Beranda / Romansa / Cintai Aku, Pak Dosen! / Ch 73 : Batas yang Mulai Menghilang

Share

Ch 73 : Batas yang Mulai Menghilang

Penulis: Ivy Morfeus
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-02 14:38:14
Suara intercom berbunyi lembut. Danadyaksa yang kebetulan berada tak jauh darinya, segera memeriksa. Sedangkan Aerin masih di kamar Danadyaksa, merapikan barang-barang ayahnya itu ke dalam koper.

“Aerin, Ronn sudah datang.”

Gadis itu keluar dengan langkah ringan, tetapi Ronn—dengan kemeja biru gelapnya, lengan bajunya yang terlipat hingga ke siku, wajahnya yang segar dan matanya yang akhir-akhir ini Aerin merasa teduh—bisa melihat jelas bagaimana pipi Aerin memerah ketika mata mereka bertemu. Ia mengangguk kecil.

“Aku akan mengantar kalian ke bandara,” ujar Ronn formal, meski matanya terus mengikuti gerak Aerin yang menuju meja untuk mengambil paspor dan memasukkan tas kecil Danadyaksa.

Beberapa kali, ketika mereka berjalan menuju kamar untuk memeriksa barang, jarinya sengaja menyentuh pada punggung tangan Aerin—sekilas, seolah tidak sengaja, namun cukup membuat Aerin membeku sesaat.

“Boleh aku cek bagian pakaian?” tanya Ronn sambil membuka koper sebelah kiri.

Aerin menundu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Cintai Aku, Pak Dosen!   Ch 91 : Setelah Malam Itu

    “Oh, shit.”Aerin terbangun dengan sensasi pahit di ujung lidahnya. Bukan rasa ciuman. Bukan juga panas tubuh Ronn.Alkohol.Aroma itu masih tertinggal di hidungnya—menusuk, getir, membuat perutnya sedikit bergejolak. Ia memejamkan mata, berharap kesadaran akan kembali runtuh, tapi tubuhnya justru mengingat terlalu banyak.Kilasan semalam datang tanpa izin.Napas Ronn yang berat di lehernya. Nada suaranya yang serak, mabuk, nyaris tak terkendali. Cara lidahnya menyentuh lambat, menuntut—seolah tak peduli pada logika, hanya insting.Aerin membalikkan badan dengan cepat. Ada denyut halus yang membuatnya kesal pada dirinya sendiri.“Aku benci bau alkohol,” gumamnya pelan. Tapi tubuhnya tidak sepenuhnya setuju.Bayangan semalam masih teringat jelas…***‘I said quite.’Saat itu, Ronn mengulum paksa bibirnya, bahkan menggigitnya hingga berdarah.Aerin berusaha berontak, mendorong dada Ronn. Tapi perbandingan tubuh besar Ronn dengannya jelas membuat pria itu bergeming.“Kau tidak bisa begit

  • Cintai Aku, Pak Dosen!   Ch 90 : Tanpa Suara

    “Ah, syukurlah dia datang bersama Anda. Kalau tidak, saya tidak tahu bagaimana mengantarnya pulang,” ucap Samuel begitu memastikan Ronn sudah duduk dengan nyaman di kursi belakang mobil.“Ah, maaf karena saya belum mendapatkan lisensi mengemudi,” jawab Aerin sambil sedikit menunduk.Samuel melambaikan tangannya untuk memberikan tanda jika itu tidak masalah.“Saya mengerti. Anda baru pindah beberapa bulan dari Indonesia, jadi—” Samuel berdehem saat melihat reaksi terkejut Aerin. “Dr. Nathaniel banyak menceritakan tentang Anda.”Ekspresi terkejut Aerin bertambah ketara.“Kenapa?” Aerin tak bisa menahan rasa penasarannya, kenapa pengacara perceraian Ronn tahu tentang dirinya.“Ah, kami saling mengenal sudah lama. Walaupun tidak begitu dekat. Complicated.” Samuel tersenyum canggung.Aerin mengangguk mengerti, mungkin karena sudah lama saling mengenal, Ronn menjadi lebih nyaman berbicara tentang hal di luar pekerjaan dengan pria ini. Apalagi saat Aerin memperhatikan, sepertinya mereka berd

  • Cintai Aku, Pak Dosen!   Ch 89 : Good Girl

    The Old Pages meredup, menyisakan cahaya hangat yang memantul di dinding kayu tua. Suara percakapan perlahan mereda ketika Aerin melangkah ke tengah panggung kecil, mikrofon sudah berada di tangannya.Ia menarik napas.Nada pertama mengalun pelan—rendah, nyaris berbisik.Di sudut ruangan, Ronn duduk diam dengan segelas minuman yang tak disentuhnya sejak tadi. Pandangannya terkunci pada Aerin sejak ia naik ke panggung. Cara gadis itu berdiri. Cara bahunya terangkat setiap kali ia menarik napas sebelum masuk ke bait berikutnya.Dan bibir itu.Ronn menelan ludah.Bibir Aerin bergerak mengikuti lirik, lembut dan penuh kontrol. Terlalu mudah baginya untuk mengingat bagaimana bibir itu pernah menempel di bibirnya. Bagaimana Aerin berhenti di tengah ciuman, terengah, seolah takut pada apa yang akan terjadi jika ia melanjutkan.Nada suara Aerin naik, memenuhi ruangan. Ada sesuatu yang rapuh di sana. Sesuatu yang jarang ia perlihatkan di kelas. Di rumah Ronn. Atau di rumah Nenek.Ronn mengepal

  • Cintai Aku, Pak Dosen!   Ch 88 : Jarak yang Terasa

    “Kau kelihatan capek.”Aerin mengangkat wajahnya dari buku catatan. “Hah? Oh. Tidak. Aku baik-baik saja.”Liz menyandarkan punggung ke bangku taman, tepat di depan gedung fakultas. “Kau selalu bilang begitu akhir-akhir ini.”“Apa maksudmu?” Aerin menutup bukunya perlahan.“Tidak tahu,” sahut gadis itu santai. “Kau lebih pendiam. Tapi nilaimu justru naik. Aneh.”Aerin tersenyum kecil. Musim telah berganti. Sejak kepergian Ronn malam itu dari rumah Nenek, Aerin jarang bertemu dengannya. Aerin juga enggan bertanya. Ia takut terlalu masuk ke ranah pribadi pria itu.Aerin lebih memilih kembali ke ritme kampusnya. Pagi-pagi yang dimulai dengan teh Chamomile hangat, siang yang dihabiskan di kampus, dan sore yang sering berakhir di The Old Pages—Aerin kembali bekerja paruh waktu di sana. Ia hadir di kelas. Ia mencatat. Ia menjawab pertanyaan dosen dengan cukup percaya diri. Nilainya stabil, bahkan cenderung membaik.Semua orang akan mengatakan ia baik-baik saja. Dan mungkin, di permukaan, itu

  • Cintai Aku, Pak Dosen!   Ch 87 : Malam Kembang Api

    Rumah itu ternyata benar jauh lebih luas dari yang Aerin bayangkan.Langit-langit tinggi, lorong-lorong panjang dengan karpet tebal, dan dinding yang dipenuhi lukisan keluarga—wajah-wajah asing yang menatapnya dari masa lalu. Aerin berjalan di antara Evelyn dan Elinor, langkahnya sedikit tertinggal, matanya sibuk menyerap setiap detail. Rumah ini bukan sekadar besar; ia penuh sejarah. “Bagian ini jarang dipakai,” ujar Evelyn sambil menunjuk koridor yang lebih redup. “Nenek bilang, rumah terlalu besar untuk diisi kenangan yang tidak perlu.”Aerin tersenyum kecil, meski tak benar-benar mengerti maksudnya.Mereka berbelok di sudut lorong, meninggalkan ruang-ruang utama. Suara dari lantai bawah semakin samar, digantikan oleh keheningan yang terasa intim. Di sinilah, Evelyn tiba-tiba mempercepat langkahnya.“Aku mau ambil sesuatu di gudang kecil,” katanya cepat. “Kalian duluan ke ujung lorong.”Aerin sempat membuka mulut untuk bertanya, tapi Evelyn sudah menghilang di balik pintu.Kini ha

  • Cintai Aku, Pak Dosen!   Ch 86 : Hukuman Daddy

    Lorong lantai atas itu terlalu sunyi. Aerin berdiri di depan wastafel, menatap pintu kamar mandi yang tertutup, jantungnya berdetak tidak beraturan. Rumah mewah itu menyimpan suara dengan cara aneh—setiap langkah terdengar lebih berat, dan lebih dekat. Langkah itu berhenti tepat di depan pintu. ‘Itu tidak mungkin Sebastian kan?’ Pikirannya kembali ke ekspresi wajah pria berusia akhir tiga puluhan saat di meja makan. Tatapannya yang menusuk ke arahnya, sekarang menganggap Aerin adalah musuhnya. ‘Tidak mungkin,’ Aerin menggelengkan kepalanya, mengusir bayangan itu dari kepalanya. ‘itu mungkin Evelyn atau Elinor.’ Tapi ucapan Marie kembali terngiang. “Di lantai atas lebih leluasa…” “Leluasa? Apa karena di lantai ini sepi? Aku juga tidak bertemu dengan siapapun saat naik ke sini tadi,” gumam Aerin. Ia segera mencuci tangannya di wastafel. “Aku sebaiknya segera kembali turun. Lebih baik bersama banyak orang daripada sendirian seperti ini.” Ia segera membuka pintu toilet. Tapi tiba-t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status