Share

Bab 03

 

Syilla yang merasa paling tersakiti disini, memutuskan untuk pergi dengan cepat ia mengemas buku-bukunya. Saat hendak pergi dari hadapan pemuda yang sangat ia cintai itu tiba-tiba lengannya dicekal erat oleh lelaki itu membuat Syilla meringis. Izzuddin mulai menunjukkan tatapan tajam, akan jawaban gadisnya yang mengisi hatinya selama tiga tahun lebih.

Kecewa, sakit, cinta, penghianatan melebur menjadi satu dalam hati Izzuddin, bagaimana bisa gadis itu menghianatinya seperti ini. Di manakah janji setianya dulu? Di manakah gadis kecilnya dulu? Hari ini, detik ini Izzuddin tak lagi melihat mata indah miliknya dulu terpancar begitu indah, ia hanya bisa melihat tatapan membunuh itu menghumus dalam kedalam kornea sepasang mata coklatnya.

"Bukan urusan anda." potong Syilla dingin.

Ini pertama kalinya ia melihat gadisnya bersikap seperti itu padanya, karena ia tahu betul sikap dan sifat gadis itu luar dalam sekalipun. Tapi lelaki itu cukup sadar akan kesalahannya tujuh hari yang lalu, yang mengakhiri hubungannya tanpa berpikir dua kali, hanya untuk membongkar rasa ingin tahunya selama ini.

Karena tingkah Syilla yang cukup aneh baginya, selama tiga tahun lebih menjalani hubungan asmara tak ada sikap dingin, acuh tak acuh seperti ini. Ya, Izzuddin akui ini karena salahnya, karena hanya untuk membongkar jati diri Syilla yang sebenarnya.

Ia seperti Seorang Idiot disaat-saat seperti ini-itulah yang ia rasakan saat ini.

"Jangan lari dari kenyataan, kemana saja kamu seminggu ini, huh! Meninggalkan Tunanganmu di Rumah Sakit sendirian." desis Izzuddin menahan emosinya sendiri.

"Lepas!" pekik Syilla mengema. Gadis itu sedang berusaha melepas cekalan kuat dari Izzuddin, menahan diri agar tak menangis juga memohon karena ia tahu Izzuddin hanya mengertaknya saja.

"Cepat jawab! Jangan mengelak terus, Oh... Apa lelaki itu yang sudah mengajarimu berlaku kurang ajar padaku? ralat pada Nenekmu sendiri, huh? Apa selama ini aku mendidikmu menjadi gadis membangkang seperti ini??" cerca Izzuddin tak tahan lagi, ia merasa sudah gagal menjadi calon iman yang baik untuk gadis kecilnya.

"Tutup mulutmu, atau--"

"Atau apa? Membunuhku? Memukulku? Atau me-"

"Aku akan membencimu, aku akan-- hiks..." pekik Syilla tertahan. Runtuh sudah pertahanannya, air matanya mengalir begitu deras dengan nafas tersengal-sengal sambil menggelengkan kepala lemah. Bukan ini yang dia mau, membenci Izzuddin sama saja membunuh kepercayaan Mr. Frezzer padanya.

"Cih! Membenciku? Sama saja kamu menghancurkan kepercayaan lelaki itu! Tapi baiklah, tak apa, sekalian bunuh aku saat ini juga, dengan tangan ini." ucap Izzuddin disertai decihan remeh, sambil menggenggam kedua tangan Syilla lembut.

Izzuddin sebenarnya tak tega ketika melihat gadisnya menangis keras sampai kesengukan seperti itu, sekitar beberapa menit Syilla hanya bisa menangis sambil menunduk. Seperti tak mampu membalas atau menatap Izzuddin sedikitpun, membuat Izzuddin semakin dibuat gusar sendiri.

Ini yang ia tak suka, gadisnya menangis karena dirinya, di rengkuhlah tubuh mungil itu seolah sama-sama mencari ketenangan disana.

"Baiklah! Lakukan sesukamu, jika kamu ingin pergi jauh dariku, silahkan! Tapi tolong jelaskan dulu, jangan lari dari kenyataan seperti ini."

Masih betah memeluk gadis kecilnya untuk yang terakhir kalinya, namun gadis itu hanya menunduk bibirnya begitu kelu untuk menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang Izzuddin lontarkan. Biarlah semuanya seperti ini dulu sebelum Syilla benar-benar kehilangan sosok Izzuddin setelah ini.

Lelaki itu mengurai pelukannya untuk melihat gadisnya yang masih setia menunduk dengan derai air mata dan sesengukan karena terlalu lama menangis. Di bungkuslah pipi cubby-nya dengan kedua tangannya agar bisa melihat wajah cantik gadisnya, lelehan air mata masih terlihat jelas disana. Mata indahnya sembab, tatapan tajam meredup menjadi sayu, wajahnya memerah karena terlalu banyak menangis.

Izzuddin tidak dapat mengerti bahasa mata gadisnya tapi hatinya mengatakan jika gadis itu tak ingin jauh-jauh darinya, tapi otaknya berkata lain, mungkin memilih mundur lebih baik daripada saling menyakiti seperti ini.

"Maafkan aku." Ucapnya lirih.

Kemudian mengecup puncak kepala gadisnya cukup lama, seakan dengan cara ini gadisnya itu akan jauh lebih tenang, lalu beralih mengecup kedua mata indah itu agar berhenti menangis.

Karena Izzuddin tak suka orang tersayangnya menangis, kemudian mengecup kedua pipi cubby kesukaannya. Di sana tampak pipi itu memerah, inilah yang paling Izzuddin suka, dengan mencium pipi cubby itu hingga merona bak kepiting rebus. Aneh bukan! Tapi itulah kenyataannya.

Puas memandangi pipi merah tomat itu, Izzuddin mencium bibir ranum merah milik Syilla untuk yang pertama kalinya, tanpa ada lumatan dan nafsu hanya menempel saja.

Oh ayolah, tanpa Izzuddin sadari gadis itu sudah memeluk lehernya dengan agresif, menekan tengkuknya, melumat bibirnya dengan rakus, Izzuddin terkejut bukan main akan tingkah agresif gadisnya.

Beruntung perpustakaan dalam keadaan sepi, karena memang Izzuddin kosongkan sedari tadi sebelum menemui gadisnya itu. Izzuddin tersenyum samar sambil membalas ciuman pertama dan terakhir yang terasa menyakitkan itu. Menikmati sensasi ini dengan hati perih.

Bahkan, Izzuddin merasakan lelehan air mata lagi dari sudut mata gadis itu, sadar atau tidak ia langsung memeluk tubuh mungil itu agar dengan mudah ia merasakan betapa terlukanya gadis itu selama ini. Dalam hatinya ia berjanji akan membebaskannya hari ini juga hanya demi kebahagiaan gadisnya.

Biarlah! Biarlah ia melanggar janjinya sendiri, selagi ada kesempatan kenapa tidak ia manfaatkan. Hampir saja ia kalap segera ia melepaskan tautan itu, keduanya sama-sama terengah-engah.

"Maaf." Kata 'maaf' lagi yang keluar dari bibir lelaki itu. Di usaplah bibir merah itu dengan ibu jarinya lembut, mengecup sekilas dahi gadis itu dan langsung pergi begitu saja.

Meninggalkan Syilla yang menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca, air mata gadis itu luruh kembali begitu derasnya. Syilla mengakui jika ia rapuh tanpa kehadiran Izzuddin dalam hati dan hidupnya, tapi dia bisa apa? Jika ini karena keegoisannya sendiri, bahkan lelaki itu pergi dengan membawa salah satu sayapnya yang baru saja Izzuddin patahkan.

Syilla tak sanggup lagi menahan rasa sakit juga rasa rindunya pada Izzuddin. Bagaimana bisa, ia hidup tanpa belahan jiwanya? ingin rasanya ia berlari mengejar langkah lelaki itu lalu memeluknya erat dan menjerit.

'Jangan pergi! Aku mohon, Jangan pernah tinggalkanku sendiri.'

Namu ia tak mampu, hatinya begitu sesak, kakinya tak kuasa untuk digerakan bahkan ia merasa lumpuh sesaat. Saat punggung lebar milik Izzuddin hilang dibalik pintu, gadis itu menangis histeris, kakinya tak mampu menahan beban tubuhnya lagi, ia jatuh terduduk, dinginnya lantai tak ia hiraukan lagi. Dunianya hancur sudah dalam hitungan detik.

Tiba-tiba Siska datang dengan membawa tumpukan buku-buku tebal, gadis itu tampak puas karena sudah menemukan buku yang ia cari. Kemudian mengajak Syilla pulang, seakan-akan tak mengerti kejadian barusan.

Tapi, Syilla tampak menatap kosong kearah pintu, dengan susah payah gadis itu bangkit dari duduknya.

##Li.Qiaofeng

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Black White Swan
.......................................
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status