Dewi menggeleng. "Mamih nggak izinin kamu bertemu Laras sampai kalian sama-sama bisa menjaga diri." Dewi berkata pelan tetapi tegas. "Mih, aku ...""Sudah Nak Excel. Sekarang pulang, lanjutkan study, jika kamu sudah siap menjaga Laras, mamih nggak akan menghalangi.""Mih, izinin, aku ketemu Laras sebentar."Dewi menggeleng. "Kalian sudah banyak menghabiskan waktu berdua." Dewi bangun dari duduk menuju pintu membuka lebar meminta Excel meninggalkan rumahnya. Excel mencium tangan Dewi. "Mih, akan aku buktikan aku bisa menjaga Laras di kemudian hari."Lelaki ini gegas meninggalkan rumah Laras dengan perasaan hampa dan terluka. Dia khawatir akan masa depannya dengan Laras. Tetapi setidaknya satu masalah selesai. Kini dia tak akan lagi memiliki kegelisahan yang harus di tutupi hingga menimbulkan masalah baru. "Mak." Laras keluar kamar menatap Dewi. "Mamih nggak habis pikir sama kamu, di beri kebebasan tapi berbu
Excel kembali masuk ke dalam kamar membaca pesan yang di kirim Niken. Lalu memesan makan. Hingga makanan yang dia pesan datang lelaki ini tak juga keluar kamar, dia sedang memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalahnya dengan Niken. "Bang." Laras melongok ke dalam kamar. "Kamu pesan makanan?" "Iya, udah datang ya. Ini bayar dulu." Excel mengambil kartu dari dompetnya menyerahkan pada Laras. Gadis ini mengambil kartu membayar makanan, lalu menata makanan di atas meja. "Wah Babang memang top banget, dia tau aja makanan kesukaan kita," ujar Irma. "Ras buruan panggil laki lo, jadi laper gue," ujar Alya. "Bang." Lagi Laras memanggil Excel. "Buruan keluar, di tungguin ama yang lain."Excel mengangguk, keluar dengan bergandengan tangan, lelaki ini menatap tiga perempuan di meja makan. Bibirnya tersungging. "Ya ampun, punya bini 4 begini asik kali, ya," pikir Excel. "Aduh, Yang. Kenapa nyubit." Excel meringi
Roy menarik Niken untuk pergi. "Cel kalo lo nggak dateng besok, pertama yang bakal gue kirimin vidio ini nyokap nya, Laras."Dada Excel turun naik, menahan amarah. Excel kembali mengingat Laras karna pintu di gedor-gedor keras. Dia tak pedulikan ancaman Niken. "Boy matikan musik. Urus mereka, abis itu lo pulang jangan tidur di sini.""Oke, Bos."Bagi Excel minuman yang dia minum belum berefek apapun karna dia biasa minum dosis tinggi. Tapi bagi perempuan-perempuan ini mereka pasti langsung ngefly sampe ke angkasa, karna mereka belum pernah mengkonsumsi barang ini. Excel membuka pintu kamar, kembali mengendong Laras seperti kangguru. Satu kaki menutup pintu. "Bang, Kok di matiin, baru kali ini aku happy banget, kita joget lagi," rengek Laras. "Udah malem, udah pada pulang," ujar Excel. Laras menengok jam di atas nakas, "Baru jam 11.""Kita ngefly berdua aja di kamar. Nanti kalo Mamih tau berabe, kamu aku ajar
Tiga temannya ini fokus menatap Excel, merasa di perhatikan Excel menjentikkan jari. "Nggak usah berpikir mesum, gue nggak abis ngapa-ngapain. Noh Laras lagi tidur."Tiga perempuan ini gegas mengalihkan pandangan. Bibir terulas senyum malu, lalu kembali menikmati siaran televisi, enggan membahas. Tak lama teman-teman yang lain datang. "Hai Bro!!" Roy, Boy juga Niken menghampiri Excel yang sedang makan di meja makan. Mereka tos kepal. "Makan-makan," tawar Excel. Roy juga Boy gesit duduk, tangannya mengambil piring. Perutnya lansung terasa lapar melihat hidangan di atas meja. "Stoooppp ..." Irma berteriak menginterupsi kegiatan mereka. Duo pesuruh Excel ini terjingkat mendengar teriakan Irma. Irma merebut piring yang Roy dan Boy pegang. "Enak aja baru dateng langsung makan. Kita makan bareng-bareng." salak Irma. "Itu Excel makan." Tunjuk Boy. "Dia yang beli barusan. Lah kalian baru dateng!! Kita udah kumpul semua 'kan yuk kita doa dulu!" Seru Irma. "Eh bentar gue bangunin Lar
Bibir Laras melengkung malu, "Dia sampe ngibarin bendera putih, gue rayu nggak mau bangun lagi itunya."Irma membalikan tubuh menatap Laras yang duduk di sebelah kepalanya. Netranya mengerjab. "Berapa kali?" Laras menggeleng. "Nggak tau. Gue nggak ngitung."Irma duduk, makin penasaran gadis ini. "Selalu di bungkus nggak itunya Excel." Irma nyengir mendapat tatapan dari Laras. "Itung ... jadi ketauan main berapa kali semalem."Laras menoyor jidat Irma. "Penting banget ngitungin begituan." Irma terkekeh, mengikuti Laras yang pergi ke luar kamar, karna ponselnya berdering. "Hallo Al. Langsung naik aja." Setelah memberikan akses masuk Laras mematikan ponsel. "Ma, kita masak yuk, buruan beli bahan, pesen anter aja biar cepet."Irma meraih ponsel memesan apa saja yang di butuhkan. Alya keluar dari lift ikut bergabung request makanan apa saja yang akan mereka hidangkan. "Kita bikin tom yam aja, sama barbeqiu, yang lain food dilevery," ujar Laras. Mana bisa Laras dan teman-temannya masa
Laras sudah berpakaian rapih, dia berdiri menatap gedung tinggi di hadapannya. Rumah-rumah yang terlihat kecil, jalan raya yang selalu padat merayap. Excel keluar dari kamar mandi, dan laras hanya melirik enggan mendekat. Rasanya jantungnya masih bertalu jika melihat lelakinya berpenampilan seperti ini. Excel membuka pintu wardrobe. "Bang, ini udah aku ambilin."Lelaki ini berbalik. "Makasih ya."Laras mengangguk, menundukkan kepala. Malu melihat Excel. Mereka bangun siang hari ini karna semalam Laras memborbardir Excel. Laras menepati janjinya akan buat Excel terkapar sampai dia mengibarkan bendera putih. Mengingat semalam bibir Laras tersungging, dia sedikit berlari ke arah pintu. "Mau ke mana?" tanya Excel. "Mau masak mie, kamu mau?" tanpa menengok Laras menjawab. Excel mengangguk."Mau nggak??" tanya Laras lagi karna tak ada jawaban. "Iya, mau."Selama memasak Laras terus senyum-senyum juga tersipu. Dua mangkok mie telor plus sosis tersedia di meja makan. "Bang. Ayo buru