Syalalala ...
Mata Kinara membulat tak percaya saat membuka foto yang ada di hadapannya.Tangan Kinara bergetar. Dadanya sesak. Nafasnya tercekat.Foto itu menampilkan Fany, tapi yang menjadi perhatian Kinara wajah sang adik, melainkan bekas-bekas lebam keunguan yang tampak jelas di bagian paha yang sedikit terbuka dari balik rok seragam. Ada pula guratan biru di lengan dan perut yang terekam samar dari sisi kamera.Kinara menutup mulutnya dengan tangan, tubuhnya gemetar. Matanya mulai berkaca-kaca sebelum akhirnya bulir air mata jatuh satu per satu, menyisakan sesak yang tak tertahankan.Ia menggeser silde selanjutnya dengan foto yang sama, tapi dengan jarak lebih dekat. Foto itu diambil beberapa hari terakhir saat Fany. Karena wali kelas lebih sering bertukar kabar Fany dengan Nana, saat sang asisten itu membesuk Fany. Wali murid tersebut memberanikan diri memberitahu hal itu.“Mas ... itu Fany?” Suara Kinara pecah, tangisnya tak bisa lagi dibendung. “Lihat, Mas! Di pahanya ... lengan ... bahkan—”
“Mama tuh capek, Mas, ditanyain terus soal kamu dan Kinara yang belum juga punya momongan,” ujar Rindu menggebu-gebu.Aditama dengan santainya meminta sang ibu mengabaikannya seraya menyesap minumannya.“Abaikan gimana? Mama jadi stres.”Aditama meletakkan gelasnya sedikit lebih keras di atas meja kitchen island. “Bisa Mama bayangkan jadi Kinara? Seberapa stresnya dia? Tapi dia tetap berusaha melapangkan hati menghadapi semua sikap dan tuntutan Mama. Jadilah tempat di mana Kinara bisa merasa pulang. Dia sudah sebahagia itu punya Mama dalam hidupnya.”Tak ada jawaban dari Rindu. Ia hanya terdiam, mencerna setiap kalimat dari putranya.“Mas dan Kinara pamit pulang ya, Ma. Sudah ada janji mau makan di luar setelah dari sini.” Aditama meraih tangan ibunya dan memeluknya, lalu keluar dari dapur.Tanpa mereka sadari, percakapan ibu dan anak itu didengar oleh Kinara. Ia segera pergi, mengusap air matanya yang tak tertahan, lalu kembali duduk di ruang tamu.“Mas,” lirihnya saat melihat Aditama
Dua hari terakhir, Aditama disibukkan oleh agenda perusahaan di Bandung. Kinara pun tak kalah padat aktivitasnya. Meski begitu, ia tetap memastikan suaminya mendapat perhatian penuh dan dilayani dengan sebaik-baiknya. Sarapannya, pakaiannya, dan setiap malam ketika pria itu pulang, senyuman hangat serta pelukan lembut selalu menyambutnya.Ah, semoga kebersamaan ini segera menjadi rutinitas yang utuh bagi mereka.Hari ini giliran Aditama menjalani pemeriksaan. Ia mengikuti serangkaian tes dan hasilnya pun sama seperti Kinara, sehat. Tidak ditemukan masalah medis yang berarti. Dokter hanya menyarankan mereka untuk menjaga pola makan, cukup istirahat, serta tetap tenang dan berpikir positif.Rindu tak banyak berkomentar lagi. Namun dalam diam beliau menunjukkan dukungannya. Dengan mengirim makanan sehat setiap hari ke apartemen anak dan menantunya. Bukan makanan biasa, melainkan hasil masakan dari tangan chef pribadi. Inilah alasan kenapa Kinara hanya menyiapkan sarapan untuk suaminya.Ma
“Siapa kamu—lepas!” seru Kinara panik.Saat mereka beradu pandang, mata Kinara menyipit—menatap sosok di hadapannya. Manik mata itu tampak tak asing. Sesaat kemudian, lelaki itu mengulurkan tangan, menarik masker dari wajahnya.“Mas?” suara Kinara terdengar terkejut, matanya membulat. “Mas Adit?” ulangnya tak percaya, melihat senyum merekah dari bibir sang suami.“Ihh … jahat banget!” rajuknya sambil memukul dada Aditama dengan kesal. “Aku hampir jantungan!”“Argh … sakit, Sayang!” Aditama pura-pura meringis kesakitan. Kinara mendesis kesal, lalu langsung memeluknya erat. Meski sempat kesal, rindu yang selama ini dipendamnya tak bisa ditahan lebih lama.“Mas, kok nggak bilang kalau pulang hari ini?” gumamnya dalam dekapan.Aditama bahkan belum sempat menjawab, Kinara terlalu banyak mencecarnya dengan sederet pertanyaan penuh rasa ingin tahu, membuatnya hanya bisa tersenyum.“Masuk dulu, Sayang,” usul Aditama.Mereka melangkah masuk. Begitu pintu tertutup rapat, Kinara masih tetap dalam
Hari ini rapat umum pemegang saham, hasil rapat diputuskan bahwa struktur perusahaan akan mengalami perubahan. Seluruh jabatan Chief (seperti CEO, CMO, CFO) dibubarkan dan digantikan dengan jabatan tunggal. Aditama diangkat sebagai Chairman/Direktur Utama, sesuai dengan wasiat dari Darius yang memberikan tiga puluh persen saham kepadanya. Rahman, kerabat mereka yang sebelumnya menjabat sebagai CFO, mendapatkan sepuluh persen saham dan diangkat sebagai Managing Director/Direktur Operasional.Semua pihak sepakat perubahan ini bukan hanya restrukturisasi, tapi juga strategi untuk memperkuat ekspansi ke Indonesia.Perusahaan induk tetap berjalan di Singapura, sementara Aditama juga akan memimpin langsung pembukaan cabang di Bandung. Rahman akan menjalankan operasional di kantor pusat Singapura, mereka memastikan dua entitas ini bisa berjalan beriringan dengan baik.Ruang rapat itu perlahan lengang. Satu per satu peserta meninggalkan ruangan usai pengumuman penting disampaikan—pengumuman y
Rindu jelas tak menyetujui keputusan anak dan menantunya yang berencana mengurus adik Kinara. Bukan tanpa alasan—baginya, kehidupan Kinara sudah cukup padat. Pekerjaan yang menumpuk. Bagaimana dengan program kehamilan yang belum juga membuahkan hasil? Kini ditambah rencana mengasuh anak usia sekolah dasar yang tentu membutuhkan perhatian lebih.Bagi Rindu, keputusan itu terlalu berisiko. Terlalu banyak hal yang dipertaruhkan.Aditama sebenarnya sudah menjelaskan semuanya. Ia menyampaikan alasan di balik keputusan mereka berdua. Bahwa ini bukan sekadar keinginan Kinara semata, melainkan langkah yang telah mereka pikirkan bersama.Namun, penjelasan Aditama justru membuat Rindu semakin gusar. Setiap kali sang anak membela keputusan itu, hatinya memanas. Bukan karena ia membenci Fani, tapi karena ia terlalu khawatir pada menantunya. Pada rumah tangga yang, baginya, seharusnya difokuskan dulu untuk saling menjaga dan menumbuhkan cinta, bukan memperumit keadaan.Bagi Rindu, niat baik tetap h