Share

Bab 0008

Author: Jus Strawberi
Melanie sibuk menyapa rekan-rekan kerjanya dan tidak melihat Yara. Setelah diingatkan Yudha, rasa tidak senang melintas sekilas di matanya.

Begitu banyak orang keluar gedung bersama-sama, tetapi Yudha tetap bisa menemukan dia?

Giginya terkatup dalam diam, lalu dia memaksakan senyum dan mengejar Yara.

"Rara, tunggu." Dia meraih lengan Yara. "Rara, kita sudah sepakat mau merayakan bersama, kenapa kamu menyelinap pergi?"

"Nggak usah, aku ...." Yara tidak ingin pergi sama sekali. "Kamu belum lama pulang, aku nggak akan mengganggu waktu kalian berduaan."

"Ngomong apa kamu ini?" Melanie tersipu. "Kamu dan Yudha belum bercerai. Lagi pula, kamu bukan orang lain."

"Melanie." Yara ingin cepat-cepat menjelaskan. "Tanyakan pada Yudha kapan dia punya waktu menyelesaikan proses perceraiannya."

"Aku nggak mau tanya. Kalau kamu mau tanya, tanya saja sendiri." Melanie pura-pura marah sekaligus manja. "Jangan biarkan dia berpikir aku ingin buru-buru menikah dengannya. Biar kuberi tahu ya, bagi pria itu, semakin mudah didapat, semakin nggak dihargai."

Yara tertegun sejenak.

Jadi, bagi Yudha, dia terlalu mudah didapat, sehingga tidak layak untuk disayangi sama sekali?

Melanie akhirnya menariknya masuk ke dalam mobil.

Dia duduk di kursi paling depan, sedangkan Melanie duduk bersama Yudha di kursi belakang.

Kepala Yara tertunduk. Dia bisa membayangkan, wajah pucatnya saat ini pasti tampak sangat menyedihkan.

Sepanjang jalan, hampir hanya Melanie yang bicara.

"Yudha, kamu mau makan apa? Makanan Jepang atau makanan Barat?"

"Apa saja."

"Kamu selalu begitu. Aku nggak mau tanya kamu lagi. Rara, kamu mau makan apa?"

"Ah? Aku juga nggak pilih-pilih."

"Jangan gitu. Hari ini 'kan perayaan untukmu, kamu harus tentukan."

"Kalau begitu, makanan Barat saja."

"Makanan Barat, ya. Aku sudah bosan makan makanan luar negeri setahun belakangan. Tapi kalau Rara suka, ya sudah makan makanan Barat saja."

"Ah? Makanan Jepang juga ... boleh."

"Jangan, makanan Barat saja."

Sampai di restoran makanan Barat, Melanie kembali memimpin penuh perhatian. Setelah selesai makan, dia mengedipkan mata pada Yara dan berkata, "Aku ke kamar mandi dulu."

Yara pun mengerti. Melanie mengingatkan dia tentang perceraian.

"Yudha." Dia mengangkat kepalanya dan menatap pria itu. "Kamu kapan punya waktu? Ayo kita selesaikan prosesnya."

"Kok kamu malah lebih terburu-buru daripada aku," keluh Yudha. "Tenang, aku pasti menghubungimu lagi saat aku punya waktu."

"Oke." Yara tidak ingin berlama-lama di sini.

Dia berdiri membawa tasnya. "Kalau begitu, aku masih ada urusan lain, jadi aku pergi dulu. Tolong pamitkan aku pada Melanie."

Dia meninggalkan restoran Barat itu seolah melarikan diri, kemudian mengirim pesan kepada Melanie.

"Melanie, aku sudah tanya Yudha tentang perceraiannya. Katanya, dia pasti akan membuat janji denganku kalau sudah punya waktu."

Melanie membalas dengan segera.

"Oke. Pekerjaannya terlalu sibuk, sesekali kamu ingatkan dia lagi. Hehe, Rara memang paling baik, aku traktir kamu makan lagi kapan-kapan."

Yara sedang berjalan di sepanjang sungai. Hari ini jadwal siaran langsung Siska, jadi dia harus menunggu sebelum pulang.

Angin di sungai itu begitu kencang sampai membuat matanya berair.

Dia tahu bahwa dia benar-benar harus melepaskan Yudha.

Dalam beberapa hari berikutnya, Yudha tidak pernah mengirim pesan padanya. Hanya Melanie yang sesekali membuat janji dengan Yara.

Yara mengerti bahwa Melanie sangat tidak sabar. Dia seperti ini untuk mengingatkannya agar lebih memburu-buru Yudha.

Namun, orang seperti apa Yudha itu?

Bagaimana mungkin pria itu membiarkan dia mendapatkan apa yang dia inginkan dengan mudahnya?

Di kantor, meja kerja yang kosong itu selalu kosong. Yara tahu sebenarnya tidak ada orang baru. Anita hanya tidak suka padanya.

Dia melanjutkan hari-hari sebagai orang yang dianggap tidak ada.

Tidak ada yang memberinya tugas. Tidak ada yang peduli padanya. Dia kelebihan waktu luang.

Jadi, dia membawa alas gambarnya sendiri. Dengan kuasnya, dia melukis semua hal yang terlintas di benaknya. Hari-harinya nyaman dan memuaskan.

Sebenarnya, Anita sedang menunggu Yara mengundurkan diri atas inisiatifnya sendiri. Namun, setelah menunggu beberapa lama, yang dia terima justru beberapa hasil desain.

"Ini kerjaan Yara?" Dia melihat dengan seksama lukisan itu beberapa kali.

Safira mengangguk. "Benar, aku lihat dia melukis dengan mata kepalaku sendiri. Jujur saja, hasilnya memang cukup bagus, 'kan?"

Anita tetap diam.

Gambar desain yang dipegangnya ini memang masih kurang sempurna teknik dan keterampilannya dibanding perancang busana profesional. Namun, warna-warna berani dan desainnya yang indah benar-benar menyegarkan.

Mungkinkah seorang plagiator membuat karya seperti ini?

Keesokan paginya, dia meminta Yara menghadap padanya.

"Selamat pagi, Bu Anita." Yara tampak cemas.

Anita memandangnya dengan mata dingin. "Hari-hari makan gaji buta pasti enak, ya 'kan?"

Yara tidak berkata apa-apa. Tidak ingin berdebat dengan wanita ini.

Melihat hal ini, Anita pun tahu dia tidak akan berhasil memancing Yara. Jadi, dia mengeluarkan sebuah dokumen.

"Ini informasi dari salah satu klien busana mewah kita. Dia ingin memesan gaun untuk pertunangan. Bisakah kamu membuat tiga rancangan desain dalam seminggu?"

Mata Yara membelalak tak percaya.

"Jawab!" Anita kehilangan kesabaran.

Yara takut Anita akan menarik kembali pekerjaan ini, jadi dia mendekap dokumennya. "Jangan khawatir, Bu Anita, saya akan bekerja dengan maksimal."

Anita melambaikan tangannya. Dia menatap punggung Yara yang tampak bersemangat, dalam hati merasa bahwa gadis kecil ini sangat berbeda dari apa yang dia pikirkan.

Dia teringat kembali pada gambar desain yang dilihatnya tadi malam. Warna dan komposisinya sangat mirip dengan karya Melanie yang meraih penghargaan.

Mungkinkah dia mengimitasi gaya Bu Melanie, si direktur bagian?

Namun, gambar desain tadi malam jelas terlihat lebih matang.

Satu hal yang Yara tidak tahu, yaitu Melanie juga sudah menerima salinan informasi dari klien kelas atas ini.

Anita jadi menanti-nanti hasil rancangan dari kedua orang ini.

Sepulang kerja, Yara menuangkan seluruh hati dan jiwanya ke dalam gaun ini.

Ini adalah kesempatan langka, dia harus memanfaatkannya untuk membuktikan diri.

Setelah mencermati informasi klien ini dan karya desainer ternama internasional selama beberapa hari, Yara akhirnya mendapat ide di akhir pekan.

Namun, datang telepon dari Melanie. "Rara, aku mau coba gaun pengantin hari ini. Kamu bisa temenin aku nggak?"

"Hari ini?" Yara merasa enggan. "Tapi aku ada pekerjaan hari ini. Bagaimana kalau ...."

"Rara, aku belum beri tahu siapa-siapa kalau aku mau menikah dengan Yudha." Melanie tertawa pahit. "Lagian kalian belum bercerai, aku nggak mau ada yang bicara di belakang kita."

Dia memohon, "Rara, cuma kamu satu-satunya orang yang bisa membantu memberikan saran untukku. Kamu bisa datang, 'kan?"

Setelah diserang kata-kata ini, Yara tidak bisa menolak.

Tinggal ubah cara berpikirnya saja. Pergi ke butik pengantin, mungkin dia bisa mencari-cari inspirasi baru.

Dia memutuskan untuk membawa kertas dan pena. "Oke, kalau begitu, kirimkan alamatnya."

Yara bersiap-siap dan segera pergi ke butik pengantin itu.

Melanie adalah putri semata wayang dari kepala keluarga Lubis. Tentu saja, dia harus memilih gaun pengantin terbaik untuk pernikahannya dengan salah seorang pria terhebat di Kota Selayu.

Begitu Yara memasuki butik, matanya langsung tertarik pada ragam gaun pengantin dan gaun lainnya yang dirancang dengan indah.

Jika gaun pengantin adalah mimpi setiap gadis, maka inilah surga yang paling diimpi-impikan.

Melanie sedang mencoba gaun model terbaru di dalam.

Yara kemudian mulai berkeliling sendiri, memperhatikan satu per satu.

Dulu, dia juga pernah berangan-angan mengenakan gaun pengantin rancangannya sendiri pada pernikahannya dengan Yudha. Kenyataannya ... mereka berdua malah tidak melangsungkan pernikahan.

Tiba-tiba, suara yang tidak asing terdengar dari belakang.

Nadanya sedikit mengejek.

"Kenapa? Kamu mau coba juga?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Ros
Yara bego itu jgn dipiara. Masa nolak diajak melani ga bisa. Bilang aja lg mencret2 atau apa kek…. Atau bilang iya. Tp ga usah datang. Terjebak macet atau apa kek. Bego jgn dipiara. Mau aja ditindas terus.
goodnovel comment avatar
Aninuraoni
Kalau aq ada diposisi Yara mending cari pekerjaan ditempat lain saja dehh .........
goodnovel comment avatar
Lilik
Alhamdulillah sukur ........., lanjut ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0627

    Pada hari yang telah disepakati, Yudha menerima telepon dari Revan di pagi hari."Pak Yudha, saya di Meria sekarang, sedang menunggu penerbangan pulang. Seluruh informasinya sudah hampir lengkap.""Bagus." Yudha agak terkejut. Dia tidak menyangka Revan perlu pergi ke Meria. dia menambahkan, "Hati-hati di perjalanan. Aku tunggu kepulanganmu.""Pak Yudha." Revan menatap dokumen di tangannya. "Saya akan pergi ke rumahmu setelah sampai di sana. Sebelum itu ... siapkan mentalmu.""Oke." Yudha menutup telepon. Dia sebenarnya merasakan sedikit firasat buruk dalam hatinya.Dia menatap kalender dan melihat hari persidangan perceraiannya akan tiba dua hari lagi. Masih ada waktu.Satu hari terasa sangat panjang bagi Yudha. Dia meninggalkan semua pekerjaan dan kembali ke rumah keluarga besar untuk bermain sebentar dengan Agnes dan Yovi, lalu kembali ke vilanya dan menunggu.Agnes bertanya, "Kerjaanmu hari ini sudah selesai 'kan? Kenapa buru-buru pergi? Temani anakmu lebih lama lagi."Sejak ada Yov

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0626

    Saat masuk ke ruang tamu, Santo jelas merasa agak malu, tapi Felix dan Gio bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan bicara dengannya seperti biasa.Yara membawa album foto yang baru diambilnya dan mereka semua berkumpul untuk melihat."Ayah, lihat, ini foto pernikahanmu. Kalian masih sangat muda waktu itu, sangat tampan dan cantik."Santo tersenyum dan mengulurkan tangan untuk menyentuh Zaina di foto itu."Senyum Ibu sangat cantik di foto ini. Yang ini, Ayah, kamu sangat tampan ...."Sambil berbicara, Yara memperhatikan ekspresi Santo. Di dalamnya banyak foto-foto Melanie. Dia berusaha untuk menyebutnya sesedikit mungkin.Lambat laun, raut wajah Santo menjadi semakin serius.Tiba-tiba, air mata menetes membasahi album foto."Ayah, kamu kenapa?" Yara sedikit panik dan berusaha menyingkirkan album foto itu. "Kita lihat besok lagi saja, nggak apa-apa."Santo menunduk. Tangannya membelai wanita yang ada di foto tersebut dengan penuh kasih sayang. "Kenapa aku nggak pulang lebih cepat

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0625

    Segera setelah pintu kamar mandi terbuka, bau menyengat menghantam. Ada noda air berwarna kuning di lantai. Tidak perlu ditanya lagi apa itu.Santo membelakangi semua orang, meringkuk di sudut ruangan. Seluruh tubuhnya gemetar."Kalian keluar dulu." Yara merasa dadanya sangat sesak dan meminta semuanya pergi."Rara, nggak apa-apa, biarkan aku membantumu." Siska bergegas berkata."Nggak usah." Yara menggeleng dan menatap mereka dengan memohon, "Keluar dulu, oke? Keluar!""Ayo, kita tunggu di ruang tamu." Gio akhirnya merespons, mengangguk kepada Yara, dan menarik pergi Felix dan Siska.Yara berdiri di ambang pintu, mengendus-endus, dan berseru lirih, "Ayah, mereka sudah pergi. Nggak apa-apa."Santo masih meringkuk di pojokan.Dia adalah kepala keluarga Lubis, yang berwibawa dan terhormat seumur hidup. Tapi sekarang ... pikirannya sudah tidak jernih lagi dan menghadapi hal semacam ini saja tidak bisa."Ayah!" Yara dengan hati-hati melangkah maju dan menarik lembut pakaian Santo. "Ayah, n

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0624

    Yara juga berdiri dan menatap mata Melanie. "Bahkan meski mereka tahu kebenarannya dan menukar kita kembali, mereka tetap akan sangat mencintaimu dengan kasih sayang yang sama.""Melanie, kamu kehilangan dua orang yang paling menyayangimu. Kamu benar-benar nggak menyesalinya?" Yara sedikit emosional."Nggak!" kata Melanie dengan sangat tegas. "Yara, asal kamu tahu, nggak ada kata "menyesal" dalam kamus hidupku. Ambil barang-barangmu dan cepat pergi. Nggak usah ngoceh nggak jelas di sini."Yara menggelengkan kepalanya, mengambil album foto itu dan mengatakan satu hal lagi, "Jaga dirimu baik-baik."Dia keluar dari vila, mengucapkan selamat tinggal kepada Amel, dan segera pergi.Amel kembali ke vila dan melihat Melanie melamun sambil memandangi foto Zaina. Dia bertanya dengan suara kecil, "Bu, kamu juga kangen ibumu?""Dia bukan ibuku." Melanie mengambil foto itu dari dinding dan melemparkannya ke lantai. "Aku nggak kangen dia. Nggak sedikit pun!"Orang yang paling disayangi Zaina semasa

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0623

    Setelah kehilangan Santo sekali, Yara dan yang lainnya tidak berani ceroboh lagi, terutama Siska."Rara, aku janji nggak akan membiarkan Paman Santo lepas dari pandanganku."Yara tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Oke, tutup pintunya, dia nggak akan bisa keluar. Aku keluar sebentar."Karena Santo selalu bicara soal menemui Zaina, Yara ingin pergi ke rumah keluarga Lubis untuk mengambil foto-foto Zaina. Dia sudah menelepon Melanie.Sampai di sana, dia melihat Amel sudah menunggunya dari kejauhan."Bibi Rara!" Amel melihat kedatangannya dan langsung berlari menghampiri. "Bibi Rara, kamu di sini."Yara memeluk Amel. "Wah, Amel sudah tambah tinggi dan cantik.""Bibi Rara juga tambah cantik," balas si kecil bermulut manis.Yara membawanya masuk ke dalam vila. Melanie sudah menunggu di ruang tamu."Barangnya di lantai atas, mungkin di kamar mereka." Melanie bangkit dan berjalan ke arah tangga. "Ayo kuantar ke atas.""Terima kasih." Yara meminta Amel bermain sendirian dan mengikuti ke a

  • Cinta yang Tertukar   Bab 0622

    Ini pertama kalinya Amel melihat Yudha berbicara sangat serius dengannya. Wajahnya langsung terlihat takut dan dia berbisik, "Amel kasihan sama Ibu.""Ibumu kenapa?" Yudha berjongkok dan sedikit melunakkan nada bicaranya.Amel menggeleng dan mengulangi, "Ibu kasihan sekali."Yudha tidak bertanya lagi dan mengelus kepala si kecil. "Amel, mungkin suasana hati ibumu sedang buruk. Paman akan menghiburnya, tenang saja.""Terima kasih, Paman." Amel menghela napas dan melanjutkan bermain.Yudha duduk di sofa dan menunggu. Pikirannya terus terbayang penampilan Melanie barusan. Gelagatnya seperti orang mabuk, tapi tidak ada bau alkohol sama sekali di dalam kamar. Bau itu ...Yudha belum pernah merasakan bau seperti itu sebelumnya. Menyengat dan sangat tidak enak.Dia menunggu beberapa saat dan kemudian melihat Melanie turun. Melanie sudah berganti pakaian dan menata rambutnya, nyaris seperti orang yang berbeda, membuat Yudha bertanya-tanya apakah yang dilihatnya tadi itu hanya ilusi."Yudha, ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status