Home / Rumah Tangga / Cinta Tiga Bidadari / Bidadari Yang Tersisih

Share

Bidadari Yang Tersisih

Author: Jannah Zein
last update Last Updated: 2023-10-13 18:34:15

Bab 4

"Wah, ini cantik sekali, Sayang. Coba deh kamu pakai." Hafiz menunjuk sebuah gelang cantik di etalase. Seorang pelayan toko mengambilkan gelang yang di maksudnya.  Hafiz memasangkan gelang itu ke lengan kiri Azizah. 

"Cantik, Sayang. Pas sekali dengan ukuran tangan Adek. Sepertinya memang jodoh." Hafiz mengecup punggung tangan Azizah tanpa peduli dengan tatapan aneh pelayan toko yang berdiri di hadapan mereka.

"Cantik juga harganya, Bang," bisik Azizah.

"Lebih cantik wanita yang memakainya. Adek jangan khawatir. Abang masih sanggup bayar." Laki-laki itu mengambil dompet dan mengeluarkan kartu saktinya yang lantas diberikannya kepada pelayan toko.

"Mau langsung dipakai atau disimpan dulu, Dek?" tawarnya.

"Langsung di pakai saja, Bang. Adek suka," sahutnya dengan mata yang terlihat berbinar.

Hafiz kembali menggandeng tangan itu setelah menerima kembali kartu saktinya dan transaksi pembayaran selesai.

Hari ini dia sengaja menghabiskan waktu untuk Azizah. Semua pekerjaan di pondok dilimpahkan kepada ustadz lain, demikian juga dengan jadwal mengajar dan pengajian. Hafiz menikmati waktu seharian dengan menemani wanita yang akan segera melahirkan buah hatinya ini.

Setelah berbelanja keperluan bayi, makan siang serta shalat zuhur, Hafiz membawa Azizah duduk di taman kota.  Sepanjang mata memandang hanyalah pokok-pokok bunga dan gerombolan tanaman kecil yang tertata rapi. Hafiz menghela napas panjang. Memandang keindahan dan hijau tanaman sedikitnya membuat otaknya kembali fresh.

Mereka duduk bersisian, begitu intim. Azizah menyandarkan kepalanya di bahu sang suami dengan mata yang masih tertuju kepada lengan kirinya. Bibirnya terlukis senyum saat melihat gelang cantik yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Adek menyukainya?" cicit Hafiz. Tangannya bergerak membelai kepala sang istri.

"Suka sekali, Abang. Makasih ya." Azizah masih terus mengembangkan senyumnya.

"Terima kasih untuk waktu Abang. Adek tahu, Abang sudah mengcancel semua kegiatan Abang hari ini hanya demi menemani Adek." Ucapannya terdengar begitu tulus.

"Tidak apa-apa, Sayang. Semuanya masih aman terkendali. Buat Abang, yang penting hari ini bidadari Abang yang cantik ini senang."

"Bidadari?"

"Adek adalah bidadari Abang di dunia dan akhirat." Hafiz mendaratkan kecupan singkat di keningnya. Azizah tersipu.

"Bukannya Azizah adalah bidadari yang tersisih?"

Hafiz tersentak kaget.

"Siapa bilang? Abang tidak pernah menyisihkan Adek." Hafiz membantah keras, sontak menatap sang istri dengan serius.

"Kalau ada putrinya kiai Nawawi, pasti Adek akan tersisih." Azizah menenggelamkan wajahnya semakin dalam di dada laki-laki itu. Hafiz memeluk Azizah erat-erat.

"Tak ada yang bisa menyisihkan kamu dari hati Abang. Meskipun ada perempuan lain yang hadir, nyatanya Azizah sudah memenjara hati Abang dengan sejuta pesona dan kesederhanaanmu. Adek tidak usah khawatir."

"Bagaimana dengan putri bungsu kiai Nawawi itu?" Azizah tak melanjutkan ucapannya.

"Namanya Naura, Sayang," sergah Hafiz.

"Iya, Naura. Dia adalah menantu idaman keluarga besar Abang."

"Azizah juga menantu idaman keluarga Abang. Insya Allah, pada saatnya." 

Hanya itu yang bisa dia katakan untuk menghibur sang istri. Getir sekali. Ya, mengingat semua perlakuan keluarganya selama ini yang tidak menganggap keberadaan Azizah sebagai istri pilihannya. 

Hal yang wajar memang kalau Azizah merasa cemas. Dia pasti tidak mau kalau kembali menjadi bahan perbandingan oleh keluarga besar suaminya, seperti yang pernah di alaminya saat Hafiz masih terikat pernikahan dengan Yasmin.

"Adek itu wanita salehah, cantik, cerdas, penghafal Al-Qur'an dan penuh kasih sayang."

"Adek ingat nggak sebuah hadist, yang isinya menerangkan keutamaan orang yang menghafal Al-Qur'an?"

Azizah menganggukkan kepala. "Azizah tahu, Bang. Orang-orang yang ahli Qur'an adalah Ahlullah," jawabnya.

"Tu, Adek tahu," kata Hafiz sembari mencubit hidung Azizah yang terhalang kain tipis.

"Allah mengakui orang-orang yang ahli Qur'an sebagai ahli-Nya, keluarga-Nya. Kenapa Adek harus takut tidak di anggap oleh keluarga Abang, sementara Allah sudah menganggap Adek sebagai keluarga-Nya?" Bibirnya mengurai senyuman.

Azizah menepuk jidatnya.

"Abang benar. Terima kasih sudah mengingatkan Adek." Dia meraih tangan kokoh itu dan menciumnya. Hafiz menghela nafas lega.

Sebenarnya tidak susah menghadapi Azizah. Hanya saja memang perlu waktu dan kepekaan rasa. Wanita itu memiliki perasaan yang sangat halus. Hafiz sendiri tidak bisa berlaku keras terhadapnya. Sekali saja berlaku keras, maka Azizah akan merajuk hingga berhari-hari.

Hafiz memilih memberi dukungan dan motivasi agar perempuan yang sebenarnya rapuh itu bisa kuat dalam menghadapi badai di dalam rumah tangga mereka.

***

Malam sudah semakin larut. Dengan gerakan perlahan, Hafiz melepaskan diri dari pelukan Azizah dan mengganti tubuhnya dengan boneka beruang kesayangan istrinya itu.

Laki-laki itu bergerak menjauh dari ranjang setelah memastikan tak ada sesuatu pun yang membuat wanita itu terbangun dari tidurnya. Sejenak dia terpaku, menatap wanita yang tengah tertidur pulas itu.

"Azizah," gumamnya. Hafiz membuka pintu kamar dengan hati-hati.

Tujuannya sekarang adalah teras depan yang hanya di hiasi oleh cahaya lampu dengan kekuatan beberapa watt. Suasana begitu temaram. Bahkan pepohonan yang tumbuh di halaman rumah membentuk bayangan hitam yang sepintas terlihat mengerikan. Hafiz duduk begitu saja di lantai setelah sebelumnya mengambil ponsel dari saku celananya.

[Naura, ini Abang]

Perlu waktu beberapa menit sampai gadis itu membalas pesannya. Hafiz memperhatikan di layar, dia tengah mengetik pesan balasan.

[Iya, Bang. Ada apa?]

[Dek, jangan terlalu berharap dengan Abang ya. Abang tidak bisa janji untuk menikahi kamu]

[Apa kendalanya, Bang? Kalau soal istri Abang, katakan kepadanya, Naura hanyalah gadis cacat yang tak mungkin bisa menggeser perhatian dan cinta Abang kepadanya]

[Abang tahu itu, Dek. Hanya saja, Abang belum siap untuk mengatakan apapun kepada Azizah. Abang tak mau menyakiti hatinya. Persepsi di antara wanita dalam menyikapi soal poligami boleh jadi akan berbeda. Azizah itu tidak punya siapa-siapa kecuali Abang]

[Kehadiranmu bertepatan pada situasi yang tak tepat. Saat ini Azizah sedang menunggu waktu untuk melahirkan dan butuh perhatian lebih dari Abang. Abang tak bisa memberi jawaban apapun. Kamu yang sabar ya]

[Adek bisa mengerti, Abang. Bolehkah Adek berteman dengan kak Azizah?]

Hafiz memijit kepalanya. Ya, Allah, gadis ini benar-benar keras kepala.

[Nanti akan Abang kasih kabar kalau Azizah bersedia berteman dengan Adek]

 Hafiz menatap nanar layar ponsel. Tak ada balasan lagi dari Naura. Entah apa yang ada di dalam hatinya saat ini.

Naura Allysia Salsabila. Hafiz mengeja nama itu dalam hati. Meresapi keindahan yang terpancar dari sana, tanpa tahu bagaimana sosok seorang gadis yang tengah menawarkan dirinya itu.

"Apa yang kamu dan orangtuamu cari dari diriku? Aku cuma laki-laki biasa yang sudah punya istri...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Tiga Bidadari    Cinta Terakhir

    Bab 109 (ekstra part 2)"Serius pakai ini?" tunjuk Azizah pada sebuah motor gede yang terparkir di halaman hotel. Entah darimana orang-orang mereka mendapatkan kendaraan itu."Serius dong! Memangnya kamu nggak mau naik motor?" Matanya lurus menatap istrinya."Mau dong, apalagi sama Kakak!" Perempuan itu tertawa kecil."Pintar!" sahutnya. Emir menaiki motor, kemudian di susul dengan Azizah.Sebenarnya Azizah merasa ragu. Sudah lama ia tidak mengendarai motor, karena selama di Saudi, pergi kemanapun selalu di antar sopir pribadi, di iringi oleh asisten dan para pengawal. Ruang geraknya terbatas. Apalagi motor khas laki-laki ini. Dia tidak pernah mengendarainya.Perempuan itu memeluk erat pinggang suaminya, menempelkan wajahnya di pundak lelaki itu. Azizah merasakan hatinya seperti penuh dengan wangi bunga.Mereka menyusuri jalan-jalan di sekitar hotel. Di kiri dan kanan bahu jalan, penuh dengan toko dan lapak souvenir khas Bali. Bali memang primadona. Alamnya yang indah, budaya yang kha

  • Cinta Tiga Bidadari    Lelaki Terbaik

    Bab 108 (ekstra part 1)Azizah menatap sendu dari balik kaca jendela pesawat. Kota Banjarbaru yang semakin mengecil akhirnya menghilang dari pandangan saat posisi pesawat kian meninggi. Kini mereka tengah berada di atas awan."Sayang...." Sepasang tangan kokoh melingkari pinggang rampingnya.Perempuan itu berdehem. "Iya, Kak." Azizah memutar tubuhnya menghadap sang suami. Sepasang kakinya berjinjit dengan tangan yang terulur memeluk leher itu."Aku merindukanmu," bisik Emir parau."Terlebih lagi diriku, Sayang." "Yang bener? Jangan-jangan sekarang ini malah merindukan ayahnya Ibrahim?" Sepasang mata kelamnya menatap wajah sang istri. Pipi yang merah merona itu membuatnya tak sabar mendaratkan sebuah kecupan hangat."Aku sudah tidak lagi mencintainya, tetapi juga tidak membencinya. Bagiku sekarang ayahnya Ibrahim hanya sekedar sahabat. Jikalau pun kami masih berhubungan baik, itu semua demi Ibrahim....""Percaya kok," sela Emir. Sebenarnya ia hanya ingin memancing, tapi Azizah menyika

  • Cinta Tiga Bidadari    Kenangan Terindah

    Bab 107"Ibrahim bisa bermain kembali dengan adik-adikmu lain kali, Nak. Untuk saat ini, kamu nurut ya, sama Abi. Insya Allah, kalau ada waktu dan kesempatan kita bisa kembali ke mari berkunjung ke rumah kakek dan nenekmu ini," bujuk Azizah."Apa memang tidak bisa diundur lagi, Nak?" tanya kiai Rahman. Bukan cuma Ibrahim, dia pun juga serasa tak rela jika harus berpisah kembali secepat ini dengan cucu kesayangannya."Maafkan kami, Abah, tetapi jadwal kegiatan Azizah memang hanya satu hari. Silaturahmi di pesantren Al-Istiqomah dan di rumah Abah." Perempuan itu berusaha memberi pengertian kepada mantan ayah mertuanya."Abah hanya masih kangen dengan Ibrahim. Tidak ada maksud lain," ralat lelaki tua itu."Insya Allah kami akan berkunjung kembali kesini lain kali, Abah," jawab Azizah seraya memijat kepalanya. "Bukannya sok sibuk, tetapi bagaimanapun sebagai seorang istri, harus menuruti apa kata suami. Pagi ini pesawat akan terbang dari Sydney, singgah sebentar di bandara Syamsudin Noor

  • Cinta Tiga Bidadari    My Hubb

    Bab 106Emir melangkah gontai menuju kamar tempat dia menginap. Tubuhnya benar-benar lelah, pikirannya pun terkuras. Hari ini dia menghadiri beberapa pertemuan, salah satunya adalah peresmian beroperasinya Almeera hotel di Sydney. Seharusnya di acara itu ia didampingi oleh Azizah. Namun sayang, wanita itu tengah berada di pesantren Al-Istiqomah, di tengah keluarga mantan suaminya.Mengingat itu membuat hati Emir berdenyut. Dia percaya seratus persen dengan cinta istrinya, tapi sedikit banyaknya pasti akan terjadi romansa masa lalu mereka. Bagaimanapun, Azizah dan Hafiz berpisah secara baik-baik, bukan karena pertengkaran, tetapi hanya sekedar perbedaan cara pandang terhadap sebuah rumah tangga. Kenangan indah itu akan senantiasa tersimpan di hati."Tuan, agenda besok siang adalah pertemuan dengan para investor di Bali," ujar Alex, asisten pribadinya mengingatkan."Ya, aku tahu itu, Alex. Terima kasih sudah mengingatkan," ujarnya. Akhirnya mereka tiba di depan pintu kamar."Silahkan,

  • Cinta Tiga Bidadari    Teman Yang Baik

    Bab 105Hafiz sangat menikmati kebersamaannya dengan Ibrahim. Berkali-kali lelaki itu memeluk dan menciumi putranya, putra yang selama tujuh tahun tidak pernah ditemuinya. Hafiz tidak memiliki keberanian sedikitpun untuk menjenguk putranya, meskipun dipihak Azizah dan Emir tidak pernah melarangnya untuk menjumpai putranya kapanpun ia mau. Disamping itu, jarak yang memisahkan dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan membuat Hafiz akhirnya hanya bisa menahan rindu. Kondisi keuangan keluarganya saat ini tidak memungkinkannya untuk bolak-balik Martapura-Mekkah. Terlebih, dia ingin memberikan kesempatan kepada Azizah untuk menenangkan diri dan dia pun sebenarnya juga melakukan hal yang sama.Setiap keputusan pasti memiliki konsekuensi. Tak ada perceraian yang mudah. Semua pasti akan ada dampaknya, terutama buat buah hatinya. Itulah yang harus mereka hadapi sekarang.Akan tetapi, apapun itu, nyatanya Hafiz dan Azizah sudah memiliki kehidupan masing-masing. Hafiz dengan kedua istrinya dan A

  • Cinta Tiga Bidadari    Arloji Untuk Ayah

    Bab 104Sepasang netranya menangkap sosok beberapa perempuan yang berlari kecil ke arahnya saat ia baru saja keluar dari mobil. "Azizah!"Telinganya sangat mengenali suara dari balik cadar itu. Marwiah, mantan kakak iparnya. "Kak Marwiah?" ujarnya. Kedua perempuan itu berpelukan. "Apa kabar, Kak?""Baik, Dek. Ayo masuk. Mama dan Abah sudah menunggumu sedari tadi."Kedua perempuan itu berjalan sembari tangan saling merangkul. Sementara yang lainnya mengikuti dari belakang. Rumah ini tidak banyak berubah. Ruang tamu yang luas dengan sofa yang telah disingkirkan membuat ruangan ini kian bertambah luas. Hanya ada karpet yang dihamparkan melapisi lantai seisi ruangan.Seorang laki-laki tua tampak duduk bersandar di salah satu bidang dinding. Azizah mempercepat langkahnya menghampiri laki-laki itu. Ada rasa rindu yang menyesak di hati saat mereka berdekatan. Bagaimanapun, Azizah sudah menganggap lelaki itu seperti orang tuanya sendiri. "Abah," ujar Azizah. Dia merendahkan tubuhnya sembar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status