Share

Cinta sang Mantan Napi
Cinta sang Mantan Napi
Author: R. Aliyah

Seorang Pembunuh

Author: R. Aliyah
last update Huling Na-update: 2022-06-06 15:43:45

PLAK!!!

"Brengs*k! Kau benar-benar pria brengs*k yang kutemui!"

Seorang wanita tiba-tiba datang menghampiri Rey dan menamparnya dengan cukup keras. Tamparan itu membuat pipi Rey terasa panas dan pedih.

"PEMBUNUH! PEMBUNUH!" teriak wanita itu lagi.

"Anda siapa? Kenapa anda tiba-tiba menampar saya?" Rey mengelus pipinya yang sudah tergambar jelas telapak tangan si wanita.

Wanita itu berdecih dan mengepalkan kedua tangannya serta menghembuskan napasnya dengan kasar.

"Lelaki bajing*n, apa hak mu mengambil nyawa Ayahku? Apa kau malaikat pencabut nyawa? Atau jika perlu biarkan aku yang menjadi pencabut nyawamu," teriak wanita bergaun hitam yang bernama Claudya itu yang ternyata anak pak Burhan orang yang sudah mati di tangan Rey.

Claudya terengah-engah mengatur napasnya yang memburu karena luapan amarah.

Mendengar ucapan Claudya Rey hanya terdiam tanpa berani membalasnya apalagi hanya menatap wajah wanita yang berada di hadapannya. Perasaan bersalah menyusup ke dalam dadanya.

"Kau akan mendapatkan balasannya. Hidupmu tidak akan tenang. Apa yang kau tabur itu yang akan kau tuai, BANGS*T!" sumpah serapah keluar dari mulut Claudya seraya menunjukkan jari telunjuk kanannya ke wajah Rey yang masih berdiri diam terpaku di hadapan Claudya.

Sedangkan kedua lengan Claudya sudah dicekal oleh dua orang polisi yang juga hadir di persidangan itu.

Semua orang yang hadir pada persidangan siang itu sama-sama memusatkan perhatian dan pandangan mereka pada Claudya dan Rey. Bu Ainun hanya bisa menangis dengan nasib anak sulungnya.

"Tenang! Tenang! Harap tenang!" ketukan palu Hakim terdengar begitu nyaring untuk menghentikan ulah Claudya yang sudah mengacaukan persidangan.

"Kalau anda tidak bisa tenang, silahkan tinggalkan ruangan ini!" seru Hakim pada Claudya.

"Hukum dia, pak Hakim. Hukuman mati adalah hukuman yang pantas untuk pria pembunuh seperti dia," pekik Claudya seraya menunjuk ke arah Rey.

"Saya mohon hukum dia, pak Hakim ...." suara Claudya mulai melemah. Ia pun luruh ke lantai di mana ia masih jadi pusat perhatian setiap mata yang hadir.

Kedua polisi yang tadi mencekal lengan Claudya kembali mengangkatnya dan mengantarkan ke luar ruang persidangan. Dengan langkah gontai Claudya pun melangkah ke pintu keluar. Bibir kanannya sedikit terangkat.

Tapi, saat satu langkah lagi sebelum sampai ke pintu Claudya menghentikan langkahnya. Ia berbalik badan sontak melemparkan sebuah batu yang berukuran kepalan tangannya yang sudah ia persiapankan di dalam tas selempangnya.

Batu itu mendarat tepat di pelipis Rey. Lemparan batu itu membuat Rey sedikit terhuyung ke belakang karena kaget. Darah segar ke luar dengan deras dari luka di pelipisnya.

Semua orang begitu kaget dengan ulah Claudya yang begitu nekat di depan Hakim. Membuat orang menggelengkan kepala.

"Seret dia keluar!" pekik Hakim yang sudah berdiri seraya menunjuk pintu keluar.

"Rey ... ," lirih bu Ainun. Wanita paruh baya itu hendak mendekati anaknya. Tapi, ia mengurungkan niatnya itu sesaat setelah mendengar suara Hakim yang menunda persidangan selama dua jam.

Rey pun dibawa masuk oleh dua orang polisi yang menjaganya untuk dibawa ke rumah sakit.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya salah satu polisi seraya terus berjalan menuju parkiran mobil.

Rey hanya menganggukkan kepalanya. Jangankan satu batu, ia bahkan rela menerima ribuan batu yang dilemparkan padanya asalkan itu bisa menebus kesalahannya pada keluarga Claudya.

"Wanita itu nekat sekali," ujar polisi yang duduk di sebelah kanan Rey di kursi belakang sopir.

"Saya pantas mendapatkan itu," gumam Rey dengan tatapan sendu menatap ke arah jendela mobil polisi yang sudah melaju yang akan membawanya ke rumah sakit.

"Sepertinya wanita itu nampak tidak asing. Di mana, ya?" batin Rey mencoba mengingat wajah Claudya.

Sementara itu di luar ruang sidang Claudya masih duduk termenung di sana. Bulir bening meluncur tanpa bisa dicegah di pipi mulusnya.

Bu Ainun ke luar dengan dipapah oleh Lora. Saat hendak melewati Claudya bu Ainun menghentikan langkahnya. Perlahan wanita paruh baya itu mendekati Claudya yang masih menundukkan kepalanya.

Bahu gadis itu terlihat naik turun. Bu Ainun menyentuhnya Dan memeluk Claudya dengan erat. Seketika tangis Claudya pecah dalam pelukan bu Ainun. Claudya sangat merindukan kehangatan pelukan seorang ibu.

"Apa salah keluarga kami, Bu? Kenapa dia tega melakukan itu?" lirih Claudya dalam isakannya.

"Maafkan anak ibu, Nak!" ucap bu Ainun sambil mengelus punggung Claudya dengan lembut.

Mendengar hal itu sontak membuat Claudya melepaskan pelukan mereka. Ia menghapus pipinya dengan kasar. Gadis itu tak menyangka jika wanita yang memeluknya adalah ibu dari pembunuh yang sudah melenyapkan nyawa Ayahnya.

"Maaf? Apa dengan kata maaf, nyawa ayah saya akan kembali?" seru Claudya seraya bangkit dari duduknya.

Gadis itu menatap bu Ainun dan Lora secara bergantian. Emosinya kembali membuncah. Napasnya kembali terlihat naik turun. Ia mencoba mengontrol diri karena yang ia hadapi kini wanita tua. Ia tetap harus menghormatinya sekali pun dia wanita yang melahirkan sang pembunuh.

"Kalau memang anak ibu hanya menginginkan harta tapi kenapa harus membunuh dan melukai keluarga saya, Bu." Claudya menjeda ucapannya.

"Apa ibu tahu, hanya mereka yang saya miliki dan saya sayangi setelah saya dan adik kehilangan ibu yang sudah melahirkan kami pergi untuk selamanya."

Claudya berbalik badan. Tangan kanannya memegang dadanya yang terasa sesak. Ia menatap keluar melalui jendela yang berada di hadapannya.

"Sampai kapan pun saya tidak akan bisa memaafkan orang itu dan karma buruk akan terus menghantui seumur hidupnya. Ingat itu!"

Setelah mengatakan itu Claudya melenggang melangkah meninggalkan bu Ainun dan Lora yang kaget dengan sumpah yang baru saja Claudya ucapkan.

Persidangan dilanjutkan setelah dua jam berlalu. Agenda hari ini adalah mendengarkan keterangan dari para saksi-saksi. Yang Rey tak habis pikir, Eman mengaku jika dia lah yang telah melakukan penusukan itu yang mengakibatkan seseorang meninggal dunia.

"TIDAK!" Rey berteriak seraya berdiri memperhatikan Eman.

Yang diperhatikan menggelengkan kepalanya. Pria itu mencoba menahan Rey agar tak salah bicara dan merusak rencananya. Eman tidak mau jika Rey harus dihukum berat.

"Aku rela menggantikan posisimu, Rey," batin Eman sambil memandang iba pada Rey.

"Apa maksud, Anda?" tanya hakim heran dengan ucapan spontan Rey.

"Maaf, pak Hakim." Rey menundukkan kepalanya tanpa berani menatap siapapun.

Rey tak menyangka Eman bisa berbuat demikian. Ia makin merasa bersalah karenanya Eman mau menukar posisi dengannya. Sidang akan dilanjutkan satu minggu kemudian untuk pembacaan vonis untuk Rey dan kawan-kawan. Mereka kembali dibawa ke dalam sel. Untuk sementara mereka berada di dalam satu sel.

"Man, maksud loe tadi apa? Kenapa loe ngomong begitu?" bisik Rey pada Eman karena takut jika ada yang mendengar percakapan mereka.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta sang Mantan Napi   Nasib Claudia.

    “Kurung dia di atas, dan awasi jangan ia kabur.” titah Erlangga pada anak buahnya yang membawa Claudya.Hahahahaha …!!! tawanya membahana di seluruh rumah.Ia tertawa puas setelah berhasil menangkap dan melukai suaminya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Pikiran liar terus menari di kepalanya.Pria itu melucuti semua pakaiannya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebelum itu ia sudah memerintahkan kepada ART nya untuk membersihkan Claudya.Senyum tak lepas dari bibir Erlangga. Ia masih membayangkan ia akan bergumul dengan Claudya sebentar lagi. Ia berendam dengan air hangat untuk bisa menaikkannya gairahnya.Lima belas menit kemudian ia keluar hanya menggunakan handuk. Dada bidangnya ia biarkan terekspos. Ia berjalan ke kamar di mana Claudya berada dengan menggenggam sebuah pil. Sebelum masuk Erlangga sudah meminta segelas air dan memasukkan pil tersebut.“Air … air … ,” lirih Claudya yang masih belum membuka kedua matanya.Tanpa pikir panjang Erlangga menuangkan se

  • Cinta sang Mantan Napi   Reza

    Sementara itu di rumah sakit. Rey segera dilarikan ke ruang operasi karena mengalami luka yang cukup serius di kepalanya. Riana mondar mandir di depan bersama Candra. Pandangannya selalu melihat ke arah lampu indikator ruang operasi menunggu dokter ke luar dari sana.“Siapa yang berani berbuat sekeji ini?” gumam Riana. Candra yang mendengar itu pun mendekati Riana.“Ri, sebenarnya sebelum kejadian ini tadi malam, Rey sudah cerita. Jika keluarganya sedang dalam bahaya. Teror selalu menghantui mereka setiap saat. Bahkan kemarin Claudya sempat hampir kehilangan nyawa jika tak di tolong oleh pengawalnya.”“Ya ampun, kenapa mereka tidak menceritakan hal seserius ini padaku.”“Mungkin mereka tidak mau membuatmu cemas, Ri.”“Jadi siapa yang melakukan hal serendah ini?” “Dari keterangan Rey, mereka adalah Erick dan Erlangga. Mantan kekasih dan lawan bisnis Claudya.”“Sudah ku duga, di dunia ini tidak ada yang sekeji Erick.”Setelah beberapa jam menunggu akhirnya lampu indikator pun padam. Se

  • Cinta sang Mantan Napi   pria bertopeng

    Mendengar kegaduhan dari dalam kamarnya. Jona berteriak memanggil semua pengawalnya. Tapi, nihil tak satu orang pun yang datang dan mendengar teriakannya. Rey pun bergegas mendorong kursi rodanya secepat yang ia bisa menuju ke arah kamarnya dan Claudya.Di sana terlihat beberapa orang tengah menyeret Claudya. Mereka semua bertopeng dan menggunakan pakaian serba hitam. Rey yang melihat itu tak tinggal diam.Walaupun dengan kekurangannya ia dengan sigap menarik baju salah satu orang bertopeng itu dari belakang. Lalu secara spontan melayangkan bogem mentah ke dagu pria itu hingga ia tersungkur. Sementara Claudya masih di bawa oleh pria bertopeng lainnya. Melewati halaman rumah untuk menuju mobil yang sudah terparkir di depan pagar rumah megah itu. Claudya hanya bisa berteriak histeris dan meronta minta di lepaskanDia hanya bisa menangis mengingat tubuhnya masih lemah karena kejadian yang menimpanya kemarin. Jona segera menyusul mereka, dan …BUUUK!!! Seseorang memukul kepala Jona dar

  • Cinta sang Mantan Napi   Kaki palsu

    Keadaan Claudya tidak sedang baik-baik saja. Wanita itu pingsan sesaat mereka masuk ke dalam mobil. Setelah terbebas dari para penyerang itu sinyal komunikasi kembali normal. Alex pun segera menghubungi Jona.pria sangat panik begitu mendengar kabar Alex. Ia segera menghubungi dokter untuk segera datang ke rumah. Jona tak ingin mengambil resiko jika membawa Claudya ke rumah sakit umum.Sesampainya di rumah, dengan sigap menyuruh anak buahnya untuk segera membawa Claudya ke dalam kamar yang sudah di tunggu oleh dokter.Alisha yang mendengar jika sang Ibu sudah pulang segera berlari menghampiri Claudya. Tapi, Jona mencegahnya untuk menemui Claudya. Ia tak ingin anaknya melihat keadaan ibunya yang tidak baik-baik saja itu.“Alisha sayang, malam ini Alisha tidur sama papa, ya! Mama sedang tidak enak badan. Biarkan mama istirahat dulu, ya!” ucap Jona seraya mengusap lembut kepala Alisha yang berada di pangkuannya.“Tapi, Pa ….” Alisha ingin protes sebelum Jona mendaratkan ciumannya di pipi

  • Cinta sang Mantan Napi   Penyerangan

    Di ruang rapat mereka semua berwajah tegang, pucat nan pias. Para dewan direksi sudah duduk di kursi mereka masing-masing. Dan Claudya memimpin jalannya rapat.“Bagaimana ini bisa terjadi, bu Claudya?” ucap salah satunya.“Saya sedang berusaha mencari tahu dan menyelesaikan masala ini secepatnya.” Jawab Claudya dengan tenang. “Jika kau tak becus mengurus perusahaan ini silahkan mundur dari jabatanmu dari sekarang.” Suasana begitu riuh di ruang rapat. Mereka saling berbisik-bisik. Sebenarnya ini baru pertama kalinya dalam kemimpinan Claudya mengalami hal seperti ini.“Aku berjanji jika masalah ini akan cepat teratasi. Dan perusahaan tidak akan mengalami kerugian. Rapat selesai. Permisi!”Claudya pulang bersama dua pengawalnya. Ia duduk di belakang supir. Claudya mengotak-atik ponselnya guna mencari makanan yang enak untuk dibawa pulang.“Hmm … , sebelum kita pulang mampir dulu ke --,” BRAAAK!Ucapan Claudya terpotong saat mobil mereka dihantam dengan keras dari belakang. Tubuh Claud

  • Cinta sang Mantan Napi   surat ancaman

    “Brengsek, kau Erlangga!” hardik Claudya sambil mengepalkan kedua tangannya.“Ia salah memilih orang, jika ingin bermain-main. Dia belum tahu siapa Claudya sebenarnya.” imbuhnya.“Tenang Claudya sayang, jangan mengotori tanganmu dengan hal yang membahayakan dirimu. Biar mas yang membereskan semuanya.” Jona menenangkan Claudya dengan memegang kedua pipinya.“Tapi, Mas,” protes Claudya“A … ,” belum sempat Claudya angkat bicara Jona lebih dulu melumat bibir Claudya agar ia berhenti protes.Ulah pria itu membuat Claudya sulit bernapas. Ia melepas pagutannya pada Claudya dan menatapnya dengan lekat. Jaraknya hanya beberapa inci saja sehingga Claudya bisa merasakan nafas Jona dan penciumannya mencium aroma maskulin suaminya itu.Mereka saling pandang dalam beberapa menit. Claudya mendorong kursi roda Jona menuju singgasana pembaringan. Claudya mengerti apa yang diinginkan suaminya itu.Mereka duduk di tepi ranjang. Melanjutkan aktivitas yang tertunda. Perlahan Jona membaringkan Claudya, ia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status