namun di sisi lainnya ada perasaan yang tidak bisa Isabella tolak terlebih setelah melakukan malam panas bersama saat itu. Ia juga bingung dengan perasaannya. “Apa kau takut Ayah menyakiti Luke?” Isabella mendongak. “Kau suka dengan Luke?” sambung Alex membuat dada Isabella tiba-tiba berdebar. Mata Isabella berkedip-kedip gugup. “Hm, ti-tidak, aku tidak suka dengannya. A-aku cuma tidak mau ayah menyakitinya karena bagaimanapun juga dia telah menolongku.” Isabella berkata dengan nada terbata-bata. “Kalau dia tidak berulah, Ayah tidak akan menyakitinya. Kau tenang saja. Ayah juga sedang mempertimbangkan dia untuk menjadi bodyguard kau.” “Baik ayah.” *** Malamnya, Isabella tidak bisa tidur lantas ia keluar jalan-jalan di depan rumah untuk mencari udara segar namun ada suatu hal yang membuat Isabella kaget, Luke tiba-tiba datang. “Luke, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Isabella seraya mengedarkan pandangannya sekitar, takut ada yang melihat mereka. “Aku tiba-tiba kepikiran kau.” Pipi Isabella bersemu, dadanya kembali berdebar. “Jadi, aku mau memeriksa keadaanmu. Kau baik-baik saja ‘kan? Tidak ada orang jahat yang datang ke sini ‘kan?” Isabella menyunggingkan senyum kecil. “Kau perhatian sekali. Apa kau suka padaku?” pertanyaan spontan itu membuat Luke tidak bisa menyembunyikan senyum, ia mengusap tengkuknya malu, tidak bisa berkata-kata. Isabella terkekeh. “Aku bercanda. Aku baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir.” “Syukurlah. Aku jadi tenang sekarang. Aku tidak mau kau terluka.” Keduanya saling pandang dan tersenyum sampai akhirnya tangan Luke dengan berani membelai lembut pipi Isabella sambil bergerak mendekat mengikis jarak di antara mereka. Isabella tidak menolak, ia hanya mengedipkan-ngedipkan matanya dan ikut bergerak mendekat, reaksi dari tubuhnya seolah mendukungnya untuk melakukannya sampai akhirnya bibir mereka kembali bertemu, bukan ciuman paksa yang menuntut, melainkan ciuman lembut dan penuh gairah. Di bawah sinar rembulan yang malam ini begitu indah, kedua insan menyatukan perasaan mereka. Namun tanpa mereka ketahui di samping rumah, Anton memantau mereka sedari tadi dengan ekspresi datar. BersambungSeminggu kemudianSudah seminggu sejak Alex memberikan teguran pada Isabella agar menjauhi Luke dan sejak saat itu mereka tidak pernah lagi bertemu. Isabella sibuk mengurus butiknya sementara Luke tidak ada kabar.“Mbak, mau rendanya sampai ke bawah?” tanya Isabella yang sedang mengobrol bersama seorang pelanggan yang ingin membuat gaun pengantin khusus untuk pernikahannya nanti. Dia datang bersama calon suaminya.“Iya mbak sama dikasih manik-manik cantik yang bersinar gitu juga Mbak.”“Oke siap. Jadi mau model yang seperti ini?” Isabella memastikan kembali seraya menunjuk katalog outfit pernikahan. Wanita tersebut ingin menambah sedikit detail di baju pengantinnya, tentu saja wanita tersebut juga harus mengeluarkan uang lebih karena menambah permintaan.“Iya Mbak.”Isabella tersenyum ramah. “Oke, kalau gitu kita ukur dulu ya Mbak.” Isabella mengambil meteran yang tergantung di sebuah mannequin, ia memperbaiki kacamata minus yang ia kenakan sebelum mengukur tubuh wanita kurus dengan t
“Ayah kecewa dengan kau Isabella. Apa kau tidak ingat dengan nasehat Ayah? Apa selama ini kau menganggap nasehat ayah hanya sebuah angin lalu, huh?!”Pagi ini Isabella disidak oleh Ayahnya di ruangan ayahnya. Ayahnya sudah mengetahui tentang ciuman semalam dari Anton dan Alex sangat murka. Alex sudah sering kali menasehati Isabella untuk tidak mudah dekat dengan pria asing apalagi jatuh cinta.“Kenapa Ayah menyuruh paman Anton untuk memantauku diam-diam? Aku ‘kan sudah bilang kalau aku tidak suka dipantau!” tutur Isabella tak terima seraya melirik tajam Anton yang berdiri di belakang Alex sedang menundukkan pandangannya.“Jangan mengalihkan pembicaraan, Isabella! Kau tetap salah. Mulai sekarang jauhi Luke, Ayah tidak mau lihat kau dekat dengan dia lagi.”“Tapi Yah—““Tidak ada tapi-tapian dan mulai sekarang kalau kau mau kemana-mana, kau cuma boleh pergi dengan Anton. Mengerti?!” tanpa sadar suara Alex meninggi. Ia terpaksa meneriaki anaknya bukan karena tidak sayang tapi ini demi keb
“Awasi dia,” “Siap Don!” Alex menuruni tangga dengan cepat, mengendarai mobil seorang diri, balik ke rumah. Anton tidak ikut balik karena ia harus melakukan misi yang diperintahkan oleh Alex. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar sebelum bergerak menjauh, mencari taksi. Luke keluar setelahnya, tanpa memperhatikan sekitar, ia menaiki motornya. “Ikuti motor ducati hitam itu pak. Tapi jangan terlalu terang-terangan, pelan-pelan saja.” “Baik.” Anton mengikuti luke diam-diam bersama taksi dengan jarak yang aman. Alex memberikan perintah untuk mengikuti Luke sampai ke rumah. Alex ingin Anton mencari tahu tentang latar belakang Luke dan keluarganya. Awalnya Luke tidak sadar sama sekali namun di pertengahan jalan, ia tak sengaja melirik kaca spion, matanya memicing curiga. Ia berusaha berkendara dengan santai namun tetap sesekali memantau. Ia pun memutar otaknya sehingga ia tetap bisa bersikap santai di saat seperti ini. Beberapa saat kemudian, ia tiba di sebuah rumah minima
Alex sudah mendengar tentang insiden penembakan di butik putrinya dari Anton.“Dia menembaknya tepat di kepala?”“Iya Don, pria itu mati di tempat dan sekarang Luke berada di kantor polisi.”“Aku akan urus itu nanti. Bagaimana dengan putriku?” Alex melirik Anton tajam seolah menuntut jawaban cepat.“Nona Isabella baik-baik saja. Dia ikut dengan Luke ke kantor polisi untuk memberikan keterangan.”“Oke. Jemput dia sekarang. Setelah selesai dengan urusan kepolisian, bawa dia pulang.” Alex menanggapinya dengan santai bahkan sempat-sempatnya menyesap kopi hitamnya.“Baik Don.” Anton membungkuk hormat sebelum keluar.Setelah menyesap kopinya, Alex menatap lurus ke depan dengan tatapan tajam tanpa berkedip, seperti ada sesuatu yang dipikirkannya.***“Kau tenang saja, ayahku pasti akan membebaskan kau.” Isabella memegang tangan besar Luke, menenangkannya namun Luke hanya diam.Mereka sudah memberikan keterangan dan untuk sementara waktu, Luke akan ditahan di sana sampai penyelidikan selesai.
Hampir pukul 2 pagi, mata Isabella tak kunjung bisa terpejam. Ia duduk di pinggir ranjang menghadap ke gorden balkon yang terbuka. Kamarnya gelap namun ada sedikit cahaya masuk dari lampu di balkon yang belum ia matikan. Ia tidak bisa menghilangkan bayang wajah Luke yang menatapnya tajam dan lekat sore tadi bahkan kata-kata yang ia lontarkan terus berputar di memori otaknya. Luke tampak begitu serius dan dingin saat itu membuat Isabella jadi kepikiran.Perlahan ia beranjak dari kasur, keluar dari kamar dan mendapati ayahnya sedang membaca buku di ruang utama sambil menghisap cerutu. Alex merasakan kehadiran Isabella lantas ia melirik anaknya sejenak namun tidak mengeluarkan suaranya. Ia menutup buku yang dibacanya.Isabella memilih untuk duduk di sana. “Ayah, kenapa belum tidur?” bertanya lebih dulu.Alex menghembuskan asap yang mengepul sampai membuat Isabella mengalihkan wajah, mengerutkan hidung. “Seharusnya Ayah yang bertanya pada kau. Kenapa jam segini kau belum tidur?”Isabella
Setelah pengujian, Isabella mengajak Luke keliling rumah sebelum jadwal latihan menembak nanti siang. Mereka hanya jalan-jalan di luar rumah.Mereka sampai di taman belakang rumah yang luas. Tamannya cukup asri, banyak pepohonan dan tanaman hias yang menyegarkan tumbuh di sana. Taman belakang rumah Isabella juga dilengkapi dengan kolam ikan dan area santai.Mereka mengambil duduk di kursi ayunan berhadapan di area santai. “Sekarang aku ajak keliling rumah dulu. Kalau kau udah resmi jadi bodyguardku, kau akan tinggal di sini juga.” Luke mengangguk paham. “Kapan-kapan aku akan ajak kau ke butik milikku juga.”“Kau punya butik?”“Ya, tidak jauh dari sini.”“Kau terlalu baik padaku.” Isabella menaikkan sudut bibirnya sedikit. “Hm, ngomong-ngomong apa kau punya pacar?” Isabella menekuk badannya, lebih condong ke arah Luke. Ia menatap Luke dengan tatapan penuh cinta.Luke menggeleng. “Tidak. Aku tidak pernah pacaran.”Pupil Isabella membesar. “Benarkah? Orang tampan dan keren seperti kau