“Aku harus pergi!”Tanpa berpikir panjang, Joanna segera mengambil tas dan berlari keluar dari dalam kamar. Dia tidak mengatakan apapun selain isak tangisan yang tidak terbendung. Dadanya bergemuruh. Ketakutan itu menjadi satu di dalam tubuhnya.“Joanna!”“Hai, mau ke mana sayang?” teriak Roy yang baru saja keluar dari ruangan prof. John. Joanna tidak mengubris, dia berlari kencang keluar dari gerbang yang jaraknya lumayan jauh.Joanna akan segera ke rumah sakit. Roy berdiri tepat di depan wanita itu sambil mengulurkan tangannya. Menghadang Joanna yang hendak masuk ke dalam mobil. Deru napasnya memburuh.“Kamu mau ke mana?”“Aku sudah katakan, kamu mau ke mana?” teriak Roy. Joanna tidak memandangi lelaki itu. Air matanya semakin deras mengalir.“Hai Nona, apa jadi memesan taksiku?” teriak sang supir taksi.“Kau membuang waktuku saja!” protesnya. Roy segera mengambil dompet di sakunya dan memberikan beberapa dollar kepada lelaki tua itu.“Pergilah, istriku tidak ingin naik ke atas taks
William duduk di depan rumah sambil menunduk ke bawah. Pikirannya sedang berantakan. Hanya Margaret yang setia menemaninya sampai saat ini. Sekarang, suasananya sangat sepi. Tidak ada tawa bahkan tidak ada tanggisan yang kerap didengarnya dari sebuah kamar. Kamar Aurora yang penuh rintihan dan luka hati.“Tuan …,”“Makananya sudah dingin.”William menoleh. Margaret terlihat cemas memandanginya. Sudah seharian ini dia tidak menyentuh makanan sedikit pun. Dia ingin sendiri, menangis lalu meratapi nasibnya yang kelam.“Tuan, Edward sudah tidak ada, apa Tuan ingin mencari pengawal baru?” Perempuan paruh baya itu takut membuat sang majikan menangis lagi.“Nyonya Adelia akan datang, dia sudah menghubungi saya,” sahutnya. Tidak ada suara, William hanya bisa menganggukan kepala sebagai tanda.“Saya permisi dulu, Tuan.”Margaret bergegas kembali ke dapur. William masih saja sama. Duduk di depan rumah dan memandangi bunga-bunga yang indah di musim semi. Dulu, Aurora menyukai bunga-bunga yang di
‘Tidak ada yang peduli bahkan sampai saat ini, apakah cinta hanya permainan saja?’William berjalan dengan sangat pelan masuk ke dalam rumah prof. John. Dia memandangi lelaki itu dari kejauhan. Adelia, perempuan paruh baya itu menemaninya. Sesuai permintaan Aurora, dia ingin bertemu dengan Adelia. Perempuan cantik yang menjadi selingkuhan ayahnya.“Kau ke sini?”Prof. John berdiri di samping Aurora. Dia spontan mengengam tangan Aurora dengan erat saat William tepat berdiri di depannya. Adelia spontan memeluk Aurora. Mengelus perutnya dan mencium keningnya. Satu butir air mata menetes di pipinya saat ini. Namun, Aurora tidak peduli. Perempuan itu adalah perempuan jahat. Bagaimana pun, Aurora sangat membencinya!“Jangan lakukan ini, aku membencimu!” ucapnya. Adelia sontak memundurkan tubuhnya. Sorot mata Aurora sama sekali tidak bersahabat menatapnya.“Kita bisa bicara di dalam. Sesuai keinginan Aurora, dia ingin kau menjauh darimu!” Prof. John menatap William yang hanya bisa menunduk k
Aurora menghela napas berat. Ia memandangi Joanna yang sedang menatapnya. Perempuan itu terlihat sangat sedih. Perlahan, bola matanya terlihat basah.“Ada apa?”“Mengapa wajahmu terlihat sangat kacau?” Aurora melepaskan pelukan saat perempuan itu ingin memeluknya. Joanna menyeka air mata yang ingin terjatuh di pipi. Sekuat tenaga dia tidak ingin menangis di hadapan Aurora.“Aku tidak ingin menangis.”“Tapi aku tidak kuat, sama sepertimu,” ucapnya lirih. Aurora semakin ragu dengan jawaban gadis cantik itu. Aurora mengenal Joanna dengan baik. Dia perempuan kuat, tidak seperti dirinya. Bahkan saat Joanna mengatakan tidak kuat, Aurora tidak percaya.“Edward, lelaki itu meninggalkanku. Aku mencintainya. Semua terlambat, aku …,” satu butir air mata menetes lagi. Tubuh Joanna bergetar di depan Aurora. Dia terisak meratapi kesedihannya.Aurora menghela napas panjang. Dia mengengam tangan sahabatnya itu.“Jadi karena itu.”“Jika seperti itu maka kamu dan Edward bukanlah jodoh. Cinta memang san
“Aku ayahnya!”“Mengapa kau tidak mempersilahkanku masuk?”Wajah William memerah menahan amarahnya. Dia tidak suka dengan sikap para pengawal yang menahan dirinya untuk masuk ke gerbang rumah sakit.“Aku bisa memecah kepala kalian!” ancamnya. Sorot mata William sangat tajam. Ada sepuluh lebih pengawal yang berjaga di depan dan saling pandang.“Maaf Tuan William, prof. John memerintahkan kami untuk tidak mengizinkan anda masuk,” jawab salah satu pengawal. William berdecak kesal. Dia menyipitkan mata sambil mengambil ponsel. Dia ingin menghubungi lelaki keparat yang sudah membawah istrinya pergi dan sekarang, dia malah melarangnya untuk masuk. Benar-benar kesal!“Sial!”“Maaf Tuan William, ini perintah dari prof. John. Kami hanya menjalankan tugas. Kami tidak bisa berbuat apapun saat ini,” sambungnya lagi. William menghela napas kasar. Dia menatap kelima pengawal itu dengan penuh amarah.“Rumah sakit ini adalah milik keluarga Zubaric. Jadi, Tuan tidak bisa melakukan apapun.”Dengan penu
William mencium pipi bayi Peter. Memeluknya dengan erat dan tidak ingin melepaskannya. Bayi mungil itu tersenyum menatapnya.“William, berikan kepada ibunya!” sahut Adelia saat Aurora sudah menyuruh Joanna untuk mengambil bayinya dari gendongan William.“Dua menit lagi, aku masih merindukanya, Aurora!”“Apa kau tega memisahkan aku dengan dirinya?” gerutu William kesal.Aurora menghela napas panjang. Dia sangat tidak suka dengan ucapan perempuan paruh baya itu.“Lepaskan anakku dan pergilah!”“Aku tidak menyukaimu!” ucap Aurora tegas. Joanna spontan mengambil bayi Peter dan meletakkan kembali ke dalam boxnya. William menghela napas panjang.“Kau jahat Aurora, mengapa melakukan ini kepadaku?” William menunduk ke bawah. Aurora membuang pandangan. Dia tidak ingin menatap wajah lelaki itu. Dirinya masih sangat kesal dengan semua ini.“Pergilah!”“Aku tidak membutuhkanmu!” Adelia menarik tangan putranya keluar dari ruangan itu. Dia tidak ingin Aurora mempermalukan William seperti demikian.
“Mengapa kau ingin menemuiku?”“Aku sudah katakan, seumur hidupku! Aku tidak ingin berhadapan denganmu. Apa kau paham itu?”Rebeca menatap tajam ke arah perempuan yang sedang menatapnya. Tidak ada kasih untuknya. Rebeca benar-benar kesal. Mengapa perempuan itu masih berada berhadapan dengannya? Seharusnya dia malu. Apa perempuan itu tidak punya malu? Pikirnya.Adelia menunduk ke bawah. Dia tidak berani memandang Rebeca.“Maafkan aku,” sahutnya lirih.“Kau bahkan tidak bisa mengembalikan suamiku dengan meminta maaf saja! Kau pikir aku bahagia?”“Aku terluka, aku benar-benar terluka karenamu!” teriak Rebeca kesal. Dia sengaja meminta Roy mengantarnya di apartemen perempuan itu. Khusus untuk menuruti keinginannya. Tentu saja dia ingin mengeluarkan sesak di dadanya dan memaki Adelia. Sudah lama dia ingin memaki perempuan murahan yang tidak tahu malu merebut suaminya.“Maafkan aku, kau bisa marah kepadaku!”“Tapi ingat, aku tidak sengaja melakukan ini!” sahut Adelia. Dia menongakan wajah m
“Kita belum bisa berangkat ke Inggris, Peter tidak dizinkan naik pesawat. Tunggu sampai empat bulan,” ucap prof. John sedih. Dia menatap Aurora yang sedang memberikan ASI kepada Peter.“Apa nggak masalah?” tanya Prof. John sedikit ragu. Roy menggelengkan kepala secepat mungkin. Tentu saja dia tidak masalah. Joanna akan wisuda empat bulan lagi dan dia bisa membawah gadis cantik itu bersamanya. Roy ingin memperkenalkan Joanna kepada ibu dan ayahnya di Inggris.“Aku nggak masalah,” sahut Roy semangat sambil mencolek pipi Joanna. Perempuan itu mengerutu kesal.“Tidak masalah prof. John. Lagian juga kita belum bisa membawah Peter jauh,” seru Aurora. Dia mengelus kepala putranya dengan lembut. Prof. John tersenyum.“Oke, untuk empat bulan ini. Aku akan mengusut kasus Dominic juga. Dia harus mendapatkan hukuman karena menyekapmu dulu. Dia juga yang membunuh Antoni dan pamanmu.”Roy secara cermat mendengarkan penjelasan prof. John.“Untuk kamu Roy, besok temani saya ke kantor!”“Jangan pacara
“Apa kamu serius akan meninggalkan semua ini?”“Aku yakin, prof. John akan menunggumu. Dia lelaki setia. Dia tidak mudah menyerah!”“Jadi, kamu harus menikmati hidupmu selama lima tahun di Prancis ini dan kembalilah bersamanya nanti. Apa kamu tegas melihatnya bersedih seperti itu?” gumam bibi Madame. Aurora tersenyum.“Ya, aku akan menjadi Aurora yang baru dan layak untuk dicintainya. Jika aku tetap di Nevada maka aku tidak akan bisa membahagiakannya. Aku dan melukaianya dan aku akan terbayang dengan masa lalu yang menyakitkan! Aku tidak ingin itu terjadi,” sahut Aurora sambil memandangi Madame. Perempuan paruh baya itu setuju.“Ya, aku setuju dengan keputusanmu, kamu berhak memiliki waktu sendiri. Buatlah dirimu bahagia dan perhatikan Peter dengan baik,” serunya. Aurora menghela napas lega.Selama di Prancis, dia akan membuat banyak hal. Aurora akan terjun di dunia bisnis pakaian dan juga akan melanjutkan hobinya untuk menulis novel. Bibi Madame menemainya selama setahun. Rupanya per
“Dia pantas mendapatkan itu!”“Dia sangat pantas mendapatkan itu!” sahut Cicilia lirih. Para pengawal menahannya. Para pengawal berusaha mengurungnya di ruangan khusus. Alex hanya bisa menenangkan Cicilia. Memberikan peringatakan dengan apa yang baru saja dilakukannya.“Kamu akan mendapatkan hukuman dengan apa yang kamu lakukan hari ini!”“Aku tidak peduli!” teriak Cicilia segera.“Kamu pikir aku peduli itu, Alex? Aku sama sekali tidak peduli. Aku menyesal, bukan Aurora yang terkenal pistolku melainkan William!”“Sial!” gerutunya. Alex menghela napas panjang. Cicilia benar-benar keras kepala. Seharusnya perempuan itu menyesal. Apa dia sudah gila? Pikir Alex.“Kamu gila, Cicilia!”“Kamu benar-benar gila!” gerutunya kemudian. Cicilia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia tertawa terbahak-bahak dan membuat Alex ketakutan setengah mati.“Aku memang gila, aku gila karena John!”“Aku gila kerena John!” sahutnya lagi. Para pengawal akhirnya membawah Cicilia ke kantor
“Cicilia?” sahut prof. John tidak menyangka. Perempuan itu ada di depannya secara tiba-tiba. Kapan Cicilia datang? Bagaimana bisa dia tahu di mana dirinya berada.“Kau membohongiku, prof. John!” gumamnya. Satu butir air mata menetes di pipinya. Cicilia mengarahkan pistol itu ke arah Aurora. Prof. John segera menarik tangan Aurora mendekat ke arahnya.“Apa yang kau lakukan?”“Apa yang kau lakukan, Cicilia? Hentikan dan simpan pistolmu!” perintahnya. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan.“Kau membohongiku John, apa seperti ini caramu?” Cicilia semakin mendekat. Dia menatap Aurora dengan pandangan tajam.“Aku sudah katakan, jika aku tidak bisa memilikimu, maka Aurora tidak bisa memiliki siapapun itu!” gumamnya lagi. William secepat mungkin berdiri di samping Aurora. Kedua lelaki itu berdiri dan menghadang Cicilia.“Kau berjanji akan menikahiku, John!”“Apa seperti ini yang kau janjikan kepadaku? Kau membohongiku, kau m
Roy menatap Joanna yang tampak manis malam ini. Besok, perempuan itu akan resmi menjadi miliknya. Roy sudah menunggu hal itu jauh-jauh hari. Dia sangat ingin Joanna menjadi miliknya.“Apa kamu menyukainya?” bisik Roy lembut. Makan malam istimewa ini sebagai kado spesial. Dia mencintai Joanna setulus hatinya dan memberikan apapun yang diinginkan perempuan itu.“Apa kamu menyukainya?” tanyanya lagi. Joanna menganggukan kepala. Dia sedikit malu dengan sentuhan Roy yang sangat memabukan.“Aku sedih,” bisik Joanna. Mereka berdua duduk di taman yang indah. Saling bertatapan dan saling menebar kasih.“Apa yang kamu pusingkan sayang?”“Apa ada yang menganggumu?” Joanna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.“Aurora, aku kasihan kepadanya. Besok adalah hari bahagia untukku, tapi untuk Aurora, aku rasa dia akan sedih dengan rumah tangganya.”Roy tersenyum. Hal yang sangat disukai dari Joanna adalah ketulusan hatinya. Joanna cantik dan memiliki hati yang tulus. Selain itu, di
Cicilia duduk sambil menunduk ke bawah. Air matanya terus mengalir. Dadanya terasa sesak. Dia sesekali memandangi prof. John yang sedang berdiri di depannya. Alex keluar dan membiarkan prof. John berbicara dengan serius kepada Cicilia. Perempuan itu akan mendengarkannya dengan baik.“Jadi, kamu berencana untuk mengakhiri hidupmu? Apa kamu tidak pernah pikirkan hal ini lebih jauh?” gumamnya. Prof. John memandangi Cicilia yang terus terisak menangis.Prof. John menyentuh tangan perempuan itu. Memberikan ketenangan kepadanya.“Aku yakin, kamu bisa melewati semua ini, Cicilia. Aku yakin kamu bisa menghapus segala sakit hatimu itu.” Prof. John mencondongkan wajahnya. Dia meraba pipi perempuan itu dan menyeka air matanya.“Kamu sudah berjanji akan menikahiku!” Cicilia menatap prof. John dengan bola mata berkabut.“Aku tidak bisa menguasai diriku sendiri, aku tidak bisa,” bisiknya lagi. Cicilia segera berdiri dan spontan memeluk prof. John. Dia tidak ingin melepaskan lelaki itu. Dia sudah gi
“Aurora, aku serius mengatakan hal ini, tidak mungkin prof. John melakukan hal yang membuatmu terluka. Dia tidak akan melakukan itu, aku serius!” jelas Joanna penuh keyakinan. Dia menunjukan seluruh bukti dan rekaman Alex. Lelaki itu menjelaskan bahwa dirinya dan Cicilia memiliki hubungan tersembunyi.Jika Cicilia sedang frustasi, perempuan itu akan menghampirinya. Mengadu dan bahkan mereka selalu bermesraan. Cicilia memanfaatkannya sebagai tempat untuk meluapkan seluruh emosi. Alex paham, namun rasa sayangnya kepada Cicilia benar-benar sangat besar. Dia tidak ingin perempuan itu sendiri dalam keterpurukan. Maka dari itu, Alex berusaha bersamanya dan mengejarnya hingga ke Nevada.Aurora memandangi seluruh bukti yang ditunjukan Joanna dan Roy secara serius.“Prof. John lelaki baik, dia tidak akan melakukan hal seperti itu. Makanya, aku jelaskan kepadamu seperti ini agar kamu paham!” sambung Joanna.Aurora menghela napas panjang.“Aku harus pulang, Roy dan aku harus mengurus beberapa ke
“Kau bisa marah kepadaku saat ini, kamu bisa berteriak dan memukulku. Tapi, biarkan William dan Aurora bersama lagi. Peter membutuhkan keluarga yang utuh. Bayi itu membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya,” sahut Adelia. Air matanya terjatuh di pipi. Rebeca menghela napas panjang. Dia memandangi William yang sedang menatapnya.“Maafkan aku,” gumamnya lirih.“Maafkan aku!” pintanya lagi. Adelia menunduk ke bawah dan terus meminta maaf kepada wanita yang pernah disakitinya itu. Tidak mudah bagi Rebeca untuk menerimanya kembali. Tidak mudah bagi Rebeca untuk melupakan penghianatan suaminya karena Adelia.“Aku tidak bisa!”“Aku tidak ingin anakku menderita, Adelia!”“Aku tidak bisa Aurora menderita, cukup aku saja yang mengalami ini. Tidak untuk putriku!” gerutunya. Adelia menghela napas berat. Dia mengengam tangan Rebeca semakin erat.“Kamu bisa marah kepadaku sekarang, Rebeca!”“Kamu bisa memakiku saat ini, tapi jangan lakukan kepada William. Jangan pisahkan putraku dengan perempuan y
“Definisi cinta selalu berbeda bagi orang yang merasakannya,” gumam Roy. Dia menunggu Cicilia selesai menangis. Dia harus mencoba menyadarkan perempuan itu terhadap apa yang sedang dirasakannya. Bukan cinta yang ada di hatinya. Bukan cinta yang ada di hati Cicilia saat ini.Cicilia secepat kilat menyeka air matanya. Dia menunduk ke bawah. Malu karena Roy sedang menatapnya saat ini.“Aku minta maaf karena membuatmu menangis.”“Aku kasihan denganmu Cicilia, kamu harus tahu ini, kamu harus paham bagaimana John dan keras kepalanya. Kamu akan terluka jika terus bersamanya. Cinta tidak akan membuatmu bahagia bersamanya. Dia tidak akan mencintaimu, kamu hanya melukai dirimu!”“Aku mengandung anaknya!” tegas Cicilia kemudian. Roy menghela napas panjang.“Apa benar kamu mengandung anaknya?” tanyanya lagi. Cicilia menganggukan kepala.“Ya, aku mengandung anaknya, aku tidak berbohong! Aku mengandung anaknya!” rancau Cicilia. Seluruh yang ada di restoran itu menoleh ke arah mereka. Roy mencoba me
“Semua lelaki sama saja, kamu memberikan luka itu kepadaku, kamu tidak peduli, kamu dan William sama saja!” rancau Aurora. Dia terus menangis di dalam pelukan prof. John.“Kamu egois!” hardiknya.Butiran bening itu terus mengalir di pipinya. Tubuh Aurora bergetar. Dia tidak kuasa menahan luka hatinya. Dia tidak kuasa menerima semua ini. Sungguh, dia tidak tahan lagi. Aurora ingin berteriak. Aurora ingin pergi saja dari tempat itu. Tidak ada orang yang bisa dipercayainya. Tidak ada orang yang begitu tulus melindunginya. Semuanya sama saja! Melukai hatinya dan membuatnya tidak bisa berkata apapun.“Maafkan saya Aurora.”“Apa yang kamu katakan benar adanya, saya egois, saya lelaki egois!” ucap prof. John. Dia terus memeluk Aurora dan tidak ingin melepaskannya.“Saya tidak ingin kamu kembali bersama William. Saya menahanmu di sini agar kamu tetap memilih saya. Semua hal ini diluar kehendak saya, semuanya tidak bisa saya atasi!” ucap prof. John. Suaranya merendah. Seakan sedang menahan ses