Home / Romansa / Cinta posesif sang CEO / Bab 13 Makan malam keluarga

Share

Bab 13 Makan malam keluarga

Author: luscie
last update Last Updated: 2025-03-04 05:34:32

Kepala pelayan dengan ramah membawa mereka ke sebuah kamar di lantai dua. “Silahkan masuk tuan Jonathan, kami akan membawa barang bawaan anda segera.”

“Terima kasih, Paul.”

Paul mengangguk dan membungkuk hormat sebelum berlalu pergi.

“Apakah kita akan tinggal dalam satu kamar, Sir?”tanya Emily gugup. Ia mengamati sekeliling. Lampu chandelier bergantung di tengah ruangan. Di samping tempat tidur tampak tirai mewah model overlay warna coklat senada dengan sprei ranjang.

“Kita ini sepasang kekasih, Em, tak mungkin mereka memberi kita kamar berbeda.”Jonathan menahan senyum. Suasana hatinya telah berubah. “Dan biasakan memanggilku sayang seperti tadi, oke?”Ia tersenyum puas.

“Oh come on, Sir,”

“Hei..”

“Sayang…”

“Itu lebih baik,”seru Jonathan

“Tapi dimana aku harus tidur?”Emily memperhatikan, meski kamar tidur itu tampak luas dan berinterior mewah, tapi hanya ada satu ranjang dan sofa kecil .

“Tentu saja di ranjang, Sayang, ”goda Jonathan.

“Berdua?”

“Tenang, tidurku tidak berisik. Aku teman tidur yang baik,”Jonathan mengerlingkan mata.

Emily menjadi panik. “No..no, aku lebih baik tidur di sofa.”

“Sofanya terlalu kecil,”kata Jonathan mengamati sofa di sudut ruangan. “Tidak muat untukmu.”

Emily mendesah pelan. Benar. Sofa mungil itu hanya muat untuk duduk dua orang saja.

“Hei jangan kuatir. Aku berjanji tidak akan terjadi sesuatu kecuali kau menginginkannya.”Jonathan tersenyum penuh makna.

“Aku tidak menginginkan apapun darimu.”Emily berkacak pinggang tampak lucu. Ia tahu maksud perkataan Jonathan.

“Kamu yakin?”Jonathan berjalan mendekat. Tersenyum menggoda dan dengan gerakan pelan ia melepas kaos berkerahnya. Emily membeku di tempat. Tubuh Jonathan atletis, hasil dari latihan fisik yang teratur. Dadanya bidang dan tampak ditumbuhi bulu halus. Bahu lebar serta otot liat pria itu membuat Emily susah payah menelan ludah.

“Aku gerah,”kata Jonathan sadar akan tatapan Emily.

Bagaimana Tuhan bisa menciptakan manusia semenawan ini, batin Emily menahan rasa gugupnya. “Kau menggodaku,”ucap Emily hampir berbisik.

“Apa kau tergoda?”Jonathan tiba-tiba sudah berdiri menjulang di hadapan Emily.

“Tidak, aku sudah kebal akan rayuan lelaki.”

Jonathan terkekeh. “Oh benarkah?”

“Wajah tampan saja tidak cukup menggoyahkanku.”Emily berbohong menutupi suaranya yang gemetar mencium aroma tubuh maskulin dari Jonathan. Parfum kayu bercampur musk yang khas dari pria itu.

“Kau mengakui jika aku tampan?,”Jonathan menahan tawa melihat betapa wajah wanita itu memerah.

“Hanya wanita buta yang bilang kau jelek.”

Jonathan tergelak. Ia bergerak menjauh dan berjalan menuju kamar mandi. “Aku mau mandi. Kamu mau ikut?”

“Gila,”desis Emily mendengus diiringi gelak tawa Jonathan yang segera menghilang dari balik pintu.

Emily menghela nafas panjang berusaha meredakan debaran jantungnya. Dari arah pintu terdengar ketukan.

Dua orang pelayan tampak memberi hormat saat Emily membuka pintu kamar. Setelah meminta ijin keduanya masuk meletakkan barang bawaan Emily dan Jonathan.

“Terima kasih,”kata Emily sebelum kedua pelayan itu pamit keluar kamar.

Emily mulai mengeluarkan pakaian dan menatanya di dalam lemari. Hari sudah beranjak malam saat ia selesai merapikan pekerjaannya. Jonathan pamit keluar kamar beberapa saat yang lalu.

Emily menyalakan beberapa lampu kamar dan menyibakkan tirai jendela.

Di luar jendela ada balkon yang mengarah ke taman rumah dan kolam renang. Temaram lampu taman memberi kesan hangat di area kolam dan kursi duduk yang berjajar di sepanjang kolam.

Pintu kamar kembali diketuk. Apakah pelayan datang untuk mengingatkan makan malam?Emily melirik jam tangan. Masih tersisa satu jam lagi. Emily bergegas membuka pintu saat terdengar ketukan kedua.

Dari ambang pintu tampak Joseph tersenyum kaku. Emily mencium bau alkohol.

“Hai, Emily. Kenapa tidak turun ke bawah?Kulihat tadi ada Jonathan di ruang tengah.”

Emily gentar. Pria itu benar-benar membuatnya takut. Tatapan matanya liar menjelajahi tubuh Emily. Emily menelan saliva gugup. Sebelah tangannya meremas knop pintu.

“Iya, aku akan segera turun.”

“Bolehkah aku masuk?”Tanpa menunggu ijin, Joseph menyerobot masuk.

Emily terkesiap dan buru-buru menghindar. Ia sengaja membuka pintu kamar lebar.

“Sudah berapa lama kau mengenal Jonathan?”

Emily sengaja berdiri di tempat terdekat dengan pintu. Jika sesuatu terjadi ia bisa dengan mudah keluar dari kamar. “Sebulan sejak dia tinggal di kota ini,”jawabnya sedikit terbata

Joseph mengangguk-angguk. Tatapannya nanar melihat sekeliling kamar. Ia kembali melihat ke arah Emily. “Bagaimana kamu mengenalnya?”

“Dari teman.”

“Oh,”Joseph kini duduk di sofa dengan satu tangan diletakkan di sandaran lengan sofa. “Dia masih takut gelap?”

Emily diam membeku. Joseph ternyata tahu kelemahan Jonathan.

“Kukira tidak.”

Joseph terkekeh. “Tentu saja, kalian kan sepasang kekasih, mana mungkin tidur dalam keadaan terang benderang kan?”Jelas nada bicaranya mengacu hal tak senonoh. Ia bangkit dan berjalan mendekat. Emily mundur selangkah. Ia berusaha terlihat tenang.

“Baiklah, manis. Makan malam sudah siap, sebaiknya kamu segera turun,”Ia mengerlingkan mata sebelum berlalu pergi. Emily menghela nafas lega. Membayangkan harus bertahan tiga hari ke depan di tempat ini dan menghadapi manusia menakutkan seperti Joseph. Apakah ia sanggup?

Makan malam kali ini digelar di taman di samping kolam renang. Sengaja di desain casual karena kebanyakan yang hadir kaum muda dari keluarga besar William Walker. Nyonya Averie yang tidak lagi tinggal di Mansion absen malam ini. Ia menyampaikan pesan kepada James bahwa ia akan hadir besok tepat di malam perayaan thanksgiving.

Emily selesai mandi. Ia berdandan cukup berbeda malam ini. Emily memakai salah satu gaun yang dibelikan Jonathan waktu itu. Dress warna hitam yang kontras dengan kulitnya. Baju itu membungkus lekat dari bahu hingga pinggul lalu melebar ke ujung bawah. Sementara rambutnya disanggul sederhana sedikit berantakan tapi terkesan cantik. Ia memoleskan lipstick merah berwarna agak terang dan memulaskan blush on dan eye shadow coklat yang semakin mempertegas warna matanya.

Selesai berdandan, ia segera turun ke bawah. Jonathan yang pertama kali memperhatikannya. Lelaki itu berdiri mematung, matanya lekat memandang Emily tanpa kedip. Beberapa orang yang berkumpul di sepanjang pinggir kolam juga tengah melihat dengan penuh rasa ingin tahu.

“Hei, Emily,”James yang pertama kali menyapa. “Perkenalkan ini istriku,”James menggandeng sosok wanita anggun yang tampak sangat ramah.

“Hei Emily, selamat datang di keluarga Walker, aku Jesicca.”

“Apa kabar?”Mereka saling mencium pipi.

Jonathan segera berjalan mendekat. Dengan posesif , ia merengkuh pinggang Emily dan merekatkan pelukan. “Kalian sudah berkenalan. Dia kekasihku, Jes.”

“Wow, kau pandai memilih kekasih, Nathan,”puji Jessica. “Awasi dia, Em. Kudengar dia memiliki banyak wanita di Manchester.”

Jonathan tertawa. “Sejak kapan kau suka bergosip, Jes?”

“Jika satu orang yang bilang aku takkan percaya, Nathan,”bantah Jessica.” Tapi hampir semua temanku membicarakan kelakuanmu di Manchester.”

“Seperti mereka tidak pernah muda saja,”Jonathan menoleh ke arah Emily. “Jessica teman sekolahku waktu kami tinggal di Manchester.”

“Dulu waktu kami masih sekolah menengah, sebagian teman perempuanku penggemar berat Jonathan. Aku selalu dijadikan kurir oleh mereka. Dan bahagianya aku mendapat banyak barang suap supaya aku membantu gadis gadis itu agar bisa menjadi pacar Jonathan.”Jessica tergelak. James geleng-geleng kepala. “Dan waktu aku kuliah, kudengar kalau Jonathan tak pernah berubah.”

Jonathan ikut tertawa. Setelah obrolan singkat, Jessica dan James pamit mengambil makanan.

Jonathan membisikkan sesuatu di telinga Emily saat mereka hanya berdua saja. “Kau cantik sekali malam ini. Apakah lipstick yang kau pakai tidak terlalu terang?”

“Apa maksudmu?”

“Kau membuat mata mereka silau, Em,”Jonathan menunjuk dengan dagunya segerombolan pria yang berdiri tak jauh dari mereka dan beberapa mencuri pandang ke arah Emily.

Mulut Emily terbuka, hendak mengatakan sesuatu tapi tak jadi. “Kau ingin aku menghapus lipstikku?”tanyanya kemudian, tampak bimbang.

“Tidak usah, biar aku saja, “Jonathan bergerak mendekat. Bibirnya hampir mencapai bibir Emily saat wanita itu tersadar maksud ucapan Jonathan.

“Apa yang kau lakukan?Semua orang melihat kita,”kata Emily panik.

“Biar saja, aku tak sudi mereka melihatmu seperti ini.”

Emily bergerak mundur. “Kau gila, bos.”

Jonathan terkekeh. “Jangan pernah memakainya lagi, aku tidak suka .”

Emily mengerutkan kening. Menurut yang dibacanya di majalah kecantikan, warna lipstick yang dipakainya tengah popular dan diminati banyak perempuan. Memang tampak menonjol karena berwarna merah terang.

“Oke, bos, terserah kau saja,”kata Emily kesal. Padahal rencananya tadi ingin tampil semenarik mungkin dan ia rasa tidak salah. Beberapa orang, dan ini menurutnya, tampak terkesan melihat penampilannya.

“Ayo makan,”Jonathan menggandeng tangan Emily, mengajaknya berjalan ke arah meja penuh dengan makanan. Beberapa kali Jonathan berhenti dan mengenalkan Emily pada sepupu-sepupunya yang hadir. Kebanyakan dari mereka juga membawa teman maupun pasangan.

Dari arah berlawanan tempat mereka berdiri, Pamela tampak berjalan mendekat.

“Hai, tampan,”sapa Pamela tertuju pada Jonathan.

Jonathan berusaha mempertahankan raut wajah bersahabat, tapi tampaknya gagal. Wajah pria itu berubah dingin. “Hai, Pam. Dimana suamimu?Aku tidak melihatnya sedari tadi,”Jonathan berbasa basi

“Si tukang tidur itu?”Pamela tampak sedang membicarakan suaminya. Nadanya terdengar meremehkan. “Dia sudah terlelap sejak sore tadi.”

“Bagaimana kabar si kembar?”Jonathan menanyakan kabar keponakan tirinya, meski dengan nada enggan.

“Baik. Mereka tidak suka acara-acara seperti ini,”jawab Pamela. Ia mengalihkan perhatiannya pada Emily. Seperti biasa tatapannya penuh selidik. “Hai, Emily. Malam ini kau tampak cantik,”pujinya.

“Terima kasih, Pam,”jawab Emily.

“Kalian tidur di kamar atas?”tanya Pamela. “Semoga tidak ada suara gaduh malam ini,”Pamela mengerlingkan mata. Kalimatnya penuh makna.

“Aku tidak bisa janji, Pam,”ujar Jonathan menimpali godaan Pamela masih dengan kesan dingin.

“Wah, aku terlambat rupanya.”Dari arah belakang Jonathan dan Emily terdengar suara Joseph.

Emily bisa merasakan ketegangan dari gestur Jonathan. Perlahan, Emily menyelipkan lengan di pinggang Jonathan, memberikan dukungan pada lelaki itu supaya bisa mengendalikan kegusarannya.

Tatapan Joseph langsung tertuju pada Emily. Dengan mata terpesona.

Jonathan merangkul pundak Emily. “Sebaiknya kami segera makan. Sudah malam.”Jonathan berpaling ke arah Emily. “Ayo sayang, kita makan.”

Emily mengangguk mengikuti langkah Jonathan menuju meja makan.

Sepanjang acara makan, Jonathan tampak lebih banyak diam, seperti kehilangan selera. Emily memahaminya.

“Aku tidak melihat Kai sejak tadi,”ungkap Emily sesaat setelah makan malam usai dan para tamu sudah meninggalkan kediaman keluarga Walker.

“Dia tidak enak badan, pelayan telah membawakan makanan ke kamarnya.”

Emily tidak bertanya lebih jauh. Saat keduanya telah berada di kamar, Emily berencana menceritakan kejadian saat Joseph ke kamar tadi. Tapi melihat raut muram yang tersisa di wajah Jonathan, Emily mengurungkan niat.

Usai berganti pakaian, Emily beranjak ke kamar tidur. Ia terdiam sesaat sebelum dengan hati-hati merebahkan tubuh di dekat Jonathan. Lelaki itu tampak telah tertidur. Matanya terpejam.

Beberapa saat kemudian Emily juga terlelap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 66 Bertemu Jacob

    Butuh waktu yang cukup lama untuk memulihkan kondisi keuangan Weston Corp. Sudah hampir lima bulan. Beberapa kontrak perjanjian baru telah ditandatangani. Meski tidak dapat pulih sepenuhnya tapi setidaknya mampu menghasilkan laba yang diharapkan oleh semua pihak. Baik pemegang saham maupun jajaran manajemen dan karyawan Weston Corp. Jonathan pulang larut malam itu. Simon yang setia mengantarnya menuju apartemen sederhana di tengah kota. Emily tak ingin pindah. Ia lebih nyaman tinggal di sana karena selain lebih dekat dengan Weston Corp, Aldera lebih mudah mengunjunginya. Saat membuka pintu, tampak pemandangan yang selalu membuat Jonathan rindu pulang. Emily duduk di sofa sambil menimang putranya. "Hai, " sapa Jonathan hampir berbisik. Ia mencium lembut bibir Emily sembari berjongkok di depan istrinya, memandang wajah damai putranya yang tertidur pulas. "Mandilah, kamu tampak lelah, " ucap Emily seraya bangkit berdiri saat Jonathan mengambil Kenneth dari tangannya dan beran

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 65 Kenneth Walker

    Proses persalinan Emily dibantu oleh seorang Widwife ramah bernama Adelle. Emily baru diperbolehkan masuk ke ruang bersalin setelah pembukaan lima. Jonathan mendampingi istrinya selama proses berlangsung. “Ma’am, anda harus berjalan-jalan untuk mempercepat proses kelahiran,” saran Adelle saat bukaan Emily tak kunjung bertambah. Emily telah menjalani serangkaian proses persalinan mulai mencek detak jantung bayi dalam kandungan hingga proses induksi untuk merangsang kontraksi. Jonathan membantu Emily berkeliling rumah sakit. Setelahnya proses induksi kedua kembali dilakukan. Ada beberapa pilihan pain killer yang ditawarkan Midwife untuk mengurangi sakit saat kontraksi dan Emily memilih mandi dengan air hangat. Jonathan dengan sabar mengganti bath tub dengan air hangat agar Emily bisa berendam dengan nyaman. Hampir empat jam hingga kontraksi semakin terasa luar biasa menyakitkan. Proses persalinan berlangsung sekitar satu jam. Jonathan hampir tak kuasa menahan air mata saat bayi mu

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 64 Kembali ke Manhattan

    Jonathan mengantar Emily hingga ke dalam apartemen. "Kembalilah bekerja," ucap Emily sembari berjalan menuju kamar. "Aku tidak akan tenang sebelum kamu memaafkan ku. " Jonathan masih membayangi langkah istrinya hingga ke kamar. Emily ingin mengatakan sesuatu yang bisa menenangkan hati Jonathan, tapi entah mengapa lidahnya kelu, moodnya memburuk. "Sayang, " panggil Jonathan meraih pinggang Emily dan merapatkan ke tubuhnya. "bagaimana lagi aku harus menjelaskan, Em? " "Tidak perlu, aku tidak butuh penjelasanmu, aku ingin tidur. " Emily melepaskan tangan Jonathan dengan wajah cemberut. "Jangan begini, Sayang." "Sudah, pergilah." Emily beranjak menuju ranjang dan merebahkan tubuh Jonathan melirik jam tangan sekilas. Waktu tutup supermarket satu jam lagi. Ia bergegas pergi menuju tempat kerjanya. Membantu Thomas hingga waktu tutup toko. Setelah pamit pada Thomas, ia pulang dengan tergesa. Jonathan mandi sebentar sebelum merebahkan tubuh di samping istrinya. Emily ber

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 63 Black Friday

    Jonathan datang lebih awal hari ini. Antrian panjang tampak di depan pintu masuk supermarket bahkan sebelum toko dibuka. Beberapa personel keamanan bersiap di pintu masuk memastikan pengunjung tetap mematuhi peraturan toko meski hari ini adalah hari khusus, dimana harga hampir semua barang yang ada di supermarket di diskon mulai empat puluh persen. "Kau lihat antrian di depan pintu, Jonathan? " tanya Thomas mengenakan jaket khusus toko. Ia bersiap pergi. "Ya, aku lihat." Jonathan melirik jam dinding. "sepuluh menit lagi, aku akan bersiap. " Jonathan mengenakan jaket yang sama seperti yang dipakai Thomas. Hari ini akan menjadi hari tersibuk sepanjang pekan ini. Meski pengunjung memadati supermarket, tetapi pengaturan yang telah dibuat Thomas membuat antrian tidak terlalu panjang. Area kasir ditambah dua lagi sehingga pengunjung toko bisa dilayani dengan cepat. Tak ada jeda waktu. Waktu makan siang pun dipercepat karena pengunjung tak juga berkurang hingga menjelang mala

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 62 Kesibukan di supermarket

    Keesokan pagi ditemani Jonathan, Emily menyerahkan sampel urine ke laboratorium klinik sesuai arahan dokter Roberta. Setelah mengantar Emily pulang, Jonathan berangkat menuju tempat kerja. Hari ini hari tersibuk menjelang akhir pekan. Menjelang Black Friday banyak barang baru berdatangan, bertepatan dengan ketidakhadiran Thomas karena sakit. Jonathan menggantikan tugas Thomas sementara waktu. Ia memantau pekerjaan di gudang hingga penataan barang di rak-rak pajangan. Belum lagi beberapa komplain dari pelanggan yang mengomel karena antrian panjang di area kasir. Jonathan berinisiatif menambah area kasir darurat. Saat waktu makan siang, tiba-tiba muncul Claire di ambang pintu ruangan kantor Jonathan. "Hai, apa aku mengganggu? " tanya Claire ceria. Jonathan tersenyum. "Tidak, ada apa Claire? " "Aku hanya ingin mampir. " Jonathan teringat Brianna, Claire tampaknya seumuran dengan Brianna. "Bagaimana kabar Thomas?Apa dia sudah membaik? " Claire mendekat, tanpa diminta ia d

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 61 Hamil

    Dua bulan lagi adalah Black Friday. Dikenal dengan hari belanja besar-besaran dengan diskon sangat menarik. Black Friday jatuh pada hari Jumat setelah Thanksgiving di bulan November. Jonathan membuat proposal tentang penawaran menarik khusus di Black Friday. Siang itu sebelum makan siang ia menyerahkan proposal itu pada Thomas. “Aku membuat konsep tentang diskon saat Black Friday,” ucapnya. “Baik, akan kupelajari.” Thomas menerima lembaran kertas itu. “Kau makan siang di luar?” “Tidak, aku membawa bekal.” Jonathan meringis menahan kikuk. “istriku memaksaku membawa bekal untuk berhemat.” Thomas tertawa. Ia menunjukkan wadah bekal makan siangnya. “Tidak usah malu, aku selalu membawa bekal. Ayo makan bersama di sini,”ajak Thomas kemudian. Jonathan menurut. Keduanya makan bersama di meja Thomas saat setengah jam berlalu, terlihat wajah Claire muncul dari balik pintu. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa ketertarikannya saat mendekati Jonathan. “Hai, kudengar dari papa, kau pengganti

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 60 Pekerjaan baru

    Jonathan terpaksa menjual penthousenya dengan harga di bawah pasar, itu dilakukan demi segera mendapatkan uang membayar gaji dan tunjangan pisah karyawan resort. Pihak asuransi properti masih dalam penyelidikan tentang penyebab kebakaran sehingga tidak bisa mengupayakan pencairan asuransi kebakaran dalam waktu dekat.Jonathan meminta James untuk memperkerjakan kembali Simon di Weston dan juga merekomendasikan Mateo untuk bekerja di sana.Jonathan dan Emily melakukan persiapan untuk berangkat ke Manchester setelah sebelumnya berpamitan pada Aldera.“Jaga diri baik-baik, Sayang.” Aldera memeluk Emily dan Jonathan saat keduanya berpamitan pergi“Ibu jaga kesehatan, ya.”Emily mengurai pelukan. “Tolong sampaikan Eden, untuk biaya kuliahnya, akan kutransfer setiap bulan ke rekeningnya seperti biasa, jadi dia tak perlu khawatir.”Aldera mengangguk dengan mata berkaca-kaca.“Jaga Emily, Jonathan.”“Aku janji,” kata Jonathan sebelum keduanya berlalu pergi.Saat tiba di mansion, hanya James d

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 59 Merelakan Weston Corp

    Jonathan berdiri di depan puing-puing bangunan resort bekas kebakaran. Ia terdiam lama. Emily ingin mendekat dan memberi semangat untuk Jonathan tapi ia enggan untuk mengganggu Jonathan yang tengah merenung. Lelaki itu tangguh. Hanya masalah seperti itu takkan menggoyahkan jiwanya. Emily yakin itu. Jonathan berbalik menghadapnya. Dengan senyum. "Aku sudah mengasuransikan properti ini. Tapi untuk membangunnya kembali butuh waktu lama. " Ia berbicara tidak hanya pada Emily, tapi juga ditujukan pada Lucas. "Dengan berat hati, aku harus menghentikan operasional resort. Aku akan bertanggungjawab memberikan hak kalian sesuai kesepakatan. " Sekarang ia benar-benar berdiri di depan Lucas. Lucas menghormati keputusan Jonathan. Setelah keduanya memberikan briefing singkat pada seluruh karyawan dan memberikan kesempatan untuk berpamitan, Jonathan dan Emily berkendara pulang. "Setelah urusan pembayaran gaji selesai, aku ingin kita pergi ke Manchester atau Wales, " ucap Jonathan saat kedu

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 58 Kebebasan Jonathan

    Emily dirawat di rumah sakit karena terlalu banyak menghirup asap. Saluran pernapasan nya mengalami iritasi dan peradangan. Dalam kesempatan terakhir, Emily sempat hampir merasa dirinya telah mati. Kilasan kilasan peristiwa asing masuk ke dalam ingatannya dan Emily yakin mungkin inilah saat waktu nya telah berakhir di dunia. Tapi Tuhan masih menginginkan ia hidup. "Emily, kau sudah sadar? " Aldera yang pertama kali menyapanya. Emily mengerjapkan mata, suasana kamar yang serba putih dan bau khas rumah sakit membuatnya pening. "Ibu, apa yang terjadi? " "Kau pingsan saat resort kebakaran. " Emily terkesiap. "Kebakaran? " tanyanya panik. "Bagaimana orang-orang di dalam resort? " "Tak ada korban jiwa, Sayang. " Emily bersyukur dalam hati. "Kai yang membawa mu keluar dari ruangan. " "Kai?"Tiba-tiba ia teringat akan Kai. Juga sesuatu yang terjadi di masa lalu. Jonathan yang meminta maaf atas perbuatan adiknya yang berusaha menceburkan nya ke dalam kolam dan yang berusaha

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status