LOGIN"Aku tidak melakukan apa-apa, Nick. Dia berbohong. Dia sendiri yang menumpahkan kopi itu di atas bajunya!" Gina berseru untuk membela dirinya.
Nick memandang tajam istrinya itu. "Orang bodoh mana yang ingin mengotori dirinya sendiri, Gina?" tanya Nick dingin. "Mana mungkin Liora melakukan hal gila itu? Kemeja yang dia gunakan adalah kemeja dari brand bermerek terkenal yang paling dia suka," lanjut Nick. Gina menatap Nick serius. "Ka—kamu yang membelikannya?" tanya Gina ragu. "Iya, aku. Begitu royalnya aku ke dia selama ini, kan? Sialnya semua sia-sia karena harus menikah dengan kamu, Gina," jawab Nick meremehkan. Gina memegang dadanya. Jantungnya sesak dan perih saat mendengarkan ucapan Nick. "Aku juga tidak menginginkan pernikahan ini, Nick. Apalagi saat aku tahu kalau ternyata kau punya kekasih. Aku—" "Alasan munafik!" potong Nick. Gina menatap Nick sendu. Gina menundukkan kepalanya. "Sakit sekali," batin Gina sambil menahan tangis. Perlakuan suaminya benar-benar membuat dirinya ingin menangis meraung-raung dan ingin mengulangi waktu agar pernikahan mereka tak terjadi. "Renungi kesalahanmu dan setelah itu minta maaflah pada Liora!" final Nick. Nick mencengkeram dagu Gina agar perempuan itu menatap ke arahnya. "Sakit Nick," lirih Gina. "Ini tak seberapa dengan kamu yang menghancurkan hubunganku dengan perempuan yang ingin kuajak segalanya dalam kehidupanku," balas Nick berbisik dengan tajam. Nick melepaskan cengkeramannya, laku memperbaiki jasnya. "Nenek menelponku dan meminta kita ke rumahnya," ucap Gina pelan sebelum Nick keluar dari ruangannya. "Aku akan menunggumu di kafe Brexa. Kamu tahu, kan? Kafe yang tak jauh dari kantor tetapi kurasa aman untuk bertemu bersama tanpa ketahuan orang-orang kantor," jelas Gina. Nick mendecih, dia tak menjawab dan memilih keluar dari ruangannya. Gina menghela napas panjang. Dia mengelus dagunya yang tadi dicengkeram oleh Nick. Perempuan itu terdiam sendu sambil menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangisannya. "Tidak, Gina. Jangan lemah! Kamu pasti bisa, Gina!" seru Gina menyemangati dirinya sendiri. "Kalau sekarang Nick tak menyukaimu, yakinlah kalau suatu saat dia akan menyukaimu, Gina. Biarkan waktu yang mengubah rasa benci itu jadi cinta," lanjutnya sambil tersenyum kecil. Gina kembali ke kursi kerjanya, dia mengerjakan seluruh berkas-berkas yang sudah jadi tanggung jawabnya. Usai mengerjakan seluruh tugasnya, Gina akhirnya memilih langsung ke kafe saja saat sudah waktunya jam pulang kantor. Dia tak mau membuat suaminya menunggu. "Dimana Nick?" tanya Gina sambil melirik jam tangannya. Sudah sepuluh menit lebih dia menunggu Nick tetapi suaminya itu tak kunjung datang. "Mungkin sedang mengambil mobil di parkiran," gumam Gina berpikir positif. Gina menyeruput teh hangatnya. "Sudah hampir satu jam aku menunggunya. Beberapa pelanggan sebelum aku juga sudah pergi," gumam Gina sambil melirik-melirik di dalam kafe itu. Ponsel Gina berdering, dengan segera Gina mengangkatnya sambil tersenyum lebar. Senyuman wanita itu perlahan memudar. Dia pikir Nick yang meneleponnya tetapi ternyata itu mamanya. "Halo, Ma," sapa Gina usai mengangkat panggilan telepon Briana—mamanya. "Kamu sedang bersama Nick?" tanya Briana. ". . ." Gina terdiam. "Gina?" panggil Briana. "I—iya, Ma. Kami sedang makan di salah satu kafe dekat kantor Nick. Tak lama lagi kita ke rumah Nenek. Tadi Nenek menelpon Gina dan meminta Gina datang ke rumahnya dengan Nick," jelas Gina berbohong. Mana mungkin dia bilang kalau dia sedang menunggu Nick yang tak kunjung datang. ". . ." Briana terdiam. "Mama kenapa diam?" tanya Gina. "Kamu tidak bohong, kan?" tanya Briana meyakinkan. "Iya, Ma," jawab Gina lembut. "Mama pikir mama melihat Nick tadi dengan seorang perempuan. Mungkin Mama salah lihat?" tanya Briana. "Perempuan?" ulang Gina. "Iya. Itu bukan kamu. Rambut perempuan itu lurus panjang dan agak sedikit maroon tapi tak terlalu kentara," jelas Briana. ". . ." Gina terdiam. "Liora?" batin Gina saat ciri-ciri yang disebutkan oleh mamanya itu persis seperti mantan kekasih suaminya. "Mama salah lihat. Nick ada di sini," bohong Gina. "Sepertinya. Baiklah kalau begitu, Sayang. Mama tutup teleponnya," ucap Briana. "Memangnya Mama dimana?" tanya Gina. "Di mall dengan teman arisan Mama," jawab Briana. "Ya sudah. Mama tutup teleponnya ya," lanjut Briana. "Iya, Ma," jawab Gina. Briana menutup panggilan telepon mereka, sedangkan Gina buru-buru menelepon Nick. Nick tak mengangkat panggilan teleponnya membuat Gina menatap sendu layar ponselnya. "Itu bukan kamu dengan Liora kan, Nick," sendu Gina.Tak mau berada lebih lama di apartemen untuk melihat kedekatan Liora dan Nick, Gina memilih untuk berjalan-jalan di sekitaran area apartemen nya. Malam itu terasa sangat dingin hingga menusuk ke kulit-kulit tubuh.Perempuan dengan kulit putih bersih itu berjalan di tengah malam yang dingin sambil memeluk tubuhnya untuk melindungi tubuh mungilnya dari dingin malam yang menyengat.Katakanlah Gina saat ini seperti orang tak terurus sama sekali, seperti bukan anak orang kaya saja dan malah sebaliknya. Rambutnya acak-acakan, matanya sembab dengan garis hitam di bawah sana, ujung hidungnya memerah sambil sesekali dia menghisap ingusnya yang ingin keluar."Gina?" sapa seseorang agak kaget.Gina berbalik lemas, tetapi saat ingin membalas panggilan orang itu, pandangan Gina tiba-tiba memudar. Kepalanya pusing dan dalam seketika perempuan itu terjatuh tak sadarkan diri.Iya. Gina Pingsan.***"Uhm..."Gina bergerak lemah sambil sesekali meringis pelan. Matanya terbuka perlahan. Sakit kepala men
Gina menghentikan langkah kakinya saat seorang perempuan yang sangat dia kenali masuk ke apartemennya, maksudnya apartemennya dengan Nick."Apa yang kau lakukan di sini, Liora?!" tanya Gina nyalang.Liora menatap Gina dengan sinis. Dia memandang istri kekasihnya itu dengan tatapan meremehkan dan angkuh yang mungkin sudah jadi ciri khas nya jika dia bertemu dengan Gina."Keluar dari apartemenku!" teriak Gina marah."Apartemenmu? Bukannya inj dibelikan oleh Ayahku?" tanya Nick yang baru masuk.Gina mengepalkan kedua tangannya di bawah sana. Sudah dia pastikan kalau Liora datang ke sini bersama Nick."Kenapa kau membawa dia ke sini, Nick? Aku tak suka. Suruh dia pulang," perintah Gina.Nick mengangkat alis kanannya cukup tinggi. Gina paham akan hal tersebut. Wanita itu langsung menghela napas panjang."Ini apartemen kita, Nick. Untuk apa membawa orang asing ke sini?" tanya Gina putus asa."Hei! Kau berkata kalau aku orang asing? Apa kamu lupa kalau aku kekasih suamimu, Nyonya Gina Sarvan
Tamparan keras melayang pada pipi kanan Gina. Ini adalah kali kedua dia mendapatkan perlakuan KDRT itu dari sang suami.Gina hanya bisa menunduk sambil menangis pelan. Dia merasakan sensasi perih pada pipinya. Hatinya juga bergemuruh sakit karena Nick.Menjadi seorang istri yang disayangi dan dijaga oleh suami adalah impian semua orang, tetapi mengapa Gina tak mendapatkan hal itu."Kau lupa bahwa kau sudah bersuami, Gina Sarvana?!" tanya Nick marah. Pria itu menggertakkan giginya dengan kuat."Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba menamparku?" tanya Gina bingung.Nick menatap istrinya dengan tajam."Jangan berpura-pura bodoh, Gina. Kau harus tahu statusmu. Kau istri dari seorang Nick Arselio. Kau harus jaga sikap, Gina!" jelas Nick yang masih menderu karena amarah.Gina menatap Nick dengan iba sekaligus bingung. Dia bingung karena tiba-tiba Nick langsung menamparnya saat mereka baru sampai di apartemen mereka. Dia merasa iba karena kalimat Nick yang seakan-akan mengartikan bahwa pria itu
Usai menangisi kedekatan Nick dengan Liora, Gina memilih ke toilet untuk membersihkan wajahnya agar dia tampak fresh dan tak seperti orang yang baru saja menangis hebat.Gina menatap pantulan dirinya pada cermin yang ada di hadapannya. Dia tersenyum miris."Miris sekali hidupmu, Gina. Kamu bermimpi akan menikah bak putri kerajaan lalu hidup bahagia dengan pasanganmu hingga mati, tetapi kau malah menikah dengan seorang pria yang bahkan sama sekali tak perduli bahwa kau hidup atau tidak," ucapnya pada diri sendiri.Gina menghela napas berat. Dia berusaha untuk tetap tersenyum."Ini yang semalam sengaja menyiram Liora ya? Jahat sekali. Dia sudah mengambil jabatan Liora, lalu dia memperlakukan Liora dengan tidak baik.""Padahal setahu aku, Liora punya banyak potensi untuk tetap menjadi sekretaris Pak Nick.""Sehebat apa perempuan itu sampai bisa menggeser Liora?"Gina mengerutkan keningnya. Dia mendengar semua bisik-bisik para karyawan itu.Dia berbalik dan menatap para pekerja kantor sua
"Kamu belum menjawab pertanyaanku sama sekali Nick!" Gina terus menerus mencecar Nick dengan pertanyaan yang sama usai mereka masuk ke ruang kerja mereka. Mana mungkin Gina berani bersikap begini jika diluar ruang kerja mereka, bisa-bisa satu kantor tahu tentang hubungannya dengan Nick.Sebenarnya, mulai dari saat di mobil tadi Gina mencecar Nick, lalu kembali melanjutkan aksinya saat mereka di dalam ruang kerja mereka."Nick—""Diam, Gina!" potong Nick marah. Dia sudah muak dengan pertanyaan Gina.Gina menggelengkan kepalanya."Aku tidak akan berhenti sebelum kamu menjawab pertanyaanku, Nick," tolak Gina.Perempuan itu mendekati suaminya yang tengah menandatangani sebuah dokumen."Aku menunggumu di kafe Brexa semalam. Bukan waktu yang tak lama, Nick. Aku menunggu hampir dua jam sampai-sampai salah seorang pelayan kafe itu memintaku untuk segera membayar bill," jelas Gina.". . ." Nick tak berkomentar membuat Gina menatap suaminya itu dengan tatapan tak percaya."Apa kamu sama sekali
"Aku tidak melakukan apa-apa, Nick. Dia berbohong. Dia sendiri yang menumpahkan kopi itu di atas bajunya!" Gina berseru untuk membela dirinya.Nick memandang tajam istrinya itu."Orang bodoh mana yang ingin mengotori dirinya sendiri, Gina?" tanya Nick dingin."Mana mungkin Liora melakukan hal gila itu? Kemeja yang dia gunakan adalah kemeja dari brand bermerek terkenal yang paling dia suka," lanjut Nick.Gina menatap Nick serius."Ka—kamu yang membelikannya?" tanya Gina ragu."Iya, aku. Begitu royalnya aku ke dia selama ini, kan? Sialnya semua sia-sia karena harus menikah dengan kamu, Gina," jawab Nick meremehkan.Gina memegang dadanya. Jantungnya sesak dan perih saat mendengarkan ucapan Nick."Aku juga tidak menginginkan pernikahan ini, Nick. Apalagi saat aku tahu kalau ternyata kau punya kekasih. Aku—""Alasan munafik!" potong Nick.Gina menatap Nick sendu.Gina menundukkan kepalanya."Sakit sekali," batin Gina sambil menahan tangis.Perlakuan suaminya benar-benar membuat dirinya ing







