"Kamu lihatkan, beginilah kejadianya sehingga kita tidak bisa menolongnya bertahun tahun."
"Ada trauma mendalam di hatinya" aku mengatakan kemudian.
"Kamu pintar menginterogasi, bagaimana jika kamu masuk kepolisian saja" Azfer tersenyum setelah memujiku. Jenis senyuman yang membuatku membeku beberapa detik. Tuhan tolong jauhkan orang tampan ini dari hidupku, bagaimana aku bisa bertahan jika setiap hari diberikan senyuman begini, sadar ana sadar, kamu ini orang Indonesia dia turki, batinku meronta.
"Sekarang kamu tau sendiri pengakuanya, berarti memang Emir tidak ada salah, opsi kedua kita harus mencari pembunuh itu siapa" kataku kemudian.
"Tunggu sebentar" Azfer menghilang dibalik pintu setelah berkata demikian 30 detik kemudian dia menbawa dua orang sipir dengan kursi roda.
"Tolong dibawa ke klinik" dua sipir itu menganguk lalu mengangkat Emir dan meletakkanya dikursi roda. Azfer membukakan pintu cepat sehingga dua orang sipir tersebut bisa keluar ruangan dengan mudah. Lalu sipir itu membawa Emir untuk di berikan perawatan. Kami mengikuti keluar, kami meninggalkan ruangan barusan.
"Kamu belajar psikologi juga"
"Sedikit, pernah kursus dulu waktu kuliah di Indonesia" aku ku. Dia manggut-manggut.
"Apakah kamu pernah mencari orang yang bertengkar dengan Hatice ini?" Tanyaku.
"Iya pernah, tapi sayang tidak ada CCTV disana, jadi kami mengandalkan lukisan, tapi lukisan pun juga tidak membuahkan hasil".
"Orang-orang disana, pelayan apalah"
"Itu tempat sepi nona, itu sebuah rumah diperumahan menengah" jawabnya, aku tersenyum, aku menertawai diriku sendiri lebih tepatnya.
"Apakah kita akan ke tempat TKP"
"Ya boleh, tapi hari sudah hampir sore, bagaimana kalau besok senin saja"
"Boleh, jam berapa?"
"Jam tujuh, aku jemput di tempatmu saja biar tidak buang-buang waktu" Aku menganguk setuju dengan usulan Azfer, lalu kami memutuskan kembali ke kantor Azfer.
Azfer membawaku ke tempat Azfer bekerja, setelah urusan kami selesai dengan Emir, Azfer akhirnya mengembalikkanku dimana aku pertama kali bertemu denganya, aku tidak ada keperluan sebenarnya, urusanku dengan pak Serge juga belum mendapatkan masalah baru. Beliau sangat sibuk tentu saja, selain hakim beliau ternyata juga seorang dosen disebuah perguruan tinggi didekat sini.
"Terima kasih" kataku pada Azfer setelah aku turun dari mobilnya,Ia menganguk dan melambaikan tangan sekilas padaku, lalu mengambil parkir, aku langsung saja berjalan meninggalkan depan gedung kepolisian itu. menjauh dari Azfer, lama-lama dengan orang setampan dia bisa membuatku lupa daratan.
**
Dreeet drettt drettt handphone ku bergetar dalam tas
IBU IS CALLING
"Halo assalmu'alaikum bu"
//Waalaikum salam nak, bagaimana kabarnya//
"Baik. Bu gimana di Indonesia"
//Baik alhamdulilah baik keluarga semua sehat, kapan pulang//
"Hah ibu, tesis saja belum"
//Hahaha, ayo semangat ibu bantu doa dari sini//
"Terima kasih bu, bu saya magang ditempatnya lawyer terkenal di Turki, doakan ya bu, saya dapat nilai bagus"
//Amin pasti ibu doakan, ibu doakan juga dapat jodoh//
"Hust ibu, Ana masih panjang jalanya"
//Siapa tau kan dapat jodoh mapan//
"Akh ibu, jangan gitu, Ana harus kembalikan biaya yang Ana pinjam”
//dapat jodoh itu kan juga rejeki//
"Hemmm, ya udah amin deh"
//Kuliahnya baik?//
"Alhamdulilah bu doakan cepat tesis"
//Aminnn, sudah ya ibu ada hajatan//
"Iya bu, ibu jaga kesehatan baik baik ya"
"Iya, wassalamualikum" Ku hembuskan nafas bahagia, semangatku bertambah karena suara ibu barusan.
handphone ku kembali bergetar kulihat layarnya.
MERT IS CALLING
Ku lempar handphoneku dalam tasku segera. Aku malas menjawab, lebih tepatnya aku sengaja menghindari Mert. Dia semacam annoying dalam hidupku, padahal sudah jelas-jelas yang ku katakan aku menolaknya terang-terangan, tapi dia masih saja dengan kekuhnya mencari cara mendatangiku. Katanya yang inilah yang itulah. Kadang juga menelephone tidak penting. Syukurlah aku bertugas di sini, jadi jauh dari wilayah kampus dan aku tidak perlu repot-repot membuat banyak alasan menghindarinya.
Aku memandang berkeliling dan segera berjalan menuju halte bis terdekat. Aku harus ke tempat Ardan. Dimana aku harus berdiskusi denganya sedikit tentang kasus ini.
**
Kantor advokat ini tidak besar tapi orang orang didalam sini sangat Baik, termasuk Ardan
"Permisi,.Ardan ada?" tanyaku pada Wina. Dia resepsionist yang ku kenal saat pertama sekali magang disini.
"Sebentar ya bu, saya cekkan dulu" katanya santai lalu mengecek telephonenya. Aku menunggu sambil mengetukan jariku pelan.
"Anda di tunggu diruangan pak Ardan" katanya tersenyum setelah meletakkan telephone nya.
"Terima kasih" kataku lalu berjalan ke ruangan Ardan.
"Tünaydın" kataku setelah membuka pintu.
"Tünaydın" dia menoleh padaku dan tersenyum meletakkan bukunya.
"Ada kabar baik?" Tanya Ardan. aku langsung masuk dan menutup pintunya cepat.
"Banyak ku rasa pak" kataku tersenyum.
"Duduklah, kamu pasti penat sekarang" tebaknya tepat. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Aku membuka tasku lalu mengeluarkan dokumen Emir, dari sana menyodorkannya ke depan Ardan, ia memandanginya sekilas lalu mengambilnya.
"Emir yaman?" Katanya membaca berkasku
"Iya pak" lalu aku menceritakan kasusnya
"Kasus ini jelas-jelas terbukti Liana" kata Ardan masih membaca berkas.
"Pak dengar kenyataanya tidak begitu" kataku, dia menganguk pelan.
"Coba tanyakan pada komisioner yang memegang kasusnya, apakah bisa mencari bukti yang lain?" Ia menutup filenya. Aku menimbang-nimbang mendapatkan pertanyaan semacam itu dari Ardan.
"Ku rasa dia bisa mencarinya lagi pak" kataku.
"Dengar An, ini kasus pidana, bukti sudah sangat kuat, lalu keluarganya menuntut banyak, kalau tidak bisa ditemukan sangsi lain ku rasa kau tidak usah mengambilnya, ambilah kasus yang baru"
"Pak dengar dulu, saya merasa Emir tidak bersalah disini, aku coba diskusikan dengan detektif Azfer besok, kami akan berusaha" kataku yakin, yang menerima perkataanku menerawang jauh.
"Baiklah, aku tunggu perkebangan saja darimu" katanya akhirnya aku lega disaat bersamaan.
**
Bersambung
Liana POV Hari sudah mulai sore pukul 18.00. Aku berjalan menuju tempat pakir taxi, Sebuah kedai pinggir jalan membuatku ingin mampir, perutku sedikit begegejolak. Sekarang, aku harus mengisinya. Sedikit teh dan seporsi kebab lumayan untuk menganjal perutku. "Pak kebab satu porsi" pesanku lalu membayar dan duduk di meja yang disediakan. Hanya ada beberapa orang sekarang dikedai ini. Tiba-tiba seorang perempuan paruh baya melewatiku dan dompetnya terjatuh persis disebelahku. Dengan segera aku mengambilnya dan berteriak memangil. "Nyonya tunggu!" Seruku. Aku berjalan cepat karena wanita paruh baya itu berjalan cepat. "Nyonya tunggu..." Aku akhirnya sedikit berlari ke arah orang tersebut, akhirnya yang ku panggil berhenti dan menoleh. "Nyonya..." Aku sampai didepan orang itu. "Anda memangil saya?" "Iya,,, dom..pet anda terjatuh" kataku akhirnya sambil mengambil nafas. "Oh... Terima kasih banyak anak muda, sun
Azver Pov Aku melihat Mantanku di instagramnya, kekasihku yang tiba tiba saja menghilang dariku dua tahun yang lalu, dan kabar terakhir yang ku dengar dia menikah dengan pengusaha asal Yunani. Beberapa foto ipek membuatku sedikit nyeri, aku masih sedikit mencintainya, alasan tidak jelas kami berpisah membuat aku sulit untuk menerima kenyataan. Ku hembuskan nafas kasar lalu menutup istagramku. "Aku harus cepat move on" kataku pada diri sendiri, aku mengelap mukaku dengan tangan kananku, ku harap rasa gundahku segera hilang, aku pria yang sulit untuk jatuh cinta memang tapi bukan berarti aku pria yang tidak bisa move on. Aku langsung pergi meninggalkan apartemen ** ku rasa aku perlu menghubungi hakim serge, aku berjalan menuju ruang hakim, semoga beliau ti
Author POV Wajah tampan Azfer terlihat sudah menunggu tidak sabar didepan sebuah flat. Dia sudah berdiri dari lima belas menit yang lalu dengan memainkan kunci mobilnya. Ana terlihat berlari dengan tergesa gesa. "Aduh!" Lenguhnya ketika ia tidak sengaja menabrak pot bunga didepan pagar, tapi itu tidak menyurutkan niatnya berlari. "Hahhh hahhhh hahhh" nafasnya memburu akibat lari maraton. Wajah Azfer yang melihat Ana, sedikit mengernyit tidak sabar. "Sorry sorry aku telat" lirihnya "Dasar orang Indonesia"Kata Azfer malas lalu berputar dan masuk ke kemudi mobil. "Hhhhh hahhh" Ana membuang nafas terakhir dia memandangi Azfer yang barusan menghinanya itu dengan wajah sebal, jantungnya sudah normal sekarang. "Sabar Ana, sabar ini ujian" katanya pada diri sendiri, lalu membuka pintu mobil dan masuk disamping Azfer. "Kamu biasa bangun dan lari lari seperti ini?" "Hmmm" dia malas menangga
Author POV "Ayo, kamu mau disini terus?" Azfer mengatakanya sambil berjalan meninggalkan Liana. Ana lalu mencebikkan bibirnya. begitu masuk kedalam yang dia jumpai adalah sebuah restoran berkonsep alam dengan tempat duduknya dibuat konsep pop warna-warni. Sehingga membuat kesan ceria dalam restoran. mata Liana menangkap lambaian seseorang berwajah sangat cantik. Azfer menuju orang tersebut tanpa berkata apapun pada Ana, apakah dia lupa bahwa dia kemari membawa liana?, Sampai dimeja gadis cantik itu, mereka disambut dengan senyuman yang merekah indah, sebuah senyuman untuk azfer tentu saja, tapi liana tidak yakin senyuman tersebut untuknya, lalu kemudian kening wanita itu mengerut menatap liana yang ada dibelakang Azfer. "Ini temanmu?" Tanyanya tak menghilangkan senyuman manis di pipinya "Cansu, em......, maaf ka
Azfer pov Aku benar-benar lupa kalau pada jam ini aku ada janji dengan Canzu, ku harap dia tidak terlalu merajuk, karena aku sudah on the way kesana. Aku sudah berjalan ke dalam, Tapi tunggu. aku harus memriksa gadis satu ini, oh my god, dia sedang berdiri seperti patung memandangi restoran ini. apakah dia tidak pernah ke tempat seperti ini? apakah di Indonesia tidak ada tempat begini? Ingatkan aku untuk mengeceknya nanti. "Ayo....!!" Aku meneriakki-nya sehingga membuat Ana sedikit kaget mendengar teriakanku. Aku berjalan cepat, ketika sampai ditempat resto aku edarkan pandanganku mencari Canzu. Teryata dia sudah melambai lambaikan tanganya padaku, dengan segera aku menghampirinya. "Ini temanmu?" Perkataan Canzu terlihat sangat dia
Azfer POV Dengan tergesa gesa aku melangkahkan kaki, menuju ruang internet Telekomunikasi "Tünaydın" (selamat sore) kataku setelah mengetuk pintunya. Aku dapati beberapa rekan Ismet memandangiku sekilas, mereka langsung bekerja kembali begitu aku masuk didepan pintu. "Tünaydın abi (abi : panggilan untuk orang terdekat yang sopan)" jawab Ismet, aku menghampiri Ismet. Dia tersenyum melihatku. "Bagaimana abi?" "Lancar, sesuai alamat?" "Ismet, aku ingin kamu mengecekkan alamat yang kau berikan dulu padaku"
Ana pov "Apa itu indomie?" Azfer bertanya dengan mukanya yang penasaran. "Indomie mie instan dari Indonesia, produk yang peling murah dan enak banget, kamu wajib coba" kataku pada Azfer, dengan bersungguh-sungghh, ia mengangguk angukan pertanda mengerti. "Gimana rasanya?" "Enak, apa bapak tidak pernah mencoba ramen?" "Belum" "Akh sayang sekali hidup bapak terlalu mononton" aku terkikik geli, cittttt Deg! Pak Azfer tidak akan marah dengan selera humorku kan, pikirku sejenak mataku melebar.
Azfer PoVAku langsung pulang ke apartemenku setelah mengantarkan liana, entah kenapa selera humornya membuatku sedikit lebih banyak tersenyum dan tertawa, ternyata dia tidak seperti yg ku pikirkan saat kami bertemu pada awalnya aku mengira dia akan sangat sopan, pendiam dan bayangkan es bertemu es jadinya pasti gunung es, tapi ya aku menyadari aku salah besar, mungkin waktu itu kami belum terlalu nengenal satu dengan yang lain, budaya orang timur sangat sopan. semoga dia tidak mundur seperti banyak advokat yg telah menangani kasus ini sebelum sebelumnya.Ku hempaskan tubuhku pada primadani empuk, aku benar benar masih memikirkan Xavi, kami bersahabat lama tentu saja, tapi ternyata bersahabat lama itu tidak menjamin bisa mengenal seseorang luar dalam, kenyataan yg baru baru saja terungkap membuat hatiku sedikit tercubit, aku tidak mengenal orang ter