Viola berjalan di trotoar, mencari taksi yang baru saja ia pesan melalui sebuah aplikasi online.
"Tin!" Klakson mobil berbunyi. Sebuah mobil mendekat ke arahnya. Viola mengira jika itu adalah taksi yang ia pesan.Kaca jendela mobil dibuka, seorang pria dengan senyum ramah menyapanya. "Apakah kau yang memesan taksi?""Ehm ya!" Viola menjawab dengan ragu. Ia melihat mobil sedan warna hitam itu secara keseluruhan. Dan tak terlihat seperti sebuah mobil taksi."Mari, silahkan masuk!" seru si pria.Saat Viola sudah memegang handle pintu mobil dan akan membukanya. Sebuah telepon masuk."Ya halo," ucap Viola."Maaf saya tidak bisa menjemput anda. Mobil saya sedang bermasalah. Ban nya kempes.""Taksi online 766?" Viola menyebutkan kode angka yang tertera di aplikasi saat memesan taksi."Ya, itu saya. Sekali lagi saya minta maaf." Supir taksi mematikan telepon.Saat ini, Viola langsung merasa ketakut"Siapa kalian? Aku tak mengenal kalian!" Viola berjalan mundur sambil terus melihat ke arah 2 pria di depannya."Tuan Steven sudah meminta kami untuk mencari anda.""Steven? Siapa? Aku juga tidak mengenal Steven!" Viola menggeleng."Nyonya, tolong jangan mempersulit keadaan. Anda harus ikut pulang bersama dengan kami, sekarang." Salah satu pria, memaksa. Ia hendak memegang tangan Viola. Namun Viola berhasil menghindar."Oh ya, dimana bayi anda? Biarkan kami yang menjemputnya." Pria berbadan kekar lainnya, ikut bicara."Bayi? Aku tidak punya bayi!" seru Viola.Pria itu memberikan kode berupa kedipan mata kepada rekannya. Mereka hendak menarik Viola dan memasukkannya ke dalam mobil.Menyadari hal buruk akan segera menimpanya, Viola segera berlari ke arah yang lain."Nyonya! Tunggu sebentar!" teriak si pria."Jangan ganggu aku! Kalian salah orang!" seru Viola sambil terus berlari.Para pria itu te
Steven terlihat sibuk menelepon menggunakan ponselnya. Ia menghubungi semua anak buahnya dan beberapa orang yang di bawah kendalinya. Ia ingin semua orang yang dihubungi, membantunya mencari Viola. Steven juga langsung menyuruh salah satu anak buah kepercayaannya untuk pergi ke rumah b0rdil. Ia mengira jika Viola kembali ke sana.Tapi sayangnya, Steven gagal mendapatkan informasi dimana Viola berada sekarang."Aku tidak akan membiarkanmu pergi meninggalkanku begitu saja!" seru Steven. "Ini semua karena kesalahanmu sendiri! Kau mengabaikan dia. Kau bahkan berselingkuh dengan wanita dari desa! Steven aku bahkan tak bisa membayangkan, bagaimana menjijikkannya dirimu!" Emma mengeluhkan sikap Steven."Ma, aku sudah katakan. Aku khilaf! Apa Mama tidak bisa memahami arti dari kalimat itu!" Steven melotot."Tapi kau terus menunjukkan sikap mesra dengan gadis desa itu!" seru Emma."Cukup Ma! Jangan menekanku seperti ini! Aku ta
"Ya Ma! Seharusnya aku tak pernah menerima tawaran pernikahan kontrak dengan Steven." Viola bicara jujur. Emma mematung mendengar ucapan menantunya. "Kami menikah secara kontrak, awalnya. Lalu Steven melamarku dan memintaku untuk menikah resmi dengannya. Dan aku menerimanya. Lalu ia membuangku demi wanita lain." "Dia juga gemar pergi ke tempat hiburan malam. Mencari wanita penghibur dan membawanya dengan alasan untuk menyenangkan klien bisnisnya." Emma terdiam dan hanya bisa mendengarkan Viola mengeluhkan sikap anaknya. "Aku menyesal menikah dengannya. Lebih menyesal lagi, aku sudah memiliki anak darinya." Mata Viola mulai berkaca kaca. "Aku seharusnya menolak untuk menikah dengannya." Viola masih terus meluapkan kekecewaannya terhadap Steven pada Emma. "Viola, aku tahu apa kau hadapi ini tidaklah mudah. Tapi, jika kau menyerah sekarang, maka Mayang yang akan menang. Iya kan?"
Steven bangkit berdiri. Ia meninggal Viola, tak mau lagi berdebat dengan istrinya. "Ayo ceraikan aku!" teriak Viola, suaranya menggema di seluruh ruangan. "Tidak! Aku tidak akan pernah menceraikan dirimu!" seru Steven seraya melangkah pergi. Wajah Steven terlihat kesal. Ia memilih keluar rumah untuk menenangkan diri. "Mas, apa aku boleh ikut?" ucap Mayang penuh godaan. "Tidak! Aku ingin sendirian saja. Lagipula aku harus bertemu klien untuk membicarakan soal pekerjaanku!" Steven berbohong. Mayang hanya bisa melihat bayangan mobil Steven perlahan menghilang ditelan malam. Hingga pagi berikutnya, Steven tak kunjung pulang ke rumah. "Dimana Steven?" ucap Emma sambil melihat ke arah kursi kosong yang biasa ditempati oleh Steven. "Semalaman Steven tidak pulang. Ia bertengkar dengan Viola!" seru Mayang, mengadu domba. Emma menoleh ke arah Viola yang hanya diam tak menan
Saat Viola keluar dari kamar, ia bertemu dengan Emma. "Viola, kau akan pergi kemana? Kenapa membawa tas koper?" Emma panik. "Aku memang harus pergi kan Ma? Steven sudah memiliki istri lagi. Untuk apa aku masih tinggal di rumah ini? Aku sudah tidak ada gunanya tinggal di sini." "Tidak Viola! Jangan bicara seperti itu! Kau harus tetap ada di sini. Jika kau pergi, maka wanita itu yang akan menang! Steven akan selamanya pergi darimu!" "Aku tak peduli lagi." Viola menggeleng. Hatinya benar benar hancur. Ia tak lagi mampu bertahan di dalam benteng yang telah dibombardir secara membabi buta oleh lawannya. "Viola, anakmu masih kecil. Kau butuh banyak biaya untuk membesarkannya! Jika kau keluar dari sini, apa kau yakin kau bisa membesarkan anakmu?" tanya Emma. "Aku bisa bekerja di toko kue atau dimanapun." Viola menjawab sambil menundukkan wajahnya. "Tidak sayang, jangan lakukan itu. Ka
"Steven! Aku sedang bicara padamu! Kenapa kau membawaku ke luar kota? Kita akan pergi kemana sebenarnya?" Yasmin menjadi histeris. "Kau belum melihat sisi lainku yang ini kan? Jadi aku akan perlihatkan padamu!" Steven menjawab dengan kalimat aneh yang tak dipahami oleh Yasmin. "Steven apa yang kau katakan?" Yasmin bergidik. "Mengenai Viola, apa kau tahu kenapa aku menikahinya secara resmi?" Steven sesekali melihat ke arah Yasmin sambil mendelik. "Tidak! Aku tidak tahu! Dan aku tidak peduli!" teriak Yasmin. "Kau harus peduli! Karena ini berhubungan dengan Kakakmu, Jihan. Viola memiliki kecantikan yang paripurna. Maka aku menikahinya tak peduli seperti apa latar belakang keluarganya. Sedangkan Jihan, dia yang menyerahkan tub*hnya untuk aku tid*ri dan nikmati setiap malam. Gara gara dia, Swastika salah paham dan bun*h diri." Steven malah menyudutkan Yasmin. "Steven! Apapun alasanmu, kau telah men