Menjelang langit jingga, acara selesai. Orang tua dan keluarga Sari berpamitan. Mereka akan berangkat ke Jakarta besok pagi. Tak lupa, Sari menitipkan oleh-oleh yang sudah dibelinya kemarin kepada ibu Ani.
Setelah rombongan keluarga Sari pulang, Ibu Ning menyerahkan kado-kado dari tamu kepada Sari. Meminta menantunya itu membawa dan menggunakan barang-barang dari kado. Namun, wanita itu keberatan karena tidak ingin membawa banyak barang saat pindah ke Kalimantan. Jojo pun menyarankan untuk membeli perabotan di sana saja.
"Ya sudah, bagikan ke keluarga jika kamu keberatan membawanya, Ndok. Yang penting kamu lihat dulu, dari siapa saja kadonya. Jadi, nanti kalau orang itu hajatan, kamu bisa pantas memberinya kado lagi," ucap Ibu Ning.
Sari pun menuruti dan mulai membuka kado dibantu oleh kakak iparnya.
"Loh, bagus banget ini tas? Asli tas branded," ucap Kakak Jojo. Ia meminta Sari menanyakan ke Jojo mengenai tas itu. Mungkin dari temannya karena tidak terdapat nama pengirim.
Sari pun menemui suaminya yang sedang mengobrol dengan keluarga di teras rumah.
"Kado ini nggak ada namanya, Mas. Mungkin teman kamu," ucap Sari. Ia menunjukkan sebuah tas berwarna merah cabai.
"Loh, dari siapa, ya? Ini tas mahal," tutur Jojo.
Lalu, Jojo memanggil saudaranya yang menjaga buku tamu dan menanyakan tentang kado itu.
"Bungkusnya apa tadi, Mbak?" tanya seorang gadis penjaga meja tamu. Kakak Jojo pun menunjukkan kotak pembungkus tas itu.
"Oh, kotak itu dari perempuan muda yang tadi itu lho, Mas, pakai baju serba hitam. Dua orang."
Sontak Jojo dan Sari saling pandang. Mereka tahu yang dimaksud adalah Erika. Tidak ada tamu selain Erika dan temannya yang datang menggunakan pakaian serba hitam.
"Iya, itu siapa, sih, Jo? Kok aneh banget, kondangan pake serba hitam. Kaya orang melayat," ketus kakak Jojo.
Jojo tidak menjawab. Sari pun segera membawa tas itu ke pekarangan rumah. Jojo mengikuti dari belakang. Membiarkan istrinya meletakkan tas itu di tempat sampah dan menyalakan api. Membakarnya.
Jojo mengelus punggung istrinya mencoba menenangkan.
"Maafin aku, Mas. Aku masih cemburu dengan wanita itu," ucapnya.
Jojo mengangguk, memaklumi.
"Kenapa kamu yang minta maaf? Seharusnya aku. Maafin aku yang menghadirkan dia dalam kehidupan kita. Tapi, sungguh aku juga tidak tahu mengenai kedatangannya. Sebenarnya kemarin saat keluar hotel aku melihatnya. Meski tidak yakin. Maaf tidak cerita ke kamu."
Sari mengalihkan pandangan ke Jojo. Ia pun ingin menceritakan apa yang dilihatnya kemarin.
"Ya sudah. Kita lupakan saja, Mas. Semoga dia tidak akan pernah datang lagi ke kehidupan kita," ucap Sari tanpa jadi bercerita. Jojo segera memeluk tubuh istrinya.
Betapa besar kekuatan cinta Sari hingga bisa mengontrol amarahnya. Membuat Jojo perlahan luluh. Ia pun berpikir, bagaimana lagi membalas cinta Sari dan membuatnya percaya serta bahagia?
"Ngomong-ngomong, suara kamu bindeng gitu, masih mampet hidungnya?" tanya Sari. Wanita itu memencet-mencet hidung suaminya. Jojo hanya menjawab dengan anggukan. "Berarti kamu tidak mencium bau parfum cewek itu? Rasanya hidungku sakit dengan baunya," lanjut Sari.
"Masa? Kebanyakan kali pakai parfumnya."
"Memang zaman sama kamu nggak pakai parfum nyengat begitu?"
"Nggak. Mungkin parfum temannya yang nyengat. Sudah, jangan bahas dia lagi. Masuk, yuk?"
***
Kembali kedua pasangan pengantin baru itu berkemas lagi. Melanjutkan petualangan, memanfaatkan masa cuti kerja sebelum melakukan hubungan jarak jauh. Hari ini mereka bergegas berangkat menuju stasiun kereta api untuk singgah ke kota Malang. Sesuai dengan rencana honeymoon.
Setelah menempuh perjalanan kereta api beberapa jam, mereka pun tiba di kota Malang dan sudah dijemput seorang supir dari pihak hotel tempat menginap.
Mereka harus menempuh perjalanan satu jam lagi untuk tiba di hotel. Jauh memang, tetapi lelah itu terbayar saat tiba di hotel. Pemandangan begitu memanjakan mata. Namun, sayang tidak ada kejutan di dalam kamar karena Sari yang memesan persiapan di Malang.
Akan tetapi, kamar mereka memiliki balkon yang langsung mengarahkan mata pada pemandangan gunung-gunung yang mengelilingi. Keduanya segera menikmati ciptaan Tuhan itu. Memandang dari balkon sambil berbincang ringan.
Jojo mulai bermanjaan pada Sari. Udara dingin membuatnya tak ingin melepaskan pelukan.
"Malu, Mas, kalau ada yang lihat."
"Kenapa? Kamu 'kan istriku."
"Iya, tetap saja, nggak enak."
"Ya sudah, pindah ke kamar kalau begitu," ujar Jojo yang membuat Sari memberikan cubitan kecil di perutnya.
Sambil meringis, Jojo masih berusaha mengajak istrinya pindah ke ranjang untuk memadu kasih. Sari masih saja malu meski sebenarnya mau. Perlahan ia pun menuruti dan berpindah.
***
"Sayang, aku ke bawah sebentar, ya?" Jojo mengetuk pintu toilet. Berpamitan pada Sari.
Segera Sari membuka pintu dengan sehelai handuk.
"Ngapain?"
"Lapar, mau cari makanan. Sebentar aja. Kamu istirahat dulu." Sari memancungkan bibirnya membuat Jojo mendekatkan wajah ingin mencium tetapi ia tepis dengan mundur satu langkah. "Tenang aja, Sayang. Aku nggak aneh-aneh. Oke?"
Sari pun memberi izin. Membiarkan lelakinya ke bawah sedangkan ia melanjutkan mandi.
Selesai Sari Mandi, Jojo belum juga kembali ke kamar. Namun, ada tamu yang datang. Sari membukakan pintu, ternyata seorang petugas hotel yang membawa satu buah vas bunga berisi bunga mawar merah beberapa tangkai.
Apakah ini ulah Jojo atau pelayanan gratis dari hotel? Rasanya Sari tidak menemukan penjelasan mengenai gratis pelayanan bunga di brosur. Maka ia pun bertanya kepada sang pelayan.
"Pak Jojo yang meminta tadi, Bu. Ini mau diletakkan dimana, Bu?"
"Oh, oke. Di nakas saja."
"Baik, permisi, Bu."
Pelayan lelaki itu pun segera menaruh vas bunga di nakas dan kembali pamit keluar. Sari tersenyum lebar memandang vas bunga itu, cantik. Lelaki itu masih saja berusaha menghibur dan mengobati luka hatinya. Sari mulai mempercayai usaha Jojo.
Sari meraih gawai dan mencoba menghubungi Jojo. Mencari tahu keberadaannya sekarang.
[Kamu dimana, Mas?]
[Lagi cari makanan. Kamu mau apaan, Ndok?]
[Bebas. Makasih bunganya, sudah sampai.]
[Suka?]
[Iya.]
[Ya sudah, tunggu sebentar, ya. Aku masih cari camilan.]
[Oke.]
Sari menanti sebentar, tak lama Jojo kembali dengan beberapa camilan. Mereka pun menghabiskan makanan itu sambil duduk di balkon dan mengobrol.
Hari semakin sore. Jojo Mengajak istrinya untuk berganti pakaian dan keliling sekitar hotel. Banyak pemandangan indah yang tidak boleh mereka lewatkan untuk berfoto. Mengabadikan kenangan.
Perempuan itu pun setuju dan segera mengganti pakaian. Sari masih seperti biasa, tanpa riasan wajah. Jojo membuka kacamata istrinya saat wanita itu di depan cermin sedang menggunakan hijab.
"Kamu min berapa, Ndok?"
"Dua."
"Kalau jalan tidak pakai kacamata apa mengganggu penglihatan?"
"Nggak juga sih, cuma kalau melihat orang dari jauh tidak jelas wajahnya, buram."
"Kali ini coba tidak usah pakai kacamata. Boleh?" tanya Jojo. Ia menaruh kacamata itu di meja rias. Sari menjawab dengan anggukan.
"Apalagi yang kamu inginkan?" Tantang Sari.
"Uh, nantang. Nanti aku kasih tantangannya nggak mau," ucap Jojo meledek.
Sari menanggapi dengan sebuah lidah terjulur. Jojo hanya memeluk mesra tubuh istrinya itu dan beranjak keluar kamar. Mereka menyusuri jalan hingga menemukan sebuah taman yang memiliki tempat bagus untuk berswafoto.
Waktu sore mereka habiskan di sana hingga langit jingga siap berganti gelap mengingatkan untuk kembali ke hotel.
Sesampainya di kamar, ada hal aneh. Pintu kamar tidak terkunci dan ada seseorang di dalam hotel yang sudah menanti mereka di balkon. Sari yang cemas menghentikan langkah, meremas genggaman tangan Jojo dan menatap suaminya penuh tanya.
Mengapa di kamarnya bisa ada orang lain yang masuk? Mengapa pihak hotel memberikan kunci?
Bersambung….
"Selamat datang Pak Jojo dan Bu Sari," ucap seorang lelaki yang berada di balkon.Jojo hanya menanggapi salam itu dengan sebuah senyuman sedangkan Sari masih bingung. Siapa lelaki itu? Apakah sudah mendapatkan izin dari Jojo untuk masuk? Tanpa penjelasan, Jojo membawa Sari ke balkon.Balkon yang semula tanpa ada apapun, kini berubah. Terlihat cantik dengan hiasan lampu-lampu temaram di langit-langit ruang terbuka itu. Meja pun yang sebelum mereka tinggalkan tanpa alas, kini telah beralas putih dengan setangkai bunga mawar dan lilin. Sementara di pojok balkon terdapat alat bakar daging dan beberapa bumbu.Kecemasan dan tanya Sari terjawab. Kejutan lagi dari suaminya yang kini sedang tersenyum menatap dalam.
"Mandi bareng, yuk?" ucap Jojo setibanya di hotel.Sari membulatkan mata, terkejut. Rasa malu dan tidak percaya diri menyelimuti. Meski bersama kekasih halal, ia masih merasa canggung dan sungkan tanpa sehelai benang di tubuh jika berhadapan langsung. Selama ini, ia masih menutupi tubuhnya dengan selimut saat memadu kasih. Wajar saja jika wanita itu kaget."Nggak, ah. Kamu duluan aja, Mas.""Kenapa? Malu?"Jojo menggeleng tak percaya dengan penolakan istrinya itu. Ia pikir, kali ini Sari akan menuruti keinginannya setelah apapun Jojo korbankan untuk mendapat kepercayaan dan cinta. Apakah itu tidak cukup bagi Sari?"Ma-maaf, Mas."
Tidak sengaja Jojo memencet blokir akun Erika, terkejut karena melihat Sari saat ia menoleh ke dalam kamar. Istrinya berdiri di dekat ranjang dengan pakaian tidur transparan. Sari tersenyum sambil memanggil lembut nama suaminya. Meminta lelaki itu mematikan puntung rokok dan menghampiri.Sari yang sangat menyesal telah membuat Jojo kecewa, memberanikan diri untuk berpakaian seksi. Mencoba menjadi apa yang diinginkan Jojo. Meski belum sepenuhnya ia merasa nyaman dengan baju seksi itu. Sesekali kedua tangannya menutupi bagian intim yang transparan. Sari sadar, usahanya itu tidak membuahkan hasil. Bagian-bagian seksi tubuhnya tetap terlihat."Kamu ngapain pakai baju begitu?" tanya Jojo. Setelah mematikan puntung rokok, ia menghampiri Sari. Berdiri tepat di depannya.
Samar, Erika melihat Meli--adiknya--duduk di sebelahnya. Meli segera berlari mencari perawat untuk memeriksa kondisi Erika setelah menyadari kakaknya membuka mata. Dua hari sudah, gadis seksi itu tak sadarkan diri setelah percobaan konyol mengakhiri hidup.Ayah Erika dan Meli secara bergantian mendampingi masa-masa sekaratnya. Berharap tulang punggung mereka segera pulih dan mampu menopang biaya kehidupan mereka lagi. Seperti janji Erika terhadap Meli yang akan membiayai hingga tingkat menengah atas agar mudah mencari kerja, tidak seperti ia yang hanya sebagai pelacur."M-mel." Lirih Erika setelah Dokter memeriksanya."Kakak, jangan banyak bicara dulu kata Dokter. Kakak, mau minum?" Erika menggeleng. Air matanya tumpah lagi. Mengapa ia masih diberi kesempat
Belum ada satu hari Erika tiba di rumah orang tuanya. Namun, ia sudah tidak betah mendengar ibunya yang tak henti meminta uang dan menyalahkan Erika yang telah berusaha bunuh diri. Hal itu justru membuat beban karena harus mengeluarkan uang untuk biaya rumah sakit dan ongkos keluarga menemani serta membawanya kembali ke rumah.Hati Erika semakin tertekan dengan sikap ibunya sedangkan ayahnya hanya diam. Tidak menjawab sepatah kata pun yang dilontarkan istrinya."Sabar, ya, Kak," ucap Meli. Gadis itu pun tidak bisa berbuat apa-apa hanya mampu mendampingi Erika yang mulai terlihat putus asa lagi.Hatinya bertanya-tanya, apakah ini yang disebut cinta seorang ibu kepada anaknya? Sedikit pun, tidak pernah Erika rasakan sikap manis penuh kasih dari seorang ibu. B
"Pengantin baru melamun mulu," ledek seorang teman yang menyadari Jojo banyak diam. "Masih LDR, ya, kangen-lah sama kekasih halal," sahut yang lainnya. Sorak meledek terlontar membuat Jojo tersenyum tipis menanggapi. Padahal hatinya sedang memikirkan Erika bukan Sari. Efek aroma parfum yang telah diberi pelet telah berpengaruh. Semalaman tak henti Jojo memikirkan Erika. Namun, ia tidak berpikir buruk sedikit pun. Justru Jojo mengira bahwa dirinya salah, ia belum juga berpindah ke hati Sari. Masih sangat mencintai Erika. Erika pun muncul semalam dalam mimpi Jojo. Gadis itu selalu bisa berpenampilan baik yang menggoda. Mereka habiskan malam penuh gairah. Namun, Sari muncul dalam mimpi i
Seperti biasa, Jojo melakukan panggilan video ke Sari saat ingin berangkat kerja selama beberapa menit. Adanya kemajuan teknologi dapat menyatukan hubungan para pasangan jarak jauh seperti mereka. Sari bisa melepas rindu melihat wajah suaminya.Berbeda dengan apa yang dirasa Jojo. Semakin ia sering melihat Sari, rasa bosan bertambah. Namun, demi menjaga hubungan dengan wanita itu, Jojo berusaha mengupayakan tetap terlihat tenang dan seperti biasa.[Aku berangkat sekarang, Ndok.][Iya, hati-hati.][Hari ini aku lembur, tidak perlu menanti, ya, Sayang? Besok aku telpon.][Oke. Istirahat yang cukup setelah pulang dan jangan telat makan.]
Baru saja pintu kamar Jojo tertutup, yang terdorong oleh tubuh Erika saat bersandar menerima kecupan mesra dari suami orang. Mereka tak kuasa lampiaskan kenikmatan sesaat di depan pintu kamar. Erika yang tak kuasa menahan rasa puas, mengeluarkan suara rintihan.Sementara Sari, berniat mencari makanan ringan. Ia keluar dari kamarnya. Betapa terkejutnya, saat mendengarkan suara rintihan nikmat Erika yang sangat terdengar jelas saat Sari melintas tepat di depan kamar mereka. Seketika bulu kuduk Sari merinding."Apa yang mereka lakukan di siang hari?" ucapnya dalam hati. Wanita polos itu segera mempercepat langkah kakinya menuju lift.Untuk menghilangkan rasa malu dan pikiran kotor pada hatinya, Sari meraih gawai dari sakunya. Mencoba menghubungi Jojo lagi.&nbs