Share

Perasaan Berkhianat

“Mungkin dengan mudahnya orang lain akan berkata, untuk apa mengejar setangkai bunga layu jika masih bisa mendapatkan bunga yang baru. Tapi aku tidak begitu. Bagaimana pun juga aku lah penyebab bunga itu menjadi layu dan aku berjanji akan mendapatkan bungaku itu. Setidaknya mungkin aku bisa membuatnya tidak terlalu menderita karena perbuatanku yang sudah merusaknya.”

Rasya gelisah menanti kabar lanjutan dari Andre. Asistennya itu baru saja mengabari bahwa dia sudah menemukan identitas perempuan yang menjadi korban Rasya. Rasya pun segera memanggil Andre ke ruangannya.

“Jadi katakan, siapa sebenarnya perempuan yang membersamaiku di hotel malam itu?” tanya Rasya sangat penasaran.

“Saya sudah menyelidikinya, Bos. Perempuan itu bernama Adinda Dwi Ersalina. Dia bekerja sebagai marketing di salah satu perbankan.  Dia adalah putri tunggal dari sepasang suami istri. Ayahnya mengalami kelumpuhan karena sebuah kecelakaan. Selama ini dia yang membantu roda perekonomian keluarga. Selain itu dia dikenal sebagai perempuan baik-baik. Bahkan rekan-rekan kerja dan tetangganya menyebut sebagai perempuan yang taat dan agamis,” jelas Andre.

“Kalau memang dia perempuan baik-baik, lantas bagaimana dia bisa berada di dalam kamar hotel itu dan menghabiskan malam denganku?” ujar Rasya masih belum bisa memecahkan alur kejadiannya.

“Kalau masalah itu saya juga kurang tau, Bos. Penyelidikan lanjutan terhadap CCTV hotel tidak membawa petunjuk apa pun. Tidak diketahui siapa yang sudah membawa perempuan itu ke kamar yang sama dengan bos. Tapi sepertinya perempuan itu juga telah dijebak oleh seseorang.”

“Terus selidiki masalah ini sampai tuntas. Aku ingin tahu siapa musuh yang sudah menjebakku dan apa motifnya,” kata Rasya. Dia merasa harus waspada terhadap musuh yang belum dia ketahui dengan pasti. Dia tidak tahu apakah pelaku ingin menjadikan jebakan itu untuk mengganggu karir Rasya atau hal lainnya.

“Lalu bagaimana dengan perempuan itu, Bos?”

Pertanyaan Andre membuat Rasya kembali berpikir keras. Kini dia sudah tahu identitas termasuk alamat tempat tinggal perempuan yang sudah menjadi korbannya. Rasya tidak tahu apakah Adinda masih akan mengenali wajahnya setelah kejadian di hotel.

Rasya berniat untuk pergi ke rumah Adinda. Meski mungkin tidak langsung mengajukan pengakuan bahwa dia adalah laki-laki yang sudah merenggut kehormatan perempuan itu. Dia berpikir belum tentu juga orang lain tahu tentang apa yang terjadi antara mereka berdua. Setidaknya mungkin dia bisa sedikit mengamati kehidupan perempuan itu dari jauh.

Setelah menerima kiriman email tentang identitas dan alamat Adinda dari Andre, Rasya pun bangkit hendak pergi. Namun di saat yang bersamaan pintu ruangannya sudah terbuka lebih dulu.

“Alvia?” ujar Rasya tak menyangka akan kedatangan sang tunangan ke kantornya.

Rasya merasa Alvia datang di saat yang tidak tepat. Meski mencintai Alvia dan merindukan gadis itu karena belakangan jarang bertemu, tapi tetap saja Rasya merasa tidak siap dengan kedatangannya. Apalagi ketika Rasya tengah membicarakan perihal perempuan lain dengan asistennya.

Meski begitu Rasya tidak bisa menolak Alvia. Apalagi dia mendapati sosok Alvia yang berdiri dengan wajah tidak ceria seperti biasanya. Dia sudah bisa menebak bahwa ada sesuatu tidak menyenangkan yang ingin dibagi oleh sang kekasih.

Alvia memang seperti itu. Dia bukan gadis manja yang selalu menuntut waktu dari pasangannya. Tapi dia juga selalu bisa menempatkan posisi Rasya sebagai seseorang yang dia butuhkan.

Itulah salah satu hal yang juga Rasya sukai dari diri Alvia. Alvia selalu berusaha mandiri untuk menyelesaikan setiap permasalahannya. Hanya saja biasanya dia akan datang pada Rasya seperti ini untuk berbagi cerita dan kekesalan hati.

Pada situasi seperti itu, mau tidak mau Rasya harus mengurungkan niatnya untuk pergi. Dia terpaksa menunda rencananya. Diam-diam dia juga mengirimkan pesan pada Andre agar menjaga rahasia tentang Adinda.

Rasya tidak mau masalah dirinya dengan Adinda sampai diketahui oleh Alvia. Rasya memberi kode pada Andre untuk membaca pesannya. Setelah asisten itu mengangguk paham, Rasya pun memintanya untuk keluar ruangan dan memberi privasi pada Rasya dan Alvia.

“Ada apa, Sayang? Kenapa wajahmu terlihat tidak bersemangat?” tanya Rasya setelah hanya ada mereka berdua di sana. Mereka sudah berpindah posisi dengan duduk berdampingan di sofa.

“Aku baru saja dari kampus untuk melakukan bimbingan tesis. Tapi apa kau tahu? Dosen pembimbingku itu cukup menyebalkan. Setelah aku mengerjakan bab dua, dia kembali menyuruhku merivisi bab pertama. Aku merasa kesal, Rasya” curhat Alvia.

Sementara itu Rasya hanya tersenyum memperhatikan ekspresi Alvia. Alvia bisa membuat Rasya merasa berarti bahkan hanya dengan cara sederhana seperti dibutuhkan sebagai teman berbagi.

“Aku percaya bahwa tunanganku ini adalah seorang perempuan yang cerdas dan tangguh. Jadi mau mendapat tantangan sesulit apa pun, aku yakin kamu pasti akan mampu melewatinya,” komentar Rasya yang lebih tepat disebut sebagai pujian.

“Terima kasih atas keyakinanku padaku. Tapi tolong beri aku satu saran,” pinta Alvia.

“Baiklah. Dengarkan pendapatku dengan baik. Aku tahu kamu merasa kesal pada dosen pembimbingmu itu. Tapi jangan jadikan arahannya sebagai pematah semangatmu. Cobalah untuk lebih terbuka. Anggap saja dia memintamu mengulang bab lagi karena dia ingin hasil pekerjaanmu benar-benar menjadi yang terbaik. Sekarang tenangkan dulu dirimu dan pikiranmu. Istirahatlah. Setelah fresh kembali, barulah kamu kerjakan tugasmu lagi.”

“Terima kasih banyak, Rasya. Aku tahu kamu adalah orang paling tepat yang bisa aku datangi di saat seperti ini. Setiap kali datang padamu, aku selalu menemukan sandaran yang membuatku tenang. Aku bersyukur pada Tuhan karena menemukanmu dalam perjalanan hidupku. Kamu adalah rumah yang selalu mampu membawaku pada damai,” ungkap Alvia tulus. Kini selarik senyum kembali menghiasi wajahnya.

“Aku menyayangimu, Alvia” balas Rasya sembari memeluk erat sang kekasih.

“Maafkan aku, Al. Seandainya kamu tahu kesalahan apa yang sudah aku lakukan, mungkin saja kamu tidak akan lagi menganggapku sebaik itu. Tanpa sengaja aku sudah mengkhianatimu, Alvia. Aku sungguh minta maaf. Jika kamu tahu aku sudah melewati batas dengan perempuan lain, apakah kamu tetap akan bersyukur pada Tuhan karena dipertemukan dengan laki-laki sepertiku? Mungkin pandanganmu padaku akan langsung berubah. Tadinya rumah lantas menjadi sampah. Aku yang kamu anggap selalu membawa damai tapi sebenarnya menyimpan badai. Aku sunggu tidak sengaja, Alvia. Maaf!” ungkap batin Rasya.

Bukan bermaksud untuk membohongi Alvia, tapi dia tahu betul resiko apa yang bisa saja terjadi jika sampai Alvia tahu segalanya. Hubungan dua tahun pertunangan akan dipertaruhkan. Rasya tidak punya keberanian untuk mengungkap peristiwa besar itu. Dia tidak ingin kehilangan perempuan yang dia cintai hanya karena kesalahan satu malam saja.

Dengan cepatnya suasana hati Alvia bisa berubah membaik jika ada Rasya di sampingnya. Mereka pun mengobrolkan hal lain sekaligus untuk mengalihkan fokus pikiran Alvia dari masalah bimbingan tesis. Namun sesaat kemudian, pintu ruangan Rasya tiba-tiba dibuka tanpa meminta izin atau mengetuk sebelumnya.

“Bos, ada kabar penting mengenai Nona Adinda,” ucap Andre langsung menyampaikan pesannya tanpa mempedulikan keberadaan Alvia yang masih di dalam sana.

“Siapa Adinda?”

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status