"Bis … aku ha-mil!" Raya menatap kekasihnya yang sedang menyantap makan siang mereka.
Bisma terlihat acuh, dia menatap Raya sekilas. "Ya, itu gampang."
"Jadi, kamu mau tanggungjawab, kan?"
"Tanggungjawab? Ngaco. Kita masih sekolah, gugurkan saja!" Bisma kembali malahap makanannya, tanpa memperdulikan Raya yang sudah menangis.
'Aku Bodoh. Aku sudah tahu kalau dia itu suka mainin wanita. Tapi … kenapa aku bisa menerima dia waktu itu?' Raya mengulas perutnya yang masih rata. Ini merupakan kesalahan terbesar yang pernah dia ambil. Desas desus itu memang sudah terdengar di telinga nya, bahwa seorang Bisma Adi Prasetyo merupakan seorang playboy ulung. Suka memainkan perasaan wanita, dan memutuskan hubungan dengan seenaknya.
Tapi, kenapa dia bisa terjebak dengan perasaannya sendiri? Dia malah menyerahkan sesuatu yang paling berharga miliknya, kepada lelaki sampah dihadapannya. Kepopuleranya di sekolah telah menutup desas desus itu. Sehingga masih banyak gadis yang sukarela dan memohon untuk menjadi kekasih dari seorang Bintang Sekolah.
"Kenapa nangis? Dari awal aku gak minta itu sama kamu. Bukannya kamu yang sukarela menyerahkan semua itu kepadaku?" Bisma menghentikan makannya. Dia mengambil sebuah rokok dan korek di saku celana, lalu menghidupkannya.
Ya, Raya bodoh. Semua perhatian yang diberikan Bisma membuat dia takut kehilangan lelaki itu. Awalnya dia berpikir dengan menyerahkan keperawanannya, Bisma tidak akan meninggalkannya. Namun dia salah, Bisma mengacuhkan dirinya. Bahkan benih yang dia tanam diperut Raya, sama sekali tidak berharga.
"A-ku, gak mau gugurin kandungan ini, Bis. Aku mau rawat dia." Raya menatap Bisma tajam, "kamu gak bisa giniin aku. Aku akan kasih tahu semua orang. Agar gak ada lagi yang jadi korban kamu kedepannya."
Bisma memandang remeh kearah Raya, dia menghisap kembali rokok ditangannya. "Kamu pikir semudah itu menghancurkan aku? Kamu lupa siapa aku? Aku bisa kapan saja menghancurkan keluarga kamu. Dan membuat semuanya menderita!"
Raya menggeleng, dia sadar tidak semudah itu bisa membalas perbuatan Bisma. "Baik! Aku gak bakal lakukan itu semua. Tapi, aku jamin Bisma. Kamu akan menyesal. Selama ini kamu menganggap wanita sebagai mainan kamu, dan mereka gak ada harganya dimata kamu.
Dan aku yakin, suatu hari nanti kamu akan menemukan orang yang berharga di hidup kamu. Aku bersumpah, kamu gak akan bahagia bersama dia. Kamu gak akan pernah bisa milikin dia! Dan kamu gak akan bisa menghapus air matanya, walaupun kamu berada didekatnya. Itu sumpah aku Bisma, kamu yang akan membuat perempuan yang kamu cintai merasakan penderitaan yang aku rasakan." Raya pergi meninggalkan Bisma dengan segala luka di dadanya. 'Walau aku berharap, aku adalah perempuan terakhir yang kamu sakiti," batin Raya.
Bisma menatap perempuan itu dengan tatapan tidak suka, sudah banyak orang menyumpahinya. Biasanya mereka menyumpahi Bisma. Namun, Raya malah menyumpahi orang yang dia cintai. 'Persetan dengan cinta. Kamu fikir jadi aku enak? Dituntut harus perfect dan harus menjaga nama baik keluarga. Padahal mereka saja tidak merawatku. Aku sangat menunggu ada orang yang bisa menceritakan keburukanku kepada daddy, dan membuat reputasinya buruk.' Bisma bergumam dalam hati, dia lalu mengambil sesuatu berbentuk pil obat dari saku celananya. 'Setidaknya dengan meminum ini, aku bisa sedikit menghilangkan stres.'
Raya berlari tanpa tujuan, dia tidak tahu kemana harus pergi. Saat ini, pasti kedua orangtuanya sangat khawatir. Beberapa kenangan indah dengan Bisma kembali muncul. Bila diingat sikap dan perhatian Bisma kepadanya sangat tulus. Bahkan lelaki itu kerap memanjakan dirinya, semua apa yang dia mau kalau itu selalu terwujud. Tapi, siapa yang tahu. Mungkin saja lelaki itu sedang tertawa sekarang, karena telah berhasil memainkan perasaannya.
"Ibu, maafin Raya. Raya bodoh Ibu … Ayah, hiks!" Raya menghapus air matanya. Dibawah langit sore Raya berjalan kaki ke arah sekolah, dia menuliskan suatu surat yang telah dia siapkan. Lalu menyimpannya di sebuah loker.
"A-ku, gak bakal melupakan kamu Bisma. Semua rasa sakit ini, kamu akan merasakannya. Aku harap, hanya aku yang jadi korban kamu. Dan tidak ada perempuan yang bernasib seperti Raya. Kecuali perempuan itu orang yang kamu cintai. Ya, dia harus merasakan penderitaan itu.
Bukankah ikatan seseorang itu akan semakin kuat. Ketika mereka saling merasakan rasa sakit bersamaan. Dan mereka yang mampu merasakan itu, adalah orang yang telah menganggapmu berharga dalam hidupnya."
Setelah dari sekolah, Raya pergi menyusuri jalanan. Suara khas dari kereta api membuatkan lamunannya. Diapun mempercepat langkahnya.
"Aku sangat menyedihkan."
***
Keesokan harinya, saat pertandingan basket antar sekolah hendak dilangsungkan. Tiba-tiba sebuah berita menggemparkan satu sekolah. Semua siswa berhamburan keluar, takala mereka mendengar kabar duka dari salah satu siswa SMA Bintang.
"Ya, aku gak nyangka banget." Ucap salah satu siswa.
"Sama, aku juga gak nyangka. Kok dia bisa berpikir pendek kaya gitu ya."
Bisma yang memang tidak suka dengan keramaian, memilih menghindari semua orang. Dan bergegas masuk ke ruang ganti untuk segera memakai kostum basket. Terlihat para anggota yang lain juga sedang membicarakan sesuatu yang serius. Namun, dia memilih acuh dan segera berjalan menuju loker miliknya.
"Ini …. " Bisma mengambil secarik kertas yang berada dalam loker. Dia berpikir itu adalah surat dari salah satu siswi yang mengagumi dirinya, diapun membukanya.
Bisma mengatur nafasnya, dan segera meremas kertas tersebut setelah membaca isinya.
AKU HARAP KAMU AKAN MENDENGAR BERITA HARI INI BISMA.
KONON KATA ORANG, SESEORANG AKAN LEBIH MERASAKAN SAKIT. SAAT MELIHAT ORANG YANG DIA SAYANGI MENDERITA.
ITU SUMPAH AKU BISMA. AKU TIDAK AKAN MELUPAKANNYA, BAHKAN SAMPAI AKHIR HIDUPKU
Bisma menghampiri anggota timnya yang sedang berkumpul. "Guys, ada apa sih kok orang-orang pada serius amat dari tadi?"
"Lo gak tau berita hari ini, Bis? Parah banget," tanya Alex, salah satu anggota tim basket.
"Nggak, emangnya ada apa?"
Doni menghampiri Bisma. "Raya Bis, dia bunuh diri di rel kereta api. Tubuhnya katanya hancur."
Deg.
Bagaimana ini bisa terjadi. Bisma menganggap bahwa Raya berniat membalas semua perbuatannya dengan menemui kedua orangtuanya. Tapi, gadis itu memilih mengakhiri hidupnya.
'Nggak … ini pasti salah.' Bisma menggelengkan kepalanya. Ia menelan saliva nya, berusaha bersikap setenang mungkin. "Kok bisa gitu?"
"Itu dia yang buat kita bingung, setau gue dia itu orangnya baik-baik saja. Makanya tadi ada pihak kepolisian datang ke sekolah," jawab Doni.
"Ya sudahlah, mending kita siap-siap aja. Tadi gue liat orang-orang dari SMA Angkasa sudah datang kesini. Kita harus bisa bikin mereka malu. Karena sudah datang kesini." Bisma mengalihkan perhatian mereka, agar dia fokus. Bisma tidak membunuhnya, ingat itu. Raya sendiri yang memilih mengakhiri hidupnya.
"Tapi, gue kekamar mandi dulu sebentar yah guys." Bisma pergi dengan perasaan gelisah. Dia memasuki kamar mandi dan mencoba membasuh mukanya.
"Nih!" Seseorang memberikan sebotol minuman kemasan kepada Bisma.
"Thank Di." Bisma menerimanya dan tersenyum sebaik mungkin kepada sahabatnya.
"Lo pasti udah denger kabar tentang Raya. Gue harap semua ini gak ada hubungannya dengan ambisi gila Lo."
'Uhuk' Bisma yang sedang minum tersedak. Bagaimana Maudi bisa membaca isi pikirannya. Haruskah dia jujur?
"Bisma, Bisma, Bisma!" suara dukungan dari orang-orang mulai menggema di seluruh lapangan, padahal pertandingan belum dilaksanakan. Namun, para perempuan sudah berjejer. Mereka tidak ingin melewatkan ketampanan dari seorang Bisma satu detik pun."Aduh, duh. Kamu apa-apaan sih Sekar bawa aku kesini, aku gak suka." Seorang gadis merasa risih karena harus desak-desakan dengan siswa yang lainnya.Sekar hanya tersenyum, dia menstabilkan nafasnya dan tersenyum memandang ke arah pemain basket. "Kamu itu Mel, ini pertandingan tim basket kita melawan SMA Favorit. Kamu masa gak mau lihat. Ini bakal jadi sejarah besar kalau kita bisa ngalahin SMA Angkasa."Melati terlihat murung. SMA Angkasa … dulu dirinya ingin masuk ke sekolah tersebut, namun kedua orang tuanya melarang. Tapi pada kenyataannya, adiknya sendiri sekarang berada di sekolah tersebut."Kamu nonton aja sendiri sama yang lain. Aku mau keperpu
"Kamu mau kemana Bisma?" Adi Prasetyo—Ayah Bisma—menghampiri anaknya yang berniat pergi lagi dari rumah. Pemuda itu memang kerap tidak tidur dirumah, dan memilih untuk menghabiskan waktu di hotel yang memiliki fasilitas lengkap."Ini kan hari Sabtu, aku mau weekend-nan sama teman-teman." Bisma melemparkan tas yang dia bawa kepada salah satu pelayan. Mereka yang mengerti langsung menangkapnya dan segera memasukkan kedalam mobil sport milik Bisma."Kamu ini, bukannya Daddy sudah bilang. Nanti malam ada makan malam sama klien."Bisma hanya tersenyum dan segera berbalik, "Bilang aja aku lagi sakit. Lagipula untuk apa makan malam sama klien, gak penting." Bisma segera pergi memasuki mobilnya."Tutup semua gerbang!" Adi berteriak kepada satpam. Satpam yang mendapatkan perintah langsung melaksanakan perintah dari Tuan Besar mereka, walau setelah ini mereka sadar. Pasti akan mendapatkan amukan da
Hari Senin, pada saat jam istirahat. Bisma sengaja menampakan dirinya di taman tempat biasa Melati membaca buku. Gadis itu terlihat menoleh ke arah Bisma, namun kembali fokus pada buku bacaannya.Bisma merasa kesal karena Melati acuh, padahal dia sangat berharap Melati mau menghampirinya dan memberikan jas yang sudah ia pinjamkan semalam."Bis … gue mau bicara." Sinta datang tiba-tiba dan memeluk Bisma.Bisma yang merasa kaget langsung menoleh ke arah Melati, ternyata ia melihat ke arah Bisma. Dia segera menarik Sinta menjauh, dan membawa mantan pacarnya ke tempat yang lumayan sepi. "Apaan sih?""Gue gak mau putus, Bis. Lagian kita gak ada masalah apapun."Bisma membuang muka. "Gue mau fokus belajar, bokap gue marah karena nilai gue turun. Terus Lo juga keterlaluan kalau udah shopping suka lupa diri sampai habis ratusan juta. Gue kena omel.""Udahlah l
Bisma yang merasa gelisah langsung mengambil handphone dan dompetnya, karena kalau malam-malam pergi membawa mobil pasti kedua orangtuanya tidak akan mengizinkan."Aku harus kasih penjelasan ke dia." Bisma merasa tidak tenang, dia harus memberikan penjelasan kepada Melati. Apalagi besok adalah hari Minggu, dia pasti tidak akan bisa bertemu dengan Melati. Bisma juga yakut Melati mengetahui semua, karena semenjak Bisma sibuk memikirkan gadis itu, dia tidak pernah minum obat terlarang tersebut.Bisma keluar mengendap-endap dan segera naik ojek untuk pergi ke alamat rumah Melati. Beruntung dia masih mengetahui alamatnya. Sesampainya dirumah Melati dia meninjau rumah itu dengan teliti, lalu memanjat pagar."Kamar dia yang mana, ya?" Bisma kebingungan dan mulai melihat-lihat
“Mel! Tunggu … kenapa kamu menghindar?” tanya Bisma, ia mencoba mengejar Melati.Melati hanya menggeleng dia menutup wajahnya frustasi, “Ada apa lagi? Aku udah bantu kakak tadi. Jadi, please jangan ganggu aku.”Gadis itu menunduk dan membiarkan dirinya duduk diatas rerumputan yang berada di belakang sekolah. Dia sengaja menjauh dari semua orang, kejadian tadi tidak pernah ia bayangkan. Bagaimana Bisma dengan tega menyatakan cinta kepadanya dihadapan semua orang. Dan yang membuat Melati frustasi, bagaimana Maudi bisa melakukan itu kepadanya. Melati merasa dipermainkan.“Maksud kamu apa? Bukankah kita sekarang sudah memiliki hubungan?” Bisma mendekati Melati. Berniat memeluk gadis itu. Namun, dengan segera Melati mengangkat tangannya dan meminta Bisma untuk menghindar.“A-ku …. “ Melati menggeleng, “Aku hanya mau menjaga nama baik kamu di hadapan semua orang. Kakak pikir aku mau jadi pacar kakak?”“Maksud kamu?” Bisma tidak percaya dengan jawaban yang Melati berikan. Bukankah tadi gadis
Maudi melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang, hatinya memang lebih berwarna sekarang. Untuk pertama kalinya dia merasakan getaran yang tidak biasa, sebuah getaran yang mampu membuatnya merasa tidak bisa tidur, dan hanya bisa membayangkan wajahnya seorang.“Aku harap kamu mau menyambutnya,” lirih Maudi. Beberapa saat tadi akhirnya Maudi bisa memberikan surat cinta kepada Melati, perasaan yang telah ia tulis dengan sangat baik.Setelah beberapa menit, lelaki yang terkenal dingin itu memarkirkan mobilnya di rumah Bisma kembali. Ya, dia terpaksa menemui Bisma lagi, dikarenakan sang sahabat memintanya untuk datang setelah mengantarkan Melati.Tiba dikamar, terlihat Bisma tengah berbaring sambil memainkan ponselnya. Sadar atas kehadiran Maudi, dia segera bangkit dan menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa.“Ada apa Bis? Perasaan tadi Lo cuek aja pas gue dagang,” tanya Maudi, ia segera menghampiri Bisma dan memilih duduk di sofa yang berada tak jauh dari jendela kamar.“Seberapa D
“Kak Mel! Ada yang nyariin tuh.” Seseorang memasuki kamar Melati, dilihatnya sang Kakak sedang asyik membaca buku.“Siapa Nah?” tanya Melati. Kepada Nayla, yang ternyata adik Melati satu-satunya.“Gak tahu, cowok. Lagi di introgasi tuh sama Papah.” Nayla duduk di kasur Melati dan mulai menggoda Kakaknya. “Ciye … kak Melati, bawa cowok ke rumah.”“Apaan sih? Siapa juga yang pacaran.”“Loh. Aku kan gak bilang Kakak pacaran. Ah ngaku juga kalau cowok itu pacarnya.” Nayla semakin aktif menggoda Kakaknya.“Sudahlah, Kakak mau pergi dulu ke bawah. Emang siapa yang datang.” Melati berlalu pergi kebawah, tanpa menghiraukan teriakan sang adik yang terus meledeknya.“Mah tadi kata Nayla ada yang nyariin aku, sia …. ” Melati yang saat ini sedang berteriak lantang menghentikan ucapannya, tatkala melihat Maudi tengah bercengkrama dengan Anton –Papah Melati.“Mel? Kamu mau pergi sama laki-laki ini?” tanya Anton, menatap putrinya lekat. Sementara Melati hanya mengangguk.“Sekarang jam 8 malam. Jam 10
Bagi Maudi ataupun Melati, ini adalah hal pertama bagi mereka. Keduanya sama-sama belum tersentuh, ciuman ini sangatlah manis. Seolah menghapus segala kenyataan pahit yang harus mereka terima.Beberapa menit berlalu, sadar akan adanya desiran aneh yang menjalar ke tubuhnya, Maudi melepaskan tautan keduanya. Dia tidak ingin sampai berbuat hal yang diluar batas.“Maaf!” Maudi menunduk, lalu mengusap bibir Melati yang sedikit basah. Sementara Melati hanya menunduk menahan malu, pasti saat ini, ada rona merah di wajahnya. Beruntung mereka berada ditempat yang sedikit gelap.“Tidak bisakah kita bersama?” tanya Melati kikuk.“Kita hanya perlu menunggu waktu. Aku yakin Bisma hanya penasaran sama kamu. Dan dia merasa tertantang, karena mengetahui kamu mencintai aku.” Maudi mengusap rambut Melati dengan lembut.“Setahuku, Bisma tidak pernah lama memacari pacarnya. Yang paling lama hanya Sinta, itu juga karena terjebak taruhan dengan anak-anak basket.”Brengsek. M