Share

Cinta di Tengah Bahaya
Cinta di Tengah Bahaya
Author: Gina

Bab 1

Author: Gina
Malam itu, Arif pulang lebih awal dari biasanya.

Dia duduk di hadapanku sambil makan, lalu bertanya dengan nada santai, “Bagaimana pekerjaanmu hari ini?”

“Baik-baik saja.” Aku menundukkan kepala dan suaraku sedikit tercekat.

Arif pun tidak berkata apa-apa lagi. Dia sama sekali tak menyadari bahwa suasana hatiku sedang diliputi kesedihan.

Aku menatap wajahnya sejenak lalu memberanikan diri bertanya, “Sayang, pemanas air di rumah rusak. Apa masih ada sisa uang dari yang kuberikan sebelumnya? Kita panggil tukang untuk memperbaikinya.”

Ekspresi Arif sedikit berubah seperti kesulitan. Ia merogoh kantong celana lalu berkata, “Maaf sayang, uangnya sudah aku pakai untuk bayar hutang. Sudah tidak ada sisa.”

Pembohong.

Aku memejamkan mataku. Di kepalaku terbayang kembali saat dia memberi tip besar pada pelayan restoran perempuan.

Tapi aku hanya menekuk bibir, menahan emosi dan berkata, “Tidak apa-apa. Aku cari cara sendiri lagi.”

“Oh ya, Lina lagi sakit. Kata dokter, dia harus makan makanan bergizi.”

Dia membelai pipiku dengan lembut.

Lalu, sambil bicara, ia mengeluarkan seikat ikan yang sudah dibersihkan. Seketika, udara dipenuhi bau amis.

“Lina akhir-akhir ini ingin minum sup ikan. Tolong rebuskan untuk dia ya?”

Matanya berbinar penuh harapan.

Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat Arif pernah berkata dia paling tidak suka bau amis.

Dia membenci bau darah dan juga bau amis.

Tanganku pun mengepal dan kuku jariku mencengkeram telapak tangan begitu dalam.

Katanya, dia tidak pernah menyentuh daging mentah, bau darah membuatnya mual.

Tapi sekarang demi Lina, dia memegang ikan tanpa ragu, seakan lupa kalau aku sedang hamil dan sensitif terhadap bau amis.

Perutku tiba-tiba bergejolak karena bau amis yang menyengat.

“Sari, kamu kenapa?”

Aku tak bisa menahan diri dan rasa mual mendesak keluar. Aku lalu berdiri dan berlari ke kamar mandi.

Saat aku jongkok di depan toilet, air mataku menetes tanpa henti.

Aku mencintai Arif, bahkan rela menyerahkan segalanya.

Tapi sampai sekarang aku baru sadar, ternyata aku begitu rendah diri di hubungan ini.

Suara Arif terdengar dari belakang, dia bertanya dengan perhatian, “Sayang, kamu baik-baik saja? Apakah lambungmu sakit?”

Aku membelakanginya. Air mata masih jatuh tanpa suara.

Matanya yang coklat tua tampak menatapku, seolah-olah perhatian padaku, “Apakah kamu masih baik-baik saja?”

“Tidak apa-apa,” jawabku dengan singkat dan menundukkan kepala.

Dia pun menyodorkan obat sakit lambung dengan penuh perhatian, lalu berbalik menuju dapur.

“Sari, habis minum obat, tolong buatkan sup untuk Lina, ya. Kalau kamu masih merasa tidak enak badan, besok juga tidak apa-apa.”

Tapi aku hanya membelakangi dia dan tidak menjawab.

Dia juga tampak tak peduli, hanya mengganti sepatu dan bersiap keluar.

“Aku dapat kerja baru, nanti pergi wawancara. Kalau aku pulang malam, kamu tidur dulu saja.”

Langkah kakinya menjauh dan suaranya perlahan menghilang.

Aku mengambil ponsel, lalu menjadwalkan operasi aborsi dan membeli tiket ke kota yang jauh, bersiap untuk pergi ke kota yang baru dan memulai hidup yang baru.

Cinta yang penuh kebohongan dan ujian ini, aku tidak mau lagi.

'Arif, semoga kita tidak pernah bertemu lagi seumur hidup.'
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta di Tengah Bahaya   Bab 7

    Sejak hari itu, Arif tidak pernah menyerah. Setiap hari aku selalu menerima surat cintanya dan hadiah-hadiahnya. Mulai dari pagi ketika keluar bekerja hingga malam pulang rumah, dia seperti bisa menembus semua celah, selalu menemukan cara untuk menyampaikan semua itu ke depanku.Namun setiap kali, aku dengan tanpa belas kasihan membuangnya ke tempat sampah. Luka masa lalu tidak akan hilang hanya karena beberapa kata manis darinya. Aku sangat jelas, hubungan antara kita sudah benar-benar berakhir.Namun, Arif seolah tidak bisa memahami hal ini. Suatu hari, saat aku pulang kerja, dan baru saja keluar dari lift, aku melihat dia berdiri di depan pintu rumahku. Di tangannya, dia memegang seikat besar mawar, wajahnya penuh dengan harapan."Sari, aku..." Tapi sebelum dia selesai berbicara, aku telah membuang mawar itu ke tong sampah di sebelah."Masih ada urusan? Kalau tidak, tolong pergi." Aku berbicara dengan dingin."Sari, mengapa kamu tidak mau memberiku satu kesempatan?" Dia bertan

  • Cinta di Tengah Bahaya   Bab 6

    Setelah meninggalkan Arif, aku pindah ke sebuah kota di selatan yang asing. Meskipun agak tidak terbiasa dengan iklim dan makanan di sini, tetapi setelah meninggalkan masa lalu, semangatku untuk hidup kembali menyala.Aku menggunakan sisa uang yang kumiliki selama ini untuk menyewa sebuah rumah kecil yang sederhana tetapi hangat. Kemudian, aku menemukan pekerjaan sebagai pegawai kantor di dekat tempat tinggalku. Meskipun gajinya tak seberapa, tetapi cukup untuk menopang hidupku sendiri.Setiap pagi ketika berangkat kerja, pemilik toko bunga di lantai bawah, Rian, selalu memberiku senyum yang hangat. Dia tampan, cerah, dan ramah. Senyumnya seperti segaris sinar matahari yang menembus ke dalam hatiku, memberiku kehangatan yang sudah lama hilang.Awalnya, saat kami belum begitu kenal, aku hanya akan menanggapi dengan senyum yang sopan.Ketika pulang kerja, Rian akan memberikan aku sebatang bunga margaretha. "Sari, sudah capek kerja? Bunga ini untukmu, semoga kau suka."Dia berbicara

  • Cinta di Tengah Bahaya   Bab 5

    Arif pulang ke rumah dengan hati yang dipenuhi kemarahan dan penyesalan. Dia menutup pintu dengan keras, seluruh tubuhnya dipenuhi oleh rasa sakit dan amarah yang tak tertahankan.Lina saat ini ternyata masih belum pergi. Dia mendengar suara, lalu dengan cepat melangkah ke arahnya."Arif, kamu sudah pulang! Sari di mana? Dia tidak ikut kamu pulang?" Lina bertanya dengan berpura-pura peduli, namun di wajahnya tersembunyi sedikit kesenangan.Sementara Arif menatapnya dengan dingin, tanpa mengucapkan satu kata pun."Arif, apa yang terjadi? Jangan-jangan si wanita jahat itu tidak mau kembali denganmu? Aku sudah tahu, dia pasti membencimu karena kamu tidak punya uang, jadi melarikan diri!" Lina melihat Arif tidak menanggapi dirinya, mulai menghina aku tanpa batas.Pada awalnya, dia mengira Arif akan seperti sebelumnya, mudah percaya pada kata-katanya. Namun, tak diduga amarah Arif tiba-tiba meledak. Dia mengangkat tangan, lalu menampar Lina hingga dia terjatuh ke lantai."Diam kamu!" Ar

  • Cinta di Tengah Bahaya   Bab 4

    Arif terbangun dengan kepala yang berat akibat mabuk.Dia menggosok pelipisnya. Semalam dia minum, berharap bisa melupakan tatapan dingin aku.Saat ini dia tidak menemukan ponselnya, jadi meminjam ponsel teman untuk menghubungiku. Tapi ternyata, nomorku tidak aktif.Kegelisahan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya meluap dadanya.Dia tergesa-gesa bangun dan pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, sosokku terus muncul di benakannya. Dia tidak mengerti, bagaimana wanita yang dulu selalu patuh dan tunduk padanya bisa tiba-tiba menjadi begitu tegas dan tidak tergoyahkan?Setelah sampai rumah, dia mulai menata rencana permintaan maaf. Bunga-bunga, makanan enak, perhiasan, semua disiapkan dengan teliti. Dia ingin memulihkan hatiku. Namun, ketika dia melihat sekeliling, baru pertama kalinya dia benar-benar memperhatikan betapa kumuhnya rumah ini. Furnitur bekas bernoda, cat dinding yang mengelupas, memperlihatkan batu bata di baliknya. Di teras, baju bayi yang bernoda bergoyang tertiu

  • Cinta di Tengah Bahaya   Bab 3

    Dalam keadaan koma, aku merasa seperti tenggelam di antara kabut gelap tanpa arah. Dan secara samar-samar aku mendengar suara pertengkaran Arif dan Lina."Semuanya karena kamu!" Suara Arif terdengar marah. "Kalau bukan karena ide kamu menyuruhku pura-pura miskin dan berjudi hanya untuk menguji cinta Sari, dia tidak akan jadi sopir taksi. Dia tidak akan dihina, dipermalukan, dan pingsan karena terlalu marah!""Siapa sangka tubuhnya selemah itu?" sahut Lina dengan dingin. "Lagi pula, kalau saat dia dihina dan kamu menolongnya, dia pasti akan tahu kamu mengawasinya diam-diam, kan?""Arif, aku cuma membantu kamu menguji cinta! Bantu kamu mencari istri yang akan setia padamu, baik ketika kamu kaya maupun miskin!""Tapi aku merasa aku sudah keterlaluan. Aku melihat dia dihina, tapi malah tak membantu. Aku jadi merasa seperti bukan laki-laki!"Suara Arif terdengar penuh penyesalan."Arif, kamu tidak salah! Ingatlah pacar-pacar pertamamu, mana yang tidak tertarik dengan uangmu? Mereka bahkan

  • Cinta di Tengah Bahaya   Bab 2

    Operasi aborsi dijadwalkan seminggu ke depan. Selama masa penantian ini, aku tetap bekerja sebagai sopir taksi tanpa berhenti.Malam ini, aku menerima penumpang pria. Begitu masuk ke dalam mobil, bau alkohol langsung menusuk. Secara refleks, aku menutup hidung. Sejak hamil, penciumanku sangat sensitif terhadap bau.Pria itu pun menatapku dengan tatapan sinis."Kamu jijik sama bauku? Kamu cuma seorang sopir taksi saja, emangnya kau lebih hebat dariku? Seenaknya saja meremehkan aku."Aku tidak berkata apa pun, hanya mengingatkannya untuk mengenakan sabuk pengaman.Di tengah jalan, dia mulai bertingkah, “Cewek, kamu cantik banget. Ngapain jadi sopir taksi?”“Mending ikut aku. Aku bisa bikin kamu hidup enak.”Aku terpaksa hanya bisa menyetir sambil menghindari tangannya yang mulai menyentuh aku, dan wajahku sudah mulai masam.“Pak, tolong hormati saya.”“Hormat? Sopir taksi kayak kamu harusnya bangga aku mau sentuh.”Tiba-tiba dia mendorongku ke kursi, ekspresinya penuh penghinaan.“Kamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status