“Aku menyukaimu Nicha.”
Gadis bernama Nicha itu bergeming di hadapan laki-laki yang baru saja menyatakan perasaannya beberapa detik yang lalu.Untuk pertama kalinya ia mendengar ada seseorang yang mengatakan suka padanya. Tapi bukan itu yang ia harapkan untuk sekarang ini.Apalagi disukai oleh seorang pemuda yang bahkan jauh sekali dari tipe idealnya.Wajahnya seketika berubah dari yang tadinya datar dengan mata yang membulat, kini menjadi senyuman miring dengan mata yang tajam.“Sejujurnya sejak kita masih di sekolah dasar aku sudah menyukaimu. Tepatnya saat kita kelas 6, dan aku bersyukur Tuhan mempertemukan kita lagi saat lanjut sekolah. Nicha kau tahu bagaimana aku bukan?”“Adnan, apa kau sadar cinta itu hanyalah cinta monyet?”Laki-laki bernama Adnan itu tersentak setelah jari telunjuk Nicha menyentuh dadanya. “Yang membuatku merasa bodoh adalah mengapa aku harus disukai oleh orang seculun dirimu! Sial.” Nicha menghela napasnya lalu kembali melanjutkan. “Aku tanya padamu sekarang, kau ini sedang mencari gara-gara denganku ya?”“Maksudmu?” Adnan mengerutkan alisnya, ia mundur selangkah setelah Nicha terus saja menekan dadanya dengan telunjuknya.Nicha tertawa sinis. “Dari kita masih di sekolah dasar aku sudah jijik dengan gayamu. Dan sekarang kau sedang menyatakan cinta padaku! Hahaha.” Nicha tertawa cukup keras. “Apa kau sedang amnesia!” teriaknya.Adnan kaget mendengar teriakan itu. Ya, Nicha memanglah gadis yang selalu menonjol di sekolah. Tepatnya bukan karena sebuah prestasi, namun karena kenakalannya. Dia adalah perempuan yang mempunyai keluarga bahagia dan juga kaya. Dan karena kesempurnaan hidupnya itulah yang membuatnya menjadi sombong dan arogan.Dia juga cantik dengan tinggi semampai, rambutnya lurus hitam sepinggang dengan poni tipis yang menutupi jidatnya. Mungkin banyak gadis cantik di sekolah tempat mereka menuntut ilmu, namun paras Nicha tentu dapat diperhitungkan dan masuk deretan bidadari sekolah.Sedangkan Adnan, dia hanyalah laki-laki culun dengan kacamata dan juga rambut belah tengah yang terlihat sangat lucu.“Harusnya kau bersyukur karena aku tidak mengganggumu di sekolah ini. Bukannya kau malah bersyukur karena di pertemukan denganku lagi. Kau sungguh melawak,” gumam Nicha yang kini berkacak pinggang.Adnan menunduk. “Jadi kau menolakku Nicha?” Seharusnya ia tidak usah menanyakan hal sekonyol itu jika dia sendiri tahu jawabannya sejak awal.“Apakah aku harus memperjelas lagi?” ujar Nicha penuh penekanan.“Ya!” Adnan memang bodoh, dia seolah memancing sakit hatinya sendiri.Nicha memutar bola matanya. Rasanya meladeni laki-laki itu sungguh membuang waktunya yang berharga saja. Apalagi ia harus pulang istirahat. Dengan kasar dia mendorong tubuh kurus Adnan, hingga laki-laki itu jatuh dan hampir saja punggung belakangnya menabrak gerbang sekolah.Nicha sengaja melakukan itu agar laki-laki tersebut jera, dan tidak melakukan hal sekonyol ini lagi. Untung saja semua teman-temannya sudah pulang, jika tidak Nicha pasti sangat malu.Namun Nicha tidak pernah menyadari jika seseorang sedang berdiri di belakangnya, tepatnya orang itu bersembunyi di balik tembok besar sekolah.“Rasakan itu! Makanya jangan berani menyukaiku jika kau belum berkaca!”Nicha langsung meninggalkan Adnan yang masih terduduk setelah di dorong.Gadis itu sungguh percaya diri dengan apa yang telah ia lakukan. Dia berjalan dengan santainya keluar gerbang sekolah tanpa berbalik lagi, dan melihat Adnan yang masih terdiam di sana.Sementara orang yang bersembunyi tadi bergegas menghampiri Nicha, dan menghentikan langkahnya. Dia menarik lengan Nicha hingga membuat gadis cantik itu terpaksa berhenti.“Apa yang kau lakukan!” protes Nicha menghempaskan tangannya kasar.Nicha seketika diam, seakan emosinya tadi padam setelah melihat siapa yang menarik tangannya. Ia pikir itu adalah Adnan, namun ternyata bukan. Dia adalah teman Adnan yaitu Gilang Adriano.“Jika kau menolaknya, setidaknya kau tidak perlu kasar seperti itu!”Laki-laki itu menunjuk temannya, namun matanya masih menatap tajam Nicha. “Dia hanya menyatakan perasaannya, bukan hal yang merugikanmu. Apa salahnya dia mengatakan suka padamu?” tanya Gilang.Nicha tertawa mendengarnya. “Tentu itu salah, kita bahkan masih remaja dan aku juga berhak memilih siapa yang menurutku cocok denganku,” jelas Nicha.“Tapi bisa kan kau tidak kasar dan tidak menghinanya!” kata Gilang yang sungguh tidak terima temannya diperlakukan seperti itu.“Apa yang kau tahu tentang kami? Kau bahkan hanya teman barunya.” Nicha tersenyum miring lagi. “Jangan ikut campur masalah ini. Yang intinya aku tidak suka dengannya, jangan memaksaku untuk menyukai si jelek itu!” ketus Nicha.Gilang menggeleng, tidak habis pikir dengan apa yang diucapkan Nicha. “Aku tidak pernah memaksamu menerimanya, aku hanya tidak suka caramu memperlakukannya,” jelas Gilang.Adnan sudah tidak sanggup mendengar pertengkaran Gilang dan juga Nicha hanya karena dirinya yang begitu lemah. Ia malu telah diperlakukan seperti itu oleh Nicha. “Cukup!” teriak Adnan tiba-tiba.Laki-laki itu berlari keluar sekolah menuju jalan raya. Jelas sekali jika dia sedang menangis. Dan karena panik, Gilang segera meninggalkan Nicha untuk mengejar Adnan. “Adnan! Hei berhenti!” panggil Gilang ketika ia melihat Adnan yang berlari semakin jauh.“Kenapa anak itu terlalu berlebihan sih,” gumam Nicha yang sepertinya tidak peduli sama sekali terhadap Adnan.Di jalanan kota Yogyakarta yang sangat padat itu, Adnan terus berlari seperti tidak tentu arah. Bunyi klakson di jalan terdengar jelas menyuruh Adnan untuk tidak berada di tengah jalan. Namun laki-laki yang sedang patah hati itu tidak mendengarnya sedikit pun.Dari arah depan Gilang melihat jika sebuah mobil kijang melaju dengan kecepatan tinggi. Gilang tidak tahu harus berbuat apalagi selain berharap semoga temannya itu bisa menghindar. Namun naasnya Adnan malah pergi ke tengah jalan yang akan dilalui mobil tersebut.“Adnan!” Gilang berteriak dengan segenap kekuatannya.Gilang berhenti berlari setelah melihat mobil itu menabrak tubuh Adnan hingga terlempar ke udara. Tubuh laki-laki malang itu sukses jatuh tepat di kaca depan mobil tersebut hingga retak.Dan kini Adnan lemas tak berdaya di atas aspal. Seragam putih birunya jelas sekali dipenuhi dengan darah yang masih segar. Darah dari kepalanya terus mengalir seperti air membasahi aspal. Nicha yang mendengar suara keras akibat kecelakaan itu langsung berlari, dan ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi.Nicha kaget bukan main. Ia hanya bisa menutup mulutnya sembari mengatur napasnya yang entah kenapa tiba-tiba saja sesak, setelah melihat laki-laki yang baru saja menyatakan cinta padanya beberapa menit yang lalu kini telah meninggal di tempat.Beberapa orang melewati Nicha untuk melihat Adnan yang mungkin saja bisa dikatakan bunuh diri itu. Sedangkan Gilang hanya bisa menangis, tak sanggup lagi melihat Adnan yang menggenaskan."Ini bukan salahku kan?" gumam Nicha tanpa sadar.Tiba-tiba sa
Suara tangisan mulai jelas terdengar. Gadis itu melangkah pelan dengan mata yang berkaca-kaca. Gilang menarik tangannya menuju UGD di rumah sakit itu. Semakin mereka masuk, semakin terdengar juga suara tangisan yang menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya.Nicha melihat seorang wanita tua sedang memeluk jasad Adnan yang tertutup oleh kain putih. Meski tidak ada yang memberitahunya, Nicha tahu itu adalah ibu Adnan. Sedangkan ayahnya, kini terduduk menjongkok dengan punggung yang bersandar di tembok rumah sakit. Terlihat sekali, betapa terpukulnya dia mengetahui anaknya telah meninggal.Gilang melepaskan tangan Nicha. Laki-laki yang dekat dengan Adnan tersebut kini melangkah menuju di mana Adnan dibaringkan.Mereka belum pernah melihat wajah Adnan. Meski ini sungguh menyedihkan namun Gilang rasa ia harus melihat wajah temannya itu. Tangan gemetarnya dengan perlahan membuka kain yang menutupi wajah Adnan. Hingga, wajah pucat itu mulai tampak perlahan.Meski wajah pria itu datar nam
“Ini terjadi karena kesalahan Nicha, dan juga –“ Mata Nicha membulat. Ini tidak sesuai dengan ucapan Gilang tadi sebelum sampai di kantor polisi. Apakah ia dijebak? Nicha memang tidak terlalu mengenal Gilang. Bahkan, mereka hanya tahu nama. Jika firasatnya memang benar, tamatlah riwayat Nicha.Gilang terdiam sebentar. Ia menarik napas sebelum melanjutkan. “Dan juga, semuanya terjadi begitu saja, aku tidak bisa mengejar Adnan, kami mungkin bersalah di kasus ini pak.” Terlihat sekali jika dia gugup. Hampir saja Nicha jantungan. Ia pikir Gilang akan sepenuhnya menuduh dirinya sebagai dalang, sedangkan yang sebenarnya terjadi adalah tidak ada yang harus disalahkan pada kasus ini termasuk sang penabrak menurut Nicha.“Bicaralah dengan jelas nak, coba jelaskan ulang apa yang sebenarnya terjadi, jangan takut?” ujar sang polisi.Entah kenapa menghadapi polisi menguras energi Gilang. Laki-laki dengan hoodie hitam yang menutupi seragam sekolahnya itu pun mencoba menceritakan kronologinya. Apa
“Rasakan itu pembunuh!”Gilang berhenti. Di depan matanya seorang gadis terduduk di tanah penuh dengan cairan kental yang sangat busuk. “Kenapa dia tega sekali?” ucap seseorang yang berbisik di belakang Gilang.Nicha terlihat sangat malang. Dulu bukan dia yang ada di posisi itu, namun sebaliknya. Mungkin ini adalah karma baginya ketika ia mulai terjatuh. “Kau pantas mendapatkannya wanita berengsek!” bentak salah satu gadis itu.Nicha memerhatikan orang-orang yang mengelilingi dirinya termasuk Gilang. Mungkin beginilah rasanya jika ditindas, mungkin beginilah perasaan para korbannya. Tanpa ia sadari air matanya mengalir.“Dia yang menyebabkan kematian Adnan.”“Katanya, dia adalah gadis pembully.”“Dia memang kejam, dia pantas mendapatkannya.”Demikianlah bisik orang-orang di sekitar Nicha. Gadis itu menunduk dan mencoba menekan dadanya karena ia merasa sesak mendengarnya, namun sayangnya ia baru menyadari cairan kental busuk apa yang diberikan oleh orang-orang itu. Tadi Nicha tidak mel
12 Tahun kemudian.Seorang wanita masih terduduk di bangku dengan kepala yang sengaja ia sandarkan di meja. Matanya terus memerhatikan kalender yang tergantung di dinding, pikirannya berfokus pada tahun di kalender tersebut.“2021 tidak terasa begitu cepatnya ya.”Di bulan Oktober nanti, umurnya akan bertambah lagi. Namun, pencapaian di hidupnya belum ada sama sekali.Sudah 4 tahun ia menganggur karena takut bertemu dengan banyak orang di luaran sana.Suara ketukan pintu tiba-tiba saja mengagetkannya. Ia dengan cepat berlari ke kasur dan menutup tubuhnya dengan selimut sebelum ibunya membuka pintu dengan seenaknya.“Nicha?” panggil wanita tua itu setelah membuka pintu.Ibunya memerhatikan Nicha di balik selimut tersebut. “Kau tidur lagi ya?”“Bagaimana caranya kau punya masa depan jika tidur terus Nicha! Bahkan ayah ragu menikahkanmu kalau sikapmu seperti itu,” ketus ayahnya yang ternyata ikut masuk kedalam kamar Nicha.Akhirnya setelah merantau, keluarga itu pulang ke kota asal merek
“Gilang.” Mata gadis itu berbinar. Sepertinya doanya 12 tahun lalu telah dikabulkan hari ini, dia tidak menyangka akan bertemu dengan Gilang lagi. “Nicha. Jadi itu benar kau?” Suara itu agak beda dari beberapa tahun lalu. Itu karena Gilang telah tumbuh dewasa, suaranya terdengar agak berat. Apakah benar, di depannya itu adalah Gilang teman SMP-nya dahulu.Secara perlahan, Nicha mencoba memastikan apakah ia tidak sedang mengkhayal. Dilihatnya lagi, iris mata laki-laki itu berwarna cokelat, rambutnya pendek hitam dan dahinya dibiarkan terlihat. Wajah laki-laki itu masih sama meski sekarang terlihat lebih dewasa.Sedangkan Gilang yang juga sebenarnya kaget mencoba untuk menutupi hal itu. Dia kaget bukan karena bertemu dengan Nicha secara tiba-tiba. Namun, itu semua karena ia tidak menyangka jika Nicha terlihat sangat menyedihkan. Rambut panjang yang berantakan, wajah pucat dan juga badan yang sangat kurus.Nicha jujur. Ini bukan waktu yang tepat bertemu dengan Gilang jika melihat keadaa
“Apa yang membuat bapak ingin berubah?”Pria dengan rambut panjang yang diikat ke belakang tersebut sontak menatap Gilang. Bapak itu terdiam namun matanya berkaca-kaca, dengan wajah penuh penyesalan ia menjawab. “Keluarga. seperti yang dokter ketahui, aku adalah pria yang bodoh, aku sudah terlalu banyak menyusahkan istri dan anakku. Aku ingin bebas dari obat-obatan terlarang. Aku ingin taubat pada Tuhan.”Gilang tersenyum tipis. “Aku suka semangatmu pak.”“Terima kasih. Lalu bagaimana selanjutnya dok?” Gilang menyandarkan punggungnya di kursi andalannya. “Karena bapak sudah konsultasi, langkah selanjutnya adalah Detoksifikasi. Sebenarnya banyak langkah yang harus dilakukan jadi kita harus pelan dan melakukannya secara bertahap.” jelas Gilang dan diangguki oleh bapak tersebut.“Di sini pengguna harus 100% berhenti menggunakan obat-obatan berbahaya tersebut. Reaksi yang akan dirasakan cukup menyiksa mulai dari rasa mual hingga badan terasa sakit. Disamping itu bapak akan merasa tertek
“Nicha ku pikir kau tahu bagaimana sebenarnya aku. Apakah aku harus mengulang perkataanku 12 tahun lalu?”Nicha terdiam lama setelah ucapan Gilang yang terasa mengintimidasinya. Memang mereka hanya bersama beberapa hari waktu itu. Namun, Nicha sudah menyimpulkan bahwa Gilang adalah seorang pria yang akan menyelesaikan semuanya meski menempuh jalan apapun. Ya, itulah Gilang menurut Nicha pribadi.Meski samar-samar. Namun, Nicha tetap bisa mendengarkan suara kecil Gilang yang mengatakan bahwa dia tidak akan melepaskan Nicha hingga masalah ini selesai. “Kenapa kau terdiam?” Suara dari telepon itu membuyarkan lamunannya.“Sudahlah Gilang. Seharusnya kau tak usah mencampuri urusanku lagi, aku pikir semuanya sudah selesai saat itu. Bukan?”“Ya. Aku juga menganggapnya begitu. Tapi, tampak setelah kita bertemu kemarin aku rasa masalah itu belum selesai,” ucap Gilang seperti menekankan sesuatu.“Apa maksudmu? Nyatanya itu semua sudah selesai Gilang!” Nicha agak membesarkan suaranya.“Nicha! S