Aku memalingkan wajahku ketika dia melihat ke arahku. Menyebalkan sekali rasanya melihat wajah datar tanpa dosa miliknya itu.
Helaan nafas kasar yang keluar dari mulutnya terdengar sangat jelas. Bagaimana tidak, sekarang dia sudah berdiri sambil melipat tangan tepat di depanku.
"Aku sudah minta maaf padamu tadi. Jadi kau tidak ada hak terus-terusan marah padaku!" tuturnya dengan jelas dan cepat. Tidak lupa ada nada angkuh di sana.
What? Bagaimana bisa dia berkata enteng seperti itu padaku. Sungguh manusia tak tahu diri.
***
Flash Back
"Kau kenapa sangat suka mempermainkanku sih? Hiks." Aku tidak tahu hal apa yang mendorong ku sampai akhirnya aku tiba-tiba terisak seperti ini.
Dia semakin menatap tajam padaku. "Apa maksudmu?" dia balik bertanya padaku.
"Kenapa kau bertingkah seolah-olah kita ini memang benar-benar pasangan suami istri? Kau tahu? Itu membuatku merasa sakit tahu?" tidak tahan dengan emosi ku, aku berte
Sedikit lagi, hanya butuh pergerakan pelan yang tidak berarti sudah kupastikan hidung kami bersentuhan. Membuat jantungku semakin bertabuh begitu kencangnya. Ini gila. Aku kembali merasakan perasaan aneh yang belakangan ini sering kali mengangguku. Mungkinkah aku jatuh cinta lagi?Glek.Rasanya begitu susah hanya untuk sekedar menelan ludah ku sendiri."Kau kenapa sih?" Aku bergerak mundur sebisaku. Membawa kakiku ikut naik ke atas ranjang, lalu meringsek ke belakang. Yeah, aku berhasil.Kekehan pelan yang keluar dari mulutnya seakan terdengar begitu nyaring di telingaku. Dia menertawaiku. Tidak ada yang lucu padahal.Dia berjalan memutar ke arah bagian tempat tidur lainnya, lalu tanpa berkata apapun dia menjatuhkan tubuhnya di sana. Dengan tangan dan kaki yag terentang lebar, menyerupai bintang laut."Hah aku senang sekali hari ini," jawabnya. Jawaban yang sangat tidak ada sangkut pautnya dengan pertanyaanku tadi. Aneh.
(Bab 28)Aku memutar-mutar singkat di depan cermin. Memastikan bahwa pakaian yang ku pakai benar-benar cocok untuk menyambut kedatangan kedua mertuaku yang akan segera datang ke sini.Setelah ku pastikan tidak ada cela sedikitpun di wajahku, akhirnya aku memutuskan untuk segera pergi dari kamar.Ku periksa lagi HP ku, melihat apakah ada balasan dari Om Aska. Nyatanya tidak ada. Dasar dia itu, sebenarnya dia ada niatan untuk pulang cepat dari kantor atau tidak sih?Ini kan orangtuanya, seharusnya dia yang menjamu mereka nanti.Hah, semoga saja tante Dela dan Om David datangnya agak lamaan.Aku berlari ke lantai bawah begitu mendengar suara bel di pencet. Sedikit tergesa-gesa karena suara belnya tidak mau berhenti.Mungkinkah itu tante Dela dan om David, aku sedikit meragukan tebakanku. Mana mungkin mereka bersikap kekanak-kanakan dengan tidak sabaran seperti itu.Aku sudah hampir sampai, bisa ku lih
(Bab 29)Helaan nafas keluar mulus dari mulut kami berdua. Aku dan dia melangkah pelan menuju ruang tamu, tempat dimana tante Dela dan om Devan sudah duduk rapi di sana. Mereka duduk membelakangi kami. Jadi kurasa mereka tidak sadar atas kedatangan kami yang menyusul mereka."Hey!" bisik Om Aska pelan tepat di telingaku.Aku menoleh padanya, memasang wajah jengkel. Bagaimana tidak, tangannya yang nakal ini masih bertengger manis di pinggangku, tanpa seizinku lagi."Apa?" tanyaku pelan.Dia menghentikan langkahnya, membuat langkahku juga ikut terhenti. Lalu menatap tajam padaku. "Jangan tunjukan sikap tidak tahu malumu itu di depan orang tuaku. Dan lagi jangan memanggilku dengan panggilan yang terdengar tua itu!" titahnya.Mulutku menganga lebar, memberikan efek aneh pada wajahku. Sungguh aku tidak habis pikir dengannya. Ya, mungkin aku akan setuju dengan permintaan agar aku bersikap seolah-olah aku ini memanglah istri cantik nan baik h
Bab 30Tanpa pikir panjang aku menjatuhkan dengan kasar tubuhku ke atas tempat tidur ternyamanku. Mengerjap beberapa kali karena silaunya lampu kamar yang menerjang mataku.Meregangkan seluruh otot-otot tubuhku yang serasa ingin lepas dari sendi nya. Beberapa kali tulang-tulangku berbunyi pelan efek peregangan yang ku lakukan.Tidak ada hal lain yang ku lakukan setelah ini. Tadi aku juga sudah melakukan ritual gosok gigi dan membersihkan tubuh bagian atas dan bawahku.Ku lirik sekilas ke arah pintu yang berderit pelan, tanda pintu tengah di buka oleh seseorang. Dan siapa lagi pelaku pembuka pintu kalau bukan pria tua yang wajahnya sudah berevolusi menjadi wajah tampan milik anak muda.Kedua ujung bibirnya terangakat ke atas, membuat senyuman manis yang tersirat ke jahilan di dalamnya.Aku tidak mengubah posisi tidurku saat dia mendekat padaku, duduk di bagian tempat tidur yang selalu ia tempati."Senyum! Jangan cembe
"AAAAA." Ku utarakan semua rasa senang yang sudah lama bersemat di dadaku dengan berteriak kencang. Mengabaikan kalau akan ada tetangga yang akan terganggu dengan teriakan melengkingku ini. Dadaku bergemuruh semakin hebat bersamaan ku rasakan seseorang menepuk pundakku dari arah belakang. Ku putar tubuhku dan kudapati orang yang jadi penyebab aku bertingkah seperti ini. Dia, si "Pria tua" yang sedang menjelma menjadi pria tampan yang menawan dan menggoda. Tatapan tajam dan wajah datar yang sering ia tunjukkan itu kini tidak ku dapati lagi saat melihatnya, berganti dengan mata berbinar dan senyum penuh ejekan di bibir tipisnya. "Hehehe, sedang apa kau di sini?" Aku cengengesan tidak jelas. Perlahan matanya menyipit, aku tahu maksud dari tatapannya itu. Tatapan menyelidik yang seakan sedang mencari suatu hal yang tengah aku sembunyikan darinya. "Kau sendiri, sedang apa di sini?" Aku sedikit terguncang mendapat pertanyaan balik darinya. "Aku sedang ingin, mmm ya menenangkan pikir
Hari ini aku kembali di sibukkan dengan jadwal kuliahku. Selesai berbenah aku pun siap berangkat pergi ke kampus. Tadi aku juga sudah menyempatkan diri menelpon Nadia, udah jadi kebiasaanku dari SMA dulu nebeng sama dia. Lagian dia juga gak keberatan kok, katanya sih gitu. Aku sampai di meja makan dan langsung saja ku dudukan tubuhku di salah satu bangku yang ada di sana. Aku tidak sendiri, ada Bi Inah dan juga dia di sini. Semangat ku jadi turun drastis begitu tak sengaja bertatap wajah dengannya. Mulutnya terbuka cepat, dia seperti ingin menyampaikan sesuatu, tapi di urungkan karena aku langsung memalingkan wajah darinya. Semenjak kejadian aku melihat HP nya, seperti benteng tinggi yang menghalangi aku dan dia. Jelas ini salahnya. Siang itu setelah aku melihat isi chatnya dia jadi marah-marah padaku. Dia bilang itu privasinya, jadi aku tidak berhak menyentuh ataupun melihatnya. Jelas saja ku bantah pertanyaannya yang menuduhku. "Itu salahmu, kalau itu privasi kenapa tid
"Yaraaa!" teriakan kuat bin heboh langsung menerjang indra pendengarku dengan begitu lantangnya. Aku memutar cepat ke arah belakang dan mendapati Emma yang tengah berlari tergopoh-gopoh ke arahku. Tidak lupa dengan senyuman aneh di wajahnya yang sudah lumayan lama tidak ku lihat lagi. Tak kalah hebohnya aku juga ikut-ikutan berlari cepat ke arah Emma samb merrntangkan tanganku. Bersiap-siap memeluknya, padahal antara jarakku dan dia masih terbilang tidak dekat. "Aaaaa," kami semakin teriak kayak orang ke surupan begitu saling berpelukan. "Kangen ah aku sama kamu, kalau gak di chat luan pasti gak bakalan chat," celutuknya di sela pelukan kami. Ah, rasanya dia seperti tidak bertemu berabad-abad dengan ku, terasa dengan begitu jelas dari pelukan eratnya. Ah, anak ini lebay banget sih. Pelukan kami terlepas saat Nadia dengan paksa melepasnya. Dengan wajah di tekuk dia ngomel. "Malu-maluin banget sih kalian! Di lihatin orang-orang tahu." Aku dan Emma yang cengengesan menanggapinya.
Aku mengetuk-ngetuk pelan mejaku, menunggu giliranku untuk memperkenalkan diri. Gak perlu pakai perkenalan aku yakin nanti juga bakalan kenal, mana ni kelas ramai lagi. Buat jantung deg-deg an aja.Dion menyenggolku pelan saat tiba giliranku. Aku langsung berdiri dan menyebutkan nama, alamat, asal sekolah dan hal-hal lainnya yang sering di tanyakan saat perkenalan diri.Sedikit gugup sih, karena wajah-wajah orang di sekitarku lumayan menyeramkan sih menurutku. Bukan, mereka bukan buruk rupa, tapi beberapa di antaranya menunjukkan wajah dingin dan masam. Hah, sepertinya mereka punya beban yang lebih berat daripada yang aku tanggung.Aku duduk kembali setelah siap memperkenalkan diri. Dan di lanjutkan oleh Fanie yang duduk di samping kananku. Jadi posisinya aku ada ditengah-tengah Dion dan Fanie. Mereka ini tadi sempat berebut aku akan duduk di samping siapa. Karena gak mau jadi bahan perbincangan orang-orang karena ini masih hari pertama masuk kuliah aku memutuskan untuk duduk di antar