"Selamat datang Pak Jojo dan Bu Sari," ucap seorang lelaki yang berada di balkon.
Jojo hanya menanggapi salam itu dengan sebuah senyuman sedangkan Sari masih bingung. Siapa lelaki itu? Apakah sudah mendapatkan izin dari Jojo untuk masuk? Tanpa penjelasan, Jojo membawa Sari ke balkon.
Balkon yang semula tanpa ada apapun, kini berubah. Terlihat cantik dengan hiasan lampu-lampu temaram di langit-langit ruang terbuka itu. Meja pun yang sebelum mereka tinggalkan tanpa alas, kini telah beralas putih dengan setangkai bunga mawar dan lilin. Sementara di pojok balkon terdapat alat bakar daging dan beberapa bumbu.
Kecemasan dan tanya Sari terjawab. Kejutan lagi dari suaminya yang kini sedang tersenyum menatap dalam.
"Romantis nggak, Ndok?" tanya Jojo yang membuat Sari tersipu. Ia tak tahu harus berkata apa, hanya bisa membalas senyuman Jojo dengan kagum.
"Sudah siap, Pak?" tanya Jojo kepada lelaki itu.
"Sedikit lagi matang."
"Oke, saya segera kembali."
Jojo mengajak Sari berganti pakaian lagi untuk menikmati makan malam romantis di balkon. Sari tak habis pikir dengan kejutan ini. Sekali lagi suaminya berusaha memberi kejutan untuk membuatnya jatuh cinta lagi dan lagi.
"Mas, makasih," ucap Sari. Kedua matanya berbinar, haru. Jojo memeluk penuh kasih.
***
"Suka?" tanya Jojo. Sari tersenyum lebar menikmati makan malamnya.
Angin sepoi-sepoi menemani makan malam mereka dengan daging bakar hangat dan minuman jahe panas. Sari tidak ingin melewatkan hal manis ini. Segera ia mengambil gawai dan mengajak Jojo berfoto. Beberapa gambar mereka abadikan di sana, sangat romantis dan manis.
"Aku posting di medsos, ya, Mas?"
"Iya…."
Di tempat yang berbeda, Erika tak henti memantau akun Jojo dan Sari. Berharap mendapatkan kabar buruk tentang hubungan mereka yang sudah mulai renggang. Namun, tanpa disangka, ia justru menemukan foto-foto kemesraan sepasang pengantin baru itu.
Hatinya bertanya-tanya apa sebab keduanya belum juga memulai pertengkaran? Apa Jojo tidak mencium aroma parfum miliknya? Padahal ia telah memakai banyak agar lelaki yang ditujunya itu mencium dan tersihir jampe-jampe Emak.
Erika mulai ragu dengan kekuatan hitam yang dimiliki Emak. Ia kecewa dan menghubungi temannya yang memberitahu tentang Emak. Namun, temannya tidak percaya karena ia berhasil dengan jampe-jampe wanita tua itu. Malah lelaki yang terkena sihirnya kini sudah kembali ke dalam pelukan.
[Lu coba lagi, Ka. Mungkin tuh cowok nggak nyium bau lu. Terlalu sebentar ketemunya?]
[Ya, kali… dia tahan napas pas gue datang?]
[Hmmm… bukan tahan napas, mungkin pilek, hidungnya tersumbat.]
Erika ingat, saat itu hidung Jojo terlihat kemerahan seperti sering ditekan. Apa mungkin benar perkataan temannya?
[Oke, makasih, ya. Nanti gue coba sekali lagi.]
Erika menutup panggilan. Kembali membuka media sosial, melihat-lihat deretan foto Sari yang dikirim ke akun Jojo. Apa yang terjadi dengan pasangan ini? Apa keduanya sedang flu sehingga membuat Jojo tidak bisa mencium bau parfum Erika dan begitu pun Sari, apa ia juga tidak mencium aroma dari tas mewah itu?
Gadis seksi itu pun kembali mencari tahu dan cara agar bisa menemui Jojo lagi.
***
Dini hari, Jojo dan Sari sudah bersiap untuk berangkat ke gunung Bromo. Jarak mereka sudah tidak jauh, sehingga mobil jeep yang telah mereka pesan menjemput sekitar pukul tiga pagi. Perjalanan pun mereka tempuh sekitar satu jam untuk tiba di tempat bagus melihat matahari terbit.
Udara dingin yang menyengat membuat Jojo tak henti melepaskan pelukannya dari tubuh Sari. Memandang lepas langit gelap yang siap berubah jingga. Turis lokal maupun asing pun banyak yang datang. Mereka saling berhimpit untuk mendapat tempat bagus, menanti sang mentari.
Sorak kagum terdengar kala mentari mulai terlihat dan perlahan Sari tidak dapat merasakan tubuhnya yang kaku. Dingin itu benar-benar menusuk tubuh hingga ke tulang. Bibir pun membeku. Napas terasa berat. Ia mengajak Jojo pergi dari sana, mencari sesuatu yang bisa menghangatkan tubuh.
Jojo membawanya duduk di warung kecil, memesan minuman dan makanan hangat. Sambil menanti pesanan, Jojo melepaskan sarung tangan Sari. Memberi kehangatan melalui genggaman tangan dan uap dari mulut.
"Kamu masih kuat?" tanya Jojo khawatir.
"Duh, kok, dinginnya sampai ke tulang, Mas? Aku biasa tinggal di Jakarta panas, nggak kuat dingin."
"Bu, ada minyak angin?" tanya Jojo ke pemilik warung.
"Ada, Mas."
"Mau satu."
Jojo mengoleskan minyak angin ke tangan Sari dan meminta istrinya itu menggunakan ke tubuh juga. Bagian-bagian yang terasa sangat dingin. Sambil memeluknya tak henti.
Meski mentari telah bersinar, tetapi udara sejuk hari itu di gunung Bromo mencapai 3° celcius.
"Apa kita kembali ke hotel?"
"Janganlah, Mas. Sayang 'kan udah sampai sini. Ini udah enakan, kok."
"Ya udah makan dulu kalau begitu, nanti baru lanjut jalan lagi."
Sari mengangguk dan melanjutkan makan mie instan yang telah Jojo pesan. Bahkan mie yang baru matang itu, sudah tidak terasa panas, hampir dingin. Segera ia melahap sampai habis.
Setelah dirasa cukup, keduanya beranjak lagi dari warung. Mencari tempat bagus untuk berswafoto. Mereka menuju tanah lapang, jalur utama pendakian ke gunung Bromo.
Sesaat keduanya mengambil gambar sambil berjemur. Menikmati hangatnya mentari yang baru saja terbit.
"Mau ke atas nggak?" tanya Jojo.
"Boleh, tapi naik kuda aja."
"Jalan dong. Masa nggak kuat?"
"Kuat. Tapi pulang-pulang aku nggak bisa layani kamu, lho." Keduanya tertawa.
"Yah, jangan dong kalau yang itu."
Jojo menampilkan wajah sedih untuk menggoda istrinya.
"Makanya, naik kuda aja. Jauh banget itu. Kalau dari awal niat mendaki, aku siap. Tapi, sekarang nggak siap, Mas."
"Hmmm oke. Lanjut foto disini dulu setelah itu kita naik kuda. Gimana?"
"Oke."
Mereka mulai mencari tempat bagus untuk meninggalkan jejak digital di sana. Lalu Jojo menawar biaya berkuda dan mereka mulai menikmati perjalanan dengan kuda sewaan yang siap mengangkut. Hampir tiga puluh menit perjalanan ditempuh dengan berkuda dari naik dan turun. Membuat keduanya cukup puas dan kembali ke mobil serta menuju tempat lainnya.
Tempat perjalanan terakhir dari tujuan hari ini adalah taman teletabis. Salah satu tempat yang tidak akan turis Bromo lewatkan. Memiliki hamparan gundukan tanah berwarna hijau yang memanjakan mata membuat siapapun akan betah jika berkunjung ke sana.
Tentu, kembali keduanya tidak melewatkan mengambil foto dan Dari tak henti membagikan kenangan itu di akun media sosialnya. Membuat Erika semakin panas dan kesal.
"Ya, kalian sekarang boleh senang-senang. Tapi, aku tidak akan tinggal diam. Lihat saja, Jojo akan kembali padaku," gumam Erika.
Jemari Erika tak henti melihat satu persatu deretan foto mesra Jojo bersama istrinya. Bahkan semalaman ia tidak bisa tidur nyenyak, tak kuasa menahan sakit. Menghabiskan malam dengan tangisan yang ditemani sebotol minuman keras. Sungguh pengkhianatan Jojo membuat hatinya sangat terpukul dan sangat membenci Sari. Meski wanita yang dibenci itu tidak bersalah.
Namun, yang Erika tahu Sarilah sebab berakhirnya hubungan dengan Jojo. Gadis itu tak kuasa marah atau benci terhadap Jojo karena cinta yang telah membutakan hati.
Bersambung….
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S