Share

Bab 6. Debaran yang Tak Biasa

Erika memandang kagum pada bayangan dirinya di cermin. Pagi ini, wanita berkulit putih dengan mata agak sipit itu sengaja berhias dengan penampilan memukau. Dress selutut berwarna peach dengan high heels berwarna senada membuatnya tampil segar dan cantik. Gadis itu berniat hendak membuat kejutan untuk kekasih hatinya.

Mobil sport keluaran terbaru telah terparkir cantik di depan rumahnya. Seorang supir pribadi telah siap mengemudi dan membawa Erika ke tempat tujuan.

"Ke mana, Non?" Tanya Dipa sang supir pribadi seraya melirik majikannya dari kaca spion dalam mobil ini..

"Kita ke kantor Farhan!"

"Baik, siap, Non!" Dipa langsung melajukan mobil ke arah jalan Jendral Sudirman, yang memang tak jauh dari lokasi rumah Erika.

Kantor Farhan memang berada di pusat kota Jakarta, diantara gedung-gedung pencakar langit. Perjalanan belum begitu macet, hingga mereka hanya  menempuh waktu lima belas menit sudah tiba di area parkir PT. Elang Naga, milik Farhan Adiguna.

Erika turun di lobby utama, kemudian dengan melenggak lenggokkan tubuh sintalnya melangkah menuju lantai dua puluh lima, tempat di mana ruang kerja  Farhan berada.

"Selamat pagi, Bu Erika!" sapa seorang sektetaris yang telah mengenal Erika sejak lama. Hampir seluruh karyawan pun mengenal Erika dengan baik. Wanita itu terkenal cukup ramah pada semua orang.

Tak ada satupun karyawan yang berani menanyakan perihal istri dari pemilik perusahaan ini. Mereka memang mendengar Farhan sudah menikah. Namun tak pernah sekali pun Farhan membawa atau memperkenalkan istrinya pada karyawannya. Saat acara-acara kantor pun, Farhan justru selalu membawa Erika. Hampir seluruh relasi bisnis Farhan mengenal Erika sebagai kekasih Farhan.

"Pagi, apa Farhan sudah datang?" tanya Erika sambil melirik ruangan Farhan yang masih tertutup rapat

"Pak Farhan belum datang, Bu."

"Ya sudah. Aku tunggu di dalam ya." Dalam hatinya Erika bersorak karena Farhan belum datang. Dengan begitu dia bisa menjalankan misinya sebelum kekasihnya itu tiba.

"Silakan Bu Erika."

Erika sudah biasa keluar dan masuk dengan bebas di kantor Farhan, juga di ruang pribadi Farhan. Namun kali ini ada misi tertentu yang hendak Erika lakukan di ruang pribadi kekasihnya itu.

Erika duduk di kursi kebesaran sang CEO seraya memandang sekeliling ruangan. Wanita cantik itu sedang mencari sesuatu yang sangat penting. Sesuatu yang bisa membuat Farhan dan istrinya segera bercerai.

Mata Erika tertuju pada sebuah lemari terbuat dari besi di sudut ruangan. Pada beberapa lacinya bertuliskan 'dokumen keluarga'. Erika melangkah menghampiri lemari tersebut dan perlahan mulai membuka laci itu satu persatu dari bagian atas.

"Di mana surat perjanjian itu?" gumamnya.

Erika terus memilah satu persatu map-map yang berada di dalam laci-laci lemari itu.

Mata Erika melebar saat menemukan sabuah map coklat bertuliskan ' surat perjanjian pernikahan'.

Dengan cepat Erika meraih Map itu dan membukanya. Selembar kertas bermaterai dalam genggamannya membuat Erika tersenyum  penuh kemenangan.  Tanpa menunggu lama,  Wanita itu mengeluarkan ponselnya dan menyalakan kamera. Erika    mulai mengambil  beberapa gambar surat perjanjian itu.

Setelahnya, Erika meletakkan kembali surat itu ke tempat semula. Dia menghela napas panjang karena lega. Satu bukti sebagai senjatanya sudah berada di tangannya kini.

Erika kembali duduk di kursi kebesaran Farhan sambil menunggu datangnya CEO itu datang. Tak lama kemudian sang sekretaris mengetuk pintu dan kemudian masuk.

"Ada apa? Apa Farhan sudah datang?" tanya Erika bingung karena sekretaris Farhan hanya masuk sendirian.

"Maaf Bu Erika. Pak Farhan baru memberi kabar, beliau tidak ke kantor hari ini."

Erika menggerutu dan geram. Dia khawatir Farhan mulai menghindarinya.

"Ya sudah, besok saya ke sini lagi " sahut Erika tak bersemangat seraya meraih tasnya yang berada di meja Farhan.

Erika kembali pulang dengan rasa kecewa dan emosi. Sejak tadi pun Farhan sama sekali tak membalas pesannya. Apalagi menerima panggilannya. Sepertinya Farhan benar-benar telah menghindar darinya.

.

Sementara itu, dari pintu dapur Nadira terharu melihat Farhan dengan semangat menemani baby Nafa berjemur di taman belakang. Sejak tadi Farhan tak beranjak duduk dari kursi taman di sebelah stroler Baby Nafa.

"Uda tidak jadi ke kantor hari ini?" tanya Nadira seraya menghampiri suami dan anaknya.

"Tidak," sahut Farhan singkat dengan pandangannya masih terus pada Baby Nafa yang menggeliat-geliat di dalam strolernya.

Sebenarnya Nadira ingin sekali menanyakan alasannya kenapa suaminya yang tadi sudah rapi dengan pakaian kerjanya, tiba-tiba saja tak jadi berangkat dan memilih menemani Baby Nafa di taman.

Namun Nadira mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh. Dia tak ingin merusak suasana yang membuat damai  hatinya. Saat ini Nadira berusaha menghindari perdebatan dengan Farhan. Karena masih ada Bu Ani di rumahnya.

Saat Baby Nafa telah digendong kembali oleh Nadira, Farhan kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Pria itu memang membatalkan kepergiannya ke kantor saat mendengar laporan dari sekretarisnya bahwa Erika sedang menunggunya di sana. Sejak kedatangannya ke rumah Erika beberapa hari yang lalu, Farhan belum ingin bertemu kembali dengan kekasihnya itu. Saat ini dia sedang meyakinkan dirinya dengan keputusan yang hendak dia ambil nantinya.

.

.

.

Farhan, Nadira dan Bu Ani saat ini sedang menikmati makan siang di meja makan.

"Dira, Mamakmu tadi menelpon Ibu. Katanya besok dia akan ke jakarta. Apa Nak Farhan bisa menjemputnya di bandara?"

"Bu, biar Mamak pakai taksi online sajalah. Uda Farhan pasti sibuk dengan pekerjaannya. Mana mungkin Uda bisa jemput-jemput Mamak ke bandara. Lagipula besok masih hari kerja," sanggah Nadira cepat karena merasa tidak enak jika sampai merepotkan Farhan.

"Tidak apa-apa. Biar Aku saja yang jemput Mamak besok," sahut Farhan tenang.

Nadira sontak menoleh pada Farhan dan memandangnya tak percaya.

Sementara Farhan nampak tenang menikmati makan siangnya tanpa menghiraukan Nadira.

"Terima kasih, Nak Farhan." Wajah Bu Ani berbinar. Hatinya makin merasa bangga dengan Farhan.

Sejak pulangnya Nadira dari rumah sakit, Farhan banyak menghabiskan waktu di ruang kerjanya. Saat istirahat dia menghabiskan waktunya bermain dengan Baby Nafa.

Namun malam ini entah mengapa sejak beberapa jam yang lalu Farhan belum beranjak dari kamar Nadira. Entah kenapa satu perasaan aneh menyelusup ke dalam relung hatinya. Farhan duduk di sofa kamar sambil membuka-buka ponselnya. Sementara Nadira menyusui Baby Nafa sampai putrinya itu tertidur pulas.

"Uda belum tidur?" Nadira menyapa suaminya yang masih tertunduk melihat ponselnya. Wanita itu meletakkan Baby Nafa yang sudah nyenyak, di box bayi.

Farhan mendongakkan kepalanya dan memandang Nadira yang sedang duduk di tepi ranjang. Entah kenapa Farhan ingin sekali memeluk istrinya itu saat ini. Hatinya selalu menghangat setiap berada di dekat Nadira. Ada debaran yang tak biasa saat bertemu pandang dengan istrinya yang semakin hari terlihat semakin cantik di matanya.

Farhan perlahan mendekati ranjang dan duduk persis di sebelah Nadira. Jantungnya berpacu dengan cepat. Tatapan mereka seakan saling mengunci satu sama lain. Tanpa ragu, Farhan meraih tubuh Nadira dan memeluknya erat.

"Maafkan Aku, maafkan Aku ...!" lirihnya dengan napas memburu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status