Liana POV
Jaket- jaket tebal itu menghiasi setiap pandangan, warna-warna gelap menjadi dominan. Di musim dingin suhu udara bisa minus beberapa derajat meskipun tidak seekstrim di Turki bagian Eropa. dibagian istanbul lain mungkin tidak begini. Langkah kakiku pagi ini membawaku pada tempat yang sama seperti kemarin. Apa lagi kalau bukan mengunjungi hakim Serge. Jaket tebalku membuatku terbantu, kalau tidak aku akan membeku ditengah-tengah kota ini. Aku berharap beliau tidak akan bosan bertemu dengan mukaku.
"Günaydın..." Aku mengucapkanya pada orang yang berpapasan denganku, orang ini yang kemarin secara tak sengaja ku lihat. Dia disamping pak Serge saat aku ikut sidang. Aku berkesimpulan berarti profesi mereka adalah sama. Ku putuskan untuk menyapanya meskipun hanya sekedar ucapan selamat pagi. Wanita cantik berbaju formal itu tersenyum dan menganguk. Aku berjalan saja langsung ke ruangan pak Serge. Ku ketuk pintunya dengan pelan. Yang di dalam menyahuti dengan suara tegasnya.
"Masuk" Ku beranikan membuka handle pintu.
"Günaydın sir.."(selamat pagi) kataku tersenyum lalu masuk.
"Günaydın" ia tersenyum, belum sempat pak Serge mempersilahkanku duduk, sebuah ketukan mengangetkan kami.
"Günaydın pak Serge, okh ada tamu... Maaf" seorang berwajah rupawan itu muncul dibalik pintu putih ruangan pak Serge. Aku dibuat terpesona olehnya. Dia kemudian mundur beberapa langkah dan akan menutup pintu.
"Tunggu pak Azfer!," pak Serge sedikit berteriak. Yang dipanggil menghentikan gerakanya untuk menutup pintu ruangan, kemdian ia kembali masuk lagi satu langkah. Matanya menuju lurus ke pak Serge.
Aku dibuat membeku tertahan nafas saat bertatapan denganya. Kali ini lebih jelas dari pandangan pertamaku. Orang satu ini benar-benar sangat tampan. Bagaimana cara aku mendeskripsikanya, wajahnya bak dewa dewa Yunani yang entah bagaimana bisa berimigrasi ke sini. Lalu beberapa detik kemudian aku menunduk.
"Masuk sebentar" Ia kemudian membuka pintu lebar dan masuk ruangan ia menutup pintunya kembali.
"Kenalkan ini Liana" pak Serge melihat Azfer sekilas.
"Ana ini detektif Azfer" pak Serge melihat diriku sekilas. Aku mengulurkan tanganku sopan.
"Liana"
"Oh, Azfer" sambutnya tapi tidak ada satupun senyum yang ada, mukanya datar tatapanya tajam. Seakan ia sedang mengitimidasiku.
"Ana, pak detektif ini terakhir yang memegang kasus Emir, jadi kamu butuh informasi banyak dari dia" kata pak Serge memandangi kami berdua.
"Jadi ini lawyer yang bapak ingin kenalkan ke saya" kata Azfer dia manggut-manggut akhirnya. Aku tidak berkedip memandanginya. Dia sangat tampan seperti yang ku deskripsikan tadi.
"Hayırlı olsun" (selamat bekerja) katanya dengan senyuman miringnya, bahkan seperti ini pun dia masih seperti dewa, ya Tuhan jauhkan aku dari godaan orang seperti ini, batinku pilu.
"Teşekkürler..." (Terima kasih) balasku akhirnya.
"Mungkin kalian bisa bertukar nomer telephone agar lebih mudah" ucap hakim Serge membuat kami memandangi beliau.
"Ide yang bagus Pak Serge" kata Azfer.
"Ya tentu" kataku menyahuti. Azfer dia manggut-manggut lalu menyebutkan nomer telephonenya. Dengan segera aku mengambil handphoneku dan membuat sebuah kontak disana, lalu dengan cepat aku mencoba memangil nomer itu beberapa detik kemudian handphone Azfer berbunyi.
"Ini nomermu?"
"Iya pak" lalu aku memencet end Call, aku tidak cukup hafal dengan nomerku sendiri, membuat panggiln tak terjawab ke nomer lain lebih baik, dari pada aku mempermalukan diri sendiri nantinya.
**
Didepan sebuah bangunan khas Romawi kuno, ya bagunan ini memang di dirikan jaman kekaisaran Romawi dan masih layak dihuni sampai dengan hari ini, tetapi sudah beralih fungsi beberapa kali sampai akhirnya pemerintah Turki memakainya untuk lapas atau tahanan kriminal kelas menengah.
Seorang penjaga lapas terlihat mukanya amat kejam ketika aku masuk. Jujur saja aku takut. Mukanya yang garang mengingatkanku pada algojo pada film film Arab. Akh, apa aku terlalu berlebihan?. Azfer sudah berjalan cepat kedepan, bahkan langkahnya tidak bisa ku imbangi. Kakinya terlalu panjang untuk ukuranku.
"Tünaydın.."(selamat siang) sipir penjara menyapa Azfer.
"Tünaydın.."(selamat siang) balasnya.Aku yang mengikuti Azfer dibelakang hanya menunduk sekilas dan tersenyum untuk menghormatinya.
Langkah Azfer sangat cepat. apa karena perbedaan tinggi kami?, ku rasa tidak tinggiku 165cm, ku rasa Azfer tingginya antar 175 - 177 cm hanya berbeda 10-12 cm. Azfer menoleh padaku sesaat saat sampai pada sebuah pintu besar berwarna cokelat tua didepanya ada kursi tunggu yang terbuat dari stainless stell.
"Tunggu aku disini sebentar" katanya lalu mengetuk pintu sebuah ruangan dan masuk setelah mendengar ucapan persetujuan dari dalam. Aku menghembuskan nafas perlahan lalu duduk dikursi tunggu yang masih terlihat mengkilap itu.
Aku menekan nekan handphoneku sesaat, ada banyak sekali notif masuk dari grup chat, kebanyakn grup kampus. Sudah berapa hari aku meninggalkan Istanbul university?. Aku sangat kangen pada teman-teman, mereka sangat baik padaku, terutama Pelin dan Elif, mereka memperlakukanku tidak seperti orang asing, mereka bahkan kadang terlalu sering giliran mengirim makanan untukku. Tiba tiba pintu terbuka dan sosok Azfer muncul.
Dia hanya menatapku sesaat seperti instruksi untuk mengikutinya. Aku spontan langsung bangkit dan mengikuti Azfer. Kami berjalan di lorong yang panjang lalu sampai pada.
-Gözaltı odası-(ruang tahanan)
**
Bersambung
Liana POV Didepan memang disekat dengan pintu pagar besi, hanya orang orang tertentu yang dapat masuk untuk kepentingan tertentu. Disebelah kanan pintu masuk ini adalah ruangan besar terdapat penjaga disana. Azfer dengan lihainya berbicara. Bernegosiasi dengan sipir penjara itu. Aku hanya diam melihat cara dia bicara. secara keseluruhan cara bicara Azfer ini tegas, tidak banyak lelucon, lugas dan langsung pada intinya. Sorot matanya yang tajam kadang membuat lawan bicara seolah diintimidasi yang sangat dalam. Dia manggut-manggut setelah mendengarkan penjelasan sifir penjara, beberapa negoisasi dilakukanya dengan sang sipir, termasuk memberikanku ijin bertemu dengan tahanan saat Azfer tidak ada, jadi mereka membuat kartu akses khusus yang bisa digunakan untuk kepentingan lawyer, itulah tadi intinya negoisasi Azfer.
Liana POV "Aku akan kembali saja pak Azfer..." Katanya kemudian setelah tidak menyambut tanganku. Dia bangkit tapi Azfer lebih cepat mencegahnya. "Tunggu pak, kita akan berusaha mengeluarkan anda" Azfer mencoba mencegah Emir. "Biarlah saya disini saja pak, percuma hasilnya akan tetap sama" yang punya diri terlihat sekali putus asa. Aku berdiri mematung melihat mereka berdebat. "Kita harus berusaha setidaknya" Azfer menyemangati dengan tegas. Sepertinya karena Azfer sering membawa lawyer untuk dia, dua orang ini jadi akrab.
"Kamu lihatkan, beginilah kejadianya sehingga kita tidak bisa menolongnya bertahun tahun." "Ada trauma mendalam di hatinya" aku mengatakan kemudian. "Kamu pintar menginterogasi, bagaimana jika kamu masuk kepolisian saja" Azfer tersenyum setelah memujiku. Jenis senyuman yang membuatku membeku beberapa detik. Tuhan tolong jauhkan orang tampan ini dari hidupku, bagaimana aku bisa bertahan jika setiap hari diberikan senyuman begini, sadar ana sadar, kamu ini orang Indonesia dia turki, batinku meronta. "Sekarang kamu tau sendiri pengakuanya, berarti memang Emir tidak ada salah, opsi kedua kita harus mencari pembunuh itu siapa" kataku kemudian. "Tunggu sebentar"
Liana POV Hari sudah mulai sore pukul 18.00. Aku berjalan menuju tempat pakir taxi, Sebuah kedai pinggir jalan membuatku ingin mampir, perutku sedikit begegejolak. Sekarang, aku harus mengisinya. Sedikit teh dan seporsi kebab lumayan untuk menganjal perutku. "Pak kebab satu porsi" pesanku lalu membayar dan duduk di meja yang disediakan. Hanya ada beberapa orang sekarang dikedai ini. Tiba-tiba seorang perempuan paruh baya melewatiku dan dompetnya terjatuh persis disebelahku. Dengan segera aku mengambilnya dan berteriak memangil. "Nyonya tunggu!" Seruku. Aku berjalan cepat karena wanita paruh baya itu berjalan cepat. "Nyonya tunggu..." Aku akhirnya sedikit berlari ke arah orang tersebut, akhirnya yang ku panggil berhenti dan menoleh. "Nyonya..." Aku sampai didepan orang itu. "Anda memangil saya?" "Iya,,, dom..pet anda terjatuh" kataku akhirnya sambil mengambil nafas. "Oh... Terima kasih banyak anak muda, sun
Azver Pov Aku melihat Mantanku di instagramnya, kekasihku yang tiba tiba saja menghilang dariku dua tahun yang lalu, dan kabar terakhir yang ku dengar dia menikah dengan pengusaha asal Yunani. Beberapa foto ipek membuatku sedikit nyeri, aku masih sedikit mencintainya, alasan tidak jelas kami berpisah membuat aku sulit untuk menerima kenyataan. Ku hembuskan nafas kasar lalu menutup istagramku. "Aku harus cepat move on" kataku pada diri sendiri, aku mengelap mukaku dengan tangan kananku, ku harap rasa gundahku segera hilang, aku pria yang sulit untuk jatuh cinta memang tapi bukan berarti aku pria yang tidak bisa move on. Aku langsung pergi meninggalkan apartemen ** ku rasa aku perlu menghubungi hakim serge, aku berjalan menuju ruang hakim, semoga beliau ti
Author POV Wajah tampan Azfer terlihat sudah menunggu tidak sabar didepan sebuah flat. Dia sudah berdiri dari lima belas menit yang lalu dengan memainkan kunci mobilnya. Ana terlihat berlari dengan tergesa gesa. "Aduh!" Lenguhnya ketika ia tidak sengaja menabrak pot bunga didepan pagar, tapi itu tidak menyurutkan niatnya berlari. "Hahhh hahhhh hahhh" nafasnya memburu akibat lari maraton. Wajah Azfer yang melihat Ana, sedikit mengernyit tidak sabar. "Sorry sorry aku telat" lirihnya "Dasar orang Indonesia"Kata Azfer malas lalu berputar dan masuk ke kemudi mobil. "Hhhhh hahhh" Ana membuang nafas terakhir dia memandangi Azfer yang barusan menghinanya itu dengan wajah sebal, jantungnya sudah normal sekarang. "Sabar Ana, sabar ini ujian" katanya pada diri sendiri, lalu membuka pintu mobil dan masuk disamping Azfer. "Kamu biasa bangun dan lari lari seperti ini?" "Hmmm" dia malas menangga
Author POV "Ayo, kamu mau disini terus?" Azfer mengatakanya sambil berjalan meninggalkan Liana. Ana lalu mencebikkan bibirnya. begitu masuk kedalam yang dia jumpai adalah sebuah restoran berkonsep alam dengan tempat duduknya dibuat konsep pop warna-warni. Sehingga membuat kesan ceria dalam restoran. mata Liana menangkap lambaian seseorang berwajah sangat cantik. Azfer menuju orang tersebut tanpa berkata apapun pada Ana, apakah dia lupa bahwa dia kemari membawa liana?, Sampai dimeja gadis cantik itu, mereka disambut dengan senyuman yang merekah indah, sebuah senyuman untuk azfer tentu saja, tapi liana tidak yakin senyuman tersebut untuknya, lalu kemudian kening wanita itu mengerut menatap liana yang ada dibelakang Azfer. "Ini temanmu?" Tanyanya tak menghilangkan senyuman manis di pipinya "Cansu, em......, maaf ka
Azfer pov Aku benar-benar lupa kalau pada jam ini aku ada janji dengan Canzu, ku harap dia tidak terlalu merajuk, karena aku sudah on the way kesana. Aku sudah berjalan ke dalam, Tapi tunggu. aku harus memriksa gadis satu ini, oh my god, dia sedang berdiri seperti patung memandangi restoran ini. apakah dia tidak pernah ke tempat seperti ini? apakah di Indonesia tidak ada tempat begini? Ingatkan aku untuk mengeceknya nanti. "Ayo....!!" Aku meneriakki-nya sehingga membuat Ana sedikit kaget mendengar teriakanku. Aku berjalan cepat, ketika sampai ditempat resto aku edarkan pandanganku mencari Canzu. Teryata dia sudah melambai lambaikan tanganya padaku, dengan segera aku menghampirinya. "Ini temanmu?" Perkataan Canzu terlihat sangat dia