Daniel membuka matanya perlahan dan mendapati dirinya di kamar yang bukan miliknya, ia segera bangun dan duduk di tempat tidur, gerakannya malah membuat kepalanya menjadi pusing berdentum_dentum akibat pengaruh alkohol tadi malam, dipegang kepalanya menahan sakit lalu melihat sekeliling ruangan, hanya ia yang berada dalam ruangan tersebut lalu beranjak ke meja dan memeriksa barang barangnya yang masih utuh tanpa kehilangan satu kartu kredit pun, laki laki menghela napas lega.
Daniel pernah kecolongan ketika ia mabuk dan kehilangan semua kartu kredit dan uangnya dan ia tidak ingin mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya karena mabuk dan menurunkan kewaspadaan bersama dengan wanita yang tidak ia kenal, namun ia merasa ia tidak akan apa apa sewaktu berdua dengan Anya, oleh karena itu, ia memutuskan untuk meminum melebihi teloransi alkoholnya.
Daniel mengangkat bahunya tidak peduli. Ia melirik jam yang masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Tanpa membuang waktu Daniel segera memakai bajunya dan keluar dari kamar tersebut.
Di ujung lorong Daniel melihat Anya yang berjalan dengan buru buru.
"Hey, Kau mau kemana?" tanya Daniel sambil mencekal lengan Anya ketika Anya tidak menyadari kehadirannya.
"Aku harus bekerja. Maaf aku buru buru" ujar Anya seraya melepaskan cekal Daniel di lengannya.
"Memangnya kau bekerja dimana lagi? Bukannya kau bekerja disini?" tanya Daniel tidak mengerti. Laki laki kembali menghambat langkah Anya.
"Aku lagi buru buru tuan, bisakah kau melepaskan tanganku?" tanya Anya sembari kembali mencoba melepaskan cekalan Daniel. Ia melirik jam tangannya dengan gelisah.
"Kau belum menjawab pertanya..."
"Minggir. Aku sudah telat" Anya mendorong Daniel dengan kuat.
Ia begitu gelisah. Ia masih dalam masa training. Bagaimana jika pemilik supermarket itu memecatnya. Tidak. Itu tidak akan terjadi. Anya mempercepat langkah kakinya.
Sedangkan Daniel yang memundurkan langkah karena dorongan Anya, menatap tidak percaya kepada gadis itu. Bagaimana mungkin pria tampan sepertinya diacuhkan begitu saja oleh wanita biasa?, tanya Daniel dalam hati.
"Anya" panggil Daniel dengan keras.
Sang gadis tidak memperdulikan panggilan geram kepadanya. Ia terus melangkah cepat menuju ke tempat kerjanya.
&&&
Daniel masuk ke dalam apartemennya, laki laki itu menghela napas dengan kasar, ia masih kesal dengan sikap Anya kepadanya.
"God damn it" ujar Daniel kesal. Baru kali ini ada gadis yang bersikap seperti itu kepadanya.
Ia kembali menghela napasnya, mencoba menenangkan dirinya. Sekarang waktunya bekerja, benak Daniel.
Laki laki itu melepaskan pakaiannya dan berlalu ke kamar mandi, air hangat mengguyur badan Daniel yang atletis, badannya yang sixpack serta kulitnya yang putih membuat laki laki begitu seksi, apalagi dengan butiran air yang mengalir dari bahunya menuju ke punggung dan turun menuju kakinya.
Cara mandi Daniel yang sangat seksi membuatnya terlihat seperti model yang sedang mempromosikan shampoo atau body wash dalam sebuah acara iklan.
Selesai mandi Daniel memakai bathrobe dan menggosokkan rambutnya dengan handuk kecil seraya keluar dari kamar mandi.
Ia menghidupkan televisi dan langsung disuguhi dengan berita yang membacakan perkiraan cuaca hari ini.
Daniel menyemprot parfum dengan brand asal italia, Versace Man ke dadanya dan memakai kemeja putih lalu mengancingkan lengan kemejanya dengan pelan sambil mematut dirinya di cermin. Ia sendiri sangat yakin bahwa ia memang pria tampan, Daniel sambil membelai dagunya seraya masih menatap dirinya dalam cermin.
"Lalu mengapa gadis kampungan itu mengacuhkan ku begitu saja?" tanya Daniel kepada dirinya.
Rasa kesal kembali menyusup dalam dirinya membuat Daniel kembali menghela napasnya. Ini sudah ketiga kalinya ia menghela napas dalam waktu tiga jam. Gadis sialan itu sukses membuat mood berantakan di pagi hari.
Tak ingin berlama lama, Daniel segera memakai dasi dan jam hitamnya, kemudian memakai jam tangan IWC yang sangat elegan di tangannya.
Daniel mengambil tas kerja dan keluar dari apartemennya ke parkiran dan melajukan Aston Martin One-nya yang berwarna silver gelap di jalan raya Los Angeles.
&&&
Daniel masuk ke lobby Millard Corporation, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang property dan real estate yang berada di Los Angeles. Millard Corporation salah satu perusahaan yang mengembangkan proyek proyek besar di Amerika, bahkan proyek bangunan mewah yang berada di daerah Manhattan dan Chicago.
"Good morning sir" sapa seorang wanita yang bertubuh tinggi dan seksi yang memakai kemeja yang dibalut jas dan celana panjangnya. Rambut wanita tersebut digulung dengan cantik dan rapi.
"Good morning Arlene" ujar Daniel lalu masuk ke dalam ruang kerja. Arlene mengikuti Daniel belakang.
"Explain my schedule today" ujar Danie yang sudah duduk di kursi kerjanya.
"Pukul 10 pagi rapat dengan para komisaris, pukul 2 siang bertemu dengan Mr. Deriel Erhardt dan malamnya makan malam dengan Ms. Jessica park" jelas Arlene dengan suara tegas dan jelas.
Daniel membelai dagunya seraya memikirkan sesuatu.
"Aku ingin kau mengatur kembali dinner ku dengan Jessica" ujar Daniel.
"Baik sir" ujar Arlene lalu keluar dari ruangan Daniel.
Daniel membuka berkas yang ada di atas mejanya dan mulai menggeluti berkas berkas tersebut.
&&&
"Long time no see" ujar Daniel sambil menjabat tangan Deriel. Sahabatnya sekaligus kolega bisnisnya.
"Good to see again" ujar Deriel tersenyum senang. Laki laki itu memiliki wajah perpaduan Timur Tengah - Amerika, dengan mata coklat terangnya dan senyumnya yang menawan.
Mereka bertemu di sebuah restoran klasik yang berada di kawasan elit, Beverly Hills.
"Aku menyetujui bekerjasama denganmu, kita akan mulai proyek 'Manhattan House' secepatnya" ujar Deriel memulai percakapan bisnis mereka.
"Kualitas bahan yang kau tawarkan sangat berkualitas" puji Daniel tersenyum.
"Suatu kehormatan bisa dipuji oleh Daniel Millard yang sangat tampan" ujar Deriel bercanda.
"Aku memang tampan" ujar Daniel serius.
Kekehan Deriel menghilang.
"Aku tarik kata kataku" Deriel memutar bola matanya.
Daniel terkekeh, sangat menyenangkan bisa berbicara dengan sahabatnya.
"Apa kau masih hobi mempermainkan perempuan?" tanya Deriel, percakapan mereka mulai merambah ke pribadi.
Daniel menyeringai. "Perkataan mu membuatku seolah aku adalah laki laki brengsek, kau lupa bahwa mereka yang menghampiriku, jadi aku tidak brengsek seperti kata katamu"
"Cih, kau akan mendapatkan karma mu suatu hari nanti" ujar Deriel serius.
Daniel hanya tersenyum menyeringai. Tidak terpengaruh oleh kata Deriel.
Getaran handphone Deriel membuat percakapan mereka terhenti sejenak, laki laki itu mengeluarkan hp dari balik jasnya, memeriksanya lalu tersenyum lembut melihat isi pesan tersebut.
"Kau masih bersama dengan gadis itu?" tanya Daniel penasaran.
"Namanya Mia Allen bukan gadis itu" jawab Deriel.
"Ya, whatever. Kau masih bersamanya?" tanya Daniel.
"Tentu saja. Aku bukan sepertimu yang suka bergonta ganti perempuan" ujar Deriel menyindir.
Daniel mengangkat bahunya acuh tak acuh.
"Wajar kalau bergonta ganti perempuan, memang sudah hakikatnya mereka diciptakan hanya untuk memuaskan hasrat laki laki" ujar Daniel. Laki laki itu berpikir bahwa wanita memang di ciptakan untuk memuaskan hasrat laki laki, oleh karena itu wanita diciptakan lebih banyak dari laki laki.
"Aku ingin mendengar pendapatmu kembali ketika kau sudah jatuh cinta kepada seorang wanita" jelas Deriel sambil melipatkan dadanya, menantang sang teman.
Daniel tersenyum miring.
"Itu tidak akan terjadi" ujar Daniel sangat yakin.
&&&
Daniel berjalan memasuki gedung Biergarten at the Standard, sebuah bar terbuka mewah dan klasik yang ada di wilayah Downtown Los Angeles, tidak seperti bar bar lainnya yang berada didalam ruangan, bar dan lounge ini terletak di atap gedung yang bertingkat 10. Oleh karena itu bar itu terkenal dengan sebutan Rooftop Biergarten at the Standard downtown la.
Daniel masuk ke dalam lift dan menekan angka 10 dan menunggu lift tersebut bergerak ke lantai sepuluh, lift berdenting dan terbuka. Daniel segera keluar menuju sebuah meja pengamanan dan menunjukkan kartu membernya dan mereka pun membolehkan masuk.
Pengamanan yang terdapat di gedung sangat ketat, hanya orang yang memiliki kartu member yang boleh masuk kedalamnya, dan untuk menjadi member di bar ini, anda harus termasuk dalam kategori orang kaya tentunya.
Angin malam langsung menerpa wajah Daniel ketika pintu di buka, pemandangan pertama yang disuguhkan adalah suasana malam yang di kelilingi oleh gedung gedung pencakar langit yang mempunyai banyak lampu yang bersinar seperti bintang di langit.
Daniel menyusuri bar tersebut dan tatapannya terhenti pada seorang pria tampan berahang tegas dan memiliki brewok yang rapi. Laki laki itu juga menatapnya lalu mengangkat sebelah tangannya.
"Sepertinya kau cukup sibuk akhir akhir ini" ujar laki laki itu dengan gelas wine di tangannya.
Daniel tersenyum menyeringai.
"Ada sebuah proyek yang sedang aku tangani" jawab laki laki itu.
"Apa kabarmu Erick?" tanya Daniel.
"Well, aku baik. Dan kau?" tanya Erick.
"Aku baik" jawab Daniel.
Erick adalah teman minumnya Daniel, mereka bertemu di salah satu bar dan lounge setahun yang lalu kemudian memutuskan untuk menjadi teman minum bersama, tanpa mencoba membahas topik pribadi. Sudah hampir sebulan mereka tidak bertemu dan minum bersama.
Erick mengangkat tangannya ke arah pelayan dan meminta pelayan tersebut untuk menambahkan wine untuknya.
"Daniel?"
Suara seorang perempuan membuat Daniel dan Erick menoleh ke arah sumber dan menemukan seorang wanita berambut panjang dengan gaun merah menyala yang terlihat seksi. Wanita tersebut bergandengan dengan seorang pria bersetelan jas.
"Sudah lama tidak bertemu. Apa kau merindukanku?" tanya wanita tersebut sambil memeluk Daniel sebelah tangannya.
"Tentu saja aku juga merindukanmu" ujar Daniel tersenyum menawan lalu melirik ke arah Erick dengan tatapan menanyakan kepada pria itu apakah ia mengenal wanita ini.
Erick tersenyum terperangah lalu tertawa samar.
"Lama tidak bertemu cassandra" ujar Erick.
Wanita yang bernama cassandra menoleh ke arah Erick lalu tersenyum manis.
"Erick, kau tetap tampan seperti biasanya" ujar Cassadra.
"Well. That just who I am" ujar Erick mengangkat bahunya.
Cassandra kembali menoleh ke arah Daniel.
"Dont forget about me. Next play with me. Okay?" tanya Cassandra.
"Sure" ujar Daniel lalu mengecup lembut bibir Cassandra. Wanita tersebut pun meninggalkan mereka seraya menggandeng kembali pasangannya.
"Oh my my. Aku tidak percaya kau bisa berkata seyakin itu walaupun namanya saja kau tidak ingat" ujar Erick terkekeh.
Daniel mengangkat bahunya acuh tak acuh.
"Mereka begitu banyak, jadi wajar saja aku melupakan nama beberapa dari mereka" ujar Daniel santai.
Erick tersenyum tenang.
"Kalau kau jatuh cinta mungkin akan menjadi cerita menarik" ujar Erick terkekeh kembali lalu menyisip minumannya.
Lagi lagi masalah cinta.
"Kau tau itu tidak akan terjadi" ujar Daniel tenang lalu menyisip winenya sambil menatap ke langit malam kota Los Angeles.
"Well. Kita tidak tau ke depannya akan jadi seperti apa" ujar Erick menanggapi perkataan Daniel.
&&&
Daniel beranjak dari tempat tidurnya ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari sisa sisa kantuk lalu mulai memakai kemeja dan jasnya. Setelah memastikan tampilan sudah sempurna, laki laki itu keluar dari kamarnya yang luas menuju ruang makan, dan menatap menu sarapan yang sudah terhidang diatas meja makan, lalu mengambil tempat duduknya dan memulai sarapannya dengan tenang.
Daniel tinggal sendirian di apartemen yang terbilang sangat besar untuk ditinggali seorang diri yang berada di kota Downtown Los Angeles, ia sudah terbiasa sendirian semenjak dari kecil. Orang tuanya tinggal di Seattle.
Daniel menyewa seorang pembantu rumah tangga yang bekerja professional, tanpa banyak bertemu langsung dengannya.
Daniel mengelap bibirnya pelan dengan sapu tangan lalu beranjak ke luar apartemen untuk kembali menjalankan rutinitas kesehariannya.
&&&
"Jadi apa kalian ada ide untuk proyek yang akan kita lakukan bersama dengan Enhardt Corporation?" tanya Daniel ke arah para manajer dan karyawan yang ikut andil dalam proyek baru tersebut.
Seorang laki laki mengangkat sebelah tangannya.
"Silahkan" ujar Daniel.
"Bagaimana untuk struktur gaya rumah kita ambil gaya Beaux-Arts?" usul laki laki tersebut.
Daniel berpikir sejenak.
"Seperti Manhattan Municipal Building?" tanya Daniel kepada laki laki tersebut.
"Iya sir" jawab laki laki tersebut.
"Ide yang bagus. Ada ide lainnya?" tanya Daniel kepada seluruh anggota rapat yang hadir.
Mereka berpikir keras memikirkan ide cemerlang yang ingin mereka sampai kepada CEO Millard Corporation. Namun tidak ada satu ide yang terlintas di pikiran mereka. Mereka pun menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu rapat dibubarkan. Aku masih menunggu ide cemerlang lainnya, kalian mengerti?" tanya Daniel.
"Yessir" jawab mereka serentak.
Mereka mulai beranjak keluar dari ruang rapat. Daniel menyandar punggungnya di sandaran kursi. Arlene masuk kedalam ruang rapat.
"Apa selanjutnya kegiatanku?" tanya Daniel.
"Anda akan bertemu dengan Ms. Jessica Park" ujar Arlene tenang.
Daniel menoleh ke arah wanita tersebut.
"Siapa itu?" tanya Daniel bingung.
"Ms. Jessica Park adalah seorang putri CEO Park Entertaiment sir" jawab Arlene.
Daniel menganggukkan kepalanya mengerti.
&&&
"Daniel. Aku sangat merindukanmu" ujar seorang wanita yang berpenampilan glamour yang berlebihan. Ia memakai dua buah cincin berlian di kedua tangannya, kalung yang berkilaun serta anting anting panjangnya yang menari seiring dengan langkahnya.
"Senang bertemu denganmu. Nona Jessica" ujar Daniel tersenyum menawan.
"Mengapa kau membatalkan makan malam kita Daniel?" tanya Jessica memayunkan bibirnya dengan manja.
Daniel tersenyum menawan.
"Maafkan aku Jessica. Aku sedang ada urusan mendadak hari itu" jawab Daniel berbohong.
Jessica menatap kesal ke arah Daniel.
"Sebagai permintaan maafku, bagaimana kalau hari ini aku akan menemanimu seharian?" ajak Daniel.
Jessica menoleh tampak tertarik dengan ajakan pria tersebut.
"Benarkah kau akan menemaniku seharian ini?" tanya Jessica memastikan.
"Tentu saja. Aku akan melakukan apapun demi wanita cantik sepertimu" ujar Daniel sambil memegang tangan Jessica lalu mengecupnya pelan.
Jessica tersenyum senang kemudian memeluk Daniel, sang laki laki membalas pelukan tersebut sambil tersenyum menyeringai.
&&&
Daniel menghela napasnya lalu menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur yang lebar seraya menatap langit langit kamarnya yang berwarna cream, ia baru saja mengantar Jessica pulang ke rumahnya.
"Dasar perempuan sialan" gumam Daniel.
Selama ia menemani Jessica, wanita itu tidak henti hentinya berbelanja assesoris dan baju, keluar dari toko satu dan masuk ke dalam toko lainnya. Daniel sampai menghabiskan 150.000 Dollar hanya untuk assesoris dan baju baju tersebut.
Memang itu bukan uang yang besar untuknya namun tetap saja ia bukan laki laki yang suka menghamburkan uang. Tetapi ketika mengingat kontrak bernilai jutaan Dollar yang telah di setujui oleh Joseph Park - ayahnya Jessica - membuat Daniel tidak mempersalahkan uang tersebut.
Daniel kesal. Ia kelelahan seharian menemani Jessica yang seperti anak kecil yang pertama kalinya melihat dunia nyata, sangat antusias sambil menariknya untuk masuk ke satu toko dan toko lainnya.
Laki-laki itu menatap langit-langit kamarnya sebelum matanya terpenjam menuju dunia mimpinya.
“Kau tidak apa-apa Anya?” tanya Daniel meletakkan coklat yang ia terima dari Carla, salah satu wanita kencannya. “Ini untukmu, seorang teman memberikannya kepadaku dan berkata selamat atas honeymoon kedua kita” Ucap Daniel melepaskan dasinya. Anya hanya diam menundukkan kepalanya. “Hei. Kau kenapa Anya? Mengapa diam saja? Apa kau sakit?” tanya Daniel. Anya mengangkat wajah dan menatap kepada Daniel lalu menggelengkan kepalanya, ia sangat membenci dirinya sendiri sekarang ini. adegan ciuman pipi yang ia lihat tidak bisa ia keluarkan dari kepalanya. “Baiklah. Aku akan mandi dulu. Istirahatlah” Daniel melangkah ke kamar mandi. Sepeninggal Daniel ke kamar mandi, Anya menatap kotak coklat, mengambilnya dan membukanya perlahan. Coklat berbentuk bulat tersusun rapi dan cantik dalam kotak yang berwarna coklat keemasan. Ia mengambil satu dan memasukkannya ke mulutnya. Coklat tersebut langsung melebur didalam mulutnya, ia kembali
Anya memeluk erat kedua anaknya, ia sebenarnya tidak ingin berpisah dengan Jason dan Evan namun sifat keras kepala Daniel membuatnya tidak punya pilihan lain. Anya menangis sembari mengeratkan pelukannya.“Mom, jangan menangis, kami akan baik-baik saja disini” ujar Jason.“Ya. Lagi pula kami akan tinggal dengan grandma dan grandpa. Jadi mom tidak perlu khawatir” sambung Evan.“Tapi. Bagaimana jika kalian sakit? Siapa yang akan merawat kalian?” tanya Anya khawatir.“Grandma” jawab kembaran itu serentak.“Bagaimana dengan sekolah. Siapa yang akan mengantar kalian?” tanya Anya kembali.“Grandpa” ujar Evan. Jason mengangguk.“Tapi.. tapi”“Anya. Kau berlebihan. Kita hanya pergi seminggu, berhentilah menangis” potong Daniel yang sedari tadi melihat adegan dramatis tersebut.“Tapi kita akan pergi ke Itali Daniel, bukan San Fra
Anya meletakkan dua piring berisi sosis dan roti panggang lalu menuangkan susu pada kedua gelas panjang dan meletakkan secangkir kopi yang sudah selesai ia siapkan. Anya menganggukkan kepala dengan puas ketika melihat semua menu sarapan sudah tersaji dengan lezat diatas meja. Ia menatap ke lorong penghubung ruang makan dengan ruang keluarga, tidak ada tanda-tanda penghuni rumah akan masuk ke ruang makan. “Jason, Evan” panggil Anya. “Yes mom” jawab dua anak laki-laki berusia delapan tahun yang berlari ke ruang makan. “Good morning mom” sapa kedua laki-laki kembar tersebut lalu mengecup pipi Anya sekilas. Anya tersenyum lembut. “Good morning sweetheart”. “Dad belum siap?” tanya Anya ketika melihat hanya dua anaknya yang masuk ke ruang makan. “Aku disini my beloved one. Good morning” Sapa Daniel yang baru ikut bergabung di r
1 Tahun kemudianLos Angeles, California. Daniel menatap bahagia kearah Anya yang sedang berjalan bersama dengan ayah angkatnya di atas karpet merah. Ia memakai setelan tuksedo putih berdasi kupu-kupu. Anya yang memakai baju pengantin berwarna putih dan kepalanya yang ditutupi oleh jaring putih membuat gadis itu seperti putri dalam cerita dongeng.Robert menyerahkan Anya ke tangan Daniel yang disambut dengan senang hati oleh anak angkatnya. Butuh waktu setahun bagi Daniel untuk sembuh dari rasa sakit dalam hatinya. Rasa bersalah Daniel kepada adiknya membuat laki-laki itu lebih memfokuskan pikirannya dalam pekerjaan. Selama setahun Daniel berubah menjadi seperti Daniel 20 tahun yang lalu, yang datang kepadanya untuk ambisi besar. Namun kali ini tidak ada diiringi oleh dendam melainkan rasa bersalah yang mendalam. Kehadiran Anya dalam hidup Daniel membuat laki-laki bisa bersikap seperti semula dalam waktu setahun. Terdengar lama namun cukup
Daniel mengambil sebuah handphone, sudah beberapa hari ia tidak mengecek handphonenya. Ia menghidupkan pesan suara. "Daniel. ini aku Richard, aku tidak bisa menghubungimu jadi aku mengirimkan hasil penyelidikanku ke e-mailmu. Tolong hubungi aku kalau kau mendengar pesan suara ini" Daniel mengerutkan keningnya dan segera memeriksa e-mailnya, terdapat sebuah file P*F dan rekaman suara. "Jay, aku ingin memberikan tugas untukmu. Kau harus membunuh Reyna, lakukan apapun yang kau bisa. Aku tidak perduli yang terpenting dia mati. Kau mengerti" Suara Cathrina yang Daniel dengar membuat lelaki itu mengkatubkan rahangnya. Anya segera menggenggam tangan Daniel. "Aku tidak apa-apa Anya" ujar Daniel. Bukti tersebut akan semakin memperjelas kesalahan Cathrina. Daniel menggenggam erat handphonenya, menatap penuh kebencian. Handphone Daniel bergetar, ia heran melihat ibunya menelpon. Mungkin ibunya masih mengkhawatirkannya, pikir Daniel.
“Good morning mom. Good morning dad” sapa Daniel lalu duduk di kursi makan. Robert menatap khawatir kepada anaknya. “Aku baik-baik saja dad”. Robert menghela napas lalu mengangguk. Ia sudah mendengar semuanya dari Elianor bahwa Daniel sudah tau semuanya. “Aku memasakkan menu kesukaanmu Daniel. chicken stew dan fried shrimp” Elianor meletakkan sepiring udang tepung goreng didepan anaknya. Daniel tersenyum. “Thank you mom”.Laki-laki itu mengedarkan pandangannya mencari Anya. “Dimana Anya?” Sedetik kemudian Anya muncul dibalik tembok pembatas ruang makan dan dapur. “Aku disini” jawabnya lalu meletakkan dua cangkir kopi dimeja. “Hm. My favorite coffee” komentar Robert sambil menghirup aroma yang menguar dari cangkir. “Kopi buatan Anya memang yang terbaik” Daniel setuju. Anya dan Elianor duduk di kursi makan dan mereka memulai sarapan pagi mereka. “Mom, hari ini kami akan terbang ke Indonesi