Aurora terbangun dan menatap tubuhnya di atas ranjang super king.
"Apa aku mimpi?"
Pertemuanya dengan lelaki berjas hitam itu seperti mimpi buruk yang dengan cepat harus dilupakan.
"Ah!" desahnya.
Aurora mencoba turun dan berjalan menyusuri ruangan kamarnya yang sangat besar. Bahkan kamar itu lebih besar dari rumahnya yang berada di Manchester.
“Nona Aurora?” sahut suara itu.
Aurora yang sedang asik memandangi lukisan spontan menoleh ke belakang dan menatap Bibi Margaret sedang menyiapkan gaun untuknya.
“Tuan William akan datang, saya sudah menyediakan baju untuk hari ini.”
Perempuan itu menunjukan gaun kepadanya. Aurora menatap gaun berwarna biru yang diletakkan di samping tempat tidur.
“Apakah aku harus menggunakannya?”
Bibi Margaret menganggukan kepala. “Tentu saja, Nona!”
“Apa ada masalah?”
Aurora menghela napas panjang. Pakaian itu terlalu mewah. Aurora tidak suka memakai gaun. “Apakah lelaki itu berumur tua?” tanya Aurora segera sebelum perempuan paruh baya itu pergi meninggalkannya. Bibi Margaret terdiam cukup lama.
“Mengapa dia menjadikanku istri keduanya? Di mana istri pertamanya? Apakah dia tidak akan marah?” cercah Aurora. Dia menyipitkan matanya menatap perempuan paruh baya itu. Aurora harus mendapatkan jawaban. Aurora harus tahu apa motif dari lelaki itu.
Apakah dia pria tua yang haus akan belaian? Pikirnya.
“Nona, Tuan William adalah lelaki yang baik. Dia mencintai istri pertamanya,” jawabnya. Alis Aurora bertautan. Dia menatap Bibi Margaret dengan ekspresi bingung.
“Lalu, mengapa dia ingin menjadikanku istri keduanya?”
Bibi Margaret mengigit bibir bawahnya. Dia bingung harus berkata apa. Dia kemudian keluar dari dalam kamar sebelum Aurora bertanya banyak hal.
Brak!
Pintu tertutup, Aurora menghela napas frustasi. Dia kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan segera berganti pakaian. Gaun yang diberi perempuan itu terlalu tipis. Aurora tidak suka terlihat seksi.
“Lelaki yang mencintai istrinya, tapi mengapa dia ingin menjadikanku istri kedua?” pikirnya kemudian.
“Ini bodoh sekali!” gerutunya. Setelah berpakaian, Aurora tidak lupa menyemprotkan beberapa wewangian ke tubuhnya. Menurut Bibi Margaret, lelaki itu menyukai wewangian. Apakah dia dipersipkan untuk tidur dengannya?
“Oh tidak, mengapa nasibku terlalu buruk seperti ini?” batinnya.
***
William masih berada di dalam kamarnya. Hari ini, Maya mengatakan bahwa dia harus bertemu dengan perempuan bernama Aurora.
“Sayang,” ucap William sambil berjalan ke arah istrinya itu. William tidak lupa mengelus pipi Maya. Istrinya itu sedang sibuk merias wajahnya.
Merasakan sentuhan hangat suaminya di bagian sensitif, Maya kemudian membalikan badan dan menatap William.
“Ada apa sayang?”
Maya berdiri dari kursi riasnya lalu melingkarkan tangannya di leher William. “Kamu akan bertemu dengan perempuan itu lalu bercinta.” Bisiknya. William menghela napas kasar ke udara. Dia tidak ingin perempuan lain berada di kehidupan mereka. Ide Maya benar-benar gila.
“Bagaimana kalo kita program hamil saja? Aku ingin kamu yang melahirkan anakku, bukan perempuan lain,” bisik William. Dia tidak lupa mengecup pipi hingga kecupan itu mengarah ke leher Maya. Membuat Maya mengeliat manja di dalam pelukan lelaki itu.
William selalu bisa membuat Maya bersikap manja. Kecupan William beralih ke bibir Maya. Ciuman itu begitu hangat dan penuh kasih sayang. Maya sangat seksi pagi ini bahkan William sudah tidak sabar untuk menyatukan cinta dengan istri kesayangannya itu.
“Sayang!”
“Sudah … ah … aku akan …,” desah Maya di dalam kenikmatannya. William melepaskan ciumanya, dia menatap Maya dengan lekat.
“Aku tidak ingin berbagi cinta dengan orang lain, sayang. Aku ingin dengan kamu!”
Maya spontan meletakkan telunjuknya di bibir William. Deru napas lelaki itu jelas terdengar di telinganya.
“Kau tahu kan, aku tidak pernah ingin melahirkan anak,” tukasnya. Maya menatap manik mata William.
“Aku sudah menandatangani kontrak di sebuah perusahaan, dia akan memutuskan kontrak jika aku hamil,” jelas Maya.
“Aku tidak akan merusak tubuhku,” sambungnya lagi.
“Sayang, aku bisa memberimu uang yang banyak, aku bahkan bisa membayarkan ganti rugi itu!”
Maya menggelengkan kepala tidak setuju. Dia melepaskan pelukannya dari William lalu berjalan menuju jendela besar yang berada di dalam kamar mereka.
“William, kamu tahu kan bahwa sejak dulu, aku ingin menjadi model!”
“Aku tahu, aku harus melahirkan penerus untuk keluargamu. Tapi bukan sekarang! Ayahmu selalu mendesakku dan aku tidak suka hal itu!”
William berjalan di belakang istrinya, dia memeluk Maya dari belakang. Kecupan di punggung membuat Maya merasakan sensasi yang berbeda, William selalu berhasil menyentuh titik yang dia sukai.
Tangan William bergerilya manja menyentuh bagian sensitive yang diinginkannya. Tidak lupa, William spontan membalikan tubuh Maya dan mengecup leher istrinya lalu beralih ke gundukan yang begitu membuatnya bergairah. William memberikan bekas kepemilikan di tempat itu.
“William … jika kau seperti ini, aku tidak akan …ah … William,” ucap Maya yang sudah mabuk di dalam sentuhan suaminya. William menarik gaun istrinya ke atas secara nakal.
“Kau sudah pergi sangat lama, apakah kau tidak tahu sayang bahwa aku merindukanmu?” bisik William dengan deru napasnya yang memburu. Maya mencoba mencengkram bahu lelaki itu.
“William, kau harus pakai pengaman. Aku tidak memakai …,”
“Tidak perlu sayang, aku ingin …,”
Tangan William mulai menurunkan baju Maya namun secepat kilat perempuan itu mendorongnya menjauh.
“Aku harus segera pergi, ada pemotretan hari ini, sayang!” ucap Maya sambil merapikan gaunnya.
“Temui perempuan itu, William. Katakan tujuan kita!” ucap Maya sebelum menutup pintu kamar. William mengusap wajahnya secara kasar. Dia tidak bisa menahan hasratnya kepada istrinya pagi ini. Mengapa Maya selalu menolak bercinta?
***
Aurora membulatkan matanya saat bunyi langkah kaki itu semakin terdengar. Ekor matanya menatap pintu yang setengah terbuka. Jantung Aurora berdetak lebih cepat. Apakah lelaki itu akan menemuinya di kamar?
“Nona Aurora?” sahut suara itu. Aurora spontan menoleh ke sumber suara. Dia menatap salah satu pengawal sedang berdiri di depan pintu. Aurora menghela napas panjang.
“Tuan William sudah berada di dalam kamar, Nona seharusnya bertemu pagi ini!”
Demi apapun, Aurora tidak ingin. Bagaimana kalo lelaki itu adalah lelaki tua? Bagaimana kalo lelaki itu segera meminta haknya? Aurora tidak ingin.
“Nona!” sahut suara lelaki itu saat Aurora terdiam cukup lama.
“Baiklah, aku akan ke sana!”
Aurora berjalan dan mengikuti langkah kaki para pengawal itu. Deru napas Aurora berkejaran. Dia panik bukan main. Aurora harus pergi dari rumah ini. Dia tidak ingin berada di antara manusia asing yang memperlakukannya seperti budak.
“Nona, tuan ada di dalam.”
Aurora berhenti di sebuah kamar yang penuh dengan ornament Italia. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
“Masuklah!”
Suara bariton itu terdengar dengan jelas. Jantung Aurora berdetak lebih cepat. Tangan Aurora bergetar saat dia mencoba membuka pintu dengan pelan.
Klek~
Bola mata Aurora membulat sempurna saat menatap wajah seorang lelaki. Dia bukan lelaki tua melainkan lelaki yang sangat tampan. Wajahnya sangat dingin dan tatapannya begitu tajam. Ada apa dengannya?
“Kau~”
“Duduk dan dengarkan aku, banyak hal yang kau harus pahami!” titahnya. Aurora merasa bulu kuduknya berdiri. Dia sangat ketakutan saat ini.
“Apa yang kau inginkan?”
“Tubuhmu!” balasnya secepat mungkin. Aurora masih saja berdiri di depan pintu. Dia mencengkram gaunnya dengan erat. Tubuhnya menegang dan langkah kaki lelaki itu semakin dekat menghampirinya.
Bersambung …
“Apa kamu serius akan meninggalkan semua ini?”“Aku yakin, prof. John akan menunggumu. Dia lelaki setia. Dia tidak mudah menyerah!”“Jadi, kamu harus menikmati hidupmu selama lima tahun di Prancis ini dan kembalilah bersamanya nanti. Apa kamu tegas melihatnya bersedih seperti itu?” gumam bibi Madame. Aurora tersenyum.“Ya, aku akan menjadi Aurora yang baru dan layak untuk dicintainya. Jika aku tetap di Nevada maka aku tidak akan bisa membahagiakannya. Aku dan melukaianya dan aku akan terbayang dengan masa lalu yang menyakitkan! Aku tidak ingin itu terjadi,” sahut Aurora sambil memandangi Madame. Perempuan paruh baya itu setuju.“Ya, aku setuju dengan keputusanmu, kamu berhak memiliki waktu sendiri. Buatlah dirimu bahagia dan perhatikan Peter dengan baik,” serunya. Aurora menghela napas lega.Selama di Prancis, dia akan membuat banyak hal. Aurora akan terjun di dunia bisnis pakaian dan juga akan melanjutkan hobinya untuk menulis novel. Bibi Madame menemainya selama setahun. Rupanya per
“Dia pantas mendapatkan itu!”“Dia sangat pantas mendapatkan itu!” sahut Cicilia lirih. Para pengawal menahannya. Para pengawal berusaha mengurungnya di ruangan khusus. Alex hanya bisa menenangkan Cicilia. Memberikan peringatakan dengan apa yang baru saja dilakukannya.“Kamu akan mendapatkan hukuman dengan apa yang kamu lakukan hari ini!”“Aku tidak peduli!” teriak Cicilia segera.“Kamu pikir aku peduli itu, Alex? Aku sama sekali tidak peduli. Aku menyesal, bukan Aurora yang terkenal pistolku melainkan William!”“Sial!” gerutunya. Alex menghela napas panjang. Cicilia benar-benar keras kepala. Seharusnya perempuan itu menyesal. Apa dia sudah gila? Pikir Alex.“Kamu gila, Cicilia!”“Kamu benar-benar gila!” gerutunya kemudian. Cicilia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia tertawa terbahak-bahak dan membuat Alex ketakutan setengah mati.“Aku memang gila, aku gila karena John!”“Aku gila kerena John!” sahutnya lagi. Para pengawal akhirnya membawah Cicilia ke kantor
“Cicilia?” sahut prof. John tidak menyangka. Perempuan itu ada di depannya secara tiba-tiba. Kapan Cicilia datang? Bagaimana bisa dia tahu di mana dirinya berada.“Kau membohongiku, prof. John!” gumamnya. Satu butir air mata menetes di pipinya. Cicilia mengarahkan pistol itu ke arah Aurora. Prof. John segera menarik tangan Aurora mendekat ke arahnya.“Apa yang kau lakukan?”“Apa yang kau lakukan, Cicilia? Hentikan dan simpan pistolmu!” perintahnya. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan.“Kau membohongiku John, apa seperti ini caramu?” Cicilia semakin mendekat. Dia menatap Aurora dengan pandangan tajam.“Aku sudah katakan, jika aku tidak bisa memilikimu, maka Aurora tidak bisa memiliki siapapun itu!” gumamnya lagi. William secepat mungkin berdiri di samping Aurora. Kedua lelaki itu berdiri dan menghadang Cicilia.“Kau berjanji akan menikahiku, John!”“Apa seperti ini yang kau janjikan kepadaku? Kau membohongiku, kau m
Roy menatap Joanna yang tampak manis malam ini. Besok, perempuan itu akan resmi menjadi miliknya. Roy sudah menunggu hal itu jauh-jauh hari. Dia sangat ingin Joanna menjadi miliknya.“Apa kamu menyukainya?” bisik Roy lembut. Makan malam istimewa ini sebagai kado spesial. Dia mencintai Joanna setulus hatinya dan memberikan apapun yang diinginkan perempuan itu.“Apa kamu menyukainya?” tanyanya lagi. Joanna menganggukan kepala. Dia sedikit malu dengan sentuhan Roy yang sangat memabukan.“Aku sedih,” bisik Joanna. Mereka berdua duduk di taman yang indah. Saling bertatapan dan saling menebar kasih.“Apa yang kamu pusingkan sayang?”“Apa ada yang menganggumu?” Joanna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.“Aurora, aku kasihan kepadanya. Besok adalah hari bahagia untukku, tapi untuk Aurora, aku rasa dia akan sedih dengan rumah tangganya.”Roy tersenyum. Hal yang sangat disukai dari Joanna adalah ketulusan hatinya. Joanna cantik dan memiliki hati yang tulus. Selain itu, di
Cicilia duduk sambil menunduk ke bawah. Air matanya terus mengalir. Dadanya terasa sesak. Dia sesekali memandangi prof. John yang sedang berdiri di depannya. Alex keluar dan membiarkan prof. John berbicara dengan serius kepada Cicilia. Perempuan itu akan mendengarkannya dengan baik.“Jadi, kamu berencana untuk mengakhiri hidupmu? Apa kamu tidak pernah pikirkan hal ini lebih jauh?” gumamnya. Prof. John memandangi Cicilia yang terus terisak menangis.Prof. John menyentuh tangan perempuan itu. Memberikan ketenangan kepadanya.“Aku yakin, kamu bisa melewati semua ini, Cicilia. Aku yakin kamu bisa menghapus segala sakit hatimu itu.” Prof. John mencondongkan wajahnya. Dia meraba pipi perempuan itu dan menyeka air matanya.“Kamu sudah berjanji akan menikahiku!” Cicilia menatap prof. John dengan bola mata berkabut.“Aku tidak bisa menguasai diriku sendiri, aku tidak bisa,” bisiknya lagi. Cicilia segera berdiri dan spontan memeluk prof. John. Dia tidak ingin melepaskan lelaki itu. Dia sudah gi
“Aurora, aku serius mengatakan hal ini, tidak mungkin prof. John melakukan hal yang membuatmu terluka. Dia tidak akan melakukan itu, aku serius!” jelas Joanna penuh keyakinan. Dia menunjukan seluruh bukti dan rekaman Alex. Lelaki itu menjelaskan bahwa dirinya dan Cicilia memiliki hubungan tersembunyi.Jika Cicilia sedang frustasi, perempuan itu akan menghampirinya. Mengadu dan bahkan mereka selalu bermesraan. Cicilia memanfaatkannya sebagai tempat untuk meluapkan seluruh emosi. Alex paham, namun rasa sayangnya kepada Cicilia benar-benar sangat besar. Dia tidak ingin perempuan itu sendiri dalam keterpurukan. Maka dari itu, Alex berusaha bersamanya dan mengejarnya hingga ke Nevada.Aurora memandangi seluruh bukti yang ditunjukan Joanna dan Roy secara serius.“Prof. John lelaki baik, dia tidak akan melakukan hal seperti itu. Makanya, aku jelaskan kepadamu seperti ini agar kamu paham!” sambung Joanna.Aurora menghela napas panjang.“Aku harus pulang, Roy dan aku harus mengurus beberapa ke