Telepon Sari berdering. Namun, ia yang sedang makan malam bersama orang tuanya di lantai bawah tidak mengetahui karena gawai itu tertinggal di kamar. Hal ini membuat Jojo semakin gugup.
Mengapa Sari tidak menjawab teleponnya? Jojo mengira gadis itu masih belum mau bicara. Lalu, Jojo putuskan untuk meninggalkan pesan. Sembari menstabilkan rasa grogi jika di telepon.
Berulang jemari Jojo mengetik kata. Namun, berulang juga ia hapus kembali. Seolah tidak menemukan kata yang pas.
[As-salamu 'alaikum, Sar. Apa kabar kamu? Aku baru saja mendapat kabar dari Ibu mengenai kelanjutan hubungan kita. Apakah itu benar? Aku tidak tahu harus bicara apa. Terlalu banyak kata terima kasih yang ingin aku sampaikan, tapi apa itu akan membuatmu percaya?]
"Bismillah," ucap Jojo.
Ia mengirim pesan itu. Lalu kembali berpikir mengetik kata lagi.
[Sar, aku tidak ingin banyak bicara. Sekarang hanya ingin membuktikan dengan sikap. Aku berjanji.]
Sepuluh menit setelah pesan itu terkirim, Sari kembali ke kamar dan membuka gawainya. Menemukan pesan dari Jojo. Ia tersenyum membacanya. Entah mengapa, ia pun merasa sangat bahagia.
Ia mencoba menelpon nomor Jojo. Tentu, langsung diangkat. Karena Jojo sedang memandangi gawainya. Menatap deretan foto kebersamaan mereka saat liburan di Jogja terakhir kali.
[As-salamu 'alaikum, Sar….]
[Wa 'alaikumus-salam, Mas. Kabar aku baik. Maaf, tadi lagi di bawah. Tidak tahu ada telepon.]
[Loh, kok, kamu yang minta maaf? Harusnya aku yang minta maaf.]
[Tidak usah dibahas. Lebih baik kita membahas masalah acara yang tinggal sebulan lagi.]
Jojo tersenyum dari balik gawai. Pilihan ibunya tidak salah. Sungguh, Sari gadis sederhana yang memiliki hati malaikat. Jojo semakin memantapkan hati, berjanji membahagiakan gadis itu.
[Mas boleh tanya, Dek?]
[Hmmm...]
[Sekali saja.]
[Iya.]
[Kenapa kamu mengambil keputusan ini? Kamu nggak benci aku?]
[Kalau Tuhan saja bisa memaafkan hamba-Nya yang bertobat, kenapa aku nggak bisa? Aku yakin kamu sedang khilaf.]
[Iya, Dek. Mas janji sama kamu. Tidak akan menyakiti kamu lagi.]
Senyum mereka mengembang. Jojo mulai menceritakan tentang awal mula hubungannya dengan Erika hingga berakhir. Tidak ingin terjadi kesalahpahaman dilain hari, Jojo memberitahu semua. Sari yang sudah memaafkan, hanya mendengarkan. Ia juga meminta Jojo untuk tidak membahas masa lalu itu. Karena cerita itu bisa kembali membuka luka dihati.
[Video call, yuk?]
[Nggak, ah. Telepon aja.]
[Aku tuh kangen.]
[Halah… udah besok saja. Aku udah mau tidur. Mukanya kusut.]
[Kenapa? Toh, bulan depan juga muka kusut itu aku lihat setiap hari.]
Keduanya tertawa. Lalu mulai membahas acara sambil bercanda tentang kehidupan mereka di masa depan.
***
Erika mengambil cuti kerja dua hari. Pulang ke kampung halaman. Sebelum pulang ke rumah orang tuanya, ia menuju sebuah alamat yang diberikan oleh seorang temannya di kampung.
Ia telah tiba di sebuah rumah. Ada seorang wanita tua yang sedang duduk di kursi terasnya. Wanita itu tersenyum melihat wajah Erika yang penuh bimbang. Ia sudah paham akan kedatangan Erika. Lalu mempersilakan gadis itu masuk.
Erika duduk di sebuah kursi sedangkan wanita tua itu mengambil segelas air putih dan menyuguhkannya.
Wanita itu memperkenalkan dirinya yang akrab dipanggil Emak. Ia tersenyum menatap Erika. Menampilkan giginya yang berwarna merah. Karena menggunakan sirih.
"Ceritakan," ucap Emak.
Sedikit ragu, Erika mulai menceritakan tentang hubungannya dengan Jojo serta keinginannya meminta bantuan Emak. Pikir Erika, andai Jojo tidak menolaknya, mau bicara baik-baik. Ia tidak akan pernah datang ke dukun untuk merusak hubungan Jojo dan Sari melalui jalur pintas seperti ini.
"Siapkan ayam cemani dua ekor, foto kedua orang itu, parfum kamu dan benda milik si lelaki. Nanti malam jam delapan, kamu kembali lagi ke sini," ucap Emak.
Erika paham. Lalu ia berpamitan untuk mempersiapkan ritual nanti malam. Erika menyewa jasa seorang tukang ojek untuk mengantarnya hingga nanti malam. Tukang ojek itu sepakat dengan biaya yang menggiurkan.
Erika menuju rumah orang tuanya terlebih dulu. Menaruh beberapa barang bawaannya yang tidak perlu ia bawa. Setibanya di depan rumah, suara teriakan amarah terdengar hingga keluar dari balik rumah berdinding triplek. Bagi Erika itu sudah biasa. Ia tetap melangkah, masuk ke dalam rumah. Menghampiri sumber suara seorang wanita yang berteriak. Lalu memberikan uang. Seketika wanita itu tersenyum dan memujinya.
Erika tak menghiraukan. Ia masuk ke kamarnya. Mempersiapkan barang yang perlu dibawa. Beruntung ia membawa baju Jojo yang tertinggal di indekos. Sebelumnya memang temannya sudah memberi kabar, untuk membawa salah satu barang milik Jojo atau yang pernah digunakannya.
Lalu ia pergi lagi. Orang tuanya pun tidak bertanya, kemana Erika akan pergi. Mereka sangat tidak peduli, yang mereka pedulikan hanya uang Erika.
Bahkan dari mana Erika mendapatkan uang banyak pun, mereka tidak pernah bertanya. Apa pekerjaan Erika yang mampu menopang biaya hidup keluarganya di kampung pun, tidak ada satu orang keluarganya yang tahu.
Terkadang, Erika merasa muak dengan semua sikap orang tuanya. Namun, ia lakukan ini demi masa depan adik-adiknya agar bisa menyelesaikan sekolah serta tidak terjerumus seperti dirinya.
Bersambung….
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj