“Sialan!”Jonathan memaki pelan.”Emily.”Ia memanggil wanita di sebelahnya.
Emily terbangun dari tidurnya saat tangan kokoh Jonathan mengguncang tubuhnya pelan. Suasana kamar gelap gulita. Emily ingat jika dirinya tidak pernah mematikan lampu kamar. Ia ingat kata-kata Jonathan jika saat tidurpun ia selalu menyalakan lampu. “Tunggu sebentar.”Emily sadar kepanikan yang mulai menyerang Jonathan. Entah sejak kapan lelaki itu berusaha membangunkannya. Emily mengambil handphone dari atas nakas di samping tempat tidur dan menekan tombol senter. Kamar sedikit terang. Emily menoleh ke arah Jonathan yang terduduk di ranjang sembari menyadarkan kepala di sandaran ranjang. Dengan sedikit terburu, Emily turun dari tempat tidur dan menyalakan saklar lampu. Tampaknya mati lampu. Ia segera bergerak perlahan menuju jendela, menyibakkan gorden untuk memastikan di luar juga mati lampu. Suasana taman gelap gulita. Hanya sedikit penerangan dari cahaya bulan. “Bagaimana keadaanmu?”Emily bergerak kembali menuju ranjang. “Aku tak bisa bernafas, Em.” Emily mengambil gelas yang diisinya dengan air mineral dari atas meja di samping sofa dan mengulurkan perlahan pada Jonathan. “Minum ini dulu.” Jonathan tak bersuara. Hanya suara nafasnya yang terdengar berat. “Jonathan.”Emily berusaha mengalihkan perhatian lelaki itu. “Aku di sini, kamu akan baik-baik saja.” Jonathan menatap Emily sesaat. Seakan tersadar ada orang lain di ruangan kamar. Ia menerima gelas dari tangan Emily dan meminumnya. Beberapa saat kemudian Jonathan sudah tampak tenang. Ia membaringkan tubuhnya di ranjang “Sepertinya mati lampu,”jelas Emily. “Ini ulah mereka, Em,”ujar Jonathan serak. “Ada genset di gudang belakang. Jika Listrik padam otomatis genset akan menyala.” Emily ikut berbaring di samping Jonathan seteleh sebelumnya meminjam ponsel lelaki itu dan menyalakan lampu senter dari ponsel Jonathan. Ruangan berubah lebih terang dengan bantuan dua lampu. “Sudah lebih baik?” “Ya, ini lebih baik.”Jonathan memejamkan mata. Emily refleks bergerak mendekat, memeluk lengan pria itu. “Tidurlah, aku akan menjagamu.” Jonathan memejamkan mata. Sesaat kemudian ia tampak sudah terlelap. Emily mencoba memejamkan mata hingga hampir setengah jam akhirnya ia ikut tertidur. Emily terjaga saat terdengar bunyi gemericik air dari dalam kamar mandi. Masih pagi. Cahaya matahari dari luar sekilas masuk dari gorden yang dibukanya semalam. Emily turun dari ranjang. Sepenuhnya menyingkap tirai jendela. Ada sesuatu yang menarik matanya. Emily membuka jendela besar yang menghubungkan kamar tidur dengan balkon. Dari balkon tempatnya berdiri tampak rerimbunan bunga mawar merah di sekitaran taman. Ia suka mawar. Entah kenapa tiba tiba saja ia ingin memetik beberapa tangkai dan meletakknya di nakas tempat tidur. Emily mengambil mantel dan bergegas turun. Sepanjang koridor menuju tangga lantai satu tak nampak satupun orang terlihat. Pun di lantai satu. Sunyi senyap. Emily mengingat kembali arah menuju taman yang ia lalui tadi malam. Karena hanya satu jalan yang ia tahu, akhirnya Emily membuka pintu depan. Ia berjalan memutar dari arah teras menuju belakang Mansion. Tampak sepi di area kolam renang dan taman. Emily bergerak menuju taman. Mengagumi keindahan beberapa bunga yang tumbuh lebat. Tak hanya mawar, ada jenis lily dan honeysuckle. Semua tampak terawat rapi. Emily menoleh ke penjuru tempat mencari gunting taman atau setidaknya sarung tangan yang bisa dipergunakan untuk memetik tangkai mawar. Saat itulah sebuah suara berat mengagetkannya dari arah belakang. “Kau mencari ini, cantik?” Emily refleks menoleh. Ada Joseph di sana sembari membawa gunting taman. “Maaf, harusnya aku meminta ijin lebih dulu,”Emily merasa tak enak hati mengambil sesuatu tanpa permisi. “Aku hanya ingin tiga tangkai saja.” “Tak masalah.”Joseph bergerak mendekati sekelompok bunga mawar, seperti tahu bunga yang diinginkan Emily. “Kau mau yang ini?” “Yes please.” Joseph memotong tangkai beberapa mawar, setidaknya Emily menghitung lebih dari tiga. “Bunga mawar cantik untuk wanita cantik,”ujar Joseph menyerahkan seikat mawar. “Terima kasih,”balas Emily terbata. Meski Joseph bersikap sopan tapi ia masih tak nyaman berhadapan dengan lelaki itu. “Para pelayan meminta ijin untuk bekerja terlambat karena semalam mereka harus membersihkan sisa pesta.”Tanpa ditanya Joseph memberikan penjelasan kenapa suasana Mansion masih tampak sepi. “Oke, tak mengapa. Aku hanya butuh ini.” Joseph mengangguk. Menyadari ketidaknyamanan Emily. “Aku pergi dulu,”pamitnya berjalan melewati Emily menuju arah depan Mansion. Emily menghela nafas lega. Ia bergegas merapikan ikatan tangkai mawar dan hendak berjalan pergi saat langkahnya terhenti di sisi kolam renang. Emily bergidik, membayangkan seberapa dalam kolam renang itu. Ia pernah belajar berenang saat usianya masih belasan tahun. Di suatu kesempatan, Emily pernah hampir tenggelam dan sejak saat itu ia menjadi jera. Saat hendak berpaling pergi tiba-tiba ada sebuah tangan yang mendorongnya dari arah belakang tubuhnya. Emily sempat berteriak sebelum akhirnya tercebur ke dalam kolam renang. Mawar yang digenggamnya terjatuh bersamaan dengan tubuhnya. “Tolong,”tubuh Emily tampak timbul tenggelam. Ia panik dan ketakutan. Ia berusaha menggerakkan kakinya agar kepalanya bisa mencapai permukaan air. Segala teori cara berenang yang benar lenyap seketika dari ingatannya. Ia kembali mencoba berteriak minta tolong tetapi mulutnya terisi air sehingga ia tidak mampu bersuara. Dan beberapa detik setelah ia berusaha mencapai permukaan, usaha Emily tampaknya gagal. Ia kehabisan nafas dan kakinya terasa berat untuk digerakkan.Emily menjalani kehamilan keduanya tanpa drama seperti kehamilan pertama. Ia juga tidak merasakan mual berlebihan. Meskipun begitu, ia merasa kewalahan jika harus mengurus Kenneth sendirian dengan kondisi hamil. Ia akhirnya mengalah saat Jonathan menyewa jasa seorang baby sitter untuk menjaga Kenneth. Namanya Rose, wanita berusia empat puluh tahun. Imigran asal Meksiko yang handal dalam merawat bayi. Selama beberapa bulan, Emily menjadi nyaman dengan Rose dan ia sedikit bisa kembali merajut, memulai sesuatu yang tertunda saat di Birmingham dulu. Weston Corp pulih perlahan meski harus membutuhkan kerja keras Jonathan hingga lembur berhari-hari. Tim solid yang dimiliki Jonathan berhasil menjadi penentu keberhasilan meski pada awalnya semua cenderung menilai negatif pada Jonathan yang mantan narapidana. Siang itu Emily dan Eden mampir ke sebuah cafe dalam perjalanan pulang menuju apartemennya. Rose ikut serta bersama mereka karena harus menjaga Kenneth yang saat ini tengah tertidur
Butuh waktu yang cukup lama untuk memulihkan kondisi keuangan Weston Corp. Sudah hampir lima bulan. Beberapa kontrak perjanjian baru telah ditandatangani. Meski tidak dapat pulih sepenuhnya tapi setidaknya mampu menghasilkan laba yang diharapkan oleh semua pihak. Baik pemegang saham maupun jajaran manajemen dan karyawan Weston Corp. Jonathan pulang larut malam itu. Simon yang setia mengantarnya menuju apartemen sederhana di tengah kota. Emily tak ingin pindah. Ia lebih nyaman tinggal di sana karena selain lebih dekat dengan Weston Corp, Aldera lebih mudah mengunjunginya. Saat membuka pintu, tampak pemandangan yang selalu membuat Jonathan rindu pulang. Emily duduk di sofa sambil menimang putranya. "Hai, " sapa Jonathan hampir berbisik. Ia mencium lembut bibir Emily sembari berjongkok di depan istrinya, memandang wajah damai putranya yang tertidur pulas. "Mandilah, kamu tampak lelah, " ucap Emily seraya bangkit berdiri saat Jonathan mengambil Kenneth dari tangannya dan beranj
Proses persalinan Emily dibantu oleh seorang Widwife ramah bernama Adelle. Emily baru diperbolehkan masuk ke ruang bersalin setelah pembukaan lima. Jonathan mendampingi istrinya selama proses berlangsung. “Ma’am, anda harus berjalan-jalan untuk mempercepat proses kelahiran,” saran Adelle saat bukaan Emily tak kunjung bertambah. Emily telah menjalani serangkaian proses persalinan mulai mencek detak jantung bayi dalam kandungan hingga proses induksi untuk merangsang kontraksi. Jonathan membantu Emily berkeliling rumah sakit. Setelahnya proses induksi kedua kembali dilakukan. Ada beberapa pilihan pain killer yang ditawarkan Midwife untuk mengurangi sakit saat kontraksi dan Emily memilih mandi dengan air hangat. Jonathan dengan sabar mengganti bath tub dengan air hangat agar Emily bisa berendam dengan nyaman. Hampir empat jam hingga kontraksi semakin terasa luar biasa menyakitkan. Proses persalinan berlangsung sekitar satu jam. Jonathan hampir tak kuasa menahan air mata saat bayi mu
Jonathan mengantar Emily hingga ke dalam apartemen. "Kembalilah bekerja," ucap Emily sembari berjalan menuju kamar. "Aku tidak akan tenang sebelum kamu memaafkan ku. " Jonathan masih membayangi langkah istrinya hingga ke kamar. Emily ingin mengatakan sesuatu yang bisa menenangkan hati Jonathan, tapi entah mengapa lidahnya kelu, moodnya memburuk. "Sayang, " panggil Jonathan meraih pinggang Emily dan merapatkan ke tubuhnya. "bagaimana lagi aku harus menjelaskan, Em? " "Tidak perlu, aku tidak butuh penjelasanmu, aku ingin tidur. " Emily melepaskan tangan Jonathan dengan wajah cemberut. "Jangan begini, Sayang." "Sudah, pergilah." Emily beranjak menuju ranjang dan merebahkan tubuh Jonathan melirik jam tangan sekilas. Waktu tutup supermarket satu jam lagi. Ia bergegas pergi menuju tempat kerjanya. Membantu Thomas hingga waktu tutup toko. Setelah pamit pada Thomas, ia pulang dengan tergesa. Jonathan mandi sebentar sebelum merebahkan tubuh di samping istrinya. Emily ber
Jonathan datang lebih awal hari ini. Antrian panjang tampak di depan pintu masuk supermarket bahkan sebelum toko dibuka. Beberapa personel keamanan bersiap di pintu masuk memastikan pengunjung tetap mematuhi peraturan toko meski hari ini adalah hari khusus, dimana harga hampir semua barang yang ada di supermarket di diskon mulai empat puluh persen. "Kau lihat antrian di depan pintu, Jonathan? " tanya Thomas mengenakan jaket khusus toko. Ia bersiap pergi. "Ya, aku lihat." Jonathan melirik jam dinding. "sepuluh menit lagi, aku akan bersiap. " Jonathan mengenakan jaket yang sama seperti yang dipakai Thomas. Hari ini akan menjadi hari tersibuk sepanjang pekan ini. Meski pengunjung memadati supermarket, tetapi pengaturan yang telah dibuat Thomas membuat antrian tidak terlalu panjang. Area kasir ditambah dua lagi sehingga pengunjung toko bisa dilayani dengan cepat. Tak ada jeda waktu. Waktu makan siang pun dipercepat karena pengunjung tak juga berkurang hingga menjelang mala
Keesokan pagi ditemani Jonathan, Emily menyerahkan sampel urine ke laboratorium klinik sesuai arahan dokter Roberta. Setelah mengantar Emily pulang, Jonathan berangkat menuju tempat kerja. Hari ini hari tersibuk menjelang akhir pekan. Menjelang Black Friday banyak barang baru berdatangan, bertepatan dengan ketidakhadiran Thomas karena sakit. Jonathan menggantikan tugas Thomas sementara waktu. Ia memantau pekerjaan di gudang hingga penataan barang di rak-rak pajangan. Belum lagi beberapa komplain dari pelanggan yang mengomel karena antrian panjang di area kasir. Jonathan berinisiatif menambah area kasir darurat. Saat waktu makan siang, tiba-tiba muncul Claire di ambang pintu ruangan kantor Jonathan. "Hai, apa aku mengganggu? " tanya Claire ceria. Jonathan tersenyum. "Tidak, ada apa Claire? " "Aku hanya ingin mampir. " Jonathan teringat Brianna, Claire tampaknya seumuran dengan Brianna. "Bagaimana kabar Thomas?Apa dia sudah membaik? " Claire mendekat, tanpa diminta ia d