Home / Rumah Tangga / Cinta yang dihutangkan / Chapter 4 - Ultimatum

Share

Chapter 4 - Ultimatum

Author: Aerina No 7
last update Last Updated: 2025-07-24 05:14:51

“Kamu … aku dengar namamu, Ayunira Larasti, kan?”

“….”

“Semoga bisa bertahan denganku selama enam bulan ke depan, ya?”

“….”

“Aku mengharapkan kerja sama darimu dengan tulus.”

Kerja sama apanya?! Ayunira menggemeretukkan giginya kesal.

Dia yang memilih menolehkan kepalanya ke arah luar jendela mobil, meremas erat kain daster kumalnya yang melekat di badan.

Air matanya sudah mulai mengering, dan rasa takutnya pun mulai digantikan oleh rasa kesal.

“Aku Kenan.”

Sedari tadi, semenjak mereka pergi dari halaman depan rumah Ayunira, Kenan terus saja merecoki suasana.

Dia cerewet sekali, layaknya burung beo yang mengulang-ulang ucapan.

Ucapannya yang melantur ke sana kemari pun, terasa begitu menyebalkan.

“Kenan Adijaya.”

Dia seolah-olah sengaja melakukannya, untuk mengejek kehidupan rumah tangganya bersama Arkan baru saja berakhir.

Perilakunya benar-benar ….

“Oh? Ada apa dengan pelipismu? Apa kamu terluk—!”

… Sangat memuakkan!

—PLAKK!

“JANGAN SENTUH AKU!” pekik Ayunira lantang, segera setelah ia menampar jemari tangan kanan Kenan yang hendak mengusap luka akibat dibentur cangkir teh.

Tepisannya itu mendadak mengubah ekspresi wajah Kenan.

Di mana, yang tadinya terlihat berusaha mengakrabkan diri kepada Ayunira, kini mulai berubah ke arah sebaliknya.

Pria bermata ungu tersebut mengatupkan bibirnya rapat-rapat, memandang sinis Ayunira sambil mengeluarkan kembali aura mengintimidasinya yang menggetarkan jiwa.

“Haha,” lirih Kenan tertawa hampa dengan pipi kanan sedikit mengernyit, juga mulai menggoreskan seringai lebar di parasnya yang memang rupawan.

“Tuan Putri satu ini sungguh arogan sekali,” dengusnya seakan-akan mengejek, mendorong kekesalan yang dipendam Ayunira supaya menjadi semakin memuncak.

“Tapi!”

Dalam sekejap mata, Kenan membalikkan keadaan di dalam mobil ini.

“Sepertinya kamu lupa.”

Dia mencengkeram balik pergelangan tangan yang tadi menampar jarinya, mendorong dan mengapitkan lengan ramping itu supaya terimpit oleh jari kokohnya ke kaca mobil, … dengan badannya yang sekarang semakin dicondongkan tuk mempertemukan wajah mereka berdua supaya lebih dekat.

“Kamu itu tawananku,” bisiknya halus, tepat di samping cuping telinga Ayunira. “Bukan tamu kehormatanku.”

Karena jarak di antara mereka sangat dekat sekali, itu membuat setiap helaan nafas yang Kenan keluarkan secara tidak sengaja, menyentuh permukaan kulit leher Ayunira sampai-sampai membuat wanita tersebut bergidik geli.

“Tawanan macam apa yang berani menolak orang yang menawannya, hm?” Tanya Kenan dengan nada suara seperti sedang bermain-main, menjauhkan wajah dari telinga Ayunira tuk memandang kembali paras pucat pasi dari wanita tersebut.

Kenan melepaskan cengkeraman pada pergelangan tangan Ayunira secara perlahan, kemudian lekas mengerahkan jari-jemarinya itu tuk mengusap lembut pipi lawan bicaranya ini, seolah-olah ia mengusap hal yang paling rapuh di dunia.

“Kamu tak akan begitu, kan?” Tanya Kenan memastikan, atau justru lebih mirip seperti menyuruh Ayunira bersikap demikian secara halus.

Sedangkan yang ditanyai sedari tadi, yakni Ayunira sendiri, dia hanya terdiam.

Lagi dan lagi, seperti sebuah kebiasaan sedari dulu, setiap ada orang yang berbicara kepadanya, dia tidak mampu melakukan kontak mata lebih lama.

Ada rasa malu dan rendah diri yang menariknya supaya tidak berani bertatapan langsung dengan siapa pun yang mencoba berurusan dengannya.

Apalagi, saat ia masih berada di rumah mantan suaminya, Arkan, terutama pas keluarga mertuanya datang berkunjung.

“Ah, kita sudah sampai,” tukas Kenan seraya menjauhkan diri dari mengimpit tubuh Ayunira sampai memojok ke sudut kursi paling dekat dengan kaca mobil, lalu lekas membuka pintu tuk keluar dari arahnya duduk.

Setelah kakinya sukses menapaki permukaan, Kenan tidak serta-merta langsung menutup pintu.

Dia menoleh, melirik Ayunira yang masih asyik menundukkan wajahnya sembari mencengkeram erat dasternya, kemudian bertanya.

“Kamu tidak mau turun?”

“….”

Seperti yang sudah terjadi di sebelum-sebelumnya, tidak ada jawaban pasti yang mau keluar dari mulut Ayunira.

Wanita itu benar-benar, secara terang-terangan ingin menghindari interaksi bersama Kenan Adijaya.

Saat Kenan menutup pintu mobil yang ia lewati tuk meraih jalan keluar, Ayunira merasakan sedikit kelegaan.

Setidaknya sampai ….

“Haduh, Tuan Putri satu ini benar-benar~!”

… Kaca mobil tempatnya bersandar yang ternyata memang sebuah pintu juga, dibuka dari luar oleh pria yang terkekeh kecil, seraya menatapnya dengan sorot mata aneh, sulit diartikan.

“Selain cengeng, ternyata kamu juga manja sekali, ya?”

“Ap—?”

Belum sempat mengutarakan keheranannya atas omongan Kenan barusan, tiba-tiba saja pria pemilik tubuh berisi itu mengulurkan kedua lengan bersarung tangan hitam miliknya tuk menyekop lipatan lutut dan juga ketiak Ayunira, supaya membawanya ke dalam pangkuan, mengeluarkan dirinya secara halus agar tidak terus mendiamkan diri di mobil.

“A-apa yang kamu lakukan?! Lepaskan aku!” pekik Ayunira sedikit berontak, dengan wajah pucatnya tadi kini sudah berubah warna menjadi merah menyala.

Habisnya, wanita itu tak pernah menyangka kalau Kenan akan membawanya pergi masuk ke dalam rumah megah, mewah, nan kawasannya sangat luas bak istana bangsawan kenamaan jaman dulu-dulu itu, dengan cara memalukan semacam ini.

Paling tidak, Ayunira sempat berpikir kalau Kenan bisa saja langsung menyeret tangannya secara paksa.

Namun, yang terjadi sekarang malah melenceng jauh dari ekspektasi.

“L-lepas! Aku bisa jalan sendiri!”

“Jangan malu-malu,” ucap Kenan sembari menyipitkan matanya seperti bulan sabit, mengulum senyum tertahan tatkala melihat Ayunira tampak kesulitan.

Wanita berwajah merah menyala sampai ke telinganya segala bagaikan kepiting rebus itu, bersikap menggemaskan sekali untuk sekarang.

Caranya memukul-mukul pelan dada Kenan yang bidang, serta tak berani menengadahkan parasnya yang terlihat memanas seperti air mendidih tersebut, berhasil membuat hati si pemilik nama belakang Adijaya merasa tergelitik.

Ah, dia rasa, tak ada salahnya kalau ia mencoba menggodanya sedikit.

“Apa ini pertama kalinya bagimu, Tuan Putri?” bisik Kenan dengan suara lembut dan terdengar agak serak, sampai membuat Ayunira tersentak untuk sesaat.

“J—j-jangan bicara omong kosong!” sanggah Ayunira, tak bosan-bosannya menghindari kontak mata dengan siapa pun, terutama dengan orang yang tengah memangkunya.

“Pffthaha.” Kenan tertawa pelan.

Cukup menarik, itu adalah kesannya yang ingin ia sampaikan, setelah mengenal lebih lama akan sosok Ayunira di pangkuan.

Dengan cepat, ia memanggil jajaran para pelayan perempuan yang ada, menurunkan Ayunira di dalam kamar yang tak kalah luas dengan ruang tamu rumah mewah ini, lalu menyuruh mereka semua mengurus Ayunira dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Tak lupa, Kenan juga memesankan kepada kepala pelayan di sana, untuk merobek dan membakar pakaian gembel yang Ayunira kenakan tadi.

Tanda bahwa masa lalu Ayunira, akan segera digantikan dengan masa depan yang lebih baik.

“Kau sudah membakarnya?” Tanya Kenan sambil menggulir beranda di ponselnya santai, tak terlalu menghiraukan kepala pelayan yang berdiri menghadap.

“Saya menjalankannya sesuai permintaan Anda, Tuan.”

“Bagus. Ah, ngomong-ngomong, apa Raihan sudah pulang?” Tanyanya sekali lagi, namun, kali ini ia menjarah setiap sudut rumah yang dijangkau oleh sorot tajam miliknya, dengan lirikan mata.

“Belum, Tuan. Apa ada sesuatu yang Anda perlukan dari Tuan muda?”

Kenan terdiam sejenak.

Tak berapa lama kemudian, ia berdiri dengan enggan.

“Aku sempat merokok di luar tadi,” tukasnya, seraya mulai melangkahkan kaki ke lantai atas tempat kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Ayunira berada.

“Aku harus mandi sebelum dia pulang.”

“Apakah Anda ingin disiapkan bak air hangat?” tawar kepala pelayan berjalan mengekori Kenan.

“Tidak. Tidak usah,” tolak Kenan. “Beritahu saja aku satu hal.”

“Gerangan apakah itu, Tuanku?”

“Beritahu aku ….”

Sebelum benar-benar menghilang ke balik pintu kamarnya, Kenan menatap kepala pelayan yang telah lama melayani rumahnya, kemudian menyeringai lebar.

“… Saat ‘dia’ sudah selesai.”

~•••~

Sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh majikannya, begitu melihat para bawahannya telah selesai memandikan dan mendandani wanita kumal yang dibawa oleh seorang Kenan Adijaya ini, kepala pelayan lekas pergi memberikan informasi.

Oleh sebab itulah, Kenan bisa berada di kamar tempat Ayunira mengganti penampilannya ini.

“Apa yang kamu inginkan?!” Tanya Ayunira sinis sekali, memandang pantulan bayangan Kenan yang tengah bersandar di pintu kamar sambil memangku tangan dalam cermin hias di depan.

Kenan mendengus kecil.

Dia tersenyum kecut dan memandang Ayunira yang berpenampilan pangling berkat bakat para pelayan kompetennya itu, dengan tatapan intens.

Seperti yang ia coba terka, Ayunira adalah berlian yang tersembunyi di balik tumpukkan batu.

Selama ini dia berpakaian sederhana, tanpa tahu jika ia memoles dirinya sedikit saja, maka cahaya kecantikan akan menguar dengan sendirinya.

“Hanya … ingin membicarakan hal penting, di antara sepasang calon pengantin?”

“P-pengantin?”

Oleh karena itu, Kenan tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini begitu saja.

Dia harus memanfaatkan apa yang ada, sampai kepuasan dalam dirinya tercapai semua.

“S-siapa yang akan menjadi pengantin siapa?!”

“Tentu saja, kamu dan aku.” 

Dia berjalan mendekat, dekat sekali, lalu berhenti untuk berjongkok menekuk satu kaki, menengadahkan wajah tuk memandang Ayunira yang duduk di kursi meja rias, lalu berkata.

“Kita harus menikah.”

Perkataan yang seperti ultimatum, … undangan mengajak perang bagi Ayunira.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 14 - Rumah

    “Bagaimana?”Pagi yang baru telah berlalu.Hari ini, Kenan direpotkan oleh rasa terganggu, saat mengetahui bahwa wanita yang telah sah menjadi istrinya itu, tak kunjung menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Jangankan tuk keluar dari kamar dan bertegur sapa dengan penghuni rumah ini.“Beliau masih mendiamkan diri.”Mendengar penuturan dari kepala pelayan, Kenan jadi tahu kalau istrinya, Ayunira Larasati Adijaya, memang seperti sudah tak memiliki niatan tuk hidup terus.“Beliau tidak mengisi perutnya sedari malam. Saya jadi khawatir, Tuan.”Dia tidak menolak atau pun menerima makanan yang disodorkan kepala pelayan ke kamarnya.Walau masakan yang disajikan tercium wangi, serta berbahan dasar makanan kualitas terbaik, sepertinya itu tak cukup untuk menggugah selera Ayunira.Diam. Dia hanya mendiamkannya.Yang wanita itu lakukan sampai pagi buta ini hanya berbaring menyamping kanan, dengan sorot mata hijau kosongnya memandang ke arah luar kaca jendela secara hampa.“Haa.” Kenan menghel

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 13 - Surat

    BRUKK!Pada akhirnya, kesempatan untuk melarikan diri yang kedua kali selagi ada momen dirinya keluar dari kediaman, justru tak kunjung datang.Bagaimana bisa ia melakukan itu, sedangkan, orang yang paling ingin dihindarinya saja terus-menerus berada di sampingnya sepanjang hari ini, dan seperti sedang mengawasinya dari jarak yang sangat-sangat dekat?Benar-benar seperti mimpi di siang bolong saja!“….”Sehingga, di sinilah Ayunira sekarang.Selepas membersihkan diri dan mengeringkan rambut, wanita itu berbaring pasrah di atas ranjang, menatap kosong langit-langit kamarnya yang lagi-lagi masih belum terasa akrab, seterusnya melamunkan sesuatu.“Apakah aku, akan berakhir di sini selamanya?” pikirnya dalam hati, merasa takut sekaligus bimbang dengan situa

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 12 - Gaun

    “Kita sampai.” Kenan bergumam kecil, memberitahu Ayunira secara tidak langsung selagi ia memarkirkan mobilnya dengan hati-hati di tempat yang sudah semistiknya.Tak lama dari itu, selepas mematikan mesinnya, ia pun segera keluar dari mobil, dan lekas bergegas mengitari kendaraan roda empat itu untuk membukakan pintu bagi wanita yang ditaksir sebagai calon pasangan hidupnya tersebut.“Silakan melangkah keluar, Tuan Putri,” tukas Kenan sambil melintangkan tangan kiri di depan dada, tangan kanan merentang meminta uluran lengan Ayunira, badan sedikit membungkuk, dan kepala yang ditundukkan, kurang lebih semacam meniru apa yang tadi Imelda lakukan.“….”Ayunira mengatupkan bibirnya rapat.Manik mata hijau zamrud itu mendelik.Menatap tidak suka akan rentangan jemari

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 11 - Calon Pengantin

    CHIRP~! CHIRP!Pagi kedua dan ketiga sudah terlewat, dan kini, pagi keempat pun telah datang.Suasananya yang hangat nan menentramkan membawa Ayunira tuk membuka terpejamnya kelopak mata dan menampakkan netra hijau indahnya secara lambat, seakan-akan pasrah dengan keadaan.“Selamat pagi, Nona.”“….”Wanita itu diam.Nyaris tak bergerak sama sekali, dan hanya menatap kosong langit-langit selagi ia masih membaringkan diri di ranjang.Seakan-akan dia adalah orang yang tunarungu, Ayunira tak mengindahkan sapaan sang kepala pelayan, dan hanya menebalkan muka tuk memalingkan wajahnya ke arah samping lain.“Mari kita bersiap-siap mengawali pagi dengan penuh semangat~!”

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 10 - Perintah

    “…!”Ayunira diam membisu.Wanita itu mematung, kaku seperti patung, dan mulai memalingkan wajahnya tuk menoleh ke samping supaya menatap permukaan tanah berlapis papin blok saja, sebab tak berani menghadap serta memandang langsung akan pria yang kini tengah mengungkungnya.Keringat dingin mulai muncul, datang berjatuhan membasahi dahi.Ditatap intens oleh Kenan dalam posisi yang memojokkan seperti itu, ini sama saja dengan adegan saat sang raja hutan mengagumi mangsa yang memberikannya seonggok daging segar.“Ke mana Imelda?”Cukup lama hanya mendiamkan diri dan lebih memilih tuk memandang Ayunira secara lamat-lamat saja, kini, hal pertama yang ditanyakan oleh Kenan adalah keberadaan kepala pelayan pribadinya, yang membuat wanita dalam kungkungannya tersebut terlonjak kaget.“Kenapa dia tak bersama denganmu?” Tanya Kenan sekali lagi, yang masih diberikan jawaban tak pasti berupa wajah bermulut tersegel rapat nan dipalingkan ke arah lain.Bertepatan dengan rampungnya pertanyaan barusa

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 9 - Kabur

    “Apa ada yang Anda perlukan?”Sarapan pagi di dalam kamar berlangsung dengan lancar.Ayunira makan dengan lahap tanpa menyisakan sedikit pun makanan yang disodorkan, dan berhasil membuat sang kepala pelayan menyunggingkan senyuman merasa puas sekaligus terlihat bangga. “Tidak ada, terima kasih,” tukas Ayunira sembari menyodorkan nampan berisikan perkakas yang ia gunakan tuk makan, secara malu-malu.Sang kepala pelayan, Imelda, lekas memanggil sodoran tersebut.Sebelum ia benar-benar membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Ayunira kembali, Imelda menatap wanita bermata hijau yang tengah duduk melamun di atas tepi ranjang itu, seterusnya bersuara.“Apakah ada suatu hal lain yang sekiranya bisa Saya bantu?” Tanya Imelda sekali lagi, yang justru menyundul hati sang narasumber tuk merasakan sedikit kekesalan.“Tidak ada, tapi ….”Namun, berkat kesadaran diri bahwa ia harus bersabar demi mencapai “rencana itu” dengan tanpa menimbulkan kecurigaan apa pun, dia, si wanita tersebut, Ayunir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status