Share

Cinta di Bumi Turky
Cinta di Bumi Turky
Penulis: SULISTIYOWATI SULIS

BAGIAN SATU

Ana POV

     Ini pagi yang amat sangat dingin di kota Istanbul, sinar matahari dari arah timur terbit seperti malu malu. Membawa rasa hangat untuk mencairkan salju yang sangat tipis itu. Panas sudah mulai memudar memang dari beberapa minggu lalu. Lihatlah pohon-pohon didepan sana sudah mulai basah dan berwarna putih meskipun tipis, musim panas akan segera berlalu.

    Aku berlari cepat setelah turun dari angkutan umum tua ini. Suara decitanya yang khas membuat ia berhenti tepat didepan halte tujuan. 'ini kasus pertamaku dimagangku kali ini, kenapa aku begitu ceroboh?' Rutukku pada diriku sendiri.

   Aku berlari agar cepat sampai pada tujuan. Aku berharap jam sedikit mundur agar aku tidak terlambat. Tapi sayang waktu akan terus berlari bukan dan tidak akan kembali. Aku terengah-engah begitu sampai didepan gedung besar bergaya Roma klasik ini. Warna catnya kuning pastel terang.

    "Günaydın, hakim Serge müsait mi?" (selamat pagi, apakah hakim Serge ada?) Kataku pada bagian informasi umum. dia wanita, dia tersenyum memandangiku.

"bir söz var özledim?" (ada janji Nona)

   Aku menarik nafas dan membuangnya sejenak. Untuk membuat sedikit rileks suara dan intonasiku. Dengan segera aku mengaduk aduk tasku. Aku mengeluarkan kartu tanda pengenalku dan surat pengantar dari kampus.

  "Saya sedang magang dan beliau ada janji untuk memberikan data untuk saya" Wanita cantik itu manggut-manggut mendengarkan penjelasanku. Kemudian ia melihat tanda pengenal dan membuka surat pengantar sekilas. Ia mengembalikanya kepadaku lagi. lalu kemudian dia mengangkat gagang telepone dan memencet beberapa tombolnya. Dia mulai berbicara agak berbisik. Tak lama ia meletakkanya dan menatapku tersenyum.

   "Anda sudah ditunggu nona, anda jalan saja ke arah sana, kemudian belok kiri, ada plamfet nya ruang Hakim". Dia menunjukkan arah detailnya sedangkan mataku mengikutin arahanya seksama.

  "Tamam (mengerti/baiklah)" ucapku kemudian memandangnya sekilas dengan senyuman. Lalu melangkahkan kaki bergegas ke arah seperti yang dia itu tunjukkan. Ini sudah terlambat lebih dari lima menit. Kau mungkin akan heran dengan Negara ini. Menurut struktur budaya dan agama mayoritas penduduk muslim, tapi kebanyakan dari mereka berpakaian yang terbuka dan kebarat baratan. Turki adalah Negara separo Eropa dan separo Asia. budaya tentu sudah bisa ditebak separo Eropa dan sebagian masih menganut Asia. Sedangkan Turki sendiri adalah negara Liberal. Semanjak kepemerintahan khalifah Utsmaiyah tergulingkan, sistem agama didalam pemerintahan Turki dilenyapkan tanpa bekas. Artinya tidak ada satupun warga membawa nama agama didepan umum. Sejarah agama dalam pemerintahan mereka begitu berliku dan panjang secara kebersamaan.

Aku melihat sekilas plamfet nama diatas pintu "Ruang Hakim". Kemudian aku menbuang nafas pelan dan mengetuknya perlahan, yang didalam dengan suara besar dan berat menjawab.

"Masuk"

Aku memberanikan membuka pintu pelan.

"Günaydın sir" sapaku mencoba sedikit tersenyum manis. Kesan pertama harus baik itulah dalam pikiranku sekarang. Tapi bagaimana bisa baik? padahal kenyataanya aku sudah telat lebih dari lima menit, yang punya ruangan berdiri dengan sigap dan tersenyum ramah.

"Günaydın"

 "Maaf pak saya terlambat, (aku menunduk sekilas)" kataku agak sedikit takut. Aku berjalan mendekat ke Hakim Serge. Pak Serge ini tingginya semampai. agak sedikit gemuk memang.

"Saya Liana pak, panggil saja Ana"

"Akh tidak apa-apa, saya hakim Serge, silahkan duduk" aku langsung lega mendapatkan jawaban itu. Kami berjabat tangan sebentar, ternyata tidak semengerikan yang ku pikirkan. Lalu aku mengambil tempat duduknya setelah hakim itu duduk terlebih dulu.

"saya membawa surat pengantar dari kampus saya dan dokumen-dokumen pengantar dari tempat magang saya pak Serge" saya menyodorkan berkas-berkas yang telah ku lengkapi dengan baik ke hadapan hakim Serge. Orang ini terlihat baik, mukanya agak bulat tapi tidak menghilangkan hidungnya yang mancung tatapanya tajam mengitimidasi. Alisnya tebal seperti kebanyakan orang Turki asli. Dia meneliti berkas yang aku berikan kepadanya membaca bagian-bagian yang penting. Beberapa saat dia manggut-manggut. Kemudian menatapku dengan sendu.

"Boleh saya tau?, Kenapa anda tertarik dengan dunia hukum" hakim Serge memandangiku tajam.

"Saya pernah membaca buku saat masih disekolah menangah atas pak, ada satu kata yang sangat saya ingat  saat itu Tidak ada perdamaian tampa keadilan, tidak ada keadilan tampa kebenaran, dan tidak ada kebenaran kecuali seorang bangkit untuk mengatakan sebenarnya-Louis farakkan" saya mengatakanya mantap dia manggut-manggut.

"Belajarlah yang banyak" katanya dengan wajah tersenyumnya.

"Kamu dari Indonesia?"

"Iya pak saya orang Indonesia" senyumku sumringah, ternyata dia juga membaca perjalanan pendidikanku.

"Istri saya orang indonesia, istri saya dari pulau Jawa, kamu dari pulau mana" Secercah harapan akhirnya tersemat dalam hatiku. bagaimana bisa sekebetulan ini?.

"Berarti sama dengan saya pak Serge,ibu saya Jawa timur" aku tersenyum penuh  harapan.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status