Home / Romansa / Cinta di Ujung Perpisahan / Bab 5 : Bertemu Kembali

Share

Bab 5 : Bertemu Kembali

Author: Dinis Selmara
last update Last Updated: 2025-03-16 13:25:13

“Siapa juga yang mau bertemu lagi dengannya,” kesal Kinara melihat punggung lelaki arogan itu menjauh. Segera saja Kinara melangkah terus menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Kinara terus menatap layar ponselnya, tepatnya ruang obrolan dengan sang suami. Aditama sudah membaca pesannya, tetapi tak kunjung membalas. Begini saja terus hubungan mereka sampai bumi berhenti berputar.

"Ah, sudahlah!"

Kinara membenamkan tubuhnya ke dalam selimut, ingin segera berlabuh ke pulau kapuk. Padahal, masih terlalu dini untuk tidur, tetapi tubuhnya terasa begitu lelah.

***

Sejak penolakan kemarin, Erik menghilang dari rombongan. Ia memilih liburan sendiri, berdalih ingin mengunjungi keluarganya di Singapura. Tak ada yang tahu pertemuan mereka, termasuk Ve.

Hari ini, Kinara, Ve, dan Aji hendak mengunjungi skybar di rooftop gedung paling ikonik. Tiga sahabat sejak SMA ini memang bergabung dalam rombongan liburan delapan orang, sisanya teman-teman Aji dari Teknik, termasuk Erik.

“Serius mau ke sana? Kalau minum aneh-aneh, aku aduin ke papamu,” kata Kinara.

“Katrok banget sih. Aku cuma mau bikin time-lapse sunset ke malam, keren banget pasti,” sahut Ve, si paling instagr*mable.

Kinara melirik Aji yang hanya mengangkat bahu pasrah.

Sore menjelang, mereka tiba di skybar. Kota Singapura terhampar megah, langit perlahan berubah jingga keemasan, memantul di kaca gedung-gedung tinggi. Angin sore bertiup sejuk. Namun, pikiran Kinara jauh dari tenang. Ponselnya terus berbunyi—pesan dari ibu tirinya, Diani, memintanya menghubungi Tama untuk kucuran dana bisnis.

Belum genap setahun, ini kali ketiga. Kinara tahu ini sudah di luar urusan profesional.

Telepon masuk. Nama Diani muncul di layar.

“Lagi di Singapura? Kamu ketemuan Aditama, ya?” suara manis Diani membuka percakapan.

“Nggak—”

“Pas banget. Kalau belum bicara ke Pak Tama, kamu bisa langsung minta ke suamimu. Nanti Dita bantu siapkan dokumennya,” potong Diani langsung.

Kinara tercekat. Mana mungkin ia hubungi Aditama?

“Maaf, Ma—Kinara—”

“Kenapa? Kamu pikir kami ini mainan kamu, hah?” Nada suara Diani berubah tajam. “Ini caramu balas budi? Setelah semua yang Mama lakukan?”

Balas budi? Atas apa? Kinara membatin getir. Ia tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu—dibesarkan oleh asisten rumah tangga, bukan Diani.

Air matanya jatuh. Langit yang menggelap menyembunyikan kesedihannya.

Ve dan Aji yang baru kembali dari spot foto berhenti melangkah saat melihat Kinara menyeka air matanya. Ponselnya sudah diturunkan, ekspresinya kosong.

“Ara,” panggil Ve, pelan.

Kinara memaksakan senyumnya meminta agar kedua sahabatnya tidak mengkhawatirkan dirinya. Ve langsung mendekat dan memeluk Kinara.

“Tante Diani, ya?” Kinara mengangguk. Ve mengeratkan pelukannya mengusap punggung Kinara berusaha menenangkannya.

“Aku sudah pesankan makan malam untuk kita,” kata Aji ikut duduk di hadapan dua sahabatnya.

Kinara mengangguk usai melepas pelukan Ve.

Sepanjang menikmati makan malamnya, Kinara memikirkan banyak hal termasuk pertemuan dengan Aditama. Apa memang sebaiknya dia akhiri saja pernikahan ini?

“Telepon siapa?” tanya Ve, melihat Kinara menyudahi makan malamnya.

“Suami gaib,” jawab Kinara membuat Ve antusias.

“Ihh… mau meetup, ya? Sini, dong. Suruh ke sini. Dia tinggal di mana?”

“Siapa suami gaib?” tanya Aji yang sedang menyesap minumannya, bingung.

“Kepo! Ini urusan wanita,” balas Ve, ketus.

Kinara pamit menjauh saat suasana mulai ramai. Ia membawa tasnya, mengatakan akan singgah ke toilet sambil mencoba menghubungi Aditama.

Satu kali panggilan tak terjawab membuatnya mengerutkan kening. Ia pun melanjutkan langkahnya ke toilet. Tak lama setelah itu, ponselnya bergetar—panggilan masuk dari Aditama. Kinara tertegun. Ini pertama kalinya mereka berbicara lewat telepon. Absurd, bukan? Suami istri macam apa mereka ini?

Tanpa pikir panjang, Kinara segera menerima panggilan itu. Ia melangkah ke balkon tak jauh dari toilet, mencari tempat yang lebih tenang.

“Halo,” sapa Aditama dengan suara baritonnya.

Kinara meneguk salivanya mendengar suara tegas yang juga terdengar dingin di seberang sana.

“Kamu telepon hanya untuk membuang waktu saya?” ujar Aditama karena Kinara hanya diam saja.

“Ah, I—iya, Mas.”

Meski suara di seberang sana terdengar merdu, tidak mengurangi rasa benci Aditama pada Kinara.

“Ada apa?” tanya Aditama.

“Saya mau ketemu—”

“Tidak bisa. Saya sibuk. Saya akan memberikan nomor asisten saya. Kedepannya kamu bisa menghubunginya.” Kinara menganga tak percaya mendengar jawaban Aditama.

“Setelah ini silakan hubungi, Vano, asisten saya,” tambah Aditama.

Tut … tut … tut!

Sambungan telepon terputus sepihak, begitu saja.

“Eh, gelo nih orang. Main di matiin saja,” kesal Kinara.

Ketika berbalik, Kinara membulatkan matanya melihat Erik berdiri di hadapannya.

“Loh, Erik?” Pandangan Erik terlihat sayu, tapi juga terlihat menggebu.

Erik mempersilakan Kinara jalan lebih dulu setelah mengatakan kalau dua sahabatnya, Ve dan Aji sudah menunggu di bawah.

Kinara mengangguk paham mengikuti langkah mantap Erik. Ve bilang mereka memang tidak akan lama di sini.

Di dalam lift hanya kesunyian yang menemani. Entah kenapa berdua dengan Erik seperti ini jantung Kinara berdetak lebih kencang. Tiba-tiba ia merasa takut.

Kini keduanya sudah tiba di area parkir. Kinara menelisik sekitar yang sepi, tidak menemukan Ve dan Aji. Langkah Erik mantap menuntun Kinara ke sebuah mobil. Merasa ada yang tidak beres, Kinara menghentikan langkahnya.

“Erik,” panggil Kinara pelan.

Erik menoleh kembali mendekati Kinara yang perlahan mundur.

“Pulang dengan aku saja, ya?” pinta Erik membuat Kinara menggeleng kaku.

Kinara berbalik setelah mengatakan dia akan mencari Ve dan Aji. Sesaat kemudian tubuh Kinara melayang digendong paksa oleh Erik masuk ke dalam mobilnya. Kinara mencoba berontak dan keluar dari mobil, tapi Erik menahannya.

“Pulang dengan aku, Ara!” kata Erik tegas.

“Erik, tolong jangan seperti ini,” pinta Kinara dengan tubuh merinding saat Erik menimpa tubuhnya sementara kaki Kinara masih menjuntai keluar.

“Seperti apa, Sayang?” mengusap wajah Kinara dengan gerak sensual.

“Erik—toloonngg …!” pekik Kinara seraya menahan tubuh Erik.

Erik menekan tubuhnya agar bisa mendekat telinga Kinara, berbisik, “Aku mencintaimu Ara.”

“Tolooonnggg …!” pekik Kinara.

Pasrah, Kinara tidak kuat lagi menahan tubuh besar Erik. Dengan sisa tenaganya, Kinara mendorong tubuh Erik hingga lelaki itu kian menjauh dari tubuhnya. Tidak, bukan karena dorongan Kinara, tapi karena ada seseorang yang menarik paksa tubuh Erik keluar.

“Sialan!” kesal Erik, melayangkan tinjuan pada seseorang yang datang dengan niat membantu karena mendengar teriakan Kinara.

Kinara ditarik keluar saat sosok itu setelah membalas pukulan Erik hingga tersungkur ke lantai.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Aditama. Ya, lelaki yang datang membantu itu adalah Aditama yang tidak sengaja lewat.

Kinara menangis sejadi-jadinya. Enggan disentuh, ia merasa jijik oleh sentuhan mengingat bagaimana Erik mengusap wajah dan menatapnya tadi.

Erik kembali menarik Aditama dan kedua terlibat perkelahian. Namun, lagi-lagi Erik terjatuh, tersungkur.

Aditama melihat sekitar mencari keberadaan Kinara dan menemukan wanita itu berjalan lunglai memeluk tubuhnya yang bergetar, menangis sejadi-jadinya.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Aditama menghalangi jalan Kinara.

“Kamu?” katanya terkejut setelah melihat jelas wajah Kinara.

Namun, sesaat kemudian pandangan Kinara perlahan gelap dan tubuhnya melemah. Kinara jatuh pingsan, dengan sigap Aditama menangkap tubuh mungil Kinara.

Dinis Selmara

Erik parah banget! Untung ada suami gaib kaaannn....hihi

| 46
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (47)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si kinara ini menikmati betul ditindas ibu tirinya. punya otak g sih buat mikir? punya pekerjaan tapi membiarkan dihina seperti parasit. binatang yg g berakal aja g mau juga diperlakukan begitu. terlalu goblok,tolol dan menye2. sedikit2 pingsan, kenapa kau g mati aja sih klu cuma nyusahin aja.
goodnovel comment avatar
Neng Saroh
untung ada suami gaib lewat jadi masih aman
goodnovel comment avatar
ida Sari
waduh Erik ini kerasukan setan kali ya , dasar edan Erik , untung ada suami goib nya Ara klu ga apa yg bakalan terjadi sama Ara.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 122 : Acara Keluarga

    Dua hari terakhir, Aditama disibukkan oleh agenda perusahaan di Bandung. Kinara pun tak kalah padat aktivitasnya. Meski begitu, ia tetap memastikan suaminya mendapat perhatian penuh dan dilayani dengan sebaik-baiknya. Sarapannya, pakaiannya, dan setiap malam ketika pria itu pulang, senyuman hangat serta pelukan lembut selalu menyambutnya.Ah, semoga kebersamaan ini segera menjadi rutinitas yang utuh bagi mereka.Hari ini giliran Aditama menjalani pemeriksaan. Ia mengikuti serangkaian tes dan hasilnya pun sama seperti Kinara, sehat. Tidak ditemukan masalah medis yang berarti. Dokter hanya menyarankan mereka untuk menjaga pola makan, cukup istirahat, serta tetap tenang dan berpikir positif.Rindu tak banyak berkomentar lagi. Namun dalam diam beliau menunjukkan dukungannya. Dengan mengirim makanan sehat setiap hari ke apartemen anak dan menantunya. Bukan makanan biasa, melainkan hasil masakan dari tangan chef pribadi. Inilah alasan kenapa Kinara hanya menyiapkan sarapan untuk suaminya.Ma

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 121 : Melepas Rindu

    “Siapa kamu—lepas!” seru Kinara panik.Saat mereka beradu pandang, mata Kinara menyipit—menatap sosok di hadapannya. Manik mata itu tampak tak asing. Sesaat kemudian, lelaki itu mengulurkan tangan, menarik masker dari wajahnya.“Mas?” suara Kinara terdengar terkejut, matanya membulat. “Mas Adit?” ulangnya tak percaya, melihat senyum merekah dari bibir sang suami.“Ihh … jahat banget!” rajuknya sambil memukul dada Aditama dengan kesal. “Aku hampir jantungan!”“Argh … sakit, Sayang!” Aditama pura-pura meringis kesakitan. Kinara mendesis kesal, lalu langsung memeluknya erat. Meski sempat kesal, rindu yang selama ini dipendamnya tak bisa ditahan lebih lama.“Mas, kok nggak bilang kalau pulang hari ini?” gumamnya dalam dekapan.Aditama bahkan belum sempat menjawab, Kinara terlalu banyak mencecarnya dengan sederet pertanyaan penuh rasa ingin tahu, membuatnya hanya bisa tersenyum.“Masuk dulu, Sayang,” usul Aditama.Mereka melangkah masuk. Begitu pintu tertutup rapat, Kinara masih tetap dalam

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 120 : Sosok Misterius

    Hari ini rapat umum pemegang saham, hasil rapat diputuskan bahwa struktur perusahaan akan mengalami perubahan. Seluruh jabatan Chief (seperti CEO, CMO, CFO) dibubarkan dan digantikan dengan jabatan tunggal. Aditama diangkat sebagai Chairman/Direktur Utama, sesuai dengan wasiat dari Darius yang memberikan tiga puluh persen saham kepadanya. Rahman, kerabat mereka yang sebelumnya menjabat sebagai CFO, mendapatkan sepuluh persen saham dan diangkat sebagai Managing Director/Direktur Operasional.Semua pihak sepakat perubahan ini bukan hanya restrukturisasi, tapi juga strategi untuk memperkuat ekspansi ke Indonesia.Perusahaan induk tetap berjalan di Singapura, sementara Aditama juga akan memimpin langsung pembukaan cabang di Bandung. Rahman akan menjalankan operasional di kantor pusat Singapura, mereka memastikan dua entitas ini bisa berjalan beriringan dengan baik.Ruang rapat itu perlahan lengang. Satu per satu peserta meninggalkan ruangan usai pengumuman penting disampaikan—pengumuman y

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 119 : Beda Pandangan

    Rindu jelas tak menyetujui keputusan anak dan menantunya yang berencana mengurus adik Kinara. Bukan tanpa alasan—baginya, kehidupan Kinara sudah cukup padat. Pekerjaan yang menumpuk. Bagaimana dengan program kehamilan yang belum juga membuahkan hasil? Kini ditambah rencana mengasuh anak usia sekolah dasar yang tentu membutuhkan perhatian lebih.Bagi Rindu, keputusan itu terlalu berisiko. Terlalu banyak hal yang dipertaruhkan.Aditama sebenarnya sudah menjelaskan semuanya. Ia menyampaikan alasan di balik keputusan mereka berdua. Bahwa ini bukan sekadar keinginan Kinara semata, melainkan langkah yang telah mereka pikirkan bersama.Namun, penjelasan Aditama justru membuat Rindu semakin gusar. Setiap kali sang anak membela keputusan itu, hatinya memanas. Bukan karena ia membenci Fani, tapi karena ia terlalu khawatir pada menantunya. Pada rumah tangga yang, baginya, seharusnya difokuskan dulu untuk saling menjaga dan menumbuhkan cinta, bukan memperumit keadaan.Bagi Rindu, niat baik tetap h

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 118 : Beda Pendapat

    Langkah Kinara melambat ketika keluar dari gedung rumah sakit. Ia baru saja menjalani konsultasi dan pemeriksaan kesuburan bersama dokter SPOG, teman dari ibu mertuanya.Meski tidak ada hasil yang mencemaskan, dokter menyarankan beberapa hal yaitu istirahat cukup, menghindari stres, dan pola makan yang lebih sehat. Ada pula daftar vitamin dan suplemen yang harus dikonsumsi secara rutin.Kinara tersentak lalu menoleh saat punggung belakangnya diusap lembut oleh ibu mertuanya.“Pikirin apa?” tanya Rindu hati-hati.Kinara hanya bisa tersenyum seraya menggeleng. Keduanya melangkah terus ke pelataran parkir. Di mana Nana sudah menunggunya sambil berdiri bersandar pada mobil. Melihat mertua dan menantu itu, Nana segera menjemput dan membukakan pintu untuk keduanya."Bagaimana, Bu?" tanya Nana lembut, merujuk pada hasil pemeriksaannya.Kinara duduk tepat di samping ibu mertuanya, menjawab, “Nggak apa-apa, saya sehat, Na. Hanya disarankan lebih banyak istirahat.”"Syukurlah," balas Nana."Dan

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bab 117 : Kecewa, Lagi

    Dada Kinara terasa sesak. Hasil test pack yang baru saja ia lihat belum juga sanggup dicerna sepenuhnya.Garis satu. Kinara sampai mengerjap untuk kembali menyakinkan penglihatannya. Dan hasilnya tetap sama dan sangat jelas. Tegas dan begitu mengecewakan.“Garisnya satu, lagi,” gumam Kinara dengan mata berkaca-kaca.Kinara meremas tangan satu sama lainnya, gugup. Bagaimana dia mengatakan pada mertuanya yang sedang menunggu di luar sana penuh harap?Dengan langkah pelan, Kinara keluar dari kamarnya, menggenggam test pack itu erat-erat. Bolehkah Kinara berharap hasilnya bisa berubah?Kinara menatap sekali lagi, menghentikan langkahnya. Namun … tidak. Harapannya belum dijawab kali ini. Wajahnya berusaha ia tenangkan, bibirnya dipaksakan untuk melengkung walau hanya sedikit.Rindu menatap putri menantunya dengan penuh harap. Wanita paruh baya itu tengah duduk di meja makan, menunggu jawaban.“Gimana hasilnya?” tanyanya lembut, tapi tidak bisa menyembunyikan sedikit ketegangan di balik nada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status