Share

Bertemu Kembali

Author: Dinis Selmara
last update Last Updated: 2025-03-16 13:25:13

“Siapa juga yang mau bertemu lagi dengannya,” kesal Kinara melihat punggung lelaki arogan itu menjauh. Segera saja Kinara melangkah terus menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Kinara terus menatap layar ponselnya, tepatnya ruang obrolan dengan sang suami. Aditama sudah membaca pesannya, tetapi tak kunjung membalas. Begini saja terus hubungan mereka sampai bumi berhenti berputar.

"Ah, sudahlah!"

Kinara membenamkan tubuhnya ke dalam selimut, ingin segera berlabuh ke pulau kapuk. Padahal, masih terlalu dini untuk tidur, tetapi tubuhnya terasa begitu lelah.

***

Sejak penolakan kemarin, Erik tak lagi terlihat dalam rombongan. Ia memilih liburan terpisah dengan alasan ingin mengunjungi keluarganya di sini, mumpung ada waktu luang.

Tak ada yang tahu tentang pertemuan mereka kemarin, termasuk Ve.

Hari ini, mereka berencana menghabiskan waktu di luar Pulau Sentosa. Ve penasaran dengan skybar dan klub yang terletak di rooftop bangunan termegah dan paling ikonik di negara ini.

Dalam perjalanan kali ini, mereka hanya bertiga—Kinara, Ve, dan Aji. Ve dan Aji Saputra adalah sahabat Kinara sejak SMA. Liburan mereka ke Singapura kali ini terdiri dari delapan orang. Lima lainnya adalah teman Aji dari fakultas Teknik, termasuk Erik. Mereka sudah akrab sejak memasuki universitas yang sama dengan Aji sebagai jembatan pertemanan ini.

Semua teman Aji berperilaku baik dan tahu cara menghargai wanita. Itu kenapa ciwi-ciwi ini juga senang berteman dengan mereka.

“Serius mau ke sana? Kalau minum yang aneh-aneh aku aduin papamu, Ve,” kata Kinara tidak yakin dengan sahabatnya yang banyak maunya ini.

“Minum apa, sih? Jangan katrok. Di sana nggak mesti mabok-mabokan, ya. Kita ke sana sore, aku mau lihat sunset dari sana. Mau buat time-lapse ala-ala gitu. Ntar dari awannya cerah, masuk ke waktu magrib, dan malam. Iiii… keren pasti,” ujar Ve penuh semangat, si paling instagr*mable.

Kinara mengembuskan napasnya menoleh ke arah Aji. Sementara yang ditatap ikut mengembuskan napas panjang—mengedikkan bahunya.

Puas seharian berkeliling berburu tempat wisata dan kuliner, mereka menuju skybar sore harinya. Kinara menikmati pemandangan kota Singapura tepat di depan matanya yang berubah menjadi lukisan hidup yang memukau. Langit yang tadinya biru perlahan bertransisi menjadi semburat oranye keemasan, berpadu dengan rona merah muda yang memantul di kaca-kaca gedung pencakar langit.

Di kejauhan, matahari perlahan turun di balik cakrawala, sinarnya membelah awan tipis yang melayang di atas kota.

Angin sore bertiup sejuk, membawa angan Kinara melayang. Meski bersenang-senang, pikiran Kinara kalut saat ini. Ibu tirinya terus mengirim pesan agar Kinara segera menghubungi Tama untuk kembali mengucurkan dana pada perusahaan mereka. Belum genap setahun ini permintaan seperti ini sudah kali ketiga. Tahu bagaimana bingungnya Kinara akan bicara dengan papa mertuanya? Memang ada kerja sama, tetapi jika melibatkan urusan pribadi seperti ini, jelas terasa tidak profesional.

Deringan ponsel memecah lamunannya. Baru saja ia memikirkan hal itu, kini ibu tirinya, Diani, sudah menghubungi.

Kinara tak bisa mengabaikan panggilan itu. Sekali saja terlambat merespons, ia bisa menjadi bulan-bulanan Diani.

Begitu panggilan tersambung, suara Diani terdengar lembut dan manis menyapa. Ia langsung menanyakan keberadaan anaknya. Dengan jujur, Kinara menjawab bahwa ia sedang berada di Singapura. Mendengar hal itu, nada suara Diani berubah ceria.

“Kamu ketemuan dengan Aditama, ya, Sayang?” tanya Diani merekahkan senyumnya di seberang sana.

“Nggak—”

“Pas banget, Nak. Kalau kamu belum bicara dengan Pak Tama, ada baiknya kamu minta sama suami kamu saja. Nanti Dita akan siapkan dokumen pendukung investasi,” ujar Diani menunjuk anak kandungnya, Dita, yang sementara memimpin perusahaan alm. Fahri.

Tidak, mana mungkin Kinara menghubungi Aditama untuk hal itu. Tidak tahu saja semua keluarga kalau suami istri ini masih belum bertemu.

“Maaf, Ma, Kinara—”

“Nggak bisa?” terdengar tawa dari seberang sana. “Sepertinya kamu sangat ini membuat kami semua jatuh, ya?” kekeh Diani.

“Bukan begitu, Ma. Kinara tidak bisa bicara dengan Aditama karena—”

“Karena kamu tidak pernah peduli dengan kami. Begini cara kamu membalas budi dengan Mama, huh?”

Balas budi? Atas apa? Kinara membatin, matanya mulai memanas. Ia tak pernah merasa dirawat atau mendapatkan kasih sayang seorang ibu dari Diani. Sejak kecil, ia lebih banyak diasuh oleh asisten rumah tangga.

Air matanya jatuh tak tertahan saat mendengar makian dari seberang telepon. Langit mulai gelap setidaknya menyamarkan kesedihannya.

Aji dan Ve, yang baru saja kembali setelah asyik berfoto di salah satu sudut bar, saling berpandangan. Langkah mereka terhenti ketika melihat Kinara mengusap air matanya, ponsel yang tadi menempel di telinganya kini telah diturunkan.

“Ara,” panggil Ve, pelan.

Kinara memaksakan senyumnya meminta agar kedua sahabatnya tidak mengkhawatirkan dirinya. Ve langsung mendekat dan memeluk Kinara.

“Tante Diani, ya?” Kinara mengangguk. Ve mengeratkan pelukannya mengusap punggung Kinara berusaha menenangkannya.

“Aku sudah pesankan makan malam untuk kita,” kata Aji ikut duduk di hadapan dua sabahatnya.

Kinara mengangguk usai melepas pelukan Ve.

Sepanjang menikmati makan malamnya, Kinara memikirkan banyak hal termasuk pertemuan dengan Aditama. Apa memang sebaiknya dia akhiri saja pernikahan ini?

“Telepon siapa?” tanya Ve, melihat Kinara menyudahi makan malamnya.

“Suami gaib,” jawab Kinara membuat Ve antusias.

“Ihh… mau meetup, ya? Sini, dong. Suruh ke sini. Dia tinggal di mana?”

“Siapa suami gaib?” tanya Aji yang sedang menyesap minumannya, bingung.

Kepo! Ini urusan wanita,” balas Ve, ketus.

Kinara pamit menjauh saat suasana mulai ramai. Ia membawa tasnya, mengatakan akan singgah ke toilet sambil mencoba menghubungi Aditama.

Satu kali panggilan tak terjawab membuatnya mengerutkan kening. Ia pun melanjutkan langkahnya ke toilet. Tak lama setelah itu, ponselnya bergetar—panggilan masuk dari Aditama. Kinara tertegun. Ini pertama kalinya mereka berbicara lewat telepon. Absurd, bukan? Suami istri macam apa mereka ini?

Tanpa pikir panjang, Kinara segera menerima panggilan itu. Ia melangkah ke balkon tak jauh dari toilet, mencari tempat yang lebih tenang.

Halo,” sapa Aditama dengan suara baritonnya.

Kinara menegak salivanya mendengar suara tegas yang juga terdengar dingin di seberang sana. “Kamu telepon hanya untuk membuat waktu saya?” ujar Aditama karena Kinara hanya diam saja.

“Ah, I—iya, Mas.”

Meski suara di seberang sana terdengar merdu, tidak mengurangi rasa benci Aditama pada Kinara.

Ada apa?

“Saya mau ketemu—”

Tidak bisa. Saya sibuk. Saya akan memberikan nomor asisten saya. Kedepannya kamu bisa menghubunginya.” Kinara menganga tak percaya mendengar jawaban Aditama. “Setelah ini silakan hubungi, Vano, asisten saya.”

Tut … tut … tut!

Sambungan telepon terputus sepihak, begitu saja.

“Eh, gelo nih orang. Main di matiin saja,” kesal Kinara.

Ketika berbalik, Kinara membulatkan matanya melihat Erik berdiri di hadapannya.

“Loh, Erik?” Pandangan Erik terlihat sayu, tapi juga terlihat menggebu.

Erik mempersilakan Kinara jalan lebih dulu setelah mengatakan kalau dua sahabatnya, Ve dan Aji sudah menunggu di bawah.

Kinara mengangguk paham mengikuti langkah mantap Erik. Ve bilang mereka memang tidak akan lama di sini.

Di dalam lift hanya kesunyian yang menemani. Entah kenapa berdua dengan Erik seperti ini jantung Kinara berdetak lebih kencang. Tiba-tiba ia merasa takut.

Kini keduanya sudah tiba di area parkir. Kinara menelisik sekitar yang sepi, tidak menemukan Ve dan Aji. Langkah Erik mantap menuntun Kinara ke sebuah mobil. Merasa ada yang tidak beres, Kinara menghentikan langkahnya.

“Erik,” panggil Kinara pelan.

Erik menoleh kembali mendekati Kinara yang perlahan mundur.

“Pulang dengan aku saja, ya?” pinta Erik membuat Kinara menggeleng kaku.

Kinara berbalik setelah mengatakan dia akan mencari Ve dan Aji. Sesaat kemudian tubuh Kinara melayang digendong paksa oleh Erik—masuk ke dalam mobilnya. Kinara mencoba berontak—keluar dari  mobil, tapi Erik menahannya.

“Pulang dengan aku, Ara!”

“Erik, tolong jangan seperti ini,” pinta Kinara dengan tubuh merinding saat Adit menimpa tubuhnya sementara kaki Kinara masih menjuntai keluar.

“Seperti apa, Sayang?” mengusap wajah Kinara dengan gerak sensuaal.

“Erik—toloonngg …!” pekik Kinara seraya menahan tubuh Erika—memberontak.

Erik menekan tubuhnya agar bisa mendekat telinga Kinara, berbisik, “Aku mencintaimu Ara.”

Tolooonnggg …!” pekik Kinara.

Pasrah, Kinara tidak kuat lagi menahan tubuh besar Erik. Dengan sisa tenaganya, Kinara mendorong tubuh Erik hingga lelaki itu kian menjauh dari tubuhnya. Tidak, bukan karena dorongan Kinara, tapi karena ada seseorang yang menarik paksa tubuh Erik keluar.

“Sialan!” kesal Erik, melayangkan tinjuan pada seseorang yang datang dengan niat membantu karena mendengar teriakan Kinara.

Kinara ditarik keluar saat sosok itu setelah membalas pukulan Erik hingga tersungkur ke lantai.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Aditama. Ya, lelaki yang datang membantu itu adalah Aditama yang tidak sengaja lewat.

Kinara menangis sejadi-jadinya. Enggan disentuh, ia merasa jijik oleh sentuhan mengingat bagaimana Erik mengusap wajah dan menatapnya tadi.

Erik kembali menarik Aditama dan kedua terlibat perkelahian. Namun, lagi-lagi Erik terjatuh, tersungkur.

Aditama melihat sekitar mencari keberadaan Kinara dan menemukan wanita itu berjalan lunglai memeluk tubuhnya yang bergetar—menangis sejadi-jadinya.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Aditama menghalangi jalan Kinara. “Kamu?” katanya terkejut setelah melihat jelas wajah Kinara. Namun, sesaat kemudian pandangan Kinara perlahan gelap dan tubuhnya melemah. Kinara jatuh pingsan, dengan sigap Aditama menangkap tubuh mungil Kinara.

Dinis Selmara

Erik gelo! untung ada suami gaib kaaannn....hihi

| 23
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (45)
goodnovel comment avatar
ida Sari
waduh Erik ini kerasukan setan kali ya , dasar edan Erik , untung ada suami goib nya Ara klu ga apa yg bakalan terjadi sama Ara.
goodnovel comment avatar
Muktie Prilly
ya x udh 3 x d bantu masih aja alesan d ambang kebangkrutan biarin aja lah bangkrut beneran biar mreka jadi gembel lg aja toh km kuliah sambil kerja juga kan d sana
goodnovel comment avatar
Muktie Prilly
nekad nih Erik untung aja ada orng yg mau menolong Kirana klo nga pasti dia udh jadi korbannya Erik thanks ya Aditama
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Pertanggungjawaban

    Kinara mengeratkan pelukannya menikmati aroma tubuh yang menenangkan. Tubuh? Kinara membuka matanya perlahan mengerjap saat tubuh kecilnya berada dalam pelukan seseorang. “Aahh …!” Kinara memekik mendorong tubuh di hadapannya hingga jatuh dari ranjang tersungkur mengerang kesakitan. “Ka—kamu?” Berusaha mengumpulkan kesadarannya lelaki itu pasrah terbaring telentang di lantai menahan sakit memegangi lengannya. “Ka—kamu nggak apa-apa?” tanya Kinara merasa bersalah karena lelaki itu terlihat sangat kesakitan. “Mas?” panggilnya hati-hati. Kinara sangat mengenal wajah ini. Lelaki ini adalah lelaki yang kemarin tidak terima dimintai tolong saat Kinara mengelabuhi Erik. Sebentar, dia juga yang memukuli Erik malam saat …. “Kamu sudah sadar, sebaiknya pergi dari apartemen saya,” kata lelaki itu dengan nada dingin—sudah terduduk di lantai dan berusaha bangkit dari duduknya. Kinara cepat turun dari ranjang dan berusaha membantu lelaki itu tapi yang ingin ditolong menolak. “Bukankah saya sud

    Last Updated : 2025-03-18
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Lelaki dari Masa Lalu

    Ada apa dengan lelaki itu? Sok paling kenal, pikir Kinara.“Mundur, Wir! Modusmu kelewatan,” pekik Kinara saking kesalnya. Tentu saja yang sedang dibicarakan tidak ada, ya …. Mana berani Kinara mengatai di depan orangnya langsung. Melihat tatapannya yang tajam saja takut, seperti akan melahap orang hidup-hidup.Kinara tidak ambil pusing karena dia memang tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan lelaki.Di hotel, Aji bolak-balik berjalan ke sana-sini seperti setrikaan berusaha menghubungi Kinara. Nomornya sudah aktif, tapi panggilan tidak kunjung diangkat.“Jadi apa mau ke kantor polisi saja?” tanya Ve, ketakutan.Aji menjelingkan matanya jengah karena Ve masih saja bungkam. Ve mengatakan kalau pun harus membuka rahasia Kinara itu hanya pada polisi nanti saat bersaksi.“Mau apa ke kantor polisi?” tanya Kinara melangkah masuk ke kamar yang sengaja disanggah hingga sedikit terbuka.Aji dan Ve segera menoleh saat seseorang melangkah masuk tanpa rasa bersalah, lalu menjatuhkan diri di s

    Last Updated : 2025-03-18
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Warna Baru

    “Wah, parah,” kata Adit, menggeleng sedih karena Kinara tidak mengingatnya.Kinara menganga tak percaya, kedua tangannya menutup mulutnya refleks. Ia terkejut bisa bertemu dengan lelaki yang ia kenal sebagai Adit—lelaki yang menemaninya malam itu, tiga tahun yang lalu, saat ia bersedih—tanpa tahu bahwa lelaki itu juga adalah Aditama, suaminya.“Maaf, Mas...,” lirihnya, masih tak percaya. “Sebentar, Mas Adit masih simpan gelangnya?” tanyanya lagi dengan mata membulat.Aditama mengangguk, lalu mendekatkan tangannya dengan tangan Kinara. Kinara menatap takjub saat melihat gelang pasangan mereka masih melingkar di sana, sama seperti miliknya.Hatinya dipenuhi rasa haru. Ia nyaris tak percaya pertemuan ini benar-benar terjadi. Ia tidak henti berterima kasih karena Aditama telah menyelamatkannya—meraih tangan Aditama, menarik, dan menggoyang-goyangkannya riang sementara yang ditarik meringis kesakitan.Aditama meringis.Menyadari perubahan ekspresi lelaki itu, Kinara buru-buru menghentikan t

    Last Updated : 2025-03-19
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Dilema Kinara

    08xx xxxx xxxxNona, perkenalkan saya Vano, asisten Pak Aditama. Saya ingin meneruskan surat pernyataan berikut untuk Nona tandatangani, terima kasih.‘Surat penyataan perceraian?’Suami GaibSudah terima draft dari Vano? Tolong segera tandatangani.Mas AditRa, besok mau dibuatkan sarapan apa?Kinara menatap aplikasi pesan singkat di layar ponselnya dengan kedua tangannya bertumpu di atas meja—meremas rambutnya. Bingung pesan mana yang harus ia balas lebih dulu.Deringan ponselnya membuyarkan pikiran, senyumnya merekah melihat telepon masuk dari papa mertuanya, Tama. Segera saja Kinara mengangkat panggilan itu.“Halo, Om,” sapa Kinara.“Kok, Om, terus, sih? Panggil papa seperti Aditama juga, Nak,” kata Tama dari seberang telepon.Kinara meringis segan. Pasalnya ia juga pernah memanggil Rindu dengan sebutan mama, tapi mertuanya itu menolak keras dipanggil mama. Kinara jadi membatasi diri dari keluarga suaminya.“Kamu lagi di Singapura?” tanya Tama kemudian.Kinara menyahut membenarkan,

    Last Updated : 2025-03-19
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Rumah Kecil

    Malam ini, Kinara ikut Ve ke sebuah pameran seni. Sementara Aji menemani Ve di ruang lelang, Kinara berkeliling menikmati pameran.Tanpa disadari, sejak tadi ia menjadi objek bidikan seorang fotografer. Setiap gerak-geriknya tertangkap dalam jepretan kamera. Fotografer itu begitu menikmati momen memotret Kinara yang fotogenik.Kinara terus berjalan hingga berhenti di depan salah satu lukisan.Lukisan itu terpajang di sudut ruangan. Sapuan warna-warna hangat membentuk siluet sebuah rumah tua yang disinar cahaya keemasan. Di teras, tergambar sosok ayah yang tersenyum lembut, tangannya memeluk putri kecilnya. Di belakang mereka, samar-samar terlihat bayangan seorang ibu yang penuh cinta, pelukan itu seakan bisa dirasakan meski hanya dalam kanvas.Namun, semakin lama dipandang, lukisan itu terasa memilukan. Kinara berdiri di depan lukisan itu, dadanya sesak. Rindu menghangatnya rumah kecil, pelukan ayahnya, dan tawa yang dulu mengisi hari-harinya. Air matanya jatuh tanpa ia sadari, mengena

    Last Updated : 2025-03-20
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Terusik

    "Sesuatu apa, Mas?" tanya Kinara dengan bingung."Nanti aja, deh. Setelah dari sini," kata Aditama santai, menunjukkan tiket masuk Universal Studios."Kita mau ke Universal Studios?" tanya Kinara dengan mata membulat. Aditama memang tidak memberi tahu mereka akan ke mana akhir pekan ini. Kinara mengira mereka hanya akan berbincang ringan di toko es krim saja."Tidak mau?" Aditama menaikkan sebelah alisnya, sengaja menggoda."Mauuu…," seru Ara bak anak kecil yang bahagia dituruti keinginannya.Lihatlah bagaimana Aditama tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya di dekat Ara, sosok yang periang dan bersahaja. Di tengah berbagai problematik hidup dan kesibukannya, bertemu Ara bagaikan menemukan dunia baru dalam hidup Aditama yang selama ini monoton.***“Kamu menikmati sekali permainan wahana tadi,” kata Aditama saat mereka menikmati waktu usai menjelajahi beberapa permainan wahana di Universal Studios.Kinara mengatakan bahwa sudah lama ia tidak bermain wahana karena sahabatnya tidak bera

    Last Updated : 2025-03-21
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Hati Yang Porak-poranda

    “Sorry to say, ya, Ra. Aku bisa lihat dari mata tu mas-mas. Doi, suka ame elu,” kata Ve, membuat Kinara jengah.Ve tidak melanjutkan pembicaraan, yang berarti sahabatnya tidak dapat melihat kalau Kinara sempat tersentuh oleh sikap dan perlakuan Adit. Hal itu membuatnya bernapas lega.Kinara memilih menghindari Adit. Selama ini, ia tidak pernah dekat dengan laki-laki selain Aji, sahabatnya sejak sekolah. Namun kini, setelah bersuami, pikirannya justru dipenuhi oleh sosok lelaki lain. Bukankah itu tidak pantas?Kinara menggelengkan kepala, berharap bayangan Adit segera menghilang.Hari ini, ia dan Adit akan kembali menghabiskan waktu bersama, tetapi Kinara memutuskan untuk menjaga jarak. Ini adalah hari terakhirnya di Singapura, karena besok ia akan kembali ke rutinitasnya di Malaysia. Perasaannya terhadap Adit belum begitu dalam. Mungkin ini hanya kekaguman atau rasa nyaman karena sikapnya yang hangat. Lambat laun, perasaan itu akan memudar seiring kesibukannya.Namun, seberapa kuat Kin

    Last Updated : 2025-03-22
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Berpisah

    Hujan telah reda. Kinara kembali ke hotel dengan tubuh basah kuyup. Tak ada kabar apa pun dari Aditama. Lelaki itu menghilang begitu saja, meninggalkannya sendirian. Langkah Kinara terhenti. Tatapannya lurus ke depan, menatap sosok yang mondar-mandir dengan gelisah. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran. Hingga akhirnya, pandangan mereka bertemu. Melihat kondisi Kinara seperti itu, hati Aditama remuk. Ia melangkah mendekat, sementara Kinara tetap berdiri mematung. Mata indah itu kini digenangi air mata. Lagi. Untuk kesekian kalinya, Aditama melihat Kinara dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Tanpa sepatah kata pun, ia menariknya ke dalam dekapannya. Tangis Kinara pecah. Kenapa sosok Adit selalu ada di saat seperti ini? Dan kenapa ia begitu lemah di hadapan lelaki itu? Melihat Kinara seperti ini, jiwa Aditama terusik. Sejak pertama bertemu, wanita kecil itu tampak rapuh. Dan kini, tekadnya semakin kuat. Ia ingin melindungi Kinara, menjaganya, dan memastikan wanita itu bahagia bersamanya

    Last Updated : 2025-03-24

Latest chapter

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Luapan Emosi

    Aditama punya teman baru, siapa lagi kalau bukan dokter Sagara. Banyak hal seputar kondisi Kinara yang bisa dibagi bersama, tentunya seputar kesehatannya.“Saya mau kamar itu, Dok. Tolong tunjukkan,” pinta Aditama saat dokter sagara mengatakan Kinara sudah bisa dipindahkan ke ruangan perawatan. Dokter residen itu menawarkan kamar VIP yang memiliki ruangan khusus untuk wali pasien. Namun, masalahnya … apa wanita itu mau seruangannya dengannya? Seminggu pasca operasi, dalam tiga hari terakhir Aditama tidak muncul di hadapan Kinara. Bukan berarti dia menyerah. Dia hanya memberi jeda Kinara untuk beristirahat. Dan benar saja, kini wanita itu sudah lebih membaik dan akan dipindahkan ke ruang perawatan.Kinara meminta ponselnya pada pihak rumah sakit, tapi jawabannya membuat ia kesal karena semua barang pribadinya ada pada Aditama.Hanya Kinara orang yang habis operasi besar memikirkan barang-barangnya. Pasalnya waktu dia menginap di sebuah hotel sudah habis. Rencana habis sidang, dia akan

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Badai Yang Menerjang

    Tatapan penuh kebencian dari Kinara membuat hati Aditama runtuh seketika. Belum sempat ia membujuk, Kinara sudah mengusirnya berulang kali—dingin, tegas, tanpa sedikit pun keraguan.Kinara menatap lurus ke depan, menolak bertemu mata dengan Aditama yang masih berdiri di sisinya, tampak ragu untuk benar-benar pergi.“Maafkan aku, Ra.” Suara Aditama terdengar berat, bergetar. Ia menunduk, tak kuasa menatap wajah wanita yang telihat begittu tersakiti. Ingin rasanya memeluknya, tapi tangan itu tak berdaya. Jarak yang Kinara buat terasa lebih tajam dari pisau.“Pergi!” seru Kinara karena Aditama tidak kunjung meninggalkannya.Aditama akhirnya melangkah mundur, perlahan membalikkan badan menuju pintu. Tepat saat ia melangkah keluar, air mata Kinara jatuh tanpa bisa ditahan.Bohong kalau tidak rindu, tapi rasanya semua sudah tidak ada artinya lagi. Aditama dan Kinara sudah selesai, bahkan sebelum semua ini dimulai.‘Kamu bisa, Kinara. Semua ini sudah berakhir,’ batinnya.Aditama keluar, tapi

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Anugerah Terindah

    Air mata Aditama jatuh saat melihat kelopak mata Kinara perlahan terbuka. Dari balik dinding kaca ruang ICU, ia menyaksikan wanita yang dicintainya mulai merespons arahan dokter—kepala yang sedikit mengangguk, jemari yang bergerak perlahan. Kinara sadar, ini adalah anugerah terindah bagi Aditama.Sesaat kemudian, dokter spesialis keluar dari ruang ICU. Senyum puas terpancar di wajahnya, disertai anggukan mantap sebagai isyarat bahwa semuanya berjalan baik. Di belakangnya, dr. Sagara juga mengangguk, memberi keyakinan tambahan kepada Aditama.“Istri Anda sudah sadar dan kondisinya stabil, Pak. Silakan jika ingin menemuinya,” ujar sang dokter ramah.Namun Aditama hanya diam terpaku. Matanya masih memandang ke dalam ruang ICU, dadanya sesak oleh rasa haru dan bersalah yang saling berebut ruang.“Saya… saya takut memperburuk keadaannya, Pak,” lirihnya, nyaris tak terdengar.Kedua dokter saling bertukar pandang. Lalu, dokter spesialis menepuk pelan pundak Aditama dan berkata lembut, “Masukl

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Istri Aditama

    Panggilan telepon itu terputus begitu saja, meninggalkan Aditama dalam kepanikan. Percakapan tadi singkat, padat, dan sangat jelas—menyisakan tekanan yang luar biasa.Aditama tidak ingin berpisah. Apa pun caranya, ia akan memperjuangkan Kinara.Ia mencoba menghubungi sang ayah, tapi panggilannya berulang kali diabaikan.Frustrasi membuncah dalam diri Aditama, tapi di sisi lain, ia sedikit lega—paling tidak, sang ayah tidak membahas soal Sheila. Mungkin memang belum tahu.Tama lebih sering berada di Jepang, menjalani hidup terpisah dari keluarganya—bekerja. Sesekali, istri dan anaknya menyusul hanya untuk melepas rindu.***Sudah dua hari ini Aditama hanya beristirahat di ruang tunggu khusus wali pasien yang disediakan rumah sakit. Rindu, sang ibu, mengirim asisten untuk membawa mobil anak sulungnya ke rumah sakit sekaligus mengantar keperluan pribadinya. Ia sempat menyarankan Aditama untuk pulang dan beristirahat dengan layak—tapi Aditama menolak. Ia tidak sanggup meninggalkan Kinara s

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Kehancuran Aditama

    Seorang dokter muda menawarkan diri untuk mendonorkan darah setelah mengetahui golongan darahnya sama dengan Kinara dan berhasil.“Satria Sagara,” ucapnya sambil mengulurkan tangan kepada Aditama.Aditama langsung menggenggam tangan itu erat, suaranya bergetar menahan haru. “Terima kasih... terima kasih banyak, Dok.”Dokter Sagara hanya tersenyum hangat, berusaha menenangkan Aditama yang terlihat kalut. Kehadirannya membawa sedikit ketenangan di tengah situasi mencekam itu.Dua jam berlalu dalam kecemasan. Hingga akhirnya, pintu ruang operasi terbuka dan salah satu dokter keluar.“Operasinya berjalan lancar. Sekarang kita masuk tahap observasi pasca operasi,” ujar dokter tersebut. Dokter Sagara yang masih menemani Aditama—menoleh seraya mengangguk.“Istirahatlah,” saran Dokter Sagara.Aditama menghela napas panjang, menolak saran itu. Mana bisa dia beristirahat sementara wanitanya terbaring lemah di dalam sana.“Paling tidak, sebaiknya kamu ganti dulu bajumu. Lihatlah itu penuh noda da

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Awan Hitam

    Bau antiseptik memenuhi ruangan.“Tolong selamatkan istri saya, Dok,” pinta Aditama dengan suara serak kepada dokter yang akan menangani Kinara—tak sabaran.“Kami akan berusaha sebaik mungkin, Pak. Silakan menuju administrasi sementara saya lakukan pemeriksaan awal,” jawab dokter itu.Sementara perawat meminta Aditama untuk memberikan tanda pengenal Kinara, perhatian Aditama justru teralih pada sesuatu yang ia temukan di dalam tas sang istri. Ia mengeluarkan botol obat dan menyerahkannya kepada perawat.“Ini ada di dalam tas istri saya, Dok,” lirih Aditama. “Obat apa ini?”Perawat memeriksa botol obat tersebut dengan teliti, sementara Aditama mencari tanda pengenal Kinara. Hatinya terasa terkoyak saat ia melihat kartu identitas Kinara.‘Kinara Ayudia Riyani’, tertulis jelas.Aditama memejamkan matanya saat melihat kartu nama Kinara sebagai desainer muda bertuliskan ‘Ara Riyani’.Bagaimana bisa takdir seperti ini yang menghampirinya? Aditama merutuki dirinya atas semua yang terjadi pada

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Dunia Aditama Runtuh

    “Silakan dilanjutkan, Pak—”“Mohon beri saya waktu untuk bicara, Pak,” potong Aditama, menghentikan ucapan Kinara sambil memohon pada petugas. Hakim dan para pihak saling bertukar pandang—berdiskusi singkat sejenak sebelum akhirnya mengangguk, mempersilakan Aditama berbicara.Tanpa membuang waktu, Aditama melangkah menuju meja Kinara. Namun, wanita itu sama sekali enggan menoleh—tatapannya lurus, dingin, dan tegas.“Kita perlu bicara,” ucap Aditama pelan tapi terdengar mantap.“Bicara saja di sini, di depan hakim,” balas Kinara tajam. Nada suaranya ketus, menyiratkan luka dan kekecewaan yang mendalam.“Saya ingin membatalkan perceraian ini, Pak,” ujar Aditama, tegas dan penuh keyakinan.“Mas…!” suara Kinara meninggi, matanya menatap Aditama dengan syok yang tidak bisa ia sembunyikan.“Saya tidak bersedia bercerai dari Kinara Ayudia Riyani,” lanjut Aditama, tetap berdiri tegak meski jelas wajahnya menyimpan gentar.Kinara menggeleng pelan, seolah tak percaya dengan ucapan lelaki itu. Ia

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Hari Yang Ditunggu

    “Saya tidak akan lama di Bandung. Mengenai perusahaan keluarga Kinara, saya tetap ingin melanjutkan partisipasi dalam putaran investasinya,” kata Aditama kepada Vano, asistennya.Kinara mempercepat proses perceraian. Aditama tidak tahu apa rencana wanita itu, tapi ia tidak keberatan. Ia setuju. Namun, Aditama bukan pria licik. Meski akan bercerai, ia tetap memilih untuk tetap berinvestasi di perusahaan tersebut. Ada satu hal yang terus mengganjal pikirannya, mengapa orang-orang di dalam perusahaan itu tampak tidak becus menjalankan perusahaan yang sudah punya itu dengan baik?Meski bercerai, Aditama telah menyiapkan banyak untuk Kinara. Ia memastikan wanita itu tidak akan kekurangan satu apa pun. Uang tunai, aset, semuanya sudah dibagi. Jadi dia tidak terlalu heran kenapa Kinara memilih untuk mempercepat perceraian, karena apa yang ia berikan sangat menggiurkan, begitulah pikirnya.Di tengah kekacauan hidupnya, Aditama tak tahu bahwa Rindu sedang bersemangat menyambut cucu pertamanya.

  • Cinta di Ujung Perpisahan   keputusan Kinara

    Kinara tersenyum getir. Dimadu? Rasanya ia ingin tertawa saja. Dengan mantap, ia menegaskan bahwa mama mertuanya tak perlu khawatir akan keberadaannya—karena ia telah sepakat untuk berpisah dari Aditama. Rindu mengatakan bahwa ada seorang wanita dari masa lalu Aditama yang kembali hadir dalam hidup putranya. Sheila. Ya, Sheila adalah wanita itu. Di tengah kekacauan hubungannya dengan Aditama—baik sebagai Ara maupun sebagai Kinara—kehadiran Sheila seolah memberi warna pikir Kinara. Terlebih, mama mertuanya tampak begitu mendukung kehadiran Sheila. Terlihat jelas, ia seperti ingin Kinara segera menyingkir dari kehidupan Aditama. “Apa kamu sengaja menunda semua ini sampai putaran investasi selesai?” tanya Rindu. “Tidak, Tante. Kinara bersedia memproses perpisahan ini bahkan sebelum putaran investasi berlangsung,” jawabnya tenang. Rindu menghela napas lega, seolah mendapat angin segar. 'Sheila hamil, Tante," ujar Sheila, waktu itu. Rindu kembali teringat percakapannya dengan Sheila,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status