Share

6

Author: fridayy
last update Last Updated: 2025-10-17 11:53:15

30 menit waktu yang ditempuh untuk Zara sampai di rumah sakit tempat ibunya di rawat. Ia turun di halte depan dan harus berjalan beberapa ratus meter untuk sampai di pintu utama rumah sakit.

Dalam perjalanannya, Zara menikmati semilir angin yang berhembus menerpa tubuhnya. Matahari kini hanya menyisakan cahaya semu berlangitkan kelabu.

Suasana sekitar nampak sepi dan hanya terdengar suara deru kendaraan di jalanan.

Zara memperhatikan sebuah mobil hitam yang terparkir di depan pintu depan rumah sakit. Ia memelankan langkahnya disaat pandangannya tertuju pada tiga orang pria berpakaian hitam dengan gerak gerik yang mencurigakan.

Mereka nampak memperhatikan suasana sekitar hingga tak lama kemudian dua orang yang berpakaian sama nampak keluar dari dalam gedung rumah sakit menghampiri mereka.

Zara mencoba abaik dan berjalan seperti biasa. Ia menundukkan pandangannya kala jarak dengan keberadaan mereka semakin dekat. Entahlah, aura orang-orang tersebut terasa begitu menakutkan.

Salah satu diantara mereka melihat layar ponsel dan sosok Zara yang berjalan, memastikan sosok itu sama seperti yang ada di layar ponselnya.

"Dia." gumam pria itu bersamaan dengan gerakan mata menunjuk Zara kepada rekan di sebelahnya.

Seluruh rekannya langsung sigap mengambil posisi masing-masing. Dua diantaranya segera memasuki mobil dan tiga orang berjalan menghampiri target mereka.

Perasaan Zara semakin tidak enak kala tiga orang tersebut berjalan menghampirinya. "Aulia Zara?" tanya dari salah seorang pria itu. Zara mencoba menutupi sikap panik dan takutnya dan menggeleng cepat.

Ketiga pria berbadan besar itu nampak menyeramkan dengan raut wajahnya yang keras dengan bekas luka di beberapa bagian wajahnya.

Dengan gerakan cepat ketiganya mengurung Zara sehingga gadis itu kesulitan untuk menghindar.

"Ayo ikut bersama kami secara baik-baik. Bos kami mempunyai urusan dengan anda."

Zara menggeleng menolak, ia tidak mengenal mereka semua. Terlebih ia takut jika keselamatannya kembali terancam. "Saya tidak ada urusan apapun dengan bos kalian!" ucapnya tak gentar. Ia menghalau tangan yang mencoba menyentuh lengannya.

"Anda belum membayar utang yang dijanjikan ibu anda sebelumnya." Beritahu pria di depannya.

Zara tertegun, lagi-lagi masalah uang kembali menjeratnya. Belum satu jam ia merasakan tenang, ia kembali dikejutkan dengan tagihan orang-orang suruhan rentenir itu.

"Anda belum membayar utang yang dijanjikan ibu anda sebelumnya." Beritahu pria di depannya.

Zara tertegun, lagi-lagi masalah uang kembali menjeratnya. Belum satu jam ia merasakan kebebasan setelah keluar dari apartemen Tama, ia kembali dikejutkan dengan tagihan orang-orang suruhan rentenir yang selama ini memburunya.

Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan di matanya terpancar keputusasaan yang dalam.

"Saya minta tempo, saya akan bertanggung jawab. Tolong lepaskan saya." gumamnya meyakinkan. Ia akan berusaha lebih keras lagi untuk mencari uang. Tak apa jika ia tak punya waktu untuk tidur, yang penting ia bisa mendapatkan uang yang selama ini menjadi kebutuhannya.

Namun si pria di depannya menggeleng, menolak negosiasi yang diberikan Zara.

Zara tahu utang mereka terlalu besar, dan dirinya tak bisa membayar tepat waktu setiap bulannya sehingga bunganya semakin bertambah.

"Sudah terlalu lama kalian mengulur waktu! Ikut kami, atau nyawa ibu kamu taruhannya!" ucapnya memberi ancaman,  tabgan kasarnya mencengkram lengan Zara kuat, sedikit menyeret Zara yang mencoba memberontak.

"Diam, atau kami akan melakukan kekerasan?!" Ancam pria di sampingnya dengan mengeluarkan belati kecil dari saku dalam jaketnya.

Zara menggeleng pasrah, air matanya meluncur tanpa bisa dicegah. Entah kenapa halaman rumah sakit terasa begitu sepi. Ia ingin berteriak, namun tusukan halus belati di pinggangnya terasa begitu menakutkan.

Bisa saja ia berteriak untuk memanggil perhatian orang lain. Dan jika pun ia terluka, ia bisa segera di tangani oleh dokter melihat dimana posisinya sekarang.

Namun Zara tak mau mengambil resiko lain. Orang-orang itu bukan hanya mengancam dirinya, namun juga mengancam keselamatan ibunya.

Zara kemudian dimasukkan ke dalam mobil dan diapit oleh dua mereka. Tangan yang tadi dicengkram kuat kini dilepaskan menyisakan rasa pedih dan memar yang mulai begitu kontras di kulit putihnya.

Pikiran Zara kalut memikirkan apa yang hendak mereka lakukan kepadanya. Apakah ia akan dijual dan dijadikan pelacur? Ataukah mereka akan mengambil organ dalamnya untuk menebus semua hutangnya?

Zara menggeleng, semua prasangka itu membuatnya merasa mual dan lemas. Air mata masih mengalir deras dalam tangisan heningnya.

Beberapa saat Zara berada dalam suasana hening yang mencekam. Langit di luar nampak sudah menggelap ketika ia turun dari mobil. Pria tadi kembali mencengkram lengannya di tempat yang sama membuat Zara meringis seraya mengikuti arah langkahnya.

Mereka membawa Zara ke dalam sebuah gedung 3 lantai yang merupakan tempat hiburan malam. Dari luar, gedung itu nampak seperti gedung pada umumnya. Namun saat masuk ke dalam, Zara langsung terhenyak melihat pemandangan di depannya.

Bau alkohol dan parfum murahan menyengat hidung Zara begitu pintu terbuka. Zara dibawa ke sebuah lorong panjang yang remang-remang. Dindingnya dihiasi lukisan-lukisan surealis yang mengerikan.

Suara musik techno berdebar-debar di kejauhan, bercampur dengan tawa, jeritan, dan desahan-desahan yang tak teridentifikasi.

Di sepanjang lorong, terlihat pintu-pintu kamar yang sedikit terbuka dengan pencahayaan yang redup, memberikan hawa dingin yang menakutkan.

Tiba di ujung lorong, Zara di bawa ke sebuah pintu besi yang tertutup rapat. Ruangan itu nampak luas dengan pencahayaan yang minim. Dinding serta lampu berwarna merah menjadikan ruangan itu seperti menyala dalam kegelapan.

Di dalam ruangan itu, terdapat sofa mewah yang berwarna senada dengan tampilan ruangan. Ditambah dengan rak kayu berisi buku dan pajangan-pajangan yang terlihat aneh dan menyeramkan. Patung-patung yang cacat, topeng-topeng yang mengerikan, dan benda-benda yang tak bisa dikenali. Membuat Zara semakin dilanda ketakutan.

Zara kemudian mendapati sesosok perempuan paruh baya berpenampilan mencolok dengan riasan tebal tengah duduk di sofa dan menghisap tembakaunya.

Matanya begitu tajam dan dingin, menatap Zara dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Zara menundukkan wajahnya menghindari tatapan meneliti dari wanita itu.

Tatapannya tajam, menatapnya secara menyeluruh seolah tengah menelanjanginya.

Lalu suaranya yang dalam dan serak menggema di dalam ruangan tersebut, "Jadi dia, yang kalian maksud. Dia pantas dibayar dengan harga tertinggi. Salah satu dari mereka akan berjuang keras untuk mendapatkannya." ucapnya senang. Namun itu adalah bencana bagi Zara.

Wajah gadis itu terangkat, menatap wanita itu dengan pandangan terkejut. Ia membayangkan hal buruk yang sebentar lagi akan menghampirinya.

"Sherly! Bawa dia dan dandani sekarang!"

"Tidak... Om Tama... Tolong..." teriak putus asa di dalam benaknya.

*

Suasana di dalam klub nampak semakin ramai ketika beberapa gadis berdiri di sebuah panggung.

Penampilan mereka sangat vulgar hingga mengundang birahi setiap mata yang memandang.

Zara benar-benar tak menyangka akan berada di situasi seperti ini. Diperhatikan orang-orang yang memandangnya cabul. Ia merasa tubuhnya menegang, setiap pori-pori kulitnya seakan-akan merinding diterpa tatapan-tatapan yang terasa panas dan penuh nafsu. Bukan sekadar tatapan biasa, ini adalah tatapan yang merendahkan, yang menilai tubuhnya sebagai objek, bukan sebagai manusia seutuhnya. Ia merasakan setiap hembusan napas orang-orang di sekitarnya, seakan-akan menjadi bukti nyata dari pelecehan yang tak kasat mata ini. Rasa malu membanjiri dirinya, bukan sekadar rasa malu biasa, tetapi rasa malu yang mencabik-cabik harga dirinya hingga berkeping-keping.

Air mata kembali mengalir di pipinya yang terhalang oleh topeng wajah. Ia merasa tak ada lagi harapan dengan hidupnya.

Seorang pemandu berbicara keras dan riuh. Membicarakan penawaran terhadap gadis-gadis di depan. Membuat penonton semakin berisik dengan suara siulan menggoda dan nada cabulnya.

Suara keras dan riuhnya, yang memamerkan tubuh gadis-gadis muda seperti barang dagangan, semakin menambah rasa mual dan jijik di hati Zara. Siulan-siulan dan teriakan-teriakan cabul dari penonton semakin menambah suasana mencekam, menciptakan orkestra ketidakadilan yang menyayat hati.

Zara merasakan dirinya semakin tertekan, terhimpit oleh tekanan sosial yang tak bermoral, terperangkap dalam lingkaran setan yang tak tahu kapan akan berakhir.

Hingga seorang pria dengan berani menaiki panggung dan berbisik ke telinga sang pemandu, menimbulkan binar senang di matanya yang berkilat.

"Wah, sepertinya salah satu 'bidadari' kita sudah berhasil mencuri hati sang dermawan!" seru sang pemandu membuat suasana semakin ramai.

Lalu, si pemandu yang berpakaian hampir telnjng itu mendekati Zara dan menyuruh Zara untuk menuruni panggung.

Zara bimbang, rasa takut semakin mendominasi. Jika ia menuruni panggung, sama saja ia menuruni jurang terjal yang siap menghancurkan dirinya.

"Ayo cepat!" desisnya kala Zara masih terdiam di tempat.

Dengan segala kepasrahannya, Zara menuruni panggung dan disambut oleh pengawal pria yang segera membawanya ke sebuah ruangan.

'Tolong aku Tuhan...' 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terbelenggu Hasrat CEO Tampan   39

    Lukman tak bisa berkata-kata, keputusannya untuk mengikuti anak dan menantunya setelah mengantar dirinya ke rumah ternyata membawanya pada suatu hal yang selama ini ditakutinya. Jauh di seberang sana, ia dapat melihat mobil menantunya yang berhenti di depan gerbang cukup lama, entah apa yang anak dan menantunya lakukan karena mobil tak kunjung memasuki halaman rumah. Namun, melihat Anna yang keluar dengan raut wajah marah, diiringi mobil menantunya yang melaju meninggalkan rumah membuat Lukman semakin terkejut melihatnya. Lukman tak bisa membiarkan kebingungan melanda dirinya, ia menyuruh sopir mendekat lalu berhenti di depan gerbang rumah anaknya. Disana, ada satpam yang langsung sigap menghampirinya. "Enggak masuk ke dalam, pak?" tanya satpam yang mengenal Lukman sebagai ayah dari majikan perempuannya. Ia melihat Lukman yang hanya menatap ke dalam melalui kaca mobilnya di luar sana. "Kenapa Tama tidak pula

  • Terbelenggu Hasrat CEO Tampan   38

    Di dalam ruangan Tama, Zara duduk di sofa dengan gelisah . Sudah beberapa menit ia menghabiskan waktunya disana sendirian, dan Tama tidak kunjung menunjukkan batang hidungnya.Zara merasa kesal sendiri, di luar juga tidak ada sosok Juan yang berkata akan berdiam menemaninya saja. Sepertinya lelaki itu meninggalkannya sendirian di lantai itu.Dan kini Zara mencoba menunggu kedua lelaki itu datang kembali ke ruangan itu, namun sebuah pesan yang dikirim Tama membuat kekesalannya semakin menjadi.'Sayang, maafkan aku karena telah meninggalkanmu sendirian disana. Ayah mertuaku memaksa untuk datang ke ruanganku namun aku berhasil mencegahnya. Kamu sekarang pulang sendiri dulu, nanti aku menyusul.'Zara berdecak, lalu beranjak dari sana setelah membalasnya dengan pesan singkat. 'Ya.' Ia terlalu malas meneror Tama dengan pesan berantainya, karena saat ini ia benar-benar kesal.Zara memutuskan untuk menaiki taksi dan pulang ke tempat ibunya. Biar

  • Terbelenggu Hasrat CEO Tampan   37

    Sore hari, Zara keluar dari ruangan divisinya lalu disambut Juan di lobi lantai satu. Lelaki itu membawa Zara ke basement dan memasuki lift khusus presdir yang langsung menuju ke ruangannya."Oh ya, Pak Tama masih menyelesaikan meetingnya, mungkin sekitar 10 sampai 20 menit lagi selesai. Mau ku buatkan minuman?""Gak usah, pak." jawab Zara sopan mengingat saat ini ia masih berada di tempat kerja.Juan mengagguk lalu duduk di sofa sebelah.Suasana di dalam ruangan terasa hening, terlebih Zara merasa tak nyaman dengan kehadiran Juan di sampingnya."Ehm, Pak Juan... Kalau mau pulang silahkan, tidak perlu menemani saya disini." ujar Zara mempersilahkan Juan pergi jika kehadirannya disana hanya sekedar menemaninya yang sendirian."Benarkah? Kau berani tinggal disini sendirian?" tanya Juan menantang.Zara mengangguk meskipun agak sedikit ragu di dalam tatapannya, ruangan luas itu nampak tenang dengan interior mewahnya, meskip

  • Terbelenggu Hasrat CEO Tampan   36

    Zara kembali ke apartemen setelah ia selesai mengajari Davin di rumahnya. Ia pergi dengan terburu-buru mengingat perlakuan diam-diam Tama yang semakin menjadi kepada dirinya.Karena sejak kedatangan lelaki itu, Tama tak berhentinya mencari celah untuk mendekatinya dan melakukan sentuhan-sentuhan samar yang membuat Zara kalang kabut.Akal sehatnya menentang perlakuan Tama yang bisa menimbulkan kecurigaan dari Anna yang tengah berada di tempat yang sama.Kini, Zara memutuskan untuk membereskan apartemen seorang diri mengingat ia tak punya pekerjaan lain. Ia mulai membuka semua gorden yang tertutup sehingga cahaya dapat masuk ke dalam ruangan yang luas itu.Seluruh ruangan Zara bersihkan hingga tak ada debu yang beterbangan atau menempel di atas permukaan.Hingga kemudian, Zara membawa tubuhnya ke ruang kerja milik Tama dimana ruangan tersebut yang belum dibersihkan. Karena rencananya, Zara akan menghabiskan waktunya disana setelah pekerjaan bersih-bersihnya selesai. Ia ingin membaca buk

  • Terbelenggu Hasrat CEO Tampan   35

    Di akhir pekan, Zara kembali ke rutinitasnya sebagai guru les sesuai permintaan-lebih tepatnya dipaksa-orang tua Davin. Ia akan mengunjungi rumah Davin yang dimana adalah rumah Utama sendiri bersama sang istri.Zara meringis akan pikirannya, bukankah saat ini ia sama saja tengah memasuki kandang singa? Zara tidak tahu apakah disana Tama memang sengaja memasang perangkap untuk menjebaknya? Atau untuk apa? Bukankah lelaki itu sendiri yang memaksa Zara agar kembali menerima tawaran mengajarnya? Untuk apa? Untuk meyakinkan dirinya kembali bahwa posisinya kini hanya sebagai simpanannya saja? Begitukah?Zara merasakan cubitan kecil di ulu hatinya, entah kenapa kini ia merasa tak rela jika lelaki yang telah membuatnya nyaman itu memiliki keluarga di depan sana, sementara dirinya, hanya bisa terus bersembunyi di balik dinding tak kasat mata membayangi punggung lelaki itu.Motor yang ditumpangi Zara akhirnya terhenti di depan gerbang yang lebar dan menjulang tinggi

  • Terbelenggu Hasrat CEO Tampan   34

    Zara duduk tak nyaman di kursinya setelah kejadian beberapa saat lalu. Keduanya banyak terdiam, terlebih Daniel yang terlihat murung membuat Zara semakin dilanda perasaan bersalah.Hingga kemudian, seseorang nampak menghampiri mereka. Lalu menyapanya dengan senyum ramahnya, "Zara? Sarapan disini? Gue ikut gabung, boleh?" "Inara? Boleh.. sini duduk." ucap Zara setelah melihat Daniel yang tak keberatan akan kehadiran orang lain di meja mereka.Inara pun duduk di samping kursi Zara dan menatap penasaran akan sosok lelaki asing yang tengah berbicara bersama sahabatnya."Kak Daniel, kenalin temanku, Inara." ucap Zara mengenalkan kedua temannya."Daniel Santoso...""Inara Rusman."Keduanya berjabat tangan beberapa saat sebelum melepasnya kembali."Bukan artis, kan kamu?" tanya Daniel mengingat nama yang hampir mirip dengan seorang artis yang tak asing di telinganya.Inara menggeleng, "Bukan... Agak mirip sih

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status