Home / Romansa / Cinta di Ujung Perpisahan / Bab 4 : Pertemuan Tak Terduga

Share

Bab 4 : Pertemuan Tak Terduga

Author: Dinis Selmara
last update Last Updated: 2025-03-11 12:42:36

Parasit ya? Kinara tertawa sinis mengingat itu. Segera saja dia membalas pesan sang ibu mertua.

“Baik, Tante. Saya akan mempersiapkan diri,” tulisnya akhirnya.

Terlalu lelah menjadi bulan-bulanan Rindu, Kinara mantap akan berpisah dengan Aditama.

Lucu sekali ibu dan anak itu. Kalau memang ingin protes dan tidak setuju, kenapa tidak langsung menyampaikan saja pada Om Tama yang bersikeras menyatukan Kinara dan Aditama?

Bahkan sampai saat ini, ayah mertuanya masih memperlakukannya dengan baik, menganggapnya seperti anak sendiri.

Kinara naik ke tempat tidur, mencoba beristirahat, tak sabar menanti esok hari.

Dalam pejamnya, pikirannya kembali pada pesan singkat dari ibu mertuanya. Diceraikan? Miris sekali, pernikahan yang diharapkannya hanya sekali dalam seumur hidup ternyata tidak berlaku dalam hidupnya.

Setelah ini, bagaimana dengan statusnya sebagai janda

Tidak punya ayah, tidak punya ibu….

‘Kuat ya, Ra. Kamu tidak selemah itu,’ batinnya menguatkan diri.

Dering ponselnya mengusik di saat matanya baru saja kembali terpejam. Ia tersenyum lembut melihat nama seseorang di layar ponselnya. Percayalah, Kinara sangat merindukan wanita ini, tepatnya merindukan kasih sayang seorang ibu yang tidak pernah ia dapatkan. Namun, terkadang ia terlalu malas menanggapi ibu tirinya.

“Mama,” sapanya lebih dulu.

Namun seperti biasa, lagi-lagi Kinara dijadikan alat untuk meminta investasi dari Tama. Belum juga selesai kekacauan di perusahaan keluarganya yang kini dikelola sang kakak, kini ada lagi permintaan dari ibunya. Padahal, belum lama ini Tama sudah membantu.

Kinara mencoba memberi pengertian dan masukan. Jika perusahaan memang sudah di ujung tanduk, bukankah lebih baik dilakukan perubahan manajemen? Namun, Diani merasa tersinggung. Ia marah.

Jika perusahaan diserahkan begitu saja pada pihak lain, bagaimana dengan nasib keluarganya?

"Mentang-mentang Ayah sudah tidak ada, kamu mau mendepak kami begitu?" Nada suara Diani meninggi.

Kinara tidak menjawab. Padahal sudah jelas perusahaan itu sulit diselamatkan. Uang asuransi ayahnya habis entah ke mana dengan dalih menyelamatkan perusahaan, ditambah bantuan dari Tama yang seolah tak pernah ada cukupnya.

"Kenapa diam? Tidak mau bantu? Itu perusahaan ayah kamu juga, Kinara! Kamu tidak menghargai perjuangan beliau membangun perusahaan itu? Kamu cuma tahu bermewah-mewahan di sana, menikmati hasilnya selama ini. Dasar anak tidak tahu diuntung!" Diani membentak, lalu langsung memutuskan sambungan telepon.

Kinara menangis dalam diam, tak ingin Ve tahu di luar kamar. Tak pernah sekalipun ia merasakan kasih sayang Diani. Perhatian yang diberikan wanita itu selalu bersyarat—hanya ada saat ia butuh sesuatu. Setelah itu, Kinara selalu dihakimi.

Ia mengusap air matanya, lalu memejamkan mata, mencoba mengabaikan sakit yang kembali menghimpit hatinya.

***

Kinara dan teman-temannya sedang dalam perjalanan ke Singapura, di mana mereka akan menginap selama dua minggu untuk menikmati liburan di Pulau Sentosa. Semua fasilitas penginapan ditanggung oleh Ve, papanya menyiapkan tempat liburan sebagai hadiah ulang tahun. Sore itu, mereka merayakan ulang tahun di salah satu restoran.

Suasana perayaan yang riuh dan meriah sungguh menghibur. Setelah acara inti usai, Kinara pamit ke toilet. Sambil merapikan penampilannya, dentingan ponselnya menarik perhatiannya.

Suami gaib.

[Kapan kamu ada waktu? Saya ingin bertemu dan bicara perihal pernikahan ini.]

Kinara terdiam sejenak, mencerna pesan yang dikirim Aditama. Ia sudah tahu arah pembicaraan yang akan dibahas, perceraian. Ya, pasti soal itu.

"Saya lagi di Singapura. Ayo bertemu," tulisnya, lalu kembali menghapusnya.

"Besok!" ketiknya lagi, tapi sekali lagi dihapus.

Berulang kali ia mencoba merangkai kata, tapi semuanya berakhir dihapus. Ia bingung harus merespons bagaimana, mengingat betapa baiknya ayah mertuanya selama ini. Tama menolak keras adanya perceraian.

"Aditama itu baik dan penyayang. Bersabarlah sedikit, Nak. Dia hanya ingin fokus pada studi-nya. Hubungi Papa jika dia tidak menafkahi kamu. Untuk nafkah satu lagi, asal kamu ridho, akan ada waktu yang indah nanti."

Kata-kata ayah mertuanya terngiang dalam benaknya.

"Ya ampun, dicariin ternyata di sini!" seru Ve tiba-tiba. Kinara mendongak sekilas, lalu kembali fokus pada ponselnya. "Aku dan yang lain mau lanjut ke KTV. Ikutan nggak?"

Kinara masih sibuk mengetik, tak menghiraukan sahabatnya.

"Ara! Mau ikut nggak?" ulang Ve.

"Nggak mau," balas Kinara, lalu tanpa sadar langsung menekan tombol kirim. Pesan itu pun terkirim ke Aditama dan terbaca.

"Nggak mau, ya?" tanya Ve memastikan.

"Hah?" Kinara membelalak, panik. 

“Eh, malah terkirim?! Aaa… Ve…!” serunya, mencak-mencak sendiri, membuat sahabatnya kebingungan.

‘Hapus saja nggak, ya? Tapi udah dibaca,’ batinnya.

Kinara menghela napas, menyalahkan Ve membuat sahabatnya tak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Kalian lanjut aja, deh. Aku balik ke kamar dulu," katanya, lalu bergegas pergi. Ia butuh tempat yang lebih tenang untuk berpikir sebelum membalas pesan suaminya.

Sementara itu, Aditama di seberang sana mengerutkan kening, bingung membaca pesan singkat dari istrinya.

Nggak mau?

“Nggak mau ketemu atau nggak mau bercerai?” gumam Aditama seorang diri.

Aditama tersentak saat sahabatnya, Darius, menegurnya. Mereka baru saja selesai menjamu klien. “Melamun aja, lo!”

“Mr. Koh sudah pulang 'kan? Aku mau kembali ke kamar,” kata Aditama menyimpan ponselnya dan berlalu pergi.

***

Kinara akan berpisah dengan Ve dan beberapa temannya.

"Yakin mau di kamar aja?" tanya Ve.

Kinara mengangguk tanpa ragu.

Begitu keluar dari restoran, matanya menangkap sosok Erik, teman satu angkatan yang juga ikut dalam rombongan perjalanan mereka. Dari kejauhan, lelaki itu sudah tersenyum menyambutnya.

"Ra, kamu mau ke mana? Nggak ikut yang lain karaoke?" tanya Erik.

"Nggak, Rik. Aku duluan ya," jawab Kinara, berniat segera berlalu.

Namun, langkahnya terhenti ketika Erik tiba-tiba meraih lengannya. Mata lelaki itu tampak sendu, berkabut.

"Ra, aku mau bicara sama kamu sebentar. Boleh?" tanya Erik dengan penuh harapan.

Kinara menghela napas, lalu mengangguk setuju. Mereka duduk berdua di bangku taman. Kinara sudah menduga cepat atau lambat Erik akan mengungkapkan perasaannya. Dan benar saja, lelaki itu akhirnya menyatakannya, meski untuk kedua kalinya Kinara tetap menolak.

"Maaf, Rik. Aku nggak bisa," tolak Kinara langsung.

"Kenapa kamu selalu menolakku, hm?" tanya Erik, tiba-tiba mengusap dagu Kinara.

"Erik!" Kinara tersentak, segera menghindar.

Erik tampak emosional saat mengaku sudah lama menyukai Kinara.

"Aku sudah punya tunangan," ucap Kinara akhirnya. Ia memilih mengatakan itu daripada mengakui bahwa dirinya sudah menikah.

Erik menggeleng, menolak percaya.

"Bohong. Ve bilang kamu nggak punya hubungan dengan siapa pun—"

"Maaf, aku mau balik ke kamar—Erik!" pekik Kinara saat lelaki itu tiba-tiba memeluknya dari belakang.

"Tolong, Ra. Aku cinta sama kamu!" Erik memohon, tapi Kinara berontak.

Matanya menangkap seorang lelaki yang berdiri di ujung jalan, tampak fokus pada ponselnya. Sebuah ide terlintas di kepalanya. Dengan sekuat tenaga, ia melepaskan diri dari pelukan Erik.

"Sayang," panggilnya lantang. "Erik, maaf. Aku harus pergi!"

"Ara!" Erik memanggilnya dengan nada kesal juga kecewa, tapi Kinara sudah berlari ke arah lelaki asing itu.

Lelaki itu mengangkat pandangannya, menoleh ke kanan dan kiri, kebingungan melihat Kinara berlari ke arahnya. Tanpa pikir panjang, Kinara langsung merangkul lengannya—berjinjit hingga bibir lelaki itu menyentuh keningnya membuat mata lelaki itu membulat sempurna.

"Ayo," ajak Kinara pelan. 

"Jalan," titahnya berbisik.

Lelaki itu masih bingung, tapi tetap mengikuti langkah Kinara.

Sesekali Kinara melirik ke belakang, menangkap tatapan tajam Erik yang masih berdiri di tempatnya.

"Kamu—"

"Stt! Tolongin saya. Mas-nya diam aja dulu," bisik Kinara cepat.

Lelaki itu hendak menoleh ke belakang, tetapi Kinara segera menahannya. Ia pun menurut, berjalan tanpa banyak bicara sementara Kinara menyandarkan kepalanya di bahu lelaki itu.

"Jalan terus. Jangan lihat ke belakang!" titah Kinara.

Mereka terus berjalan hingga Erik tak lagi terlihat.

Tiba-tiba, lelaki itu menghentikan langkahnya.

"Stop!" Kinara dipaksa melepas rangkulannya. "Kamu memanfaatkan saya?"

Kinara menelan ludah, melihat wajah marah di hadapannya.

"Kenapa diam? Kamu tiba-tiba datang, mengatur, dan bahkan menodai bibir saya. Bisa jelaskan?" cecar pria itu.

‘Apa katanya menodai?’ batin Kinara.

"Maaf, Mas. Saya terdesak tadi. Terima kasih ya bantuannya," ujar Kinara, bersikap acuh. Buru-buru ia mengeluarkan beberapa lembar uang dolar. Kinara meraih tangan lelaki itu dan meletakkan uang di atas telapak tangan besar itu. "Ini kompensasinya. Sekali lagi, maaf dan terima kasih."

Ia berbalik, hendak pergi, tetapi belum genap melangkah jauh, lelaki itu menahan pergelangan tangannya.

"Kamu kira saya lelaki seperti apa, hah?" desisnya dingin. "Ambil uangmu ini dan jangan pernah terlihat olehku lagi!" tekan Aditama.

Ya, lelaki itu adalah Aditama, suami gaib Kinara.

Dinis Selmara

Jangan pernah terlihat lagi, ya, Kinaraaa, huhu ... lanjut nggak?

| 82
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (49)
goodnovel comment avatar
Liena Shabiyyah
om tama asisten ayahnya ato teman bisnis seh? gak mgkn om tama gak ksh liat foto nya ke anaknya
goodnovel comment avatar
Jess
Kinara ini tokoh wanita lemah dan bodoh kah? segampang itu direndahkan dan dimanfaatkan.
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kamu bikjn laki2 jijik aja kinara. g begitu juga caranya menyelamatkan diri. murahan banget. dihina diam dan diperlakukan g adil sama ibu tiri juga diam. sebenarnya kamu punya otak g sih buat mikir.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #6

    “Kamu masih di rumah Abi, Sayang?” tanya Aditama lewat sambungan telepon.Beberapa hari terakhir ia berada di Singapura untuk menghadiri rapat umum pemegang saham. Meski sudah pensiun dan menyerahkan perusahaan pada ketiga putranya, Aditama tetap setia menemani urusan besar yang membutuhkan kehadirannya. Namun, di balik semua itu, ia lebih menikmati masa tuanya berdua bersama sang istri.“Masih, aku mau extend, deh. Dua hari lagi,” jawab Kinara santai.“Mas pulang besok, lho. Kamu malah nambah hari nginap di sana? Mas sendirian dong di rumah?” nada suaranya terdengar seperti rajuk manja.Kinara tersenyum mendengar itu. “Tapi kan aku tetap pulang, Mas. Aku masih kangen sama cucuku.”“Suamimu ini lho juga kangen banget sama kamu.” Kinara terkekeh geli mendengar pengakuan jujur itu.“Boleh ya, Mas? Dua hari aja…,” pintanya lembut. Mana mungkin Aditama bisa menolak. Apa yang tidak bisa ia usahakan untuk istrinya? Mau tidak mau, ia hanya bisa mengalah, meski dalam hati sebenarnya tak rela.

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #5

    “Kamu itu anak yang paling susah keluarnya. Selama hamil kamu, Mama sampai harus bed rest,” keluh Kinara saat menelepon si bungsu yang kini sibuk berkelana di negeri orang.“Bed rest di Bintan, maksud Mama?” sahut Dion santai dari seberang.Kinara melirik sekilas ke arah Aditama yang duduk santai membaca koran. Sang suami hanya tersenyum tipis, ikut mendengarkan percakapan itu.“Pokoknya kamu itu anak yang paling bikin Mama susah,” lanjut Kinara, meski kenyataannya justru berbanding terbalik. Kehamilan Dion adalah yang paling ringan, ia bisa bepergian lintas udara hingga menyeberang lautan tanpa keluhan berarti.“Tapi paling disayang ‘kan?” goda Dion.“Pulanglah, Nak,” lanjut Kinara akhirnya melemah. “Mama kangen banget sama Dion. Tolonglah bantu Mas Nadeo sama Mas Abi. Papa kamu sudah tidak sanggup lagi menanggung semuanya di perusahaan,” ujarnya dengan nada manja sekaligus serius.“Ujung-ujungnya disuruh kerja rodi. Jadi sebenarnya Mama kangen anaknya atau butuh tenaga kerja?” balas

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #4

    Pagi pertama di villa terdengar suara burung laut dan sinar matahari menembus tirai besar membangunkan Kinara lebih dulu. Ia duduk di teras sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit. Sesekali menoleh melihat suami dan anaknya masih terlelap. Di hadapannya, laut biru membentang luas, ombak kecil berkejaran pelan membuatnya bersemangat hingga beranjak berdiri di sisi pagar balkon. Tak lama kemudian, Nadeo berlari keluar dengan piyamanya, langsung menghambur ke pelukan ibunya.“Bunda, sudah bangun? Lagi lihat laut ya? Mas senang sekali di sini,” gumamnya. “Tidurnya nyenyak.”“Oh, ya? Enak tidurnya?” Nadeo mengangguk setuju. Ia mendekat ke arah perut Kinara berbisik, “Adik suka juga nggak di sini? Sayang sekali tidak bisa main air dan pasir. Mas semalam main pasir pantai dengan Abi,” katanya menceritakan keseruan versinya. Kinara terkekeh, mencium rambut putranya.Ia tersentak saat merasakan pelukan dari belakang. Aditama muncul membenamkan wajahnya di ceruk leher sang istri. “Selama

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #3

    Kehamilan kali ini benar-benar terasa berbeda bagi Kinara. Tidak ada drama seperti dua kehamilan sebelumnya. Justru ia merasa jauh lebih rileks, tenang, dan dimanja oleh Aditama. Setiap hari berjalan dengan penuh cinta, seakan waktu tak ingin berlari terlalu cepat. Karena itulah, sore itu saat mereka duduk di ruang tengah, Kinara tiba-tiba mengutarakan keinginannya. “Mas, aku ingin babymoon,” ujarnya sembari mengusap lembut perutnya yang mulai membuncit. Aditama menoleh dengan senyum geli. “Babymoon atau honeymoon?” tanyanya menggoda. “Mas …,” rajuknya manja. “Mau ke mana, Sayang?” Kinara tersenyum penuh arti. “Ke Bintan, yuk!” Sejenak Aditama terdiam, menatap istrinya yang tampak begitu serius. “Berdua saja?” tanya Aditama menggoda. Kinara langsung menggeleng tegas. “Nggak, dong. Aku nggak tega meninggalkan Nadeo dan Abi. Mereka bagian dari kita, masa ditinggal. Babymoon hanya istilah, aslinya pengen liburan di pantai.” Aditama menghela napas, tidak bisa menolak.

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #2

    “Kamu menerima kehamilan ini, Mas?” tanya Kinara pelan, sorot matanya ragu.“Kenapa nanya begitu?” Aditama mengernyit. “Jelas Mas terima, itu anak Mas.”“Tapi… Abi masih kecil banget, baru satu tahun lebih. Kayak… kebobolan gitu.”Aditama terkekeh kecil, menggeleng. “Nggak ada istilah kebobolan, Ra. Kita melakukannya dengan sadar dan sama-sama mau. Kamu ini lucu, punya suami malah takut hamil.”Kinara menunduk, pipinya bersemu. Namun Aditama segera meraih jemarinya, menggenggam hangat.“Mas tahu, mengandung, melahirkan, sampai menyusui itu bukan hal mudah. Karena itu, Mas janji bakal bikin kamu senyaman mungkin. Kamu nggak sendirian, Sayang. Suruh saja Nadeo kalau kamu butuh apa-apa,” kekehnya saat melihat mata sang istri membulat dan mulutnya sedikit terbuka ingin melayangkan protes. “Atau Abi,” lanjutnya sedikit memutar tubuh mungil di pangkuannya. “Jagain Mama, ya! Jangan maunya nyusu aja kerjanya. Papa udah banyak ngalah sama Abi—”“Heh … heh …! Ngomong apa sih,” protes Kinara menu

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #1

    Empat tahun berlalu sejak perjalanan panjang Kinara dan Aditama sebagai orang tua. Waktu telah menjadikan mereka lebih dewasa, lebih utuh, dan semakin menyadari betapa berharga kebersamaan yang kini mereka miliki.Kinara memutuskan untuk tidak lagi fokus mendesain. Waktunya kini telah sepenuhnya ia abdikan untuk kedua putranya—Nadeo, si sulung yang beranjak semakin pintar dan penuh rasa ingin tahu, serta si kecil Abinza Deo Aditama yang hari ini genap berusia satu tahun. Baginya, menjadi seorang ibu sepenuhnya bukan berarti meninggalkan impian, melainkan menggantinya dengan kebahagiaan yang lebih nyata.Pokoknya Kinara adalah wanita paling cantik seisi rumah, memiliki tiga bodyguard—suami tampan dan dua anak lelakinya yang tak kalah tampan. Pesona alaminya tak pernah luntur meski sudah menjadi ibu dua anak.Fany, sang adik, kini telah menempuh sekolah khusus desain di luar negeri dan tinggal di asrama atas permintaannya sendiri. Meski begitu, rumah mereka tak pernah terasa sepi. Justru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status