Share

BAGIAN EMPAT

 Liana POV

 Didepan memang disekat dengan pintu pagar besi, hanya orang orang tertentu yang dapat masuk untuk kepentingan tertentu. Disebelah kanan pintu masuk ini adalah ruangan besar terdapat penjaga disana. Azfer dengan lihainya berbicara. Bernegosiasi dengan sipir penjara itu. Aku hanya diam melihat cara dia bicara. secara keseluruhan cara bicara Azfer ini tegas, tidak banyak lelucon, lugas dan langsung pada intinya. Sorot matanya yang tajam kadang membuat lawan bicara seolah diintimidasi yang sangat dalam.

Dia manggut-manggut setelah mendengarkan penjelasan sifir penjara, beberapa negoisasi dilakukanya dengan sang sipir, termasuk memberikanku ijin bertemu dengan tahanan saat Azfer tidak ada, jadi mereka membuat kartu akses khusus yang bisa digunakan untuk kepentingan lawyer, itulah tadi intinya negoisasi Azfer.

"Kita masuk ruang paling belakang" kata Azfer akhirnya setelah ia selesai berterima kasih. Dia berjalan cepat didepan sana, 'ya Tuhan berapa meter sih sekali melangkah?' batinku pilu, baru juga dua langkah aku sudah tertinggal jauh.

" Teşekkürler " kataku menunduk sekilas pada sifir yg didepan ruangan itu. Sang sipir tersenyum akhirnya, Sedangkan Azfer sudah jangan dikatakan lagi dia sudah satu meter dan sekarang sedang membuka handle pintu masuk ruangan lain. Dia memandangiku yang telah lari mengejarnya. Tapi rasanya dia juga tidak peduli, dia langsung saja masuk ruangan.

Dia langsung duduk begitu melihatku masuk ruangan, 

"Kita bicara kasus" katanya tanpa ba-bi-bu. Aku menganguk perlahan memandanginya serius.

"Ceritakan padaku bagaimana awalnya?" Azfer memulai sebuah cerita cinta panjang entahlah, seakan aku masuk untuk melihatnya, benar benar merasakanya.

"Awalnya mereka Emir dan hatice adalah sepasang kekasih pada umumnya, mereka menjalani kehidupan seperti pasangan muda pada umumnya, Emir anak orang kelas bawah, sedangkan Hatice anak orang menengah, ayahnya seorang pegawai sipil dan ibunya seorang dosen, mereka kuliah di sebuah kampus yang sama, pada suatu hari Emir menemukan Hatice sedang bertemu dengan seseorang pria, Emir sendiri tidak mengenal pria ini, entah bagaimana yang dilihat Emir adalah Hatice sedang bertengkar hebat dengan pria ini, Emir diam tidak mau hadir, lalu ikut masalah Hatice, dia diam sehingga pada keesokan harinya Emir bertanya pada Hatice, Hatice menjawab dengan beberapa elakan, lalu mereka bertengkar akhirnya, bertengkar hingga berlarut-larut, pada suatu malam Emir mendapatkan massange kalau Hatice sedang butuh bantuanya untuk menjemput, dia berkata sedang dalam keadaan yang kurang baik sehingga meminta bantuan Emir, Emir akhirnya datang kerumahnya, saat ditempat tersebut Emir melihat Hatice sudah dalam keadaan yang tidak bisa dijelaskan, dia diam dalam, dia melihat hal yang mengerikan didepannya, sampai disitu cerita terputus, tidak ada ada lagi terusan dari cerita itu, setiap kali Emir mengingat terusanya, saat itupulah dia selalu mengeleng kemudian pingsan, dan setelah pingsan yang terjadi adalah kesadaranya tidak lagi pada dirinya, kecuali gumanan seperti merampal mantra yang tidak jelas" jelas Azfer padaku.

“Setelah seperti itu saya membutuhkan waktu satu minggu untuk kembali menginterogasinya, tapi ya seperti itu kembali, kunci satu satunya hanya dia" sambungnya.

"lalu Emir adalah tersangka kuat dalam kasus ini"

"Tepat, itu karena barang bukti kuat menunjukkan Emir membunuhnya, sidik jari Emir ada penuh di barang bukti" Kata Azfer dia lugas. Aku memandangi Azfer meneliti.

"Apakah orang yang bertengkar dengan Hatice ini ditemukan?"

"Tidak ada yang tau orang ini sedikit sekali informasi" Aku terdiam.

"Apakah Emir melihat mukanya full? Atau hanya sebagian saja?"

"Emir tidak bisa di interogasi seperti apa muka orang ini" Azfer mengeleng

"Kenapa keluarga Hatice ini ngotot mempenjarakan Emir?, Padahal belum tentu Emir yang membunuh Hatice?" Pertanyaan besar muncul dikepalaku.

"Hatice adalah anak perempuan mereka paling besar, mereka mempercayainya karena banyak bukti yang mengarah ke Emir, sedangkan Emir yang merupakan saksi kunci depresi sampai sekarang, jadi kita tidak bisa menjatuhkam hukuman secara langsung, jadi kemungkinan sampai kasus ini dibelum diputuskan adalah menampung Emir dalam tahanan" Azfer menjelaskan dengan sangat lugas.

Ana terdiam sekarang mencoba menerka kemungkinan terjadi, dia harus bekerja keras sekarang meyakinkan Ardan bukan perkara mudah bagi Liana. Apalagi dia hanya seorang mahasiswa magang, sedangkan kasusnya saksi kunci mengalami ganguan kejiwaan. lalu saksi lain adalah orang yang tidak ditemukan yang pernah bertengkar dengan Hatice seminggu sebelum dia terbunuh.

"Permisi pak" Sipir memasuki ruangan dengan membawa seorang yang mukanya sangat lusuh dengan baju tahanan seadanya. Orang itu memang terlihat memandang kami dengan pandangan yang tak enak, ia memandang Azfer sekilas sebelum memandangiku tajam.

"Teşekkürler..." Azfer bangkit dan sipir itu menyerahkan tahanan itu kepada Azfer.

"Tidak lebih dari 2 jam sir"

" Itu sudah cukup" jawab Azfer santai.

Dia membantu tanahan itu duduk dikursi depan kami, kemudian sipir keluar dari ruangan kami. Setelah pintu tertutup Azfer memperkenalkanku.

"Pak Emir, ini lawyer anda yang baru, ibu Liana"

"Ini bapak Emir yang saya ceritakan pada anda"

Aku mengulurkan tangan ramah dan tersenyum, sebagaimana orang Indonesia berkenalan, tapi dia hanya melihat tanganku, dan tersenyum miring tidak percaya. Bagimana bisa orang ini memandang rendah meremahkanku, sedangkan dia baru saja bertemu denganku beberapa detik saja.

**

bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status