Share

Bab 3. Parasit

Author: Dinis Selmara
last update Huling Na-update: 2025-03-11 12:41:48

Satu Tahun Kemudian

Notifikasi pesan masuk muncul di layar ponsel Kinara.

"Saya sudah kirim uang nafkah untuk kamu," tulis Aditama dalam pesan singkat.

Kinara hanya menatap pesan itu sebentar lalu menggeser layar ke atas, melewatkannya tanpa membalas.

Sudah satu tahun sejak pernikahan itu. Bisa dihitung dengan jari berapa kali ia bicara dengan lelaki itu. Mereka tidak pernah bertemu, tidak pernah berkomunikasi kecuali lewat pesan singkat dingin seperti ini.

Ia bahkan tidak pernah tahu seperti apa suaminya sesungguhnya, hanya tahu nama saja. Setelah beberapa hari kepergian ayahnya, Kinara memang langsung kembali ke Malaysia tanpa membawa apapun, termasuk dokumen-dokumen pernikahannya. Dirinya terlalu muak dengan orang-orang yang tak berperasaan padanya.

Pernikahan ini baginya tak lebih dari formalitas. Jika bukan karena permintaan terakhir sang ayah, ia tak akan pernah melakukannya.

“Wah … nolnya banyak banget, Ra,” gumam Ve, mengintip layar ponsel Kinara yang menampilkan notifikasi uang masuk ke rekeningnya.

“Haisshh, berisik.” Kinara memilih pindah ke bean bag dekat jendela menatap serius layar ponselnya, menjauh dari sahabatnya yang terus mengoceh memekakkan telinganya.

“Ara, kamu nggak penasaran sama suami gaibmu itu?” tanya Ve lagi membuat Kinara memutar bola matanya jengah.

Dalam lingkaran pertemanannya, Kinara lebih dikenal dengan panggilan Ara. Nama Kinara hanya digunakan oleh keluarga.

Kinara menyimpan ponselnya. Lagi-lagi dia memilih untuk tidak membalas pesan suaminya.

“Bukan nggak penasaran, tapi nggak peduli,” jawab Kinara santai.

Mengurus kuliah dan kafe saja sudah cukup merepotkan. Belum lagi pekerjaannya sebagai freelance di salah satu butik. Ia tak punya waktu untuk memikirkan suami gaibnya.

Suami gaib adalah sebutan yang Ve berikan untuk suami sahabatnya.

Katakanlah Kinara istri yang durhaka, tapi suami mana yang tega meninggalkan istrinya saat ia masih berkabung? Bisa-bisanya di hari pemakaman ayahnya, Aditama langsung pergi setelah mengantar ke pemakaman. Yang lebih menyedihkan, alih-alih menyapa lelaki itu hanya memotret punggung sang istri sebagai bukti kehadirannya di pemakaman.

Hari itu hari pernikahan mereka, loh. Hari bahagia yang berakhir duka.

Emosi Kinara naik setiap kali mengingat hari itu. Apalagi, Aditama dengan gamblang memintanya untuk tidak mengganggunya yang akan melanjutkan studi S2.

Sok paling sibuk! Seolah-olah dirinya tidak punya kesibukan.

Untuk memberi pelajaran pada lelaki arogan itu, Kinara memilih mengabaikan pesan dan teleponnya. Bisa dihitung dengan jari berapa kali ia merespons. Namun, Mr. Arogan itu tetap saja tak peka. Jadilah pernikahan mereka yang sudah setahun ini hambar, sehambar sayur tanpa garam dan micin.

"Kaya sudah pasti, wong setiap bulan dia kirim uang dalam jumlah nggak kecil buat istri gaibnya—"

Ve buru-buru menutup mulutnya setelah keceplosan menyebut Kinara sebagai istri gaib. Ya, bagaimana lagi? Menurutnya, ini pernikahan paling aneh yang pernah ada. Suami istri yang tidak saling bertegur sapa selama setahun, komunikasi pun hanya satu arah. Kalaupun dua arah, itu hanya karena istri gaibnya ini lagi khilaf.

"Lanjut, Ra. Suamimu sudah pasti kaya. Gimana kalau ternyata dia juga tampan?"

Kinara mengerutkan kening, jengah dengan pola pikir sahabatnya yang terus berandai-andai tentang suaminya.

Suaminya?

Kinara bergidik geli mendengar kata itu.

"Besok kita berangkat jam berapa, Ve?" tanya Kinara, kembali fokus menarik garis dan mewarnai desainnya.

"Pukul delapan dari sini. Nggak usah bawa baju banyak-banyak. Kita shopping di sana aja! Suamimu ‘kan udah kirim duit," kata Ve, menaik-turunkan alisnya menggoda Kinara. "Eh, gimana kalau sekalian aja kalian meetup besok? Dia ‘kan di Singapura?"

"Males banget!"

Ve terus menggoda Kinara, mengingatkan bahwa kurang dari dua minggu lagi adalah anniversary pernikahan sahabatnya. Kinara melirik Ve dengan kening berkerut. Bisa-bisanya Ve justru lebih ingat usia pernikahannya? Anniversary seperti apa yang dimaksud? Dalam pernikahan ini, hal semacam itu jelas tidak mungkin ada.

Besok, Kinara dan teman-temannya memang berencana liburan ke Singapura. Bukan kali pertama mereka ke sana, tapi sama sekali tak terlintas di pikirannya untuk menemui suaminya. Lagi pula, lelaki itu pun tidak pernah menunjukkan inisiatif untuk mencari tahu keberadaannya.

“Ayolah, Ra. Hari itu kamu harus dandan maksimal, pokoknya paripurna. Biar tuh suami gaibmu klepek-klepek dan menyesal telah mengabaikan istrinya yang hot badai,” ujar Ve berapi-api.

Kinara hanya menyilangkan tangan di depan dada, tanda bahwa ia tidak tertarik dengan ide aneh itu.

“Oh ya, Ra. Erik sibuk banget nanya aku, kamu ikut atau enggak ke Singapura. Nggak merasa aneh, Ra? Dia itu jelas-jelas suka sama kamu.”

“Terus aku harus gimana, Ve? Aku nggak bisa atur perasaannya. Yang jelas, aku sudah bilang kalau aku nggak menaruh perasaan padanya selain sebagai teman,” balas Kinara, tenang.

Ve menghela napas sambil memutar bola matanya. “Kisah kamu ini kayak sinetron jam tujuh. Bikin emosi.”

Tak lama kemudian, Ve pamit turun ke lobi untuk mengambil camilan pesanannya.

Kinara baru saja hendak memejamkan mata saat ponselnya berdenting lagi. Nama di layar membuatnya mengerutkan kening, Rindu Prawira, ibu mertuanya.

Dengan hati enggan, Kinara membuka pesan singkat itu.

[Persiapkan dirimu. Aditama akan menceraikanmu. Jangan persulit prosesnya, Kinara. Ini demi kebaikan kalian berdua. Kamu dan Aditama berhak mendapatkan kebahagiaan masing-masing. Berhentilah menjadi parasit dalam keluarga kami.]

Kinara terdiam. Tidak kaget. Hanya lelah.

Dari awal pernikahan, Rindu memang tak pernah menyukainya. Wanita itu melihatnya bukan sebagai menantu, tapi sebagai pengganggu. Dalam pandangan Rindu, Kinara hanya anak perempuan dari keluarga biasa, bahkan berasal dari seorang rekan bisnis suaminya yang kini sudah meninggal. Ia dianggap tidak setara.

Dan sejak proyek pembukaan cabang baru Tama Group di Bandung gagal berjalan mulus, Kinara dituduh sebagai penyebabnya. Hanya karena ia beberapa kali menghubungi Tama untuk menanyakan kelanjutan kerja sama juga beberapa masalah lain, Rindu menganggapnya sedang memanfaatkan posisi sebagai menantu.

Bahkan, pernah sekali Rindu menelepon Kinara dan berkata langsung, “Kamu pikir karena kamu punya hubungan dengan almarhum Fahri, kamu bisa ikut campur bisnis keluarga kami? Kamu hanya numpang nama. Jangan berharap lebih.”

Pernikahan yang seharusnya menjadi ikatan antar dua keluarga, justru menjadi alasan ibu mertuanya semakin menunjukkan permusuhan.

Dan kini, kalimat “berhenti jadi parasit” seolah penegasan dari semua prasangka buruk yang selama ini ditanamkan Rindu.

Kinara mengunci layar ponselnya. Ia tidak menangis. Tidak juga marah. Ia hanya menatap kosong ke luar jendela, menatap gemerlap lampu kota.

Lucu, pikirnya. Ia bahkan tidak pernah meminta uang, tidak pernah tinggal di rumah suaminya, tidak pernah ikut campur bisnis mereka. Tapi tetap saja, ia dianggap beban.

Dan sekarang, ia akan diceraikan lewat pesan?

Senyum tipis menghiasi bibirnya. Bukan senyum bahagia, tapi juga bukan getir. Mungkin… ini justru awal dari akhir yang baik.

Dinis Selmara

Run, Kinara, Runnnn!

| 52
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (46)
goodnovel comment avatar
umi firunikah
Adit dan Aditama kayaknya sama. cuma Aditama belum tahu Kinara.
goodnovel comment avatar
Ety Rusmiatin
punya mertua kek gini msh bikin ilfil
goodnovel comment avatar
Neng Saroh
jiaaaaaahhh suami gaib
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 127 : Keputusan Besar

    Sudah tiga hari berlalu sejak Kinara menemukan Fany dalam keadaan mengenaskan di pinggir jalan. Sejak hari itu pula, dunia Fany berubah—penuh ketakutan. Trauma itu begitu mengakar, hingga setiap suara langkah di koridor rumah sakit pun membuat gadis kecil itu meringkuk di sudut ranjang. Setiap kali suster datang memeriksa, Fany hanya diam, menarik selimut sampai ke dagu dan menatap nanar. Sungguh menyedihkan.Ia bahkan belum mau berbicara dengan Kinara. Kinara hanya bisa melihat sang adik dari balik dinding kaca saja.Setiap kali Kinara masuk ke kamar, Fany hanya memalingkan wajah—meminta sang kakak pergi. Kinara mencoba mengerti. Ia tidak marah, tidak tersinggung. Tapi tetap saja, ada perih luar biasa yang menggurat di dadanya."Fany masih tidak mau bertemu denganku, Mas,” lirihnya, menatap kosong ke depan sana—saat mereka duduk berdua di taman rumah sakit.Satu-satunya orang yang bisa membuat Fany berbicara adalah psikolog anak yang ditunjuk oleh rumah sakit.“Dia butuh waktu, Sayang

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 126 : Tangis Seorang Kakak

    “Ampun … Kak …,” katanya menutupi wajahnya. Kinara membeku.Aditama sedikit menjauh memberi ruang untuk kakak dan adik itu.Tangan Kinara terangkat setengah, lalu turun perlahan mengusap lengan sang adik. “Fany … kenapa kamu seperti ini?” suaranya pelan, hampir putus asa.Fany mundur beberapa langkah—masih enggan menatap siapa lawan bicaranya.“Fany … ini Kak Ara,” lirihnya membuat sang adik mengangkat pandangannya.Matanya menatap Kinara tak percaya. Tubuhnya memeluk diri, seperti melindungi dari sesuatu yang sangat menakutkan.Air mata Kinara jatuh melihat langsung bekas pada tubuh sang adik yang sebelumnya hanya melihatnya dari foto saja. Bekas itu memang hampir sembuh, tapi ada beberapa luka baru. Termasuk sudut bibir Fany yang pecah dan mengeluarkan darah.“Kak Ara …,” panggilnya memeluk sang kakak. “Aku … aku nggak mau disakiti,” gumamnya lirih. “Aku takut, Kak.”“Siapa yang nyakitin kamu?” tanya Kinara, suaranya mulai tercekat.Namun sesaat kemudian Fany melepas pelukannya. Ia h

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 125 : Liburan

    Kinara mencoba menghubungi Dita, tapi tidak ada respons. Ia lalu memutuskan mendatangi rumah sang kakak, tapi rumah itu pun tampak kosong. Tak punya pilihan lain, Kinara meminta bantuan Dito untuk menghubungi sang kakak.Dari informasi yang Dito peroleh, Dita dan Fani memang sedang tidak di rumah karena tengah liburan, sekaligus mencari sekolah baru untuk Fani. Sekolah yang lebih dekat dengan tempat Dita bekerja, usaha kafe bersama kekasihnya.Meski akhirnya Kinara tahu bahwa sang adik dalam keadaan baik, hatinya tetap tidak tenang. Dita sama sekali tak mengizinkan Kinara bertemu dengan sang adik, apa lagi memberitahu keberadaan mereka.Dito juga sempat mengatakan bahwa ia akan turun ke Bandung, kalau Dita berbuat macam-macam terhadap adik mereka. Namun Dita hanya menjawab tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena Fany tengah menikmati waktu libur sekolah.“Jadi, apa kata Dito?” tanya Aditama sambil memeluk Kinara di atas ranjang menjelang tidur.“Mereka liburan, Mas. Tapi yang aku ngg

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 124 : Penuh Resah

    Mata Kinara membulat tak percaya saat membuka foto yang ada di hadapannya.Tangan Kinara bergetar. Dadanya sesak. Nafasnya tercekat.Foto itu menampilkan Fany, tapi yang menjadi perhatian Kinara wajah sang adik, melainkan bekas-bekas lebam keunguan yang tampak jelas di bagian paha yang sedikit terbuka dari balik rok seragam. Ada pula guratan biru di lengan dan perut yang terekam samar dari sisi kamera.Kinara menutup mulutnya dengan tangan, tubuhnya gemetar. Matanya mulai berkaca-kaca sebelum akhirnya bulir air mata jatuh satu per satu, menyisakan sesak yang tak tertahankan.Ia menggeser silde selanjutnya dengan foto yang sama, tapi dengan jarak lebih dekat. Foto itu diambil beberapa hari terakhir saat Fany. Karena wali kelas lebih sering bertukar kabar Fany dengan Nana, saat sang asisten itu membesuk Fany. Wali murid tersebut memberanikan diri memberitahu hal itu.“Mas ... itu Fany?” Suara Kinara pecah, tangisnya tak bisa lagi dibendung. “Lihat, Mas! Di pahanya ... lengan ... bahkan—”

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 123 : Makin Sayang

    “Mama tuh capek, Mas, ditanyain terus soal kamu dan Kinara yang belum juga punya momongan,” ujar Rindu menggebu-gebu.Aditama dengan santainya meminta sang ibu mengabaikannya seraya menyesap minumannya.“Abaikan gimana? Mama jadi stres.”Aditama meletakkan gelasnya sedikit lebih keras di atas meja kitchen island. “Bisa Mama bayangkan jadi Kinara? Seberapa stresnya dia? Tapi dia tetap berusaha melapangkan hati menghadapi semua sikap dan tuntutan Mama. Jadilah tempat di mana Kinara bisa merasa pulang. Dia sudah sebahagia itu punya Mama dalam hidupnya.”Tak ada jawaban dari Rindu. Ia hanya terdiam, mencerna setiap kalimat dari putranya.“Mas dan Kinara pamit pulang ya, Ma. Sudah ada janji mau makan di luar setelah dari sini.” Aditama meraih tangan ibunya dan memeluknya, lalu keluar dari dapur.Tanpa mereka sadari, percakapan ibu dan anak itu didengar oleh Kinara. Ia segera pergi, mengusap air matanya yang tak tertahan, lalu kembali duduk di ruang tamu.“Mas,” lirihnya saat melihat Aditama

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 122 : Acara Keluarga

    Dua hari terakhir, Aditama disibukkan oleh agenda perusahaan di Bandung. Kinara pun tak kalah padat aktivitasnya. Meski begitu, ia tetap memastikan suaminya mendapat perhatian penuh dan dilayani dengan sebaik-baiknya. Sarapannya, pakaiannya, dan setiap malam ketika pria itu pulang, senyuman hangat serta pelukan lembut selalu menyambutnya.Ah, semoga kebersamaan ini segera menjadi rutinitas yang utuh bagi mereka.Hari ini giliran Aditama menjalani pemeriksaan. Ia mengikuti serangkaian tes dan hasilnya pun sama seperti Kinara, sehat. Tidak ditemukan masalah medis yang berarti. Dokter hanya menyarankan mereka untuk menjaga pola makan, cukup istirahat, serta tetap tenang dan berpikir positif.Rindu tak banyak berkomentar lagi. Namun dalam diam beliau menunjukkan dukungannya. Dengan mengirim makanan sehat setiap hari ke apartemen anak dan menantunya. Bukan makanan biasa, melainkan hasil masakan dari tangan chef pribadi. Inilah alasan kenapa Kinara hanya menyiapkan sarapan untuk suaminya.Ma

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status