Share

Bab 2

Penulis: Montano
"Silvia, kenapa kamu nggak bilang kamu dirawat di rumah sakit!"

Begitu masuk, dia bergegas menghampiri dan memelukku. Tubuhnya agak gemetar dan dia sepertinya sangat khawatir. Bahkan matanya juga terlihat merah.

"Kenapa kamu nggak bilang keadaanmu seserius ini? Kamu seharusnya balas pesanku! Dengan begitu, aku nggak akan lembur! Kenapa kamu begitu nggak peduli sama kesehatanmu sendiri? Meski kamu nggak peduli, aku tetap peduli!"

Aku tidak menjawab. Suaranya semalam terngiang di benakku.

Aku diam-diam memperhatikannya yang sibuk mengurus berbagai macam hal. Dia dengan hati-hati membereskan barang-barangku di ruang kamar inap, lalu pergi ke pos perawat untuk menemui dokter dan meminta penjelasan lebih lanjut.

Ketika mendengar aku hampir tewas di meja operasi, wajahnya memucat dan dia menampar dirinya sendiri. "Silvia, kalau terjadi apa-apa padamu, aku nggak ingin hidup lagi."

Aku menatap ponselku dalam diam dan memikirkan sesuatu.

Johannes mengira aku masih linglung dan ketakutan. Dia pun duduk di samping tempat tidurku, lalu meraih tanganku dan menautkan jari-jari kami.

Dia menelepon dengan tangannya yang lain dan berkata, "Aku nggak akan pergi ke perusahaan selama dua hari ke depan. Aku harus temani istriku! Kalau ada apa-apa, suruh wakil presdir yang tangani semuanya. Jangan cari aku!"

Aku memandangi jari-jari ramping nan halusnya yang mengenakan cincin kawin lama. Cincin itu sudah tergores-gores dan masih sama persis dengan yang kusematkan ke jarinya sepuluh tahun lalu, seolah-olah tidak ada yang berubah.

Dia sama sekali tidak bisa diam meski hanya untuk sesaat. Hanya dalam sepuluh menit, dia sudah mengurus semuanya. Dia bahkan menyetir sendiri sejauh sepuluh kilometer untuk membelikanku bubur kesukaanku.

Aku bersandar di kepala tempat tidur, sedangkan dia duduk di sampingku dan dengan sabar menyuapiku sesuap demi sesuap. Dia meniup setiap suap dengan pelan dan menguji suhunya dengan bibir sebelum menyuapiku dengan hati-hati.

"Silvia, kita bisa tunggu beberapa tahun lagi untuk punya anak. Setelah melihatmu begitu menderita, aku benar-benar takut. Gimana aku bisa hidup tanpamu?"

Matanya memerah dan dia juga mengatakan bahwa aku sudah menderita gara-gara dia.

"Johannes, sebenarnya, aku meneleponmu semalam," kataku akhirnya.

Secercah kepanikan melintasi matanya dan gerakannya menyuapiku bubur terhenti.

"Semalam, aku lembur dan bergadang semalaman saking sibuknya. Mungkin yang angkat teleponmu itu asisten magang baruku. Kami lagi bahas tentang proyek film pendek baru. Akhir-akhir ini, semua orang suka nonton drama roman presdir yang mendominasi."

Alasannya disusun dengan sangat rapi. Akan tetapi, dia tidak tahu bahwa makin sempurna dan tanpa celah alasannya itu, justru makin munafik pula alasan itu terdengar.

Aku menunduk dan menatap perutku. Perutku penuh dengan bekas luka memar seukuran kepalan tangan dan bekas tusukan jarum dengan berbagai ukuran. Mataku pun berkaca-kaca.

"Permisi."

Pintu tiba-tiba dibuka dan aroma bunga langsung memenuhi kamar rawat inap. Sosok seseorang yang muda dan menjinjing tas kanvas tiba-tiba berjalan masuk.

Saat mata kami bertemu, hatiku langsung bergetar. Dia adalah gadis semalam.

Dia membawa sekeranjang buah. Ada sedikit kebanggaan dan tantangan yang tak tersamarkan di matanya.

Ekspresi Johannes langsung menjadi kelam. Dia segera berdiri dan menegur dengan suara rendah, "Bukankah sudah kubilang aku nggak akan pergi ke perusahaan? Apa kamu nggak ngerti bahasa manusia?"

Gadis itu jelas tidak menyangka dirinya akan ditegur dan matanya langsung berkaca-kaca. Dia benar-benar bisa meluapkan emosinya dengan sangat sempurna.

"Johannes, siapa dia? Kenapa dia kelihatan begitu sedih?" tanyaku dengan sarkastis.

Ekspresi Johannes pun makin kelam.

Dalam menghadapi tatapan acuh tak acuhku dan ekspresi Johannes yang muram, gadis itu tiba-tiba panik. Dia menunduk dan menjawab dengan suara tercekat, "Maaf, Pak Johannes. Aku cuma datang untuk jenguk istrimu. Maaf, Nona Silvia, aku sudah bertindak di luar batas."

"Kamu seharusnya panggil aku Nyonya Silvia," ucapku dengan dingin.

Dia terdiam, lalu menggigit bibir bawahnya erat-erat. Setelah terisak, dia menjatuhkan keranjang buah dan bergegas keluar dari pintu.

Johannes tidak mengejarnya, melainkan menjelaskan dengan panik, "Silvia, jangan terlalu dipikirkan. Dia anak magang baru di perusahaan. Namanya Merry. Dia baru lulus dan masih muda, makanya dia kurang pintar bersosialisasi. Jangan tersinggung, ya. Dia berniat baik kok."

Berniat baik? Aku memandangi keranjang buah penuh dengan buah pir yang dibawanya untukku.

Sikapnya begitu menyolok, seolah-olah ingin memamerkan sesuatu tepat di hadapanku. Ini benar-benar adalah pertunjukan yang sangat buruk dan murahan.

Aku masih sangat lemah dan sudah tertidur sebelum pukul delapan.

Johannes memelukku, napasnya terdengar lambat dan tenang.

Seluruh kamar sudah gelap dan tiba-tiba terdengar suara gesekan yang pelan.

Saat menyadari aku sudah tertidur lelap, Johannes diam-diam bangun, lalu mengenakan pakaiannya dengan rapi dan mengambil ponselnya sebelum berjalan keluar.

Aku baru membuka mata setelah pintu tertutup. Tidak sampai dua menit kemudian, aku berdiri dengan perutku yang besar dan naik ke kursi roda sambil menahan rasa sakit. Kemudian, aku melaju ke lift.

Begitu lift terbuka, aku dengan panik mendorong kursi rodaku untuk bersembunyi di balik dinding.

Johannes sedang berdiri di lobi. Aku melihat punggungnya yang sedang memeluk Merry dan menangkup kepala Merry dengan penuh perasaan. Mereka berdua berdiri di tengah lobi yang ramai dan berciuman tanpa sedikit pun rasa malu. Setelah sepuluh menit, dia baru dengan enggan melepaskan Merry dan menariknya pergi menuju tempat parkir.

Rasa sakit di perutku dan rasa sesak itu kembali menyergapku. Aku merasa seperti ada ribuan pisau yang menusuk perutku. Setiap langkah yang kuambil terasa sulit dan berat.

Meskipun begitu, aku tidak menyerah. Aku harus melihat wajah asli pria yang kucintai selama sepuluh tahun itu.

Di tempat parkir, hanya ada satu mobil yang lampunya menyala.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 11

    Johannes barulah orang yang memiliki masalah kesuburan. Dalam kasusnya, tanpa menjalani program bayi tabung, dia tidak akan pernah punya anak. Namun, Merry sama sekali tidak menjalani program bayi tabung. Setelah hamil sepuluh bulan, bayinya sudah lahir. Namun, pesan ini terasa bagaikan tulang ikan yang tersangkut di tenggorokan Johannes dan membuatnya tercekik.Bagaimana mungkin begitu? Selama sepuluh tahun ini, dia selalu percaya masalahnya terletak pada diriku. Dia tidak percaya. Hanya saja, ketika melihat Merry yang sedang menggendong anak, hatinya sangat bergejolak.Selama seminggu penuh, dia tidak bisa tidur. Kebahagiaan dari memiliki anak tidak mampu kegelisahan yang terus menghantuinya itu.Akhirnya, Johannes memutuskan untuk pergi memeriksakan diri. Dia diam-diam pergi ke kota lain sendiri. Saat hasilnya keluar, dia baru tahu bahwa air maninya sama sekali tidak mengandung sperma.Merry ternyata berselingkuh!Johannes sangat murka. Dia juga menggila dan langsung menabrakkan mo

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 10

    Kakak sepupuku adalah seorang atlet wanita angkat besi dengan berat lebih dari 100 kg. Begitu mendengar ucapan itu, dia langsung menampar Merry. Wajah Merry langsung bengkak dan memerah. Ayah dan kakakku juga mendengar keributan ini. Mereka keluar dengan tampang masam dan menatapnya. Merry tidak mengenali mereka dan terlihat tidak takut."Silvia, bisa nggak kamu berhenti bersikap nggak tahu malu? Kamu pada dasarnya mandul. Memangnya kamu kira beberapa suntikan bisa membantu? Jangan-jangan, kamu bahkan nggak tahu kalau kamu sudah menopause?"Dia menatapku dengan penuh provokasi dan tampang ingin pamer.Aku menyeret pergi kakak dan ayahku yang hampir murka. Kakak sepupuku menyingsingkan lengan bajunya dan bergegas menghampiri Merry, lalu menamparnya dua kali lagi."Laki-laki nggak pukul perempuan. Aku akan gantikan mereka melakukannya!"Merry tidak menyangka kakak sepupuku akan bersikap sekejam ini. Dia langsung ketakutan dan jatuh terduduk di lantai sambil meratap.Mobil Johannes berde

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 9

    Aku tidak menunggu Johannes kembali, melainkan langsung check-out dari hotel dan pulang sendirian.Ayah dan kakakku sudah menungguku di pintu masuk vila. Tidak ada ekspresi di wajah mereka. Namun, makin seperti ini, badai yang melanda akan makin besar. Setelah menerima pesanku, Johannes membalas.[ Silvia, aku sangat sibuk dan harus lembur di perusahaan untuk beberapa hari terakhir. Tolong gantikan aku minta maaf sama Ayah. Aku pasti akan mengajaknya jalan-jalan seusai sibuk. ]Dia sebenarnya hanya tidak ingin menunduk padaku di hadapan keluargaku. Bahkan setelah terus-menerus menerima bantuan dan kebaikan mereka, dia tetap menolak untuk tunduk.Dulu, demi harga diri, aku selalu membelanya. Kali ini, aku diam saja.Dokter keluarga yang dibawa Ayah memeriksaku dan menulis laporan. Kakakku menatap memar di perutku dengan mata dipenuhi rasa sakit hati.Ayahku sangat marah. Dia mengabaikan upayaku untuk menghentikannya dan memeriksa rekaman CCTV. Setelah melihat ibu mertuaku menindasku, d

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 8

    Johannes baru pulang di malam hari."Sayang, lihat apa yang kubawakan untukmu."Begitu masuk ke rumah, dia langsung dengan bangganya menunjukkan sebuah tas berwarna jingga. Itu adalah satu set piring Hermes."Bukannya kamu paling suka memasak? Aku juga suka masakanmu. Aku membelinya khusus untukmu."Aku berterima kasih sambil tersenyum, lalu berkata dengan sedih, "Itu terlalu mahal. Jangan beli lagi lain kali."Dia mengelus kepalaku dengan lembut. "Aku nggak peduli sama uang. Kamu sudah berkorban begitu banyak untukku. Wajar saja aku berikan yang terbaik untukmu."Untuk sesaat, aku hampir berpikir dia tulus. Meskipun dia jelas-jelas tidak mencintaiku lagi, tatapannya masih bisa dibuat seolah-olah penuh kasih sayang.Melihat aku tidak marah lagi, dia menghela napas lega, lalu mencium keningku sebelum pergi berganti pakaian.Melihat piring di depanku, aku merasa sangat mual. Ini hanyalah pelengkap tak penting yang dibeli demi memenuhi syarat untuk membeli tas Merry itu."Coba lihat apa i

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 7

    "Sayang, tunggu kami ke sana. Kamu punya tempat menetap? Kalau nggak, Ayah akan belikan sebuah rumah untukmu."Ayahku mengancam akan menghancurkan Johannes. Sementara itu, kakakku yang berekspresi muram mulai mengatur urusan di perusahaan dan bertekad untuk membuat Johannes menyesali perbuatannya seumur hidup.Setelah dihibur oleh keluargaku, aku memutuskan sambungan telepon. Kemudian, aku kembali ke kamar rawat inapku, bersembunyi di balik selimut dengan tubuh gemetar, dan menangis sejadi-jadinya.Sebenarnya, ada alasan kenapa aku memperlakukan Johannes dengan begitu baik hingga bahkan mempertaruhkan kesehatanku untuk menjalani program bayi tabung.Pada tahun pertama kami bersama, ketika tidak sengaja bertemu dengan seorang preman dan preman itu hendak menyerangku, dia mengadang di depanku tanpa ragu dan menahan pisau itu dengan tangan kosong. Pisau tajam itu hampir memotong separuh tangannya, tetapi dia berhasil menyelamatkan nyawaku. Namun, setelah tidak mencintaiku lagi sekarang,

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 6

    Ketika aku tersadar lagi, aku melihat ibu mertuaku yang sinis dan galak. Dia melipat tangannya dan menatap dingin ke arahku yang terbaring UGD.Dia mencibir, "Silvia, kalau kamu nggak bisa punya anak, bisa nggak kamu serahkan saja posisimu? Jangan sia-siakan masa muda putraku. Sebagai seorang wanita, kamu bahkan nggak bisa punya anak. Apa gunanya suntikan-suntikan itu? Kamu sudah habiskan banyak uang putraku! Dasar pembawa sial!""Kenapa kamu nggak ngaca dulu? Berani-beraninya kamu monopoli posisi sebagai istri Johannes. Kamu sudah tua dan jelek. Memangnya kamu layak?"Sekarang, aku berusia 30 tahun. Aku telah bersama Johannes selama sepuluh tahun dan mendampinginya dari nol hingga sukses. Aku merelakan aset ratusan triliun dan statusku sebagai putri orang kaya yang dimanja demi mendampinginya merintis usahanya. Ayah dan kakakku juga memberikan dukungan penuh kepada Johannes sehingga dia yang dulunya miskin memiliki kekayaan saat ini.Aku telah menempuh perjalanan jauh demi datang kem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status