Saka bingung. Jari jemari tangannya tak berhenti mengetuk meja seraya berpikir. Kedua bola matanya menatap ke arah layar pipih yang ia genggam. Ia membuka dan tersenyum melihat foto arini terpajang di wallpaper ponselnya. Wajahnya yang cantik, manis dan senyumnya yang menawan membuat dirinya tak bisa menahan rasa rindu di hatinya."Aku sangat merindukanmu!"Niat hati ingin menghubungi sang kekasih tapi niatnya terhenti saat kakek Rendra tiba-tiba menghubungi dirinya."Iya, Kek!" jawab Saka memasang senyum manisnya di depan sang kakek.Tepat jam 12 malam, Arini tak berhenti menatap ke arah layar ponsel miliknya. Kedua kakinya merapat dan mendekap dengan erat sembari menunggu telepon dari orang yang sangat ia rindukan."Dia benar-benar marah padaku," keluh Arini beranjak dari duduknya. Dengan langkah tak bersemangat, ia melangkah dan merebahkan tubuhnya tepat di atas tempat tidur. Kedua matanya terasa penat menunggu saka yang tak kunjung menghubungi dirinya."Gara-gara dia, aku tak bisa
Devian tertunduk diam. Ia tak mungkin membantah ataupun membicarakan hal-hal yang buruk tentang baby sitter rese itu di hadapan sang kakek. Meskipun dirinya selalu benar, di mata sang kakek semua perkataan devian tetaplah salah."Sial! Haruskah aku melihat baby sitter rese itu di rumahku?" gumam batin Devian sembari melipat bibir sexynya.***Drt ... Drt ...Jari jemari tangan arini meraba, berusaha meraih benda kecil yang bergetar hingga mengganggu tidurnya.Dengan mata yang masih terpejam, Arini mengangkat teleponnya. "Ya," jawab Arini terbelalak kaget. Ia terbangun dan berlari ke arah jendela kamar yang bisa melihat aktivitas di depan rumahnya.Tegakan salivanya mengalir dengan paksa. Ia seakan tak percaya dan tak menyangka jika kakek Rendra datang menjemputnya."Baik, Kek!" jawab Arini mematikan ponselnya.Arini menghela nafas panjang. Tubuhnya seakan lemas tak bertenaga saat ia harus menerima dan menjalankan permintaan dari kakek tunangannya itu."Bagaimana kalo aku tak bisa men
Arini mendesah sebal. Ia tak tau lagi harus bagaimana menyikapi saka yang masih marah padanya. Kesabarannya seakan hilang saat rasa amarah dan kesal di dirinya menghampiri kembali."Tutuplah! Percuma saja menelpon jika tak mau bicara. Tutuplah!" gumam Arini kesal dan tak bersemangat untuk berbicara."Apa kamu tak merindukanku?" tanya saka mulai mengembangkan senyumnya. Arini menyeringai. Raut wajahnya seketika merona saat suara khas sang kekasih akhirnya terlontar juga."Apa kamu sudah makan?" tanya arini mengalihkan pembicaraan.Perlahan, ia merebahkan tubuhnya sembari memegang ponsel yang sedari masih terhubung dengan saka."Sudah, kamu darimana? Tumben kamu dandan? Apa kamu mencoba untuk mengkhianatiku?" cecar Saka seraya menopangkan tangan tepat di atas dagu."Siapa juga yang mau mengkhianatimu? Justru aku malah takut kamu mencoba mencari cewek lain di sana," bantah Arini tak terima dengan tuduhan saka padanya."Padahal, aku berpenampilan seperti ini juga untuk kebaikan kita berdu
"Iya. Mereka benar-benar menyukai arini setulus hati mereka tanpa memandang status sosial kita. Biasanya, orang konglomerat seperti keluarganya saka, itu sangat selektif memilih pasangannya," gumam ayah menyanjung kebaikan keluarga saka."Arini akan mengembalikannya, Ayah!" Perkataan arini membuat ayah dan ibu terkejut. Kedua mata mereka saling menatap satu sama lain. Tegakan salivanya mengalir secara bersamaan."Kita tidak bisa menerimanya begitu saja, ayah, Ibu. Arini tak mau semua orang bilang kalo keluarga kita matre. Ayah, masih ingat kan waktu ibu bekerja di rumahnya Bu Anggun?" Arini mencoba mengingat kembali kenangan pahit yang pernah dialaminya.Ayah menoleh ke arah istrinya yang tertunduk diam dan tak berani menatapnya."Sudah cukup kejadian pahit itu terjadi pada kita, Ayah, Ibu. Arini tak mau kejadian itu terulang kembali," gegas Arini pergi meninggalkan kedua orangtuanya tersebut.Ayah dan ibu saling menatap satu sama lain. Memang, apa yang dikatakan putrinya benar adany
"Pak ...," ulang Arini membuyarkan lamunan pak Dhaniel."Maafkan saya, Nona. Saya tak bermaksud untuk ...."Arini menyeringai. Ia tak menyangka jika lelaki yang bertubuh besar, gagah dan terlihat kasar itu memiliki sifat kesopanan dan rasa hormat kepadanya. Padahal, waktu pertama kali bertemu, senyum itu sama sekali tak tertoreh di diri pak Dhaniel. Hanya tatapan sinis yang selalu mengarah padanya."Tidak apa, Pak. Bapak tak perlu minta maaf pada saya," tutur Arini.Pak Dhaniel melirik ke arah berkas yang di pegang oleh Arini. Seperti berkas laporan yang ia pegang lima jam yang lalu sebelum berpindah ke tangan orang lain."Apa kakek Rendra ada di dalam?" tanya Arini membuyarkan lamunan pak Dhaniel."Iya. Beliau ada di dalam," jawab pak Dhaniel yang masih saja memperhatikan laporan yang dipegang arini."Ok! Kalo begitu saya permisi, ya, Pak Dhaniel. Terimakasih sebelumnya," kata arini mulai memasuki rumah megah dan mewah di bandingkan rumah yang di tempati Devian.Pak Dhaniel menoleh d
"Tunggu sebentar, ya, Kek! Arini akan membuatkannya untuk kakek," gegas Arini mulai menuju dapur yang letaknya hanya dua meter dari kakek Rendra."Aku harus menghubungi saka. Bagaimana reaksi dia melihat arini membuatkan kopi untukku?" kata batin kakek mengambil ponsel miliknya. Tapi, niatnya terhenti saat kakek memilih untuk memfoto Arini secara diam-diam."Pasti dia iri padaku!" gumam batin kakek mengirim foto tersebut untuk saka. Kakek Rendra menghela nafas sembari meletakkan ponselnya kembali di atas meja. Hatinya seakan lega saat memamerkan kebersamaannya dengan arini pada cucunya tersebut.Senyumnya tertoreh, kedua matanya tak berhenti menatap wanita yang sebentar lagi akan menjadi cucu menantunya."Silahkan, Kek!" Dengan hati-hati, arini meletakkan secangkir kopi untuk kakek Rendra."Makasih, ya!" "Sama-sama, Kek!" jawab Arini mulai duduk di depan sang Kakek Rendra.Sejenak, kedua bola matanya menatap kembali ke arah berkas yang ia bawa dari rumah.. Bibirnya yang mungil perla
"Bagaimana dia bisa tau apa yang aku pikirkan?" batin Arini yang seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Tunanganku!" GlekArini menoleh dan terkejut saat Saka berdiri di belakangnya.CeklekSaka mulai menutup pintu dan berjalan ke arah arini.Senyum manisnya, gaya khas yang dimiliki saka membuat arini tak bisa menyembunyikan rasa rindu yang begitu menyesak di dada.Tanpa banyak buang waktu dan tanpa minta ijin terlebih dahulu, Arini berlari memeluk orang yang benar-benar membuatnya serasa menjadi gila."Aku sangat merindukanmu!" gumam Arini membuat saka tersenyum senang mendengarnya.Saka melepas pelukannya. Jari jemari kedua tangannya dengan lembut memegang kedua pipi chubby yang sangat menggemaskan itu."Benarkah?" tanya Saka yang tak berhenti menatap wanita yang kini telah menjadi ratu di hatinya."Heem," jawab Arini mengerling saat saka tiba-tiba mencium bibirnya. Melumatnya dengan mesra dan seakan-akan meluapkan kerinduan yang teramat dalam.Arini tak bisa menolaknya. Ked
Arini berbalik. Kedua matanya tak berhenti menatap saka yang memang terlihat sangat sempurna. Aroma wangi rambut, tubuh atletis, dada bidang serta tangan kekarnya membuat arini tak bisa melupakan kejadian semalam.Sungguh, masih sangat begitu terasa belaian lembut tangan saka yang dengan leluasa menjamah tubuhnya."Aku sangat mencintaimu!" kata batin Arini mengecup bibir saka dengan hati-hati.Keesokan harinya, Adelia termenung seorang diri. Ia menghela nafas panjang saat teringat akan permasalahan yang terjadi pada keluarganya. Bibirnya melipat sembari menatap ke arah Alya yang sibuk bermain pasir seorang diri."Bagaimana caranya aku mendapatkan uang sebanyak itu? Dan tak mungkin aku meminjam uang pada pak Rendra. Hah, andai saja aku sudah lama mengasuh alya, mungkin saat ini aku bisa meminjam uang untuk biaya pengobatan mama," gumam batin Adelia terkejut saat selembar cek mengarah padanya. GlekTegakkan salivanya mengalir dengan paksa. Kedua matanya mengerling menatap jumlah uang y