Happy Reading Semuanya!
Untuk pertama kalinya ia kembali menginjakkan kakinya setelah sekian lama. Rumahnya tidak banyak berubah, semua posisi masih sama seperti terakhir ia tinggalkan dengan alasan tidak mampu bertahan pada rumah yang menyimpan banyak ceritanya antara ibu dan ayahnya. Bibirnya tampak membuat smirk tipis, ternyata rumahnya memiliki satu perbedaan sekarang. Foto—foto keluarga pemilik rumah tersebut sudah berubah, bukan lagi milik keluarganya. Tidak ada lagi foto dirinya dengan kedua orang tuanya.
“Cih… bagaimana bisa mereka mengganti foto itu! Apa mereka pikir ini rumah mereka?” decih Nesya pelan.
Guci kesayangan ibunya masih terpajang rapih, ia sangat ingat ketika ibunya membersihkan guci tersebut dan tidak mengizinkan orang lain untuk menyentuhnya. Ibunya pasti marah karena guci tersebut hanya terpajang dapih penuh dengan debu.
Rumahnya mendadak terasa asing baginya sekarang meskipun barang milik keluarganya masih ada. Tidak tahu malu.
Gadis muda tersebut tidak lupa, rumah ini adalah rumahnya. Atas namanya. Bagaimana orang lain menempatinya dengan gembira seolah pemilik aslinya tidak ada lagi. Tangannya menggeret koper miliknya menuju tangga dimana kamarnya berada, bibirnya tersenyum tipis memperhatikan perempuan paruh baya tampak menatap terkejut melihat kehadirannya.
“Tan…”
“Apa kamu punya hak untuk masuk ke rumah kami? Kenapa kamu kembali?”
“Aku sudah kirim lewat pesan chat kalau aku mau pulang, apa Tante enggak baca? Tentu saja enggak baca, nomorku di block, kan?” tanya Nesya.
Sekarang yang bisa Nesya lakukan hanya tersenyum tipis memperhatikan Seruni sang Bibi yang mulai berjalan menuruni tangga untuk menghampiri dirinya, pertanyaan yang begitu lucu ketika ia baru menginjakkan kaki di rumahnya sendiri.
“Apakah Amerika sudah enggak menarik lagi untuk kamu? Ini sudah menjadi rumah kami. Kamu enggak ada hak untuk tinggal disini lagi, enggak ada orang lain yang mau menerima kamu.”
Suara tawa tampan terdengar pelan, apakah ia akan terusir dari rumahnya sendiri?
“Amerika tentu saja menarik, bahkan aku berharap bisa terus membuka mata di sana. Setelah aku berpikir panjang… aku masih punya hak untuk kembali.” Nesya menatap bibinya yang hanya memasang wajah datar.
“Makam orang tuaku ada di sini, rumahku ada disini, semua aset keluargaku masih ada disini dan dikendalikan oleh orang kepercayaan Papa. Apa aku enggak boleh juga kembali? Itu hak aku untuk kembali atau enggak. Dan sekarang aku harus kembali meskipun dadaku begitu sesak karena masa lalu orang tuaku yang enggak adil,” Nesya mencengkram erat gagang tarikan koper miliknya saat ini. Apakah perang awalnya akan terjadi di rumahnya sendiri.
“Kamuu!” Nada amarah terlihat disana.
Helaan nafas terdengar, “Aku pikir sudah cukup kalian menggunakan harta orang tuaku untuk hidup senang. Kalau diingat lagi, tante ini sangat lucu. Rumah Tante apanya? Ini masih rumahku, rumah mama dan papaku. Surat tanah masih atas namaku, kenapa aku enggak boleh kembali? Enggak boleh datang kemari? Aku punya hak untuk kembali ke rumah ini.”
Tatapan angkuh terlihat sangat jelas di sana, bahkan ia tidak diizinkan untuk duduk atau bahkan di sambut hangat. Miris sekali kehidupannya sekarang.
“Kamu pikir, kamu tinggal di Amerika enggak butuh uang dari kami? Makan, rumah kamu di Amerika, transportasi, uang sekolah kamu. Kamu pikir hasil dari hujan uang? Seharusnya kamu bersyukur. Ini sudah menjadi rumah kami.” Nesya tersenyum kecut memandang lelaki yang baru saja keluar dari arah belakang sembari menatapnya tajam.
Dada Nesya terasa sesak, semua harta keluarganya adalah aset yang ditinggalkan oleh ayahnya untuknya. Nesya merupakan pewaris tunggal dari keluarganya.
“Kata om Ferdi, semua itu adalah aset ayah. Rumah Amerika, tunjangan pendidikan, tunjangan makan, tunjangan kehidupan sehari-hari. Semua masih dari tabungan ayah atas nama aku dan enggak ada sangkut pautnya sama usaha kalian,” sahut Nesya.
“Benarkah si Ferdi bilang begitu? Itu hanya akal bulusnya dia buat mengambil aset ayah kamu di indonesia. Om disini yang melindungi aset keluarga kamu sampai semuanya habis, kamu pikir sekolah di luar negeri murah? Harta tabungan ayah kamu itu enggak mencukupi, sekarang kamu pulang untuk apa? Bersyukur kamu enggak jadi gelandangan di sana! Kamu ini aneh malah milih buat pulang.”
Nesya sangat terpukau dengan sambutan kepulangannya kali ini, bagaimana bisa pamannya mengatakan kalimat seperti itu.
“Menurut om… kepulangan aku itu salah? Aku ingin membalas dendam orang yang sudah membunuh orang tuaku. Meskipun lawanku sendiri adalah orang dari keluargaku,” ucap Nesya sembari ingin mengangkat kopernya menuju kamarnya.
Hampir saja Nesya terjatuh saat lelaki yang menjadi pamannya tampak menarik rambut panjangnya dan membuat gadis cantik tersebut mengaduh kesakitan, perasaan nyeri dan panas terasa di kepalanya.
“Kamu sudah enggak punya hak! Seharusnya kamu mati saja! Memang seharusnya aku bunuh kamu juga agar harta ini jatuh ke tangan Dimas!”
Tubuh Nesya limbung, kini ia hanya bisa melihat tatapan amarah dari paman dan bibinya yang mengitarinya. Nafasnya tercekat saat tangan besar tersebut mencekik lehernya, ia tidak bisa bernafas. Tangannya berusaha untuk melepas cengkraman meskipun sia-sia.
“Kamu milih untuk tetap hidup atau mati saat ini juga, harta seluruh keluarga kamu harus jatuh ke tangan Dimas. Dia membutuhkan harta untuk menikahi pacarnya! Kamu menghambat semuanya Nesya, kalau kamu enggak ada mungkin kami akan benar-benar bahagia tanpa beban.”
Air mata Nesya mengalir, nafasnya terasa semakin berat. Bayangan orang tuanya terpampang nyata di sebelahnya seolah membuatkan keputusan untuknya agar melelaskannya, keinginan balas dendam atas kematian orang tuanya masih ada dan semakin mengeras di hatinya. Harta ini adalah miliknya dan milik keluarganya, orang lain tidak bisa mengambilnya tapi keadannya begitu mencekiknya. Nesya berada di keputusan di ujung tanduk, ia tidak boleh mati sebelum balas dendam untuk orang yang sudah membunuh orang tuanya mendapat karma.“Tanda tangani surat kematianmu atau kami sendiri yang tanda tangan dan membunuh kamu,” ucap Seruni
Beginikah nasibnya yang menyedihkan.
“L-lepas!! B-baik, aku akan tanda tangan! L-lepas!”
Tangannya menghapus kasar air matanya, Nesya bisa bernafas lega saja sudah bersyukur. Iris matanya menatap selembar kertas yang sudah diambil oleh bibinya. Ternyata mereka sudah mempersiapkan ini tanpa sepengetahuannya, orang tuanya menitipkan dirinya pada orang yang salah. Nesya bukan berada di pengasuhan tepat. Orang tuanya menangis mengetahui anaknya diperlakukan seperti ini, hampir mati di tangan adik kandung ibunya sendiri.
Tinta hitam diatas materai sudah terpampang nyata disana, ia terpaksa melakukannya demi hidupnya dan balas dendamnya pada kematian orang tuanya meskipun tidak tahu harus dari mana awalnya.
“Yes! Harta Dira jatuh ke tangan kita, mas.”
Bagaimana bisa mereka mengatakan semudah itu dan tepat di depan matanya. Rumah berharga dan kenangannya, apakah bisa jatuh ke tangannya kembali setelah peperangan ini selesai.
Tangannya terangkat untuk bangkit dari duduknya dan membawanya menuju halaman rumah keluarganya.
Bugh!
Tubuhnya di dorong kasar pada pagar tajam di dekatnya, Nesya memejamkan matanya menahan perih. Tubuhnya semakin terasa sakit saat koper miliknya di banting kasar dan mengenai tubuhnya. Nesya di buang di rumahnya sendiri, jika masih ada orangtuanya, mereka akan sempurna apa saat anak semata wayangnya diperlakukan seperti ini.
“Mati saja dan jangan pernah muncul lagi di depan kami! Kami sudah enggak butuh kamu lagi, kamu sudah enggak punya hak atas kekayaan orang tua kamu. Selamat jadi gelandangan!”
Nesya menangis, ia membutuhkan ibunya. Tubuhnya yang lelah sehabis penerbangan semakin sakit saat diperlakukan seperti ini, ia tidak punya tujuan lagi untuk pergi. Nasibnya malang dan menyedihkan, sangat menyedihkan.
Apakah ia akan benar-benar menjadi gelandangan?
Hidupnya tidak bahagia. Sangat tidak bahagia.
To be continued...
Happy Reading Semuanya!Nesya tidak mengerti, lagi-lagi Bara memberikan hadiah untuknya. Kenapa ia miskin sekali, kenapa dirinya sama sekali tidak bisa membalas semua hal baik dari Bara. Bahkan bahan masakan yang digunakannya hari ini, semuanya menggunakan uang lelaki yang kini sibuk dengan cake di hadapannya.Iris matanya memperhatikan Bara yang kini memakan cake buatannya, ia tahu jika Bara sangat menyukainya dari cara lelaki itu memakan makanan buatannya. Tangannya perlahan bergerak meraba kalung yang baru saja dipasang oleh Bara, usapan lembut kembali Nesya rasakan. Ia jamin jika ini bukan barang murah yang di jual di pinggir jalan, seorang lelaki kaya seperti Bara tidak akan membeli barang murah. Bara pasti mengeluarkan banyak uang hanya untuk orang asing seperti dirinya.“Ini enak, kamu bisa jadi bakery.”
Happy Reading Semuanya!“Pak, maaf melenceng. Tapi jujur saja saya penasaran, dia akan tinggal sama Pak Bara selamanya?”Lelaki yang sedang membaca laporan itu terlihat mendongak sebentar menatap asistennya yang hanya tersenyum tipis. Bara dengan cepat menutup laporan di genggamannya, pertanyaan yang sulit untuk dikatakan. Status mereka tanpa arti saat ini, kalaupun menyuruh Nesya pergi amat sangat tidak mungkin. Tapi ia juga tidak tahu akan mempertahankan Nesya berapa lama dan sampai kapan, Bara tidak mempunyai pilihan lain.“Entah, saya belum memikirkannya. Tapi yang jelas saya cukup senang karena rumah itu tidak kosong,” Jawaban dari Bara terlihat membuat Farhan lagi-lagi hanya tersenyum tipis dan mengangguk, ia tahu kalau itu yang akan dikatakan Bara.“Begitu,” sahut Farhan.
Happy Reading Semuanya1“Nona… mau saya bantu masak?”Kepala Nesya menggeleng, ia sudah cukup yakin dalam hal memasak meskipun terkadang ia selipkan dengan tontonan orang yang sedang masak. Tidak banyak masakan yang bisa ia masak, makanya ia perlu untuk melihat dari tontonan video.Tangannya menghapus keringat yang mengalir, rasa panas dari hawa kompor begitu terasa di wajahnya. Tidak masalah, ini adalah pembalasan setimpal karena Bara sudah mengizinkannya untuk tinggal di rumah besarnya dan tidak menjadikannya sebagai gelandangan.“Masukan garam, gula satu sendok. Rasanya sebentar lagi akan pas,” gumam Nesya senang.Tangannya kembali mengaduk sayur di depannya, tampilannya tidak buruk dan rasanya mendukung. Woah&he
Happy Reading Semuanya!“Bibi, aku ikut ke pasar!”Nesya rela bangun sangat pagi demi bisa pergi bersama pekerja rumah tangga keluarga Bara. Tidak, sebenarnya ia tidak tidur sama sekali agar bisa memastikan Bara tertidur lelap. Pikirannya mendadak penuh saat itu juga, ia harus memikirkan bagaimana caranya agar Bara bisa tertidur. Ia sudah mencari tahu sekilas dan kini yang ia lakukan adalah mengekor pada Bibi Rina untuk pergi ke pasar. Ikut pun ia tidak bisa berbuat banyak sebenarnya, Nesya memang tidak memiliki banyak uang, tapi ia yakin dengan kemampuannya memasak dan keinginan kuatnya untuk membantu penolongnya pasti ada jalan.“Nona kenapa ingin ikut? Padahal bisa pesan sama saya loh, Nona memangnya mau beli apa?”Bibirnya hanya tersenyum mendengar perkataan dari Bi Rina, &ld
Happy Reading Semuanya!Nesya tidak akan menganggap kejadian tadi. Harinya yang begitu panjang sudah cukup, ia harus memikirkan rencana yang sudah disusun secara matang sejak dulu. Rencana tersebut tidak boleh hancur berantakan begitu saja hanya karena ia sudah di buang.Ranjang di sebelahnya tampak dingin, Nesya sangat ingat jika biasanya Bara akan tidur di sebelahnya menemaninya dan tidak akan membiarkannya sendirian. Tapi sekarang kamar ini terlihat kosong, padahal bibi Rina mengatakan jika ini adalah kamar pribadi dari Bara.Langkahnya berjalan malas menuju pintu keluar, jam baru menunjukkan pukul 1 malam. Ia tidak tahu kenapa di tengah malam ini malah terbangun dari tidurnya, tenggorokannya terasa kering.Alis matanya naik sebelah saat melihat begitu banyak botol berisi minuman yang sempat ia minum beberapa hari lalu, minuman beralkohol
Happy reading semuanya!“Om, terima kasih sudah memberikan aku rumah dan bantu banyak hal seperti tadi. Aku merasa jadi memiliki hutang yang sangat besar. Termasuk memulihkan nama ini,”Ucapan Nesya membuat Bara hanya mengamati perempuan di sebelahnya masih sibuk menatap kartu identitas yang berada di tangannya, gadis itu mendapatkannya dengan cepat. Sekarang yang patut di pertanyakan adalah kegiatan Nesya selama ia bekerja nantinya.“Itu sudah menjadi hak kamu, saya hanya membantu sedikit. Kamu mau makan apa? Kamu belum sarapan dan sekarang sudah masuk ke jam makan siang, kamu mau makan apa?” tanya Bara“Terserah om,” sahut Nesya“Salad?”“Aku bukan kambing,&