Setelah kembali ke rumah Siska, Yara memberi tahu sahabatnya itu tentang kejadian tadi. Mereka berdua bersama-sama menelusuri di Internet dan dengan segera menemukan apa yang disebut karya asli itu.Total ada lima lukisan dan kelimanya memiliki kemiripan 95 persen dengan yang dikirimkan Yara ke Baruy. Semuanya meraih lima penghargaan yang sangat bergengsi di industri ini.Atas nama Lindari.Siska merasa sulit memercayainya. "Kamu kenal Lindari ini?""Nggak." Yara menggelengkan kepalanya. "Sepertinya bukan nama asli.""Benar. Seaneh-anehnya, pencuri lukisan itu nggak mungkin orang dari luar negeri." Lalu Siska bertanya lagi pada Yara, "Lukisan aslimu disimpan di rumah keluarga Lubis?"Yara mengangguk."Punya foto lukisan aslinya?""Ada!"Seketika Siska mendapat semangatnya kembali. "Urusannya gampang kalau begitu. Kirimkan foto-fotomu ke juri kompetisi itu dan minta mereka mengganti pemenangnya."Dia berpikir sejenak, kemudian menambahkan, "Lalu kirimkan ke forum desainer besar. Mungkin
"Rara." Melanie menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak bisa, nggak bisa diperbaiki.""Rara, kamu tahu aturan di industri desain. Kalau aku mengaku ... karierku akan hancur total."Yara masih tidak rela. "Tapi Melanie, kalau nggak diperbaiki, aku ....""Kamu ingin masuk ke Baruy, 'kan?" Melanie menyeka air matanya. "Serahkan masalah ini padaku.""Tapi ...." Yara tidak ingin masuk dengan nama plagiator."Rara." Melanie tampak penuh penyesalan. "Karena insiden antara kamu dan Yudha, aku nggak bisa menggambar apa pun, jadi aku khilaf dan membuat kesalahan besar."Dia menatap Yara dengan penuh emosi. "Bisakah kamu memaafkan aku kali ini? Aku percaya kamu pasti bisa membuktikan dirimu setelah masuk Baruy."Yara bimbang ingin berbicara. Dia sudah menyebabkan penderitaan untuk Melanie satu kali. Dia tidak bisa lagi melihat karier Melanie hancur karena masalah ini."Ya sudah, kalau begitu aku minta tolong padamu untuk urusan Baruy." Dia akan membuktikan kemampuan dirinya di masa depan.Melanie
Melanie sibuk menyapa rekan-rekan kerjanya dan tidak melihat Yara. Setelah diingatkan Yudha, rasa tidak senang melintas sekilas di matanya.Begitu banyak orang keluar gedung bersama-sama, tetapi Yudha tetap bisa menemukan dia?Giginya terkatup dalam diam, lalu dia memaksakan senyum dan mengejar Yara."Rara, tunggu." Dia meraih lengan Yara. "Rara, kita sudah sepakat mau merayakan bersama, kenapa kamu menyelinap pergi?""Nggak usah, aku ...." Yara tidak ingin pergi sama sekali. "Kamu belum lama pulang, aku nggak akan mengganggu waktu kalian berduaan.""Ngomong apa kamu ini?" Melanie tersipu. "Kamu dan Yudha belum bercerai. Lagi pula, kamu bukan orang lain.""Melanie." Yara ingin cepat-cepat menjelaskan. "Tanyakan pada Yudha kapan dia punya waktu menyelesaikan proses perceraiannya.""Aku nggak mau tanya. Kalau kamu mau tanya, tanya saja sendiri." Melanie pura-pura marah sekaligus manja. "Jangan biarkan dia berpikir aku ingin buru-buru menikah dengannya. Biar kuberi tahu ya, bagi pria itu,
Yara tidak menyangka Yudha akan datang.Sinar di matanya sedikit demi sedikit padam di bawah tatapan menghina pria itu."Nggak, aku cuma mau bantu Melanie pilih-pilih gaun.""Semoga memang begitu."Yudha mencibir."Yara, aku sudah peringatkan kamu sejak lama.""Jangan mimpikan hal-hal yang bukan milikmu. Nggak akan ada akhir yang baik kalau dipaksakan."Yara membendung perasaannya dalam diam.Dia mengerti bahwa di mata Yudha, pernikahan mereka adalah sesuatu yang bukan miliknya. Lebih-lebih lagi pria itu. Tidak pernah menjadi miliknya sama sekali.Oleh karena itu, hingga saat ini, Yara sendiri memikul tanggung jawab penuh atas segalanya.Yara ingin pulang saja. "Yudha, kalau kamu sudah sempat, jangan lupa menyelesaikan proses perceraian kita.""Rara, kamu pikir semua orang punya waktu luang sebanyak dirimu?"Wajah Yudha bertambah kelam."Kamu bisa menyisihkan waktu pergi ke sini. Kenapa ....""Kenapa? Kamu merasa diabaikan?" Yudha tertawa sinis. "Yang satu adalah orang yang sebentar la
"Bu Anita!"Yara meletakkan gambar desain itu langsung di atas meja.Anita menatap Yara dengan amarah terbendung, menunggunya melanjutkan."Bu Anita, bukankah ada sesuatu yang harus Anda jelaskan pada saya?"Yara sangat percaya diri.Anita benar-benar tertawa saking marahnya.Baru pertama kali ini dia melihat plagiator yang begitu sombong."Penjelasan? Penjelasan apa yang kamu minta?""Klien sudah menerima desain yang saya buat, bukankah seharusnya Bu Anita memberi tahu saya?""Saat saya mengumpulkan rancangannya waktu itu, kenapa Bu Anita marah tanpa alasan?""Terakhir, kalau memang rancangan saya diterima, kenapa Bu Anita nggak memberi saya pesanan lagi? Saya ingin tahu kenapa."Satu per satu, Yara mengatakannya dengan jelas.Anita terdiam sesaat. Dia tidak menyangka plagiator ini memiliki logika berpikir yang begitu jelas.Dia berpikir beberapa saat, lalu menjawab satu per satu."Akhir-akhir ini aku sibuk, jadi aku lupa memberi tahu kalau rancangannya sudah disetujui.""Aku nggak ma
Setelah Yara pergi, Yudha merasa semakin kesal dan gelisah.Dia memijat kening dan merasakan rasa panas yang aneh perlahan-lahan muncul dalam hatinya.Melanie duduk dan bersandar pada Yudha, entah sengaja atau tidak menyenggolkan dadanya pada tubuh Yudha."Yudha, jangan tunda lagi perceraiannya.""Aku dengar dari Bibi Silvia, dia sudah mencarikan kencan buta buat Rara. Katanya Rara juga suka."Sambil bicara, dia mengamati reaksi Yudha.Dia tadi memasukkan sesuatu yang menyenangkan ke dalam minuman itu.Yudha terlalu sibuk dan merasa tidak harus terburu-buru bercerai, tetapi Melanie tidak bisa menunggu lebih lama lagi.Jika mereka berdua pergi ke ranjang malam ini, dia punya senjata untuk memaksa Yudha agar segera bercerai.Yudha merasa kepalanya berdenyut parah. Rasa panas dari di dalam hatinya seakan menyebar ke seluruh tubuh, membuatnya seperti terbakar.Dalam sekejap, ingatan setahun yang lalu terlintas di depan matanya.Dia pun paham saat itu juga. Dia dijebak lagi.Dia melihat min
"Tentu saja boleh."Yara menyerahkan rancangan desainnya."Waktu itu aku berani menunjukkannya ke Bu Anita juga berkat dorongan darimu."Bibirnya tersenyum sepintas. "Aku juga ingin mendengar pendapatmu kali ini."Melanie melihat-lihat rancangan desain itu, sekilas kegembiraan muncul di matanya.Namun, tak lama kemudian, rasa iri kembali membumbung tak terkendali.Desain Yara selalu terkesan berani, kreativitas, dan membuat takjub.Pecundang ini adalah pelukis jenius sejak kecil. Tidak peduli seberapa keras Silvia menghukumnya, dia tidak pernah mau berhenti melukis.Melanie sangat membencinya. Dia juga awalnya punya bakat dan mau bekerja keras. Namun, di hadapan seseorang dengan bakat sejati, semua itu tidak berarti apa-apa."Gimana menurutmu? Ada yang salah?"Yara bertanya dengan hati merendah.Dia hendak bercerai tanpa mendapat bagian harta. Dia harus mempertahankan pekerjaan ini."Bagus, kok. Jarang sekali kamu bisa menggambar seperti ini."Melanie menenangkan hatinya kembali.Meman
Perubahan yang begitu cepat ini membuat Anita kaget.Setelah tersadar dari kagetnya, dia segera berdiri di depan Yara."Kalau Nona Xilla kurang suka rancangannya, kami bisa mengubahnya. Tapi harap jaga perilaku Anda. Kalau Anda melakukan sesuatu lagi, saya akan panggil polisi."Saat ini, semua orang di kantor mendengar keributannya dan berkumpul di luar ruang VIP.Xilla mencibir, "Bukannya Baruy dikenal sebagai yang terbaik di seluruh negeri? Kenapa kalian mempekerjakan seniman yang menjiplak?"Hati Anita mencelos dan dia menatap Yara penuh kebencian."Nona Xilla, saya nggak tahu dari mana Anda dengar informasi seperti itu. Yara masih muda dan memang pernah melakukan kesalahan di masa lalu, tapi saya jamin rancangan yang saya berikan hari ini nggak ada masalah dan kualitasnya tinggi.""Nggak ada masalah?" Xilla berteriak keras. "Itu cuma katamu saja."Dia menuding Yara. "Biar kuberitahu, aku pernah lihat rancangan ini sebelumnya."Warna di wajah Yara seketika memudar. "Nggak mungkin!"