Home / Rumah Tangga / Cinta yang Disadari Usai Bercerai / Bab 6. Debaran yang Tak Biasa

Share

Bab 6. Debaran yang Tak Biasa

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2023-01-17 19:28:31

Erika memandang kagum pada bayangan dirinya di cermin. Pagi ini, wanita berkulit putih dengan mata agak sipit itu sengaja berhias dengan penampilan memukau. Dress selutut berwarna peach dengan high heels berwarna senada membuatnya tampil segar dan cantik. Gadis itu berniat hendak membuat kejutan untuk kekasih hatinya.

Mobil sport keluaran terbaru telah terparkir cantik di depan rumahnya. Seorang supir pribadi telah siap mengemudi dan membawa Erika ke tempat tujuan.

"Ke mana, Non?" Tanya Dipa sang supir pribadi seraya melirik majikannya dari kaca spion dalam mobil ini..

"Kita ke kantor Farhan!"

"Baik, siap, Non!" Dipa langsung melajukan mobil ke arah jalan Jendral Sudirman, yang memang tak jauh dari lokasi rumah Erika.

Kantor Farhan memang berada di pusat kota Jakarta, diantara gedung-gedung pencakar langit. Perjalanan belum begitu macet, hingga mereka hanya  menempuh waktu lima belas menit sudah tiba di area parkir PT. Elang Naga, milik Farhan Adiguna.

Erika turun di lobby utama, kemudian dengan melenggak lenggokkan tubuh sintalnya melangkah menuju lantai dua puluh lima, tempat di mana ruang kerja  Farhan berada.

"Selamat pagi, Bu Erika!" sapa seorang sektetaris yang telah mengenal Erika sejak lama. Hampir seluruh karyawan pun mengenal Erika dengan baik. Wanita itu terkenal cukup ramah pada semua orang.

Tak ada satupun karyawan yang berani menanyakan perihal istri dari pemilik perusahaan ini. Mereka memang mendengar Farhan sudah menikah. Namun tak pernah sekali pun Farhan membawa atau memperkenalkan istrinya pada karyawannya. Saat acara-acara kantor pun, Farhan justru selalu membawa Erika. Hampir seluruh relasi bisnis Farhan mengenal Erika sebagai kekasih Farhan.

"Pagi, apa Farhan sudah datang?" tanya Erika sambil melirik ruangan Farhan yang masih tertutup rapat

"Pak Farhan belum datang, Bu."

"Ya sudah. Aku tunggu di dalam ya." Dalam hatinya Erika bersorak karena Farhan belum datang. Dengan begitu dia bisa menjalankan misinya sebelum kekasihnya itu tiba.

"Silakan Bu Erika."

Erika sudah biasa keluar dan masuk dengan bebas di kantor Farhan, juga di ruang pribadi Farhan. Namun kali ini ada misi tertentu yang hendak Erika lakukan di ruang pribadi kekasihnya itu.

Erika duduk di kursi kebesaran sang CEO seraya memandang sekeliling ruangan. Wanita cantik itu sedang mencari sesuatu yang sangat penting. Sesuatu yang bisa membuat Farhan dan istrinya segera bercerai.

Mata Erika tertuju pada sebuah lemari terbuat dari besi di sudut ruangan. Pada beberapa lacinya bertuliskan 'dokumen keluarga'. Erika melangkah menghampiri lemari tersebut dan perlahan mulai membuka laci itu satu persatu dari bagian atas.

"Di mana surat perjanjian itu?" gumamnya.

Erika terus memilah satu persatu map-map yang berada di dalam laci-laci lemari itu.

Mata Erika melebar saat menemukan sabuah map coklat bertuliskan ' surat perjanjian pernikahan'.

Dengan cepat Erika meraih Map itu dan membukanya. Selembar kertas bermaterai dalam genggamannya membuat Erika tersenyum  penuh kemenangan.  Tanpa menunggu lama,  Wanita itu mengeluarkan ponselnya dan menyalakan kamera. Erika    mulai mengambil  beberapa gambar surat perjanjian itu.

Setelahnya, Erika meletakkan kembali surat itu ke tempat semula. Dia menghela napas panjang karena lega. Satu bukti sebagai senjatanya sudah berada di tangannya kini.

Erika kembali duduk di kursi kebesaran Farhan sambil menunggu datangnya CEO itu datang. Tak lama kemudian sang sekretaris mengetuk pintu dan kemudian masuk.

"Ada apa? Apa Farhan sudah datang?" tanya Erika bingung karena sekretaris Farhan hanya masuk sendirian.

"Maaf Bu Erika. Pak Farhan baru memberi kabar, beliau tidak ke kantor hari ini."

Erika menggerutu dan geram. Dia khawatir Farhan mulai menghindarinya.

"Ya sudah, besok saya ke sini lagi " sahut Erika tak bersemangat seraya meraih tasnya yang berada di meja Farhan.

Erika kembali pulang dengan rasa kecewa dan emosi. Sejak tadi pun Farhan sama sekali tak membalas pesannya. Apalagi menerima panggilannya. Sepertinya Farhan benar-benar telah menghindar darinya.

.

Sementara itu, dari pintu dapur Nadira terharu melihat Farhan dengan semangat menemani baby Nafa berjemur di taman belakang. Sejak tadi Farhan tak beranjak duduk dari kursi taman di sebelah stroler Baby Nafa.

"Uda tidak jadi ke kantor hari ini?" tanya Nadira seraya menghampiri suami dan anaknya.

"Tidak," sahut Farhan singkat dengan pandangannya masih terus pada Baby Nafa yang menggeliat-geliat di dalam strolernya.

Sebenarnya Nadira ingin sekali menanyakan alasannya kenapa suaminya yang tadi sudah rapi dengan pakaian kerjanya, tiba-tiba saja tak jadi berangkat dan memilih menemani Baby Nafa di taman.

Namun Nadira mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh. Dia tak ingin merusak suasana yang membuat damai  hatinya. Saat ini Nadira berusaha menghindari perdebatan dengan Farhan. Karena masih ada Bu Ani di rumahnya.

Saat Baby Nafa telah digendong kembali oleh Nadira, Farhan kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Pria itu memang membatalkan kepergiannya ke kantor saat mendengar laporan dari sekretarisnya bahwa Erika sedang menunggunya di sana. Sejak kedatangannya ke rumah Erika beberapa hari yang lalu, Farhan belum ingin bertemu kembali dengan kekasihnya itu. Saat ini dia sedang meyakinkan dirinya dengan keputusan yang hendak dia ambil nantinya.

.

.

.

Farhan, Nadira dan Bu Ani saat ini sedang menikmati makan siang di meja makan.

"Dira, Mamakmu tadi menelpon Ibu. Katanya besok dia akan ke jakarta. Apa Nak Farhan bisa menjemputnya di bandara?"

"Bu, biar Mamak pakai taksi online sajalah. Uda Farhan pasti sibuk dengan pekerjaannya. Mana mungkin Uda bisa jemput-jemput Mamak ke bandara. Lagipula besok masih hari kerja," sanggah Nadira cepat karena merasa tidak enak jika sampai merepotkan Farhan.

"Tidak apa-apa. Biar Aku saja yang jemput Mamak besok," sahut Farhan tenang.

Nadira sontak menoleh pada Farhan dan memandangnya tak percaya.

Sementara Farhan nampak tenang menikmati makan siangnya tanpa menghiraukan Nadira.

"Terima kasih, Nak Farhan." Wajah Bu Ani berbinar. Hatinya makin merasa bangga dengan Farhan.

Sejak pulangnya Nadira dari rumah sakit, Farhan banyak menghabiskan waktu di ruang kerjanya. Saat istirahat dia menghabiskan waktunya bermain dengan Baby Nafa.

Namun malam ini entah mengapa sejak beberapa jam yang lalu Farhan belum beranjak dari kamar Nadira. Entah kenapa satu perasaan aneh menyelusup ke dalam relung hatinya. Farhan duduk di sofa kamar sambil membuka-buka ponselnya. Sementara Nadira menyusui Baby Nafa sampai putrinya itu tertidur pulas.

"Uda belum tidur?" Nadira menyapa suaminya yang masih tertunduk melihat ponselnya. Wanita itu meletakkan Baby Nafa yang sudah nyenyak, di box bayi.

Farhan mendongakkan kepalanya dan memandang Nadira yang sedang duduk di tepi ranjang. Entah kenapa Farhan ingin sekali memeluk istrinya itu saat ini. Hatinya selalu menghangat setiap berada di dekat Nadira. Ada debaran yang tak biasa saat bertemu pandang dengan istrinya yang semakin hari terlihat semakin cantik di matanya.

Farhan perlahan mendekati ranjang dan duduk persis di sebelah Nadira. Jantungnya berpacu dengan cepat. Tatapan mereka seakan saling mengunci satu sama lain. Tanpa ragu, Farhan meraih tubuh Nadira dan memeluknya erat.

"Maafkan Aku, maafkan Aku ...!" lirihnya dengan napas memburu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 112. Kejutan

    "Aku ingin kita menikah." Erika yang sedang duduk santai di sofa terkejut saat Boyka tiba-tiba datang menghampirinya. Ia menatap pria itu dengan mata membesar."A-apa?"Boyka duduk di hadapan Erika dengan raut wajah tenang. Menghela napas panjang. Memandang wajah Erika sesaat, lalu kembali bicara."Aku ingin kita menikah setelah anak kita lahir." Ia mencondongkan tubuhnya, lalu menyentuh wajah Erika dengan lembut. Rasa hangat mengalir pada keduanya saat mereka bersentuhan.Erika berdebar, ia menggigit bibirnya, pikirannya masih penuh dengan keraguan. " Tapi, aku nggak yakin ...""Kenapa?" Boyka menatapnya serius. Ia meraih jemari Erika dan menggenggamnya erat. "Aku sudah membuktikan bahwa aku selalu ada di sini untukmu. Aku sudah menyelamatkanmu dari penjara. Aku sudah berjanji akan menjagamu dan anak kita." Perlahan satu tangan kekar Boyka mengelus perut Erika.Erika menunduk. Dalam beberapa minggu terakhir, ia melihat sisi lain dari Boyka. Pria itu memang kasar dan keras kepala,

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 111. Akhir Kekacauan

    "Erika?" Suara Tiara bergetar. Tubuhnya sedikit mundur ketika melihat Erika berdiri di hadapannya dengan senyum penuh arti. Ia ingin berteriak, tapi tenggorokannya seakan tercekat. Padahal saat ini ia hanya dipisahkan oleh layar yang berada di belakang pelaminan. Erika berjalan mendekat dengan santai, tangannya menggenggam clutch bag kecil berwarna perak. "Kamu tampak cantik sekali, Tiara," katanya dengan nada lembut yang mencurigakan. Tiara menelan ludah. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Erika tertawa kecil. "Kenapa? Aku hanya ingin mengucapkan selamat. Bagaimanapun juga, aku pernah menjadi bagian dari hidup Neil, kan?" Tiara mengamati wanita di hadapannya dengan hati-hati. Ada sesuatu yang tidak beres. Erika tidak mungkin datang hanya untuk memberikan ucapan selamat. "Erika, kalau kamu datang hanya untuk membuat masalah, lebih baik kamu pergi." Erika mengangkat bahu. "Aku? Membuat masalah? Tentu saja tidak." Ia merogoh clutch bag-nya dan sesuatu berkilat keluar dari dalamny

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 110. Resepsi Menegangkan

    "Semuanya sudah siap, Pak. Hotel sudah mengatur dekorasi sesuai permintaan, tamu undangan juga sudah konfirmasi kehadiran." Asisten Neil melaporkan persiapan pernikahan dengan detail. Sambil berjalan memasuki kantornya, Neil mengangguk puas. "Bagus. Pastikan semuanya berjalan lancar. Aku tidak mau ada kendala sedikit pun." Asistennya mengangguk, lalu keluar dari ruangan. Neil menghela napas dan bersandar di kursinya. Besok adalah hari yang sangat penting dalam hidupnya. Pernikahan resminya dengan Tiara, sesuatu yang sudah lama ia inginkan. Meski ini resepsi pernikahan keduanya, tapi rasanya seperti yang pertama baginya Namun, ada perasaan tidak nyaman yang mengganjal di hatinya. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Mungkin karena banyak kejadian menegangkan belakangan ini, hingga Neil merasa khawatir.Di rumah mewah keluarga Neil, Helda duduk di ruang tamu sambil menyesap teh hangatnya. Josh baru saja masuk setelah berbicara dengan panitia pernikahan di hotel.

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 109. Saat Keluarga Tiara Datang

    "Neil!" Helda berteriak marah melihat putranya masuk ke mobil. Neil tidak peduli dengan ancamannya. Rahangnya mengatup keras, dan tangannya mengepal. Josh yang sejak tadi memperhatikan dari tangga depan akhirnya melangkah mendekat. Ia melihat emosi Helda makin memuncak. "Cukup, Helda," ujar Josh tenang. Helda menoleh tajam. "Kamu lihat sendiri kan? Anakmu membantahku demi keluarga perempuan itu!" Josh menghela napas. "Kamu yang memaksanya untuk memilih." "Aku hanya ingin yang terbaik untuknya, Josh!" Helda membalas cepat. Josh menatap istrinya dalam. "Helda, aku tahu kamu keras kepala. Tapi sejujurnya, aku memang tidak setuju dengan acara besar ini sejak awal. Aku khawatir hal seperti ini akan terjadi." Helda melipat tangan di dada. "Jadi, kamu pikir aku yang salah?" Josh mengangguk pelan. "Bukan hanya kamu. Aku juga sempat meragukan keluarga Tiara. Tapi, aku sudah menyelidiki mereka sejak awal." Helda mengernyit. "Apa maksudmu?" Josh menarik napas dalam sebelum menjelaska

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 108. Menjelang Hari Penting

    "Tidak perlu!" Suara Helda terdengar ketus, membuat Tiara yang berdiri di balik pintu ruang tengah menahan napas. Hatinya mencelos seketika. "Mami, mereka adalah keluarganya. Mereka harus ada di acara ini." Neil mencoba berbicara lebih pelan, tapi nada suaranya tetap tegas. Tiara tahu suaminya tidak suka berdebat soal hal seperti ini. "Mami tidak mau tamu-tamu kita nanti tahu kalau istrimu itu berasal dari kampung." Tiara membekap mulutnya. Kata-kata Helda terasa seperti pukulan keras di dadanya. "Mami! Tolong jangan bicara begitu. Apa hubungannya dengan tamu-tamu kita?" "Neil, dengarkan Mami!" suara Helda terdengar lebih tegas. "Kamu adalah pengusaha besar, CEO perusahaan besar. Bagaimana jika orang-orang tahu kalau istrimu hanyalah anak dari keluarga biasa yang tinggal di desa? Itu bisa merusak reputasimu!" "Astaga! Mami masih memikirkan gengsi? Ini pernikahan, bukan acara bisnis!" Neil terdengar semakin kesal. "Mami tidak mau tahu! Pokoknya mereka tidak perlu datang!" Held

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 107. Surat Cerai

    "Selamat siang Bu Erika, saya ingin bertemu. Apa ibu bisa siang ini?" Suara pengacara Neil yang ia kenali terdengar di ujung telepon. Erika mengernyit. Kira-kira ada apa tiba-tiba pengacara Neil menghubunginya dan meminta bertemu. "Untuk apa?" tanyanya dengan nada waspada. "Ada sesuatu yang harus saya serahkan pada Ibu. Apa kita bisa bertemu di kafe dekat kantor?" Erika berpikir sejenak. Ada rasa penasaran dalam hatinya. "Baiklah, aku akan datang," sahutnya singkat. Setelah menutup telepon, ia menoleh ke arah Boyka yang duduk di sofa yang sedang memainkan ponselnya dengan santai. "Aku mau pergi sebentar," ujar Erika sambil mengambil tasnya. Boyka meliriknya sekilas. "Mau ke mana?" "Bukan urusanmu." Boyka terkekeh. "Oke, oke, tapi jangan lama-lama, nanti aku rindu." Erika tidak menanggapi dan segera pergi. Namun, tanpa ia sadari, Boyka menatap punggungnya penuh curiga, lalu dengan santai memasukkan ponselnya ke dalam saku dan lantas berdiri. Dengan naik taksi online Erika m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status