"Jenderal Kun, terima titah dari Raja!" Ucap pria tua berpakaian merah maroon dengan beberapa orang di belakangnya. dia adalah tangan kanan Raja.
"Baik!" Ucap Jenderal Kun sambil bersujud diikuti anggota keluarganya di halaman rumahnya yang luas.
Tangan Kanan Raja membacakan Titah dengan lantang dan tegas, "Demi keselamatan dan keamanan Pangeran Kesebelas, Pangeran Nian. Anak Jenderal Kun akan diangkat menjadi pengawal pribadi yang setia bagi pangeran Nian...."
Setelah menerima Titah Raja, Jenderal Kun dan keluarganya berdiskusi mengenai anaknya yang akan diangkat menjadi pengawal pangeran Kesebelas. Istri Jenderal Kun merasa khawatir apabila anaknya harus berada di sisi Pangeran Kesebelas, apalagi hal ini menyangkut aura mistis.
"Tuan, Apa tidak ada cara lain?" Tanya sang istri.
Jenderal Kun menggeleng.
"Tuan, Anak kita…" Ucap sang istri yang wajahnya mulai memucat ketakutan.
Jenderal Kun diam sejenak, lalu menarik napas panjang, "Ini adalah nasib keluarga kita."
"Dari generasi ke generasi nasib kita sudah seperti ini. Apa yang bisa aku katakan?" Lanjutnya.
Tangis istri Jenderal tak terbendung. Sebenarnya dia sangat sadar bahwa Titah Raja tidak dapat ditentang dan Nasib ini memang sudah pada dasarnya juga mengikuti keluarga Kun. Hanya saja ada kekhawatiran yang menyelimuti keluarga ini, sesuatu yang tersembunyi.
“Ibu, Jangan khawatir!” Ucap seseorang dari luar sambil tersenyum. Ia berjalan masuk dengan tenggap dengan pedang di tangan kanannya. Pakaiannya yang dominan merah membuat penampilannya menjadi lebih menawan.
“Kun Shian!” Panggil Jenderal Kun dengan nada bicara yang keras. Ia seperti membentak anak laki-lakinya yang baru saja muncul dan entah darimana.
Kun Shian segera menundukkan diri di hadapan ayahnya yang nampak marah kepadanya,“Ayah..”
“Kau ini,” Ucap Jenderal Kun menahan amarahnya. Ia menarik napas lalu melanjutkan ucapannya,”Raja baru saja memberikan titahnya dan kau malah sibuk bersenang-senang di luar sana.”
“Bersiaplah, tiga hari lagi orang dari kediaman pangeran Kesebelas akan datang menjemputmu.” Pinta Jenderal Kun.
Kun Shian berdiri dan segera beranjak dari Aula. Ia tidak menolak titah Raja karena sudah sejak lama mengetahui bahwa hari ini akan tiba, mau tidak mau dia harus tetap akan berada di kediaman Pangeran Kesebelas.
“Semua yang kulalui selama ini sampai pada puncaknya.” Ucapnya sambil memandangi pohon bunga sakura yang tumbuh dengan kokoh di luar kamarnya.
“Nasib memang mempermainkan.” Lanjutnya sambil menutup jendela kamarnya.
Tiga hari kemudian..
Seseorang dari kediaman pangeran Kesebelas datang menjemput Shian. Dia adalah pengawal pribadi Pangeran Kun, Ahan. Kun Shian berangkat berpakaian serba hitam, pengikat kepala lambang keluarga kun berwarna emas dan sesuatu yang di bungkus kain merah polos menggantung dipungungnya, nampak seperti sebuah pedang. Ia juga membawa busur dan pedangnya. Selama perjalanan, Kun Shian hanya diam memandangi sekelilingnya. Mulai hari ini semua kesenangannya mengelilingi kota sudah berakhir dan waktunya hanya akan dihabiskan sebagai pengawal yang setiap hari mengikuti Pangeran Kesebelas, Pangeran Nian.
Sebelum menuju kediaman pangeran, Kun Shian harus menghadap raja terlebih dahulu.
“Kun shian memberi hormat kepada Yang Mulia, Raja. Hamba telah mendengar banyak sekali kebajikan yang mulia.” Ucapnya lalu sujud di hadapan Raja.
“Sudah.. Sudah... Aku telah mendengar banyak tentangmu dari pejabat.” Ucap Raja sambil tersenyum.
Sial, sepertinya semua kegilaanku di luar rumah sudah sampai ke telinga Raja.
“Pejabat sangat memuji kemampuanmu jadi jagalah Pangeran Nian dengan baik bersama Ahan.” Pinta Raja.
“Baik, Yang mulia.” Ucap Shian dengan tegas.
Sepertinya kebanyakan pejabat di istana adalah penjilat.
Setelah bertemu Raja. Ahan segera menuntun Shian ke kediaman Pangeran Nian yang berada sangat jauh di belakang.
“Tunggu.. Kau tidak sedang mengejaiku, kan?” Tanya Shian yang heran karena Jalan yang ditempuh untuk sampai ke kediaman Pangeran Nian sangat jauh dan terlihat tidak seperti jalan lainnya di istana.
“Kau sedang berpura-pura atau benar-benar tidak tahu?” Tanya Ahan.
Sambil berjalan dengan langkah cepat Shian menjelaskan kepada Ahan,”Aku tahu sedikit tapi tidak pernah menyangka akan sejauh ini.”
Shian memperhatikan sekitarnya ketika tiba di kediaman Pangeran Nian. Meskipun jalan menuju kediaman Pangeran Nian sangat tidak terawat sampai-sampai banyak lumut dan rumput liar yang tumbuh, tetapi kediaman Pangeran Nian sendiri sangat bersih dan terawat. Banyak tanaman bunga, pohon yang rindang dan tatanan pekarangan yang rapi, semua tatanan ini membuat hati tentram ketika melihatnya.
Apa yang ada di Istana sangatlah di luar dugaan.
Tiba-tiba angin bertiup dan sejenak kornea mata Shian nampak memutih, hanya sekilar namum itu bukan karena cahaya matahari. Itu murni perubahan warna secara mendadak dan hanya hitungan detik.
Huhh....
Shian segera menghadap Pangeran Nian. Ia melihat Pangeran Nian sedang duduk di depan mejanya yang tampak sederhana. Wajahnya menawan tetapi tampak tidak berekspresi.
“Yang mulia, Saya Kun Nian, pengawal baru Anda datang menyapa dan memberi hormat.” Ucap Kun Shian sambil menundukkan diri dengan posisi lutut menyentuh lantai dan sedikit membungku dengan kedua tangan menyatu hampir sejajar dengan tubuhnya yang membungkuk.
“Um.. Lakukan saja tugasmu seperti yang Ayahanda pinta.” Jawab Pangeran Nian dengan nada datar, kemudian memberi isyarat menggunakan tangannya agar Shian segera berdiri.
Shian mengingat kejadian ketika angin bertiup secara tiba-tiba, ia segera melepas gelang yang melingkar ditangan kirinya. Gelang yang terbuat dari kain berwarna hitam merah dengan aksesoris berbentuk bulat kecil berwarna hijau.
“Yang mulia, jika aku memberikan gelang ini sebagai hadiah. Apakah Anda akan memakainya?” Tanya Shian sambil memperlihatkan gelangnya pada Pangeran Nian.
Pangeran Nian tidak menjawab dan Shian mengerti bahwa tidak menjawab berarti pangeran tidak akan menerimanya. Akhirnya ia segera keluar dari ruangan dan berjaga di depan pintu.
Kun Shian.. Siapa sangka nasibmu menjadi penjaga pintu.
“Kedatanganmu ini sudah di nanti-nanti oleh pangeran dari kediaman lain, jadi sebaiknya kau berhati-hati.” Ucap Ahan memperingatkan Shian.
“Aku rasa tidak perlu menunggu sepertinya sudah ada beberapa yang akan tiba.” Ucap Shian sambil tersenyum.
Apa ini yang tadi memberikan reaksi? Tidak... ini biasa saja.
“Buka Pintunyaaaa! Pangeran Kelima dan kedelapan datang mengunjungi pangeran kesebelas.” Teriak seorang pelayan dari luar kediaman.
Ahan segera masuk dan memberitahu pangeran kesebelas. Segera pangeran kesebelas menuju pintu gerbang kediamannya diikuti oleh Ahan dan Shian. Ia melihat kedua kakaknya berdiri di hadapannya dengan senyum sini kepadanya.
“Apa yang membuat kakak datang jauh-jauh ke kediamanku yang kumuh ini?” Tanya Pangeran Kesebelas dengan merendahkan dirinya.
“Pangeran Nian.. bukankah tidak sopan membiarkan kedua pangeran berdiri di depan kediaman seperti ini?” Ucap salah satu pelayan pangeran kelima.
Pangeran Kesebelas menatap pelayan tersebut sambil tersenyum,“Apakah tidak ada yang mengingat bahwa kediamanku tidak menerima siapapun karena terlalu kotor? Bahkan pelayan pun tidak ada di sini.”
Aku baru tiba dan pemandangan macam apa ini?
Pangeran kelima memberi isyarat kepada pelayannya agar diam. Matanya kemudian tertuju kearah Shian, Alis kanannya naik dan senyumnya menipis.
“Ah jadi ini pengawal yang dipuji-puji itu? tidak tampak seperti yang dikatakan para pejabat.” Ucap Pangeran Kelima meremehkan Shian.
Apa? Dia meremehkanku? Pangeran ini sangat menyebalkan.
“Jika kakak datang kemari hanya untuk ini, sebaiknya kakak kembali sebelum nyamuk ganas di kediamanku menggigit tubuh kakak.” Pangeran Nian mengusir kedua kakaknnya secara halus.
Para pelayan kemudian membujuk kedua pangeran agar segera pergi dari kediaman pangeran kesebelas karena mereka takut apa yang dikatakan pangeran kesebelas benar. Akhirnya, keduanya pergi dengan rasa tidak puas.
“Kedua pangeran itu sangat menyebalkan.” Bisik Shian kepada Ahan dengan wajah kesal.
Setelah kedua pangeran jauh dari kediaman barulah pangeran Nian masuk kedalam kediamannya diikuti oleh Ahan dan Shian.
“Aku ingin keliling kediaman pangeran terlebih dahulu untuk melihat sekitar.” Ucap Shian dan Ahan mengiyakannya.
Shian mengelilingi kediaman pangeran Nian yang luas. Ia menatap keatap kediaman utama pangeran dan setelahnya ia naik ke atas. Dari atas sana ia dapat melihat semua bangunan yang ada di istana. Jaraknya sangat jauh tapi ia menyadari bahwa kediaman pangeran bangunannya lebih tinggi dibandingkan kediaman lain kecuali aula utama istana dan ada satu lagi bangunan yang mungkin saja milik raja.
Ini bukan kediaman. Ini kuil!
“Aneh sekali.. Bukankah Pangeran Nian perlu diperhatikan keselamatannya tetapi kenapa harus berada di sini tanpa pelayan dan pengawal yang banyak.” Gumamnya sambil memandangi Aula istana.
“Nasib benar-benar mempermainkan kehidupan.” Gerutunya.
“Apa yang kau lakukan di atas sana?” Tanya Ahan yang terkejut melihat shian berdiri di ujung atap kediaman pangeran.
“Tugas pertama selesai.” Ucapnya setelah mengelilingi kediaman pangeran. Ia kemudian kembali berdiri di samping Ahan.
Ketika malam tiba. Shian kembali menaiki atap dan kemudian membuat sebuah perisai yang melindungi seluruh kediaman pangeran.
“Setidaknya seperti ini lebih aman.” Ucap Shian.
“Yang mulia..” Panggil Ahan dari pintu kediaman dan tanpa basa basi pangeran segera keluar.
Pangeran terkejut melihat perisai pelindung yang dibuat oleh Shian.
“Apakah ini adalah kekuatan milik kediaman Jenderal Kun.” Ucap Ahan.
“Di mana dia?” Tanya Pangeran Nian dan Ahan menjawab dengan menunjuk ke atas atap. Pangeran segera melihat ke atas atap. ia melihat shian sedang bersantai, ia tidur di atas atap.
Ahan yang melihat Shian sampai menggeleng.
Setiap malam Shian akan membuat perisai dan ia tidur di atap sepanjang malam.
Dingin....
Persiapan pemakaman telah selesai. Semua yang dibutuhkan siap dibawa ke pemakaman bersama mayat tersebut. Namun, sebelum berangkat, Puya menarik Shian menjauh dari kerumunan. Ia telah memperhatikan Shian sejak tadi; ada yang tidak beres dengannya. Matanya tampak kosong, dan wajahnya terlihat pucat.“Kau yakin akan melakukannya?” tanya Puya, memandang Shian dari ujung kaki hingga kepala, khawatir akan kondisinya.Shian mengangguk. “Roh yang terpisah dari jiwa butuh kebebasan dan ketenangan,” ujarnya, menghela napas sambil memandang langit yang dipenuhi bintang.“Kau sebaiknya istirahat. Serahkan saja urusan pemakaman pada aku dan Bei,” ucap Puya, menepuk pundak Shian.“Pemakaman ini bukan sekadar menggali kubur. Kau harus menjalankan ritual dan berjaga hingga pagi. Lihat dirimu, kau tampak sangat buruk!” lanjut Puya dengan nada khawatir.“Saat ini, keputusan terbaik adalah aku yang memimpin pemakaman. Kondisi kalian lebih baik dariku, jadi kalian bisa menjaga Pangeran dan merawat yang
Pangeran yang sedang serius memikirkan strategi dalam permainan caturnya bersama Ahan, terkejut melihat kedatangan Bei yang tampak terburu-buru. “Ada apa?” tanya Pangeran heran melihat Bei yang sedang mengatur napasnya. “Shian…” Bei tampak ragu untuk mengatakan yang sebenarnya, tetapi Pangeran yang melihat wajah Bei menjadi panik dan berpikir telah terjadi sesuatu pada Shian. Pangeran bangkit dari duduknya dan hendak keluar dari ruangannya, tetapi Bei menghentikannya sambil berkata, ”Yang Mulia, sebenarnya Shian merasakan ada Roh Jahat di sekitar Istana Yunqi!”“Sebaiknya anda tetap berada di dalam ruangan ini!” ucap Bei dalam keadaan bersujud di hadapan Pangeran. Sementara itu, Shian mulai mengelilingi kediaman Pangeran, mencari keberadaan roh jahat tersebut. “Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Wuga yang entah datang darimana.“Katakan pada semuanya untuk berjaga, sepertinya aku merasakan roh jahat di sekitar istana Yunqi.” pinta Shian sambil melihat sekeliling. “R-roh Ja-jaha
Kabar mengenai Pangeran Kesebelas yang keluar istana melalui gerbang utama terdengar hingga ke kediaman Para Pangeran, terutama Pangeran Keempat dan Kelima. Tentu saja, kabar ini membuat para Pangeran Penasaran karena setahu mereka Pangeran Kesebelas tidak pernah melangkahkan kaki keluar dari istana, kecuali pada kegiatan tertentu seperti, kegiatan berburu yang diadakan oleh Pangeran Ketiga.“Gerak-gerik Nian akhir-akhir ini sangat mencurigakan.” ucap Pangeran Kedelapan setelah mendengar kabar Pangeran Kesebelas berada di luar istana. “Cari tau apa yang Nian lakukan di luar istana!” perintah Pangeran Kelima pada Pengawalnya. “Apa yang nian lakukan di luar istana?” tanya Pangeran Keempat pada Mora, Pengawalnya. Sementara itu, Shian dan Wuga sedang sibuk membuat target untuk memanah, dibantu oleh pengawal lainnya, termasuk cuncu. “Apakah pangeran tidak akan marah jika kita membuat halamannya seperti ini?” tanya cuncu sambil memandang halaman yang penuh papan target buatan Shian dan
Suasana pagi di istana Yunqi tampak tenang, hanya terdengar kicauan burung di dahan pohon yang menyambut hari yang baru. Hamburan cahaya matahari pagi masuk melalui celah dinding dan tepat menyentuh wajah Pangeran Kesebelas yang masih terbaring di tempat tidurnya. Tangannya secara alami melindungi wajahnya dari cahaya matahari yang cukup menyilaukan. Beberapa saat kemudian, ia membuka matanya perlahan, bangkit dan turun dari tempat tidurnya, menuju jendela kamarnya. “Anda sudah bangun?” sapa Ahan yang berada di luar jendela dan baru saja selesai menyiram tanaman. Pangeran Kesebelas hanya menganggukan kepalanya.“Pagi ini pengawal Pangeran Ketiga datang membawa pesan dari Pangeran Ketiga agar anda segera menemuinya.” ucap Ahan menyampaikan pesan yang diterimanya pagi ini. Pangeran Kesebelas menghela napas mengetahui bahwa Pangeran Ketiga ingin menemuinya dan sudah pasti pertemuan ini membahas mengenai masalah area berburu dan menteri kehakiman. Ia menjauh dari jendela kamarnya samb
Pangeran duduk di ruang baca sambil memandang keluar jendela tampak di luar sangat cerah, langit berwarna biru muda dihiasi awan-awan tipis membuat hati tenang ketika melihatnya tetapi tidak untuk Pangeran yang tampak murung. “Haahhhh..”Sesekali terdengar suara helaan napas kasar yang mengekspresikan bagaimana keadaan dan suasana hatinya saat ini. Ada perasaan cemas, gelisah, dan ragu menghampirinya hingga seakan-akan ada tekanan besar di dadanya, yang membuatnya kesulitan bernapas. “Ahan!” teriaknya memanggil salah satu pengawalnya yang berjaga di luar ruang baca. Ahan segera masuk, menghampiri Pangeran yang masih dalam posisi yang sama, menghadap keluar jendela. “Apakah sudah ada kabar dari Xu Sue?” tanyanya tanpa memandang ke arah Ahan. “Sepertinya belum ada, Yang Mulia!” jawab Ahan. “Hahhh..” Pangeran kembali menghela napas dan lebih dalam. Mendengar helaan napas Pangeran yang cukup dalam, membuat Ahan mengerti bahwa saat ini suasana hati Pangeran sedang tidak baik-baik s
Pangeran terbangun dari tidurnya, masih dalam posisi duduk di ruang baca. Pandangannya tertuju pada Bei yang tertidur dengan bersandar pada salah satu tiang di ruang tersebut. Setelah itu, Pangeran mengalihkan pandangannya ke luar jendela, di mana tampak bahwa pagi telah tiba. Cahaya matahari sudah mulai bersinar dan burung-burung pada dahan pohon mulai berkicau. Pangeran perlahan berdiri dari tempat duduknya, merasakan kakinya yang kram dan sendi-sendinya yang cukup sakit akibat tidur dalam posisi duduk. Ia keluar dari ruang baca tanpa membangunkan Bei yang masih terlelap.“Anda sudah bangun?” ucap Ahan yang berdiri di depan pintu. “Umm.” jawab Pangeran sambil mengajak matanya berkeliling, melihat keadaan di sekitar kediamannya. “Di mana Shian?” tanya Pangeran, setengah berbisik. Ahan menjawab pertanyaan Pangeran dengan mengarahkan pandangannya ke atap kediaman. “Diatas sana sepanjang malam?” tanya Pangeran lagi. Ahan mengangguk, mengiyakan pertanyaan Pangeran. “Malam ini, dia k