Share

Chapter 3 - Jaminan

Author: Aerina No 7
last update Last Updated: 2025-07-23 16:45:03

Mengambil … apa yang seharusnya menjadi miliknya sedari … dulu?

“….”

Pernyataan itu sangat mencolok sekali, sampai-sampai menjadikan sang suami, sang mertua, dan Ayunira sendiri, terbungkam dengan pikiran yang melayang-layang.

Apa yang sebenarnya pria tak diundang ini bicarakan? Ayunira tak paham.

“Nak, apa yang dia maksud?” Tanya ibu mertua Ayunira pada akhirnya kepada putranya, mewakili pertanyaan yang ingin sekali ia kemukakan.

Namun, yang ditanyai, yakni Arkan, dia malah tak menjawab, dan lebih memilih untuk mendekati pria misterius tersebut sambil berkata, “K-Kenan. L-lama tidak berjumpa,” sapanya, bersikap sok kenal dan sok dekat sampai membuat orang yang dipanggilnya tersebut mengernyit heran.

“Soal hutang setahun yang lalu itu ya? Ahaha~! Aku memang ingin melunasinya sekarang,” tukas Arkan sambil menepuk-nepuk bahu Kenan dan tertawa hampa.

Pria itu tidak menyadari kalau ucapannya barusan bahkan berhasil membuat kedua orang tuanya kaget.

Terlebih-lebih lagi Ayunira, yang baru tahu kalau Arkan punya hutang kepada seseorang.

Sepertinya, hutangnya cukup besar.

Dilihat dari orang yang menagih hutang itu datang dengan pakaian formal mewah, serta munculnya beberapa orang berbadan kekar dan masing-masing dari mereka membawa pentungan besi.

“Hanya, hanya saj—!”

—PAK!

Dampratan ringan telah Kenan layangkan ke arah tangan lancang yang dengan sok akrabnya menepuk-nepuk bahu.

Tanpa mengurangi ketajaman yang tersorot dari mata ungunya, pria itu menggeram tertahan.

“Bicaralah dengan tanpa menyentuhku, … s*alan.”

“O-oh …! Maaf.”

Sebuah gertakan sederhana yang ampuh tuk mendorong Arkan si arogan itu meneguk ludahnya gugup.

“Jadi, uangku, milikku, di mana itu?”

“I-itu …! Anu, jadi …! Aku lupa mempersiapkan uangnya.”

Ini adalah sebuah pengalaman langka bagi Ayunira, tuk melihat ada pria lain yang lebih tinggi besar dan lebih menakutkan dibandingkan dengan Arkan.

Karena itu, instingnya mengatakan … dia tidak boleh berurusan dengan pria misterius tersebut.

“Apa. Kau. Bilang?”

Pria yang memiliki aura intimidasi kuat itu, kini tengah berdiri tegap memelotot dan menarik kerah bajunya Arkan.

Hal itu membuat suasana semakin tambah mencekam.

“Aku tak akan datang jauh-jauh ke sini, hanya untuk pulang dengan tangan kosong … kau tahu?”

“B—beri aku waktu! Aku akan membayarnya jika kau memberiku waktu lagi. Aku janji!”

Dirasa semakin ke sini semakin tak mengenakan, Ayunira mencoba menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit.

“Jangan membuatku meludahi wajahmu karena dusta terang-terangan itu.”

“Tidak! A-aku akan benar-benar membayarnya!”

“Bagaimana kalau aku bilang ….”

Mumpung mertuanya pada sibuk memerhatikan putra kebanggaan mereka tengah berusaha keras tuk lepas dari cengkeraman pria menyeramkan itu, jadi, Ayunira akan memanfaatkan situasi ini untuk pergi ke dapur.

“… Kalau aku tak akan mempercayainya?”

Sedikit demi sedikit menyeret lipatan kakinya, sedikit demi sedikit sejajar dengan sofa.

Sampai, …!

“AKU AKAN MEMBERIKAN JAMINAN!” 

Teriakan Arkan yang berkata demikian secara lantang, secara refleks langsung memberhentikan upayanya, karena itu membuat Ayunira menolehkan kepala ke arah sumber suara.

Ditambah lagi, begitu melihat Arkan menerima keberanian tiba-tiba untuk menepis dan melepaskan diri dari cengkeraman pria yang dipanggil dengan nama Kenan tuk berlari secara tergopoh-gopoh ke arahnya, … Ayunira langsung membeku di tempat.

Terutama, semasa Arkan langsung menyergap lengan kanan dan lekas menyeretnya pergi ke hadapan Kenan, dunia yang Ayunira jalani selama ini, … serasa hancur dihantam meteor seiring dirinya jatuh terjerembap ke lantai akibat dijorokkan.

“Wanita ini! Dia milikmu!”

“…!” Ayunira menatap kosong sepasang sepatu hitam mengkilap yang Kenan kenakan.

“Aku akan menjadikannya jaminan selagi mengumpulkan uang untuk membayar hutang kepadamu! Jadi, ….”

Tubuh ringkihnya menegang, nafasnya ia tahan, dan raut mukanya menjadi lebih suram.

Apakah saat ini … suaminya tengah menjualnya kepada pria asing, demi menghindari membayar hutang sekarang?

“… Gunakanlah dia sesukamu.”

Ah, sungguh.

Apakah tidak ada hal lain yang bisa membunuhnya seketika, dari pada harus menyakitinya secara perlahan sama seperti ini?

Bagaimana bisa, suaminya yang sangat Ayunira sayangi … tega melakukan itu?

“Haa … jangan bercanda.”

SRUKK!

Tubuh tinggi nan besarnya sang empu pemilik manik mata ungu itu merunduk secara perlahan, dan berakhir berjongkok dengan menekuk satu kaki supaya bisa menyejajarkan diri bersama Ayunira.

Dalam sekian detik waktu berlalu, patrian iris netra yang memiliki keindahan masing-masing itu saling bertemu, bertukar kontak, dan juga berusaha menebak isi pikiran satu sama lain hanya bermodalkan sorot saja.

“Uang sepuluh miliar milikku, ….” Kenan menjeda kalimatnya sejenak untuk menghisap rokok disela jemarinya.

Setelah itu, menggunakan satu tangannya yang lain, ia menjawil dagu Ayunira, kemudian meniup permukaan wajah yang lembap dibasahi rintik air mata itu dengan sapuan asap rokoknya, sampai membuat wanita tersebut mengernyit takut bercampur kaget, … lalu lanjut berkata.

“… Apakah pantas tuk digantikan dengan wanita cengeng seperti ini?”

Bagi Kenan, wanita yang kini tengah kesulitan berusaha menjauhkan tangan tuk menjawil dagunya yang mungil tersebut, tidak ada daya tariknya.

Selain dari wajahnya yang harus diakui memang terlihat cantik, sifatnya yang mudah meneteskan air mata dan penampilannya yang memakai daster sederhana, sungguh jauh dari kata menggoda.

Semua kesan pertamanya terhadap Ayunira itu, sungguh jauh dari membuatnya merasa berselera.

“Ini sih, malah tidak ada harganya sama sekali,” tukas Kenan berkomentar pedas, sukses membuat Ayunira terdohok, sedangkan Arkan menahan tawa.

“Ekhem! Jangan khawatir. Tubuhnya masih berguna,” bujuk Arkan ikut-ikutan merendahkan dirinya supaya sejajar dengan mereka berdua.

“Paginya, kau bisa memperlakukannya seperti pembantu rumah tangga! Dia akan mengerjakan apa pun yang disuruh.”

“A-Arkan!” rintih Ayunira dengan suara seperti tercekik, karena berusaha berbicara disela-sela menahan diri supaya tangisnya tidak terdengar.

“Aku mengakuinya, memang.”

Sedangkan, yang dipanggil oleh Ayunira sendiri, dia malah berpura-pura tidak mendengar dan malah asyik membeberkan sesuatu yang sepatutnya tidak boleh didengar oleh orang luar.

“Saat di malam hari, pelayanan ranjangnya sungguh … sangat memuaskan!"

Sesuatu yang ….

“Aku jamin deh, kau juga pasti akan dibuat ketagihan.”

… Berhasil membuat Kenan terdiam, dan hanya memusatkan perhatiannya kepada Ayunira seorang.

Dia tidak melakukan apa-apa selain menatap wajah menyedihkan itu, seperti tengah memikirkan sesuatu dan menimang-nimang.

“….”

Lama ia menatap lamat seperti itu, akhirnya, Kenan pun melepaskan dagu Ayunira dan langsung mengerahkan tubuhnya supaya berdiri dengan tegap kembali.

“Hm, menarik,” dengusnya seraya tersenyum kecut, sambil menjatuhkan puntung rokok dan mengikisnya di lantai menggunakan tapal sepatu mengkilap.

“Aku akan mengambilnya,” lanjutnya kemudian, membuat pandangan Ayunira serasa menjadi gelap seketika.

“Enam bulan. Hanya enam bulan,” ujarnya menilik tajam Arkan, seperti mengancamnya hanya bermodalkan tatapan. “Itu batas waktu untukmu melunasi hutangmu.”

“B-baik!” jawab Arkan mantap, sekaligus merasa lega karena merasa dirinya sudah selamat.

“Nah sekarang, milikku.”

Kenan tersenyum miring.

Dia menyipitkan mata ungunya seperti bulan sabit, sewaktu mengulurkan rentangan lengan kanan bersarung tangan ke arah Ayunira, bak menampilkan sisi yang ramah padahal ia telah mengintimidasi Arkan tadi.

“Mari kita pergi,” ajak pria berambut hitam keunguan itu, membuat bulu kuduk Ayunira meremang semua.

“TIDAK!” tolak Ayunira tiba-tiba, menampar rentangan tangan yang terulur ke arahnya, mengagetkan semua.

“Aku tidak akan pergi ke mana-mana! Aku—!”

“—Ayu!”

Teriakan penolakan Ayunira dipotong oleh panggilan keras dari Arkan.

Hanya dengan satu penyebutan itu saja, benar-benar terbukti sukses membuat Ayunira yang hendak memberontak menjadi bungkam.

“Dengar.”

Arkan yang tadi ikut berdiri sewaktu Kenan berdiri, kini kembali duduk menyejajarkan diri di samping Ayunira, untuk membisikkan sesuatu.

“Kau ini tak ada gunanya juga kalau terus bersembunyi di balik ketiakku,” ujar Arkan tak segan-segan. “Kau tak bisa memberiku anak, kau juga tak bisa membuat keluargaku menyukaimu.”

Sangat kejam, sangat blak-blakan sekali, sampai-sampai itu membuat Ayunira gemetar sebadan-badan.

“Aku tahu kau sangat mencintaiku. Karena itu, jika ingin membuktikannya dan kembali ke pelukanku, lakukanlah apa yang aku suruh.”

Pikiran Ayunira menjadi kalut.

Perasaannya terombang-ambing di lautan penderitaan.

“Aku akan mengurus surat perceraian resmi kita dengan baik. Sebelum waktu itu tiba, pergi dan layanilah Tuan Kenan itu dengan baik.”

Salahkah ia mengharap kalau satu-satunya tempat ia bersandar, yakni suaminya yang sangat ia cinta segenap jiwa dan raga … akan mempertahankannya lebih giat lagi?

Alih-alih mengusirnya, bisakah ia meminta dan memohon lebih keras lagi … supaya ia tidak usah pergi dari sini?

“Itu adalah satu-satunya cara untuk membuktikan kegunaanmu.”

Mengapa Arkan melakukan ini kepadanya?

Mengapa … dengan teganya … ia mendorong dirinya untuk jatuh ke pelukan pria lain?

“Apa kau mengerti?”

Kepada pria asing yang tak pernah ditemui dan dikenalnya seumur hidup.

“Aku sudah selesai bicara dengannya, dan … katanya dia setuju,” ujar Arkan berbohong, menarik paksa tangan Ayunira yang ia cengkeram erat-erat, tuk dialihkan kepada tangan kokoh Kenan.

“Tidak! Sejak kapan aku—!”

“—Semoga jaminan hutang ini berguna untukmu, Kenan teman lamaku!”

Lagi dan lagi, Ayunira sama sekali tak memiliki kesempatan untuk memprotes.

Dia ingin sekali memberontak sekali lagi, tapi tatapan ancaman yang diam-diam Arkan berikan, sungguh sangat menakutinya.

“Jangan bersikap menjijikkan begitu. Kau hanya menganggapku teman saat ada keperluan."

Terlebih lagi, cengkeraman pria bernama Kenan tersebut pun, tak kalah kuatnya dengan saat dagunya dijawil.

Jadi, kini … habis sudah semua harapan.

Sepertinya, Ayunira tak akan pernah dapat melarikan diri ke mana pun.

“Hahaha! Kau bisa saja! Kalau begitu, selamat bersenang-senang.”

Apakah hidupnya, benar-benar akan berakhir di tangan pria menyeramkan itu, ….

“Pasti. Aku akan memanfaatkannya sebaik mungkin.”

… Mulai dari sekarang?

“Sampai aku merasa puas.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 14 - Rumah

    “Bagaimana?”Pagi yang baru telah berlalu.Hari ini, Kenan direpotkan oleh rasa terganggu, saat mengetahui bahwa wanita yang telah sah menjadi istrinya itu, tak kunjung menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Jangankan tuk keluar dari kamar dan bertegur sapa dengan penghuni rumah ini.“Beliau masih mendiamkan diri.”Mendengar penuturan dari kepala pelayan, Kenan jadi tahu kalau istrinya, Ayunira Larasati Adijaya, memang seperti sudah tak memiliki niatan tuk hidup terus.“Beliau tidak mengisi perutnya sedari malam. Saya jadi khawatir, Tuan.”Dia tidak menolak atau pun menerima makanan yang disodorkan kepala pelayan ke kamarnya.Walau masakan yang disajikan tercium wangi, serta berbahan dasar makanan kualitas terbaik, sepertinya itu tak cukup untuk menggugah selera Ayunira.Diam. Dia hanya mendiamkannya.Yang wanita itu lakukan sampai pagi buta ini hanya berbaring menyamping kanan, dengan sorot mata hijau kosongnya memandang ke arah luar kaca jendela secara hampa.“Haa.” Kenan menghel

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 13 - Surat

    BRUKK!Pada akhirnya, kesempatan untuk melarikan diri yang kedua kali selagi ada momen dirinya keluar dari kediaman, justru tak kunjung datang.Bagaimana bisa ia melakukan itu, sedangkan, orang yang paling ingin dihindarinya saja terus-menerus berada di sampingnya sepanjang hari ini, dan seperti sedang mengawasinya dari jarak yang sangat-sangat dekat?Benar-benar seperti mimpi di siang bolong saja!“….”Sehingga, di sinilah Ayunira sekarang.Selepas membersihkan diri dan mengeringkan rambut, wanita itu berbaring pasrah di atas ranjang, menatap kosong langit-langit kamarnya yang lagi-lagi masih belum terasa akrab, seterusnya melamunkan sesuatu.“Apakah aku, akan berakhir di sini selamanya?” pikirnya dalam hati, merasa takut sekaligus bimbang dengan situa

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 12 - Gaun

    “Kita sampai.” Kenan bergumam kecil, memberitahu Ayunira secara tidak langsung selagi ia memarkirkan mobilnya dengan hati-hati di tempat yang sudah semistiknya.Tak lama dari itu, selepas mematikan mesinnya, ia pun segera keluar dari mobil, dan lekas bergegas mengitari kendaraan roda empat itu untuk membukakan pintu bagi wanita yang ditaksir sebagai calon pasangan hidupnya tersebut.“Silakan melangkah keluar, Tuan Putri,” tukas Kenan sambil melintangkan tangan kiri di depan dada, tangan kanan merentang meminta uluran lengan Ayunira, badan sedikit membungkuk, dan kepala yang ditundukkan, kurang lebih semacam meniru apa yang tadi Imelda lakukan.“….”Ayunira mengatupkan bibirnya rapat.Manik mata hijau zamrud itu mendelik.Menatap tidak suka akan rentangan jemari

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 11 - Calon Pengantin

    CHIRP~! CHIRP!Pagi kedua dan ketiga sudah terlewat, dan kini, pagi keempat pun telah datang.Suasananya yang hangat nan menentramkan membawa Ayunira tuk membuka terpejamnya kelopak mata dan menampakkan netra hijau indahnya secara lambat, seakan-akan pasrah dengan keadaan.“Selamat pagi, Nona.”“….”Wanita itu diam.Nyaris tak bergerak sama sekali, dan hanya menatap kosong langit-langit selagi ia masih membaringkan diri di ranjang.Seakan-akan dia adalah orang yang tunarungu, Ayunira tak mengindahkan sapaan sang kepala pelayan, dan hanya menebalkan muka tuk memalingkan wajahnya ke arah samping lain.“Mari kita bersiap-siap mengawali pagi dengan penuh semangat~!”

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 10 - Perintah

    “…!”Ayunira diam membisu.Wanita itu mematung, kaku seperti patung, dan mulai memalingkan wajahnya tuk menoleh ke samping supaya menatap permukaan tanah berlapis papin blok saja, sebab tak berani menghadap serta memandang langsung akan pria yang kini tengah mengungkungnya.Keringat dingin mulai muncul, datang berjatuhan membasahi dahi.Ditatap intens oleh Kenan dalam posisi yang memojokkan seperti itu, ini sama saja dengan adegan saat sang raja hutan mengagumi mangsa yang memberikannya seonggok daging segar.“Ke mana Imelda?”Cukup lama hanya mendiamkan diri dan lebih memilih tuk memandang Ayunira secara lamat-lamat saja, kini, hal pertama yang ditanyakan oleh Kenan adalah keberadaan kepala pelayan pribadinya, yang membuat wanita dalam kungkungannya tersebut terlonjak kaget.“Kenapa dia tak bersama denganmu?” Tanya Kenan sekali lagi, yang masih diberikan jawaban tak pasti berupa wajah bermulut tersegel rapat nan dipalingkan ke arah lain.Bertepatan dengan rampungnya pertanyaan barusa

  • Cinta yang dihutangkan    Chapter 9 - Kabur

    “Apa ada yang Anda perlukan?”Sarapan pagi di dalam kamar berlangsung dengan lancar.Ayunira makan dengan lahap tanpa menyisakan sedikit pun makanan yang disodorkan, dan berhasil membuat sang kepala pelayan menyunggingkan senyuman merasa puas sekaligus terlihat bangga. “Tidak ada, terima kasih,” tukas Ayunira sembari menyodorkan nampan berisikan perkakas yang ia gunakan tuk makan, secara malu-malu.Sang kepala pelayan, Imelda, lekas memanggil sodoran tersebut.Sebelum ia benar-benar membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Ayunira kembali, Imelda menatap wanita bermata hijau yang tengah duduk melamun di atas tepi ranjang itu, seterusnya bersuara.“Apakah ada suatu hal lain yang sekiranya bisa Saya bantu?” Tanya Imelda sekali lagi, yang justru menyundul hati sang narasumber tuk merasakan sedikit kekesalan.“Tidak ada, tapi ….”Namun, berkat kesadaran diri bahwa ia harus bersabar demi mencapai “rencana itu” dengan tanpa menimbulkan kecurigaan apa pun, dia, si wanita tersebut, Ayunir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status