Dunia itu bagaikan roda berputar, kadang kita ada dibawah, kadang kita ada diatas, semuanya terjadi tanpa kita sadari.
Manusia hidup di bumi hanya untuk menjalani skenario yang Tuhan susun begitu rapi disaat kita dilahirkan ke dunia. Skenario itu bisa saja berubah sesuai doa dan permohonan kita pada sang kuasa, tapi yang tidak bisa kita ubah adalah Jodoh, Rezeki dan Ajal.
Seperti hidup gadis malang yang menatap kosong isi kamar, sudah dua bulan lebih 7 hari ralat sudah 9 minggu Syilla tak melakukan apapun dikamar milik lelaki yang telah meninggalkan rumahnya 2 bulan lalu.
Bagaikan mayat hidup terkena penyakit kering, tubuh mulai mengkurus, pipi mulai menirus, kantong mata menghitam karena insomnia, jejak air mata yang mengering pun terlihat, sementara kedua tangannya bergemetar sambil memeluk dua bingkai foto yang selama dua bulan ini menjadi kekuatannya untuk tetap hidup.
"Kak Izzu... hiks... maafin Syilla...! Kakkk... Syilla Rindu... hiks..." guman Syilla lirih dengan tatapan kosong, yang bisa ia sebut-sebut hanya nama 'Izzuddin' seorang, ia juga baru menyadari jika menyakiti lelaki itu akan berdampak seperti ini.
Seraya tak ada lagi gairah untuk bertahan hidup, semua sudah hancur tak tersisa lagi, disini ia hanya seorang mumi hidup jadi buat apa hidup jika harus menyakiti lelaki yang bersusah payah berjuang demi kebahagiaannya.
Seketika gadis malang itu teringat tawa menggemaskan Baby Darrell, cepat-cepat ia menghapus air matanya seakan-akan mendapatkan petunjuk harapan akan bertemu lagi dengan makhluk mungil itu.
Syilla bersusah payah bangkit dari keterpurukannya, ia menyemangati dirinya sendiri agar bisa tetap hidup, dengan tekad yang kuat ia akan berniat mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya.
Walaupun di paviliun mewah itu banyak sekali barang-barang berharga, brankas berisi uang dan emas batangan pun ada. Perhiasan yang Mr. Freezer berikan khusus Syilla pun masih tersimpan apik dikamar itu. Walaupun Syilla bisa berbuat seenaknya dirumah itu, karena fasilitasnya juga lengkap, Mr. Freezer tak membiarkan Syilla mati sia-sia didalam rumahnya.
Alhasil semuanya terpenuhi, tetapi sedikitpun gadis itu enggan menyentuhnya, walaupun ada sebagian haknya disana, ia berfikir disini ia hanya menumpang saja tak lebih.
Dengan tenaga yang terkuras habis karena sudah seminggu lalu jatuh sakit karena maag-nya kambuh, bahkan ia tak menyentuh makanannya sedikitpun. Walaupun Leon meminta untuk memakan makanannya, dengan langkah sempoyongan gadis itu menuju kamar mandi untuk mandi, 15 menit kemudian gadis cantik yang sudah segar beraroma mawar walaupun wajah dan tubuhnya kini seperti mumi hidup, tapi kecantikannya tetap alami.
Siang ini, gadis itu berencana akan mencari pekerjaan didaerah sekitar kota mati itu, walaupun terasa tak mungkin tetapi semangatnya tak akan luntur hanya untuk mencari sebungkus nasi kucing. Kini ia memakai kemeja putih dipadukan rok sepan dengan rambut di kuncir kuda, tak lupa memoleskan make up tipis untuk menyamarkan wajah pucatnya.
Gadis itu keluar rumah dengan membawa tas kecil dan map coklat, membuka garasi untuk mengambil motor matic disana, motor itu memang khusus untuknya jika bosan berada di rumah. Dan hari ini ia memakainya untuk mencari pekerjaan, dengan santai ia mengendarai motornya melewati jalan setampak yang tampak mengerikan dan kumuh. Bahkan tercium bau anyir yang masih segar, sepertinya dijalan itu baru saja terdapat pembunuhan lagi, Syilla tak ambil pusing hal itu karena bau darah segar siang-siang seperti ini membuatnya tersenyum sangat manis.
Wajah datar selalu terpantri pada wajah ayu itu, Syilla terus menjalankan motornya sesekali berhenti di toko-toko baju, cake, dan toko sembako, guna bertanya-tanya apakah ada lowongan pekerjaan? Tapi hasilnya tetap nol, sempat Syilla berputus asa. Akhirnya ia terus berjalan hingga berdiri didepan sebuah cafe shop yang tampak banyak pengunjungnya, hanya cafe shop itulah tempat terakhir yang akan Syilla datangi. Karena semua tempat disekitar daerah mati itu tak ada yang membuka lowongan pekerjaan untuknya.
"Permisi, apakah disini sedang membutuhkan pengawai?" Tanya gadis itu penuh harap.
"Maaf sekali, dik! Disini masih belum membuka lowongan." Jawab resepsionis itu ramah.
"Ah, baiklah! Terima kasih." ucap Syilla mulai putus asa.
"Ada apa?" Saut seorang pemuda tampan berpakaian formal, sepertinya ia direktur cafe itu.
"Begini, Pak! Adik itu hanya bertanya ada lowongan pekerjaan apa tidak? Bukankah lowongan pekerjaan disini sudah ditutup sejak 2 bulan lalu." Jelas resepsionis itu lembut, dan pemuda itu hanya mengangguk saja tanda ia mengerti.
Saat pemuda melirik kearah si gadis yang masih menunduk lesu sambil menscroll ponselnya, seketika pemuda itu mengenyit bingung karena merasa tak asing dengan gadis itu.
"Syilla." Tebak pemuda itu bingung, sementara si gadis hanya mendongak mencari siapa gerangan yang memanggil namanya, tapi tak menemukan si pelaku dan hanya bisa mengangkat bahunya acuh.
"Syilla, hey!"
"Eh!! Kak Victo." Pekik gadis itu senang dan langsung menerjang tubuh pemuda yang bernama Victo itu, dan Victo langsung menangkap tubuh mungil itu agar tak terjatuh.
"Ya Allah, Syilla... Kakak kangen banget sama kamu." seru Victo terharu, karena ia bisa bertemu dengan gadis yang ia cintai, yang sialnya kekasih sepupunya sendiri.
"Syilla juga kangen sama Kakak."
"Oh ya, kenapa kamu bisa ada disini? Dan tinggal--" ucapan Victo berhenti ketika menyadari gadis itu menatapnya tajam.
Alhasil, Pemuda berwajah khas Thailand itu mengajaknya ke ruangannya dilantai tiga untuk membahas ini, ketika mereka berdua duduk di sofa dekat meja kerja Victo. Syilla yang mulanya kegirangan saat ketemu Victo, kini hanya menatap datar meja di depannya.
"Hey, gadis manja? Kau tak apa-apa?" seru Victo membuyarkan lamunan gadis itu.
"Nggak!" Jawabnya datar.
"Hm... dimana--"
"Apakah disini tak membutuhkan lowongan? Jika ada, tolong berikan padaku?" potong Syilla cepat, membuat Victo mengenyit tak mengerti.
"Lowongan? Bukannya kamu masih sekolah! Dan-"
"Ada apa tidak?" Potongnya lagi.
"Baiklah-baiklah! Sebenarnya tak ada job disini, jika kamu mau, kamu bisa menjadi waiter disini."
"Berikan padaku?"
"Okay! Mau bekerja sekarang atau besok?"
"Besok! Tapi apakah Kakak tak menginterview-ku?"
"No, Kakak percaya padamu, baby."
"Huff, itu tak adil, tolong jangan menganak emas diriku."
"Okay-okay, sesuai permintaanmu, Tuan putri." Victo mengalah sambil tersenyum geli.
###Li.Qiaofeng
"Jauhkan mawar sialan itu dariku," pekiknya dengan nada panik. "Kenapa? Mawar ini kesukaan cucu menantumu, kau--" "Aku mohon, tolong jauhkan mawar itu dariku.." pintanya dengan nada ketakutan ketika aku mendekatkan kelopak mawar itu tepat didepan wajahnya. "Darren, tolong! Maafkan aku, aku janji tak akan mengejar Xiao Fu dan anak-anakmu lagi, t--tolong, jauhkan itu dariku--" "Apa? coba panggil namaku dengan jelas." "D-Darren... t-tidakk.. maksudku.. King Frederich.. tolong--"Plakk...Suara tabrakan antara telapak tanganku dan pipi tirus penyihir tua itu terdengar renyah di pendengaranku, tubuh ringkih itu terlempar ke lantai cukup keras."Ulangi..""K-king.. tolong ampuni aku.. hiks..." pintanya memelas sambil mencuri-curi lirikan kearah mawar merah keemasan di tanganku ini.Senyum meremehkan ku tunjukkan dengan santai, berjongkok di depannya yang tampak tubuh kurus bergetar ketakutan. "Apa apa, Nenek? kenapa kau melihatku seperti itu?"Reveena hanya menggelengkan kepalanya lemah
"Tidakkk... tolong lepaskan aku, Nek? Hiks.. hiks.. tolong kasihani aku, aku mohon--" "Hhh... kamu tidak akan bisa lari lagi, manis. Kembar tiga? Huhh.. akhirnya aku akan hidup kembali... hhh.." "A-apa maksudmu?" Suara bergetar Syilla terdengar memilukan di dalam sana, sementara aku hanya bisa menatap gelap pintu aneh ini. "Apakah kamu tidak sadar, jika mendiang kedua putrimu sudah ku jadikan tumbal, hm? Apakah si anak Iblis itu tidak memberitahumu?" Degg... "Tu- tumbal? Jadi...?" "Hhh... bagaimana? Sudah tahu? Dasar bodoh, apa kamu tahu, kamu hanya di jadikan alat untuk menghasilkan bayi yang akan menjadi tumbalku. Darren menghamilimu bukan karena cinta, tapi karena ingin membantuku untuk mendapatkan tumbal dari tubuhmu, hhhhh..." Sreeekkk... kedua mataku memerah menahan amarah, sejak kapan aku mengorbankan darah dagingku untuk wanita gila itu? "Sialan kau, Tua bangka.." umpatku tertahan. "Tidakkk... kamu tidak bisa mengambil bayiku lagi dengan paksa. Kamu... kamu.." "Apa? D
Fengying langsung mendekat dan menatap penuh rindu kedua mata indah milik Arsyilla, namun perempuan itu masih cukup lemah untuk banyak bergerak. "Iya, Ge. Maafkan aku yang sudah merepotkan Gege--" "Jangan katakan hal itu lagi, kau adik perempuan kami satu-satunya. Kami hanya ingin memenuhi kewajiban kami sebagai Kakak laki-laki kamu." Belum juga Fengying menjawab, Faihung langsung mendekat dan mengusap pipi pucat Syilla dengan lembut. "Sekarang kondisimu masih terlalu lemah, sebaiknya kamu istirahat dikamar." "Tidak, Ge. Aku lebih nyaman seperti ini-- memeluk suamiku adalah tempat ternyaman ketika aku bangun." Syilla mendongak dan tersenyum manja sambil menatap wajah tampan lelaki yang memeluknya saat ini. Oh ayolah, tanpa malu-malu Syilla yang baru terbangun dari tidur cantiknya, malah dengan posesif memeluk pinggang sang suami, membuat Izzuddin tertawa kecil akan tingkah wanitanya itu. "Posesif.." bisik Izzuddin gemas.
"Gege, apa yang harus kita--" "A life crystal capable of awakening him, but--" "What, the crystal of life? Then where are we going to get it? Isn't that kind of thing hard to---" "That rare life crystal exists only in Frederich's own family. We also don't need to think too deeply, because the crystal is currently in their son's hands. Darrell Frederich." Fengying mengenyit dengan sedikit linglung atas apa yang di ucapkan saudara kembarnya tersebut, selama bertahun-tahun mengenal sosok Darren Frederich sebagai kekasih Arsyilla, adik kecil mereka. Baru kali ini Fengying mendengar tentang batu kehidupan, apakah di dunia ini masih ada benda keramat seperti itu? Entahlah? "Ayah, izinkan saya untuk menjemput Darrell. Saya khawatir Bibi Arsyi tidak mampu tertolongkan, hm.. maafkan saya yang sudah berani menguping pembicaraan Ayah dan Paman, saya harap Ayah dan Paman mengerti maksud saya." Seru pemuda tampan tampak baru keluar dari bal
Di dalam ruang keluarga paviliun milik Darren, sepasang suami dan istri paruh baya tengah lama terdiam menatap wajah kecil angkuh di depannya.Wanita paruh baya itu menatap suaminya sekilas kemudian menatap dalam diam anak kecil yang tengah asyik mengubah mainan rubiknya dengan tenang."Apa yang terjadi? Kenapa dia seperti itu?" Kun yang tidak tahan untuk bertanya, akhirnya menatap istrinya yang hanya diam sejak tadi."Sepertinya cucu kesayangan kita dalam suasana hati yang buruk."Mendengar kalimat singkat yang Aneska katakan tentang anak kecil di depannya, yang merupakan cucu laki-lakinya. Darrell Frederich. Pria paruh baya itu menghela napas berat kemudian menatap Darrell penuh arti."Jangan gegabah, dia masih terlalu kecil untuk mengerti permasalahan Orang tuanya. Otak dan hatinya masih kurang stabil dibandingkan dengan orang dewasa."Kun tak mengatakan apapun sebagai balasan, ia malah menaikkan salah satu alisnya. Aneska melanjutkan uca
Faihung langsung meloncat dari ketinggian lima ribu tujuh puluh kaki tanpa alat bantuan keselamatan, seakan sudah biasa pria pucat itu terjun dari ketinggian tanpa takut tubuhnya akan remuk ketika jatuh kelantai bawah. Terdengar samar teriakan Lian memanggilnya, Faihung hanya tersenyum ketika mendengar itu. Tapp.. Begitu kedua pasang kaki jenjang Faihung berpijak diatas lantai kaki istana, suara retakan dahsyat terdengar begitu mengerikan namun retakan itu hanya terlihat begitu kecil jika dilihat. Darren yang tengah mengubah wujuh menjadi King Frederich yang sebenarnya malah acuh tak acuh dengan turunnya Faihung seolah dewa langit sedang turun. Wujud Monster manusia tersebut malah asyik mencabuti organ tubuh para prajurit tanpa henti. "Hentikan--" Belum sempat Faihung menyelesaikan ucapannya, sosok Monster itu malah melemparkan tubuh tak berdosa dua prajurit sekaligus ke arah Faihung dengan ringan. Faihung