Suara barithon Sean membuat langkah Yasmin terhenti, bahkan gadis itu kini sudah gemetar ketakutan. Tubuhnya menegang sempurna saat mendengar ketukan pantopel itu kian mendekat.
“Sa-saya... Saya ingin ke toilet, Tuan.”
“Jangan berusaha untuk membodohiku, Yasmin! Jika kamu berani kabur, akan aku pastikan jika seumur hidupmu, kau tidak akan pernah mendapatkan ketenangan.”
Yasmin ketakutan, ia hanya bisa mengangguk tanpa berani mengangkat kepalanya. Aura Sean benar-benar seperti predator yang siap menghabisinya kapan saja.
“Pergi! Tapi ingat kata-kata ku dengan baik.”
Yasmin memasuki kamar mandi dengan cepat. Cukup lama ia di dalam sana, menangis dan meratapi nasib diri yang begitu tidak beruntung.
‘Ayo Yas! Kamu pasti bisa. Mungkin ini cara Tuhan untuk menolongmu keluar dari pekerjaan kotor yang paman mu berikan.’ Yasmin berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri dan yakin jika Tuhan memiliki cara lain membuat Yasmin selamat.
Yasmin harus belajar untuk terbiasa dengan hinaan dan teriakan yang Sean berikan padanya. Namun Yasmin masih tidak mengerti satu hal, kenapa bisa pria yang baru ia temui justru menjadi tunangannya?
Saat lamunan itu semakin panjang dan melebar, Yasmin lebih lama dalama kamar mandi dan itu membuat Sean kembali terbakar amarah.
Sean melangkah cepat dan mengetuk pintu kamar mandi dengan kasar.
“Apa yang kamu lakukan di dalam sana!” teriak Sean dari balik pintu. “Apa kamu mati?”
Yasmin panik, ia berjalan cepat dan membuka pintu dengan wajah ketakutan.
“Sa-saya sedang...”
“Jangan bicara apapun!” Sean mengangkat tangannya dengan kepala yang menggeleng pelan.
Setelah itu Sean menarik Yasmin untuk berkumpul bersama keluarganya. Yasmin sudah bertemu dengan sebagian orang, dan hanya beberapa yang baru saja ia lihat, termasuk Davin.
“Yasmin akan tinggal bersama mami sebelum kalian menikah!” Claretta langsung mengambil keputusan tersebut tanpa meminta persetujuan siapapun.
“Mam...”
“Diam! Mami sudah cukup membiarkan mu berbuat sesuka hati, tapi tidak untuk kali ini.”
“Apa! Me-menikah? Tapi ....” Yasmin tanpa sadar bergumam pelan, bagaimana mungkin ia akan menikah dengan cara seperti ini dan bersama pria yang tidak ia kenal sama sekali.
“Diam kau jalang! Kamu tidak berhak buka suara di sini.”
“Sean! Jaga bicaramu!” bentak Claretta.
Sean diam dan menatap Claretta dengan emosi. Setiap kali ia melihat Yasmin, maka bayangan Hana terus saja berputar di kepalanya. Yasmin dan Hana sangat jauh berbeda, tapi kecantikan mereka sama. Bahkan Yasmin lebih unggul dari Hana.
“Mami tidak ingin mendengar bantahan apa pun, Sean! Jika kamu ingin dekat dengan Yasmin, maka tinggallah di rumah kami.”
“Dia adalah tunangan ku!”
“Tapi dia juga calon menantuku!” timpal Claretta dengan sengit.
Tidak ada pilihan lain bagi Sean, kecuali ia mengalah.
“Baik! Aku akan kembali ke rumah, tapi hanya dengan satu syarat.”
“Baik, mami setuju.”
Seluruh keluarga terkejut, mereka benar-benar tidak menyangka jika Claretta akan mengambil keputusan secepat ini. Tapi mereka semua hanya diam danmengikuti apa yang terjadi.
Mendengar semua ini, Yasmin justru diam, hanya menunggu. Entah apa yang ia tunggu, Yasmin hanya berdo’a semoga hidupnya jauh dari masalah dan pernikahan ini bisa dihentikan. Jika tidak, maka Yasmin akan mengembalikan nasibnya pada Yang Maha Kuasa.
“Yasmin akan tidur di kamarku!”
DEG
Mendengar hal itu tubuh Yasmin kembali lemas, ia menatap Sean dengan menggelengkan kepala. Bagaimana bisa ia harus tidur dalam kamar dengan pria asing yang mengerikan.
Tidka bisa dibayangkan jika harus bersama Sean setipa hari. Baru mendengar suaranya saja Yasmin sudah ketakutan setengah mati, lalu bagaimana jika mereka harus tinggal bersama dalam satu ruangan, bisa-bisa Yasmin menjadi mayat hidup dalam beberapa hari.
Yasmin berharap ini semua hanya mimpi buruk. Dengan cepat ia mencubit tangannya sendiri sekuat tenaga dan rasa sakit itu langsung terasa.
‘Ini nyata, ini bukan mimpi,’ Yasmin membatin.
Bagaimana bisa dalam hitungan kurang dari 24 jam hidupnya menjadi sangat menderita. Ia yang hampir saja dinodai om-om hidung belang, dan sekarang justru menjadi tunangan manusia kejam seperti Sean.
Dengan langkah gontai, Yasmin berjalan mendekati Claretta. Ia bersimpuh diantara Sean dan Claretta, menangis, berharap semua ini bisa selesai hanya dengan air mata.
“Saya mohon... Lepaskan saya tuan, nyonya...” lirih Yasmin, sudah tidak ada lagi air mata yang mengalir di wajahnya.
“Ck! Munafik!” Sean berdiri dan meninggalkan ruangan tersebut. Ia muak dengan semua sikap yang ditunjukkan Yasmin padanya.
“Sean, Sean!! Kamu mau kemana?”
“Jangan pedulikan aku! Urus saja wanita itu, buat dia menunjukkan sifat aslinya,” jawab Sean.
Claretta dan Anggara hanya bisa menghela napas dalam. Entah apa yang akan terjadi, namun Claretta berharap semua akan baik-baik saja.
‘Semoga Yasmin bisa menjadi penyembuh luka putraku,’ batin Claretta, lantas memegang lengan Yasmin dan meminta gadis itu untuk duduk di sampingnya.
Yasmin kembali menggelengkan kepalanya, menunduk di hadapan Claretta. Ia benar-benar ingin pergi, rasanya tidak akan sanggup hidup berdampingan bersama dengan pria seperti Sean.
“Lepaskan saya Nyonya, saya mohon”
“Maaf, Yasmin! Tapi kalian sudah bertunangan. Lagi pula kemana kamu akan pergi jika aku melepaskan mu dari semua ikatan ini?”
“Ke rumah pamanmu? Dan pada akhirnya kamu akan dipaksa untuk bekerja sebagai wanita bayaran, pemuas pria-pria tidak tahu malu itu?” Claretta berusaha untuk membuat Yasmin sadar, jika tidak ada lagi tempat untuknya berlindung kecuali tinggal bersamanya.
Yasmin bungkam. Semua yang Claretta katakan memang benar adanya. Jika ia pulang dan kembali ke kediaman pamannya, sudah dapat dipastikan ia tidak akan bisa melarikan diri. Malam ini Yasmin beruntung bisa melarikan diri, tapi bagaimana dengan malam-malam berikutnya?
“Semua keputusan ada ditangan mu!”
“Ta-tapi ... Saya takut, Nyonya.”
Claretta tersenyum, “Kamu belum mengenal Sean. Dia tidak seburuk itu, Yasmin. Aku ibunya, dan aku tahu benar bagaimana anakku.”
“Saya tidak ingin satu kamar dengan Tuan Sean,” Yasmin meminta dengan wajah yang memelas.
“Aku sudah membuat kesepakatan! Kamu aman selama kalian ada di rumahku. Akan sangat berbahaya jika Sean justru membawa mu ke apartemen.”
Yasmin akhirnya berusaha untuk berdamai dengan keadaan. Apa yang Claretta katakan memang benar, Yasmin sama sekali tidak memiliki tempat bernaung selain pamannya. Hanya ada satu pilihan, bertahan bersama Sean.
Yasmin merasa takdirnya buruk, tapi jika wanita lain yang ada dalam posisinya, maka mereka rela mengerpis untuk bisa bersama Sean. Yasmin sama sekali tidak tahu dalam keluarga mana ia berada, satu hal yang pasti, jika tetap bersama mereka maka Yasmin akan aman.
“Untuk malam ini kita semua akan beristirahat di hotel ini. Kamu akan tidur sendiri atau...”
“Saya akan di sini saja, Nyonya,” potonganya cepat.
“Apa kamu yakin? Di sini, di atas sofa ini?” Claretta tidak tahu harus bicara apalagi. “Aku bisa menyiapkan satu kamar lagi untukmu.”
“Tapi menginap di hotel ini biayanya sangat mahal, Nyonya.”
Claretta hanya tersenyum. ‘Gadis ini belum tahu siapa keluarga Anggara,’ batinnya.
“Jangan pernah memikirkan hal itu! Hotel ini milik putraku, Sean. Jadi jangan pernah kamu berpikir masalah uang. Mengerti?”
Yasmin mengangguk cepat, tapi nyatanya ia masih memiliki keinginan.
“Dan mulai detik ini jangan panggil aku Nyonya! Panggil aku Mam atau Mami. Kamu bukan pelayan, tapi calon menantuku.”
“Nyo—Mam, bisa saya tidur sendiri? Maksud saya, tidur tanpa ada Tuan Sean?” Yasmin bertanya dengan ragu-ragu, takut jika ia menyinggung perasaan Claretta.
Claretta mengangguk, ia lantas meminta seorang petugas hotel menyiapkan satu kamar untuk Yasmin. Perempuan cantik itu melangkah pergi meninggalkan ruangan tersebut bersama seorang petugas hotel. Tanpa mereka sadari, saat ini Sean terus memperhatikan Yasmin, bahkan Ia sudah meminta petugas hotel untuk membawa Yasmin ke dalam kamarnya.
“Malam ini aku akan tahu, sejauh mana kau bisa meluluhkan seorang Sean Reviano Anggara.”
“Silahkan masuk nona,” petugas hotel itu membuka pintu, tanpa menyerahkan card yang ada di tangannya.“Terima kasih.”Yasmin berjalan masuk, duduk di tepi ranjang mewah yang begitu empuk. Matanya berbinar saat ia melihat televisi besar dan benda-benda mewah. Yasmin naik ke peraduan, ia melopmpat beberapa kali dan tertawa.Kampungan, kata itu sangat cocok disematkan pada Yasmin. Dia hidup dalam keluarga biasa, bahkan bisa makan 3 kali dalam sehari saja sudah untung. Maka sangat wajar, jika Yasmin mengagumi kamar tersebut.“Kamar ini luas banget, bahkan luasnya seperti ruang keluarga di rumah paman,” gumamnya dengan mata yang terus menjelajah ke setiap sudut kamar tersebut.Yasmin menghentikan aksi kampungannya saat melihat sebuah koper. Ia terkejut, kamar ini sengaja di pesan untuknnya dan sudah ada koper di dalamnya. Sedangkan Yasmin sama sekali tidak membawa barang apa pun.‘Apa mungkin mereka yang
Setelah kepergian Yasmin, seluruh keluarga masih berkumpul untuk membahas apa yang terjadi pada Sean dan gadis yang baru saja dibawa oleh putra sulung mereka.“Ma, apa kamu yakin dengan keputusanmu? Maksudku ...” Anggara menatap istinya. “Kita sama sekali tidak tahu asal usul keluarganya, apalagi saat melihat penampilan gadis itu.” tanya Anggara.“Untuk pertama kalinya Mama merasa yakin! Tapi meskipun begitu Mama akan mencari tahu asal-usul gadis itu. Mama juga tidak ingin mendapatkan masalah dikemudian hari hanya karena keputusan yang Mama ambil malam ini.”Dalam mimpi sekali pun, Claretta sama sekali tidak menyangka jika wnaita itu, Wihana Aurelya akan tega meninggalkan putranya yang nyaris sempurna. Tapi Claretta benar-benar bersyukur, jika Hana sampai meninggalkan Sean setelah mereka menikah, entah apa yang akan terjadi pada putranya.Bukan hanya Claretta, bahkan keluarga tidak percaya jika Hana akan bertindak bodoh
Yasmin mulai menggeliat, ia sudah lebih baik dalam selimut tebal. Tangan kekar yang ia jadikan bantal serta dada bidang yang menjadi tempat membenamkan wajanya benar-benar membuat Yasmin bisa tidur dengan nyenyak, seakan ada sang papa yang sedang memeluknya dengan erat.“Papa, Yasmin kangen dipeluk kayak gini,” gumamnya pelan dengan membenamkan wajahnya semakin dalam.Ia menghirup wangi yang begitu khas itu, menikmatinya hingga ia merasa tidak mau membuka mata. Takut jika semua itu akan berakhir, karena sejak lama ia merindukan momen seperti ini.Sean seketika membuka matanya lebar saat ia merasakan sebuah kepala bergerak di dadanya. Jantungnya berdegup kencang, ia mengumpat kasar dalam hati saat melihat posisinya dan Yasmin saat ini.‘Shit! Bagaimana bisa aku tidur di sini dan memeluknya? Sial!’ Sean membatin.Dengan perlahan, Sean menarik tangannya dari perut rata itu dan juga tangan yang digunakan Yasmin untuk me
Claretta ke kembali ke kamar hotel dan bersiap. Beberapa keluarga sudah pulang lebih dulu, sekarang hanya menyisakan dirinya, Anggara dan Davin.Mereka berkumpul di lobi, hanya dua orang yang belum terlihat di sana, Yasmin dan Sean.“Oh ya, dimana Sean? Bukannya dia juga harus ikut pulang bersama kita?” Anggara melirik istrinya sebelum mereka benar-benar meninggalkan hotel.“Hampir saja lupa. Ya udah, kalau begitu Mama mau nyusulin dulu Sean dan Yasmin. Kalau Papa sama Davin duluan, silahkn.”“Anak itu kalau nggak dilangsung ditodong mana mau ikut pulang,” gerutu Claretta setelah meninggalkan suaminya.Hanya butuh waktu beberapa menit, sampai akhirnya Claretta berdiri di depan pintu kamar hotel di mana Sean tidur. Kening Claretta berkerut, ia heran kenapa pintunya tidak tertutup dengan rapat, membuat pikiran Claretta kemana-mana.“Jangan-jangan ada yang berniat tidak baik,” gumamnya pelan.
Yasmin masih berdiri di depan pintu kamar mandi, tetesan air dari tubuh dan pakainnya mulai menggenang, membasahi tempat di mana gadis itu berpijak. Sekuat apa pun Yasmin, dia tetaplah wanita yang lemah dan menangis menjadi salah satu jalan untuk mengobati rasa kecewanya pada takdir. “Oke, Yasmin! Enggak ada gunanya kamu menangis. Hapus air matamu dan tunjukkan jika kamu kuat.” Gadis itu menenggakkan punggungnya dan menarik napas dalam. Rasanya sedikit lebih baik setelah ia menangis. Merasa lebih baik, sekarang Yasmin kembali di repotkan dengan dirinya sendiri. Dengan segala kebodohannya. Bagaimana ia bisa keluar dan ikut bersama keluarga Sean dengan keadaan seperti ini. Lebih tepatnya Yasmin sama sekali tidak memiliki pakaian untuk bisa ia gunakan. Tidak mungkin ia harus memakai gaun pertunangannya bersama Sean, sedangkan gaun itu sendiri masih sangat basah karena ulah pria itu. “Ya Tuhan … Ambil saja nyawaku, ambil!” teriak Yasmin frustasi dengan meletakkan
Hari pernikahan Yasmin dan Sean akhirnya tiba. Dua hari harusnya itu menjadi waktu yang cukup untuk Yasmin mempersiapkan diri. Namun kenyataannya Yasmin tidak pernah siap. Pertemuan, pertunangan, dan pernikahan dadakan, semua itu tidak pernah terbayangkan oleh Yamsin, gadis yatim piatu yang tertipu oleh pamannya sendiri.Karena pernikahan ini digelar dengan tergesa-gesa, maka Claretta memutuskan membuat acara sederhana di taman rumahnya yang begitu luas. Semua keluarga hadir, mereka sudah tidak sabar untuk mejadi saksi kebahagiaan Sean. Meskipun mereka tahu benar apa yang terjadi. Tapi Yasmin, dari pihak gadis itu hanya akan ada sang paman dan tidak ada lagi siapa pun.Kemarin, Yasmin sudah menemukan alasan yang tepat untuk membatalkan pernikahannya dengan Sean. Namun gagal, karena ternyata Claretta sudah menghubungi pamannya tanpa sepengetahuan Yasmin.Yasmin tidak tahu apa yang terjadi, bagaimana cara Claretta menemukan pamannya tanpa bertanya padanya. Namun y
Setelah melakukan sedikit pemberontakan, akhrinya Sean melepaskan pagutan bibirnya pada Yasmin. Tanpa peduli sedikit pun, Sean meninggalkan istrinya dan keluar menuju balkon, pria itu butuh udara segar untuk bisa kembali berpikir dengan akal sehatnya. “Wanita kelas bawah!” cibir Sean. Gemuruh dalam dadanya tak kunjung reda, membuat Sean mengeluarkan nikotin yang sudah sangat lama tak pernah ia sentuh. Sekarang hanya itu yang bisa ia gunakan sebagai pelampiasan atas kekesalannya. Selama Sean dan Yasmin ada di rumah Anggara, maka tidak ada yang bisa Sean lakukan pada Yasmin. Claretta akan sangat marah besar jika melihat wanita yang berstatus sebagai menantunya itu menangis. “Aku akan segera pergi dan membawa wanita itu ke apartemen. Ya, itu akan lebih menyenangkan.” Sementara Sean berpikir, mencari alasan yang tepat tanpa celah untuk dibantah saat keluar dari kediaman Anggara—Sang Papi. Yasmin, gadis itu justru duduk di samping ranjang, rambut d
Yasmin dan Claretta turun bersama, Sean sempat terkejut saat melihat gadis yang berstatus istrinya dengan dress dari butik ternama. Make tipis serta rambut hitam legam yang sengaja di urai membuat gadis itu benar-benar terlihat berbeda.“Ayo sayang, mulai hari ini tempat kamu adalah di sini.” Claretta menarik kursi tepat di samping Sean dan meminta menantunya untuk duduk di sana. “Kamu adalah menantu pertama dan tempat ini akan selamanya menjadi milikmu.”Sean hanya diam dan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Maminya katakana. Pria itu duduk dalam diam, selera makannya hilang seketika saat Yasmin duduk di sampingnya. Ingin melayangkan sebuah protes, namun Anggara sudah memberi peringatan keras untuk menjaga sikap demi kesehatan Claretta.“Aku sudah selesai,” katanya dengan mendorong kursi ke belakang dan berdiri.“Tunggu! Mulai hari malam ini, jika semua orang belum selesai makan, maka tidak boleh ada yang