Share

Bab 0005

Author: Jus Strawberi
Yara berjalan ke jendela dan mengangkat panggilan itu.

"Sudah pulang dari rumah sakit?" tanya pria itu dengan suara dalamnya yang menghanyutkan.

"Sudah," jawab Yara.

Setelah lama tidak mendengar suaranya, Yara tiba-tiba menyadari bahwa dia sangat merindukan Yudha.

Keduanya terdiam beberapa saat, lalu berbicara bersamaan, "Perjanjian ...."

"Kamu duluan," ucap Yara terlebih dahulu.

"Perjanjian cerainya sudah aku tanda tangani." Suara Yudha mengalun perlahan. "Aku sedang di luar kota beberapa hari ini ...."

"Oke, beri tahu aku kalau kamu sudah pulang, kita pergi selesaikan prosesnya secepatnya."

Panggilan ditutup dari sana.

Benar-benar tidak ingin mendengar satu patah kata yang tidak perlu.

Yara tersenyum pahit dan meletakkan ponselnya.

Siska dapat menebak siapa yang menelepon dan isi panggilannya.

Dia tidak tahu harus apa untuk menghibur Yara, jadi dia harus mengganti topik pembicaraan. "Rencanamu apa setelah ini?"

"Siska," panggil Yara dengan nada tidak enak. "Aku boleh numpang di rumahmu beberapa hari?"

Dia tidak punya tabungan. Meminta uang kepada Silvia adalah pilihan yang mustahil. Dia juga tidak berharap menggunakan perceraian untuk meraup keuntungan.

"Aku pasti cari kerja secepatnya. Aku akan pindah kalau sudah kerja dan dapat uang."

"Ngomong apa kamu ini?" Siska memeluk Yara sedih.

Jika kejadian pada saat itu tidak terjadi, Yara pasti sudah jadi perancang busana terkenal sekarang.

"Rumahku sempit, tapi kamu boleh tinggal di sini selama yang kamu mau. Yang penting ...."

Siska tertawa kecil.

"Aku harus siaran langsung dua jam setiap tiga kali seminggu. Selama dua jam ini ...."

Yara mengangkat tangan dan bersumpah, "Aku janji aku pasti menghilang tanpa jejak selama dua jam ini."

Tawa pun terlepas dari bibir Siska.

Dalam dua jam itu, dia takut Yara akan benar-benar kehilangan harapannya terhadap dunia.

Setelah sepakat, Siska membuka ponsel untuk memesan makanan, sedangkan Yara mencari-cari lowongan pekerjaan.

Terakhir kali Yara membuka situs lowongan pekerjaan adalah dua atau tiga tahun lalu, ketika dia baru saja lulus.

Saat itu, dia memiliki ambisi kuat, membayangkan bisa mencapai sesuatu dan membuktikannya kepada Silvia.

Namun, kemudian ...

Yara menggelengkan kepala, tidak ingin mengingat kejadian itu lagi.

"Rara." Siska memesan makanannya dan mulai mengobrol dengan Yara. "Kamu pernah melukis beberapa tahun belakangan?"

"Hampir nggak pernah."

Selama setahun pernikahannya dengan Yudha, dia mengabdikan seluruh jiwa dan raganya untuk keluarga dan tidak punya waktu atau keinginan untuk melukis.

Dia tampak tidak yakin. "Siska, menurutmu, aku bisa melukis?"

"Kenapa kamu masih ragu juga?" Siska yakin seratus persen pada sahabatnya ini. "Percaya deh, kamu dilahirkan untuk melukis. Nggak akan ada masalah sama sekali."

Yara tersenyum. Dia agak asing dengan situs ini, jadi dia membuka-buka sebentar dan melihat beberapa pesan undangan untuk wawancara.

Dua tahun lalu, datang dari perusahaan desain ternama dalam negeri bernama Baruy.

Perusahaan yang paling didamba-damba Yara saat dia masih kuliah. Dia sangat ingin bekerja di sini.

Diiringi sedikit keberuntungan, saat dia mengeklik beranda perusahaan tersebut, ternyata mereka masih mencari seniman.

"Siska!" Yara sangat gembira. "Ada lowongan pekerjaan di Baruy!"

"Serius?" Siska juga ikut berbahagia. "Cepat dicoba. Kamu sangat ingin kerja di sana, 'kan?"

"Tapi ...." Membaca syarat-syaratnya, Yara merasa terpukul mundur.

Dia lulus sudah cukup lama dan belum memiliki pengalaman kerja. Bisa dikatakan, dia tidak punya kelebihan apa pun.

Siska menyemangati lagi. "Kirimkan lukisan yang kamu buat waktu masih kuliah. Coba dulu saja, kamu nggak akan tahu kalau belum coba."

"Oke," gumam Yara. Saat mengirimkan lukisannya, dia sebenarnya tidak berharap banyak.

Siapa sangka, sore harinya, pihak perusahaan memintanya untuk pergi wawancara esok hari.

"Selamat, Rara. Apa kataku, kamu itu memang yang terbaik."

Siska mengusulkan untuk melakukan sedikit perayaan di rumah.

"Jangan terburu-buru." Yara ingin mempersiapkan diri dengan baik. "Tunggu sampai wawancaraku berhasil, nanti aku traktir kamu makan."

Dia pun menghabiskan sisa hari itu untuk bersiap-siap wawancara. Dia bahkan terpikir untuk pergi pulang ke rumah keluarga Lubis dan mengambil lukisan-lukisannya. Namun, ketika teringat wajah Silvia, dia menepis pikiran itu.

Keesokan paginya, dia tiba di kantor perusahaan Baruy lebih awal dari waktu yang ditentukan.

Bagian personalia memintanya untuk menunggu di ruang konferensi selagi mereka menginformasikan kedatangannya pada manajer yang akan mewawancarainya, Anita Lestari.

"Beneran datang?" Anita mencibir. "Biarkan dia tunggu di sana."

Setelah menutup telepon, orang di sebelahnya bertanya, "Bu Anita, siapa yang mau wawancara? Kenapa kamu jadi kesal begitu?"

"Plagiator," umpat Anita.

Plagiator? Sungguh tidak tahu malu. Baruy dianggapnya sebagai toko kecil atau apa?

Anita undangannya ke sini hanya untuk mempermainkan dia saja, tetapi orang itu sungguh punya nyali untuk datang.

Tunggu saja!

Yara menunggu di ruang konferensi dari pagi hingga siang, kemudian hingga malam.

Setiap kali dia bertanya kepada bagian administrasi, dia diberi tahu bahwa pewawancaranya yaitu Bu Manajer Anita sedang sibuk dan memintanya untuk menunggu sebentar lagi.

Diundang wawancara saja sudah kesempatan langka. Karena dia sangat ingin bergabung dengan Baruy, dia menunggu dengan sabar.

Dia tidak menyangka baru bisa bertemu dengan Anita si sibuk ini setelah jam pulang kerja.

Anita memandang wanita di hadapannya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Penampilannya menarik dan sifatnya kelihatan baik. Bagaimana dia bisa melakukan hal yang begitu tidak tahu malu dan bodoh?

"Halo, Bu Anita!" Pada saat ini, Yara sudah kecewa setengah mati dengan apa yang disebut sebagai perusahaan terkemuka negeri ini.

Dia berdiri membawa tasnya. "Wawancara hari ini kita akhiri di sini saja. Alasan mengapa saya menunggu di sini adalah untuk mengatakan sesuatu kepada Bu Anita."

"Sebagai pewawancara perusahaan Baruy, yang Anda lakukan hari ini sungguh tidak profesional. Baruy sepertinya tidak cocok untuk saya. Selamat tinggal!"

Setelah mengatakan itu, Yara keluar.

"Berhenti!" Anita mencibir marah.

Seorang plagiator menceramahi dia? Berani-beraninya.

"Kamu benar, Baruy nggak cocok untukmu."

"Pameran Baruy sangat terkenal di dalam dan luar negeri. Mana berani kami membiarkan plagiator masuk."

Yara menoleh ke belakang dengan raut tidak percaya. "Maksud Anda?"

"Nona Yara masih perlu penjelasan lagi?" Anita mendengus dengan nada menghina. "Kamu menjiplak karya luar negeri, apa menurutmu kami tidak tahu?"

Menjiplak?

Karya luar negeri?

Bagaimana bisa?

Yara tidak mengerti sepatah kata pun.

"Saya tidak mengerti. Lukisan mana yang Anda bilang hasil jiplakan?"

"Semua!"

"Menjiplak siapa?"

Anita mendengus pelan.

"Menjiplak siapa? Harusnya kamu sendiri yang paling tahu."

"Yara Lubis, aku akui seleramu memang bagus. Karya-karya itu bukan cuma pemenang penghargaan, tapi juga sangat cocok dengan gaya perusahaan kami. Tapi pelukis aslinya sudah ada di perusahaan kami."

"Mustahil!"

Yara tidak bisa menerimanya.

Semua lukisan itu dia buat selama masa kuliahnya.

Mana mungkin dia menjiplak orang lain?

"Saya ingin bertemu dengan orang yang Anda bilang pelukis aslinya itu."

Dia ingin lihat siapa yang mencuri darinya.

"Kamu ingin bertemu dengannya? Kamu pikir kamu pantas?"

Anita telah mengatakan semua yang ingin dia katakan. Dia segera berbalik dan berjalan keluar.

"Kalau kamu masih sayang harga dirimu, cepat pergi. Jangan sampai aku panggilkan satpam untuk mengusirmu."

Yara pun hanya bisa pergi dengan pikiran kalut.

Dia masih belum tahu, karya siapa yang dia jiplak?

Bahkan orang itu pernah mendapat penghargaan di luar negeri?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Lilik
Alhamdulillah sukur ........., lanjut ...
goodnovel comment avatar
Nova Vaw
yara pinter n berpikir cpt coba
goodnovel comment avatar
Fatimah Al Zayadi
kok cerita nya terputus,di ganti judul lain,gimana cerita nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0627

    Pada hari yang telah disepakati, Yudha menerima telepon dari Revan di pagi hari."Pak Yudha, saya di Meria sekarang, sedang menunggu penerbangan pulang. Seluruh informasinya sudah hampir lengkap.""Bagus." Yudha agak terkejut. Dia tidak menyangka Revan perlu pergi ke Meria. dia menambahkan, "Hati-hati di perjalanan. Aku tunggu kepulanganmu.""Pak Yudha." Revan menatap dokumen di tangannya. "Saya akan pergi ke rumahmu setelah sampai di sana. Sebelum itu ... siapkan mentalmu.""Oke." Yudha menutup telepon. Dia sebenarnya merasakan sedikit firasat buruk dalam hatinya.Dia menatap kalender dan melihat hari persidangan perceraiannya akan tiba dua hari lagi. Masih ada waktu.Satu hari terasa sangat panjang bagi Yudha. Dia meninggalkan semua pekerjaan dan kembali ke rumah keluarga besar untuk bermain sebentar dengan Agnes dan Yovi, lalu kembali ke vilanya dan menunggu.Agnes bertanya, "Kerjaanmu hari ini sudah selesai 'kan? Kenapa buru-buru pergi? Temani anakmu lebih lama lagi."Sejak ada Yov

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0626

    Saat masuk ke ruang tamu, Santo jelas merasa agak malu, tapi Felix dan Gio bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan bicara dengannya seperti biasa.Yara membawa album foto yang baru diambilnya dan mereka semua berkumpul untuk melihat."Ayah, lihat, ini foto pernikahanmu. Kalian masih sangat muda waktu itu, sangat tampan dan cantik."Santo tersenyum dan mengulurkan tangan untuk menyentuh Zaina di foto itu."Senyum Ibu sangat cantik di foto ini. Yang ini, Ayah, kamu sangat tampan ...."Sambil berbicara, Yara memperhatikan ekspresi Santo. Di dalamnya banyak foto-foto Melanie. Dia berusaha untuk menyebutnya sesedikit mungkin.Lambat laun, raut wajah Santo menjadi semakin serius.Tiba-tiba, air mata menetes membasahi album foto."Ayah, kamu kenapa?" Yara sedikit panik dan berusaha menyingkirkan album foto itu. "Kita lihat besok lagi saja, nggak apa-apa."Santo menunduk. Tangannya membelai wanita yang ada di foto tersebut dengan penuh kasih sayang. "Kenapa aku nggak pulang lebih cepat

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0625

    Segera setelah pintu kamar mandi terbuka, bau menyengat menghantam. Ada noda air berwarna kuning di lantai. Tidak perlu ditanya lagi apa itu.Santo membelakangi semua orang, meringkuk di sudut ruangan. Seluruh tubuhnya gemetar."Kalian keluar dulu." Yara merasa dadanya sangat sesak dan meminta semuanya pergi."Rara, nggak apa-apa, biarkan aku membantumu." Siska bergegas berkata."Nggak usah." Yara menggeleng dan menatap mereka dengan memohon, "Keluar dulu, oke? Keluar!""Ayo, kita tunggu di ruang tamu." Gio akhirnya merespons, mengangguk kepada Yara, dan menarik pergi Felix dan Siska.Yara berdiri di ambang pintu, mengendus-endus, dan berseru lirih, "Ayah, mereka sudah pergi. Nggak apa-apa."Santo masih meringkuk di pojokan.Dia adalah kepala keluarga Lubis, yang berwibawa dan terhormat seumur hidup. Tapi sekarang ... pikirannya sudah tidak jernih lagi dan menghadapi hal semacam ini saja tidak bisa."Ayah!" Yara dengan hati-hati melangkah maju dan menarik lembut pakaian Santo. "Ayah, n

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0624

    Yara juga berdiri dan menatap mata Melanie. "Bahkan meski mereka tahu kebenarannya dan menukar kita kembali, mereka tetap akan sangat mencintaimu dengan kasih sayang yang sama.""Melanie, kamu kehilangan dua orang yang paling menyayangimu. Kamu benar-benar nggak menyesalinya?" Yara sedikit emosional."Nggak!" kata Melanie dengan sangat tegas. "Yara, asal kamu tahu, nggak ada kata "menyesal" dalam kamus hidupku. Ambil barang-barangmu dan cepat pergi. Nggak usah ngoceh nggak jelas di sini."Yara menggelengkan kepalanya, mengambil album foto itu dan mengatakan satu hal lagi, "Jaga dirimu baik-baik."Dia keluar dari vila, mengucapkan selamat tinggal kepada Amel, dan segera pergi.Amel kembali ke vila dan melihat Melanie melamun sambil memandangi foto Zaina. Dia bertanya dengan suara kecil, "Bu, kamu juga kangen ibumu?""Dia bukan ibuku." Melanie mengambil foto itu dari dinding dan melemparkannya ke lantai. "Aku nggak kangen dia. Nggak sedikit pun!"Orang yang paling disayangi Zaina semasa

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0623

    Setelah kehilangan Santo sekali, Yara dan yang lainnya tidak berani ceroboh lagi, terutama Siska."Rara, aku janji nggak akan membiarkan Paman Santo lepas dari pandanganku."Yara tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Oke, tutup pintunya, dia nggak akan bisa keluar. Aku keluar sebentar."Karena Santo selalu bicara soal menemui Zaina, Yara ingin pergi ke rumah keluarga Lubis untuk mengambil foto-foto Zaina. Dia sudah menelepon Melanie.Sampai di sana, dia melihat Amel sudah menunggunya dari kejauhan."Bibi Rara!" Amel melihat kedatangannya dan langsung berlari menghampiri. "Bibi Rara, kamu di sini."Yara memeluk Amel. "Wah, Amel sudah tambah tinggi dan cantik.""Bibi Rara juga tambah cantik," balas si kecil bermulut manis.Yara membawanya masuk ke dalam vila. Melanie sudah menunggu di ruang tamu."Barangnya di lantai atas, mungkin di kamar mereka." Melanie bangkit dan berjalan ke arah tangga. "Ayo kuantar ke atas.""Terima kasih." Yara meminta Amel bermain sendirian dan mengikuti ke a

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0622

    Ini pertama kalinya Amel melihat Yudha berbicara sangat serius dengannya. Wajahnya langsung terlihat takut dan dia berbisik, "Amel kasihan sama Ibu.""Ibumu kenapa?" Yudha berjongkok dan sedikit melunakkan nada bicaranya.Amel menggeleng dan mengulangi, "Ibu kasihan sekali."Yudha tidak bertanya lagi dan mengelus kepala si kecil. "Amel, mungkin suasana hati ibumu sedang buruk. Paman akan menghiburnya, tenang saja.""Terima kasih, Paman." Amel menghela napas dan melanjutkan bermain.Yudha duduk di sofa dan menunggu. Pikirannya terus terbayang penampilan Melanie barusan. Gelagatnya seperti orang mabuk, tapi tidak ada bau alkohol sama sekali di dalam kamar. Bau itu ...Yudha belum pernah merasakan bau seperti itu sebelumnya. Menyengat dan sangat tidak enak.Dia menunggu beberapa saat dan kemudian melihat Melanie turun. Melanie sudah berganti pakaian dan menata rambutnya, nyaris seperti orang yang berbeda, membuat Yudha bertanya-tanya apakah yang dilihatnya tadi itu hanya ilusi."Yudha, ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status