Beranda / Romansa / Cintai aku, Berondong! / Tidur Dengan Berondong?!

Share

Cintai aku, Berondong!
Cintai aku, Berondong!
Penulis: ARCELYOS

Tidur Dengan Berondong?!

Penulis: ARCELYOS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-07 13:03:00

"Teteh... aku laper. Mau makan gak?"

Suara itu—renyah dan agak serak seperti bekas tidur—membelah sunyi kamar hotel yang terlalu mewah untuk disebut kebetulan.

Meysi membuka mata dengan berat. Pandangan pertama yang ia dapatkan: langit-langit putih, tirai tebal berwarna marun, dan suara itu. Suara yang tak asing... dan orang itu menyentuhnya, terasa dadanya tengah disentuh dengan lembut. Suara deru napasnya terasa panas dan dalam.

"Teteh... masih ngantuk? Masih pengen gak?"

Perlahan, Meysi bangkit dari posisinya. Selimut tipis melorot dari bahunya, memperlihatkan pundak telanjang... dan ia menyadari fakta paling memalukan dalam hidupnya: saat itu ia tidak memakai apa-apa! Telanjang bulat! Benar-benar telanjang bulat!

Dan pria di sebelahnya... masih rebahan santai dengan dada polos yang seperti dipahat langsung dari I*******m story. Rambutnya yang berwarna perak itu berantakan dengan gaya messy yang pasti disengaja—dan berhasil. Ia tampan selayaknya aktor China, manis sekali!

Tirta Linggabuana. Oh, tidak.

Penyanyi pendatang baru yang Meysi temui dua hari lalu untuk wawancara di stasiun televisi tempat Meysi bekerja. Enam tahun lebih muda. Tengil. Penuh percaya diri. Dan kini sedang tersenyum seperti bocah habis menang lotre.

"Tirta?!"

"Sebut nama aku kaya gitu lagi Teh. Manis banget." puji lelaki itu dengan nada merajuk.

Meysi menarik bantal dan melemparnya ke arah Tirta. Lelaki muda itu tertawa kecil sambil menahan dagunya dengan tangan. Sikapnya tengil, akan tetapi wajahnya terlalu manis untuk dimarahi. Meysi berusaha memutar otak.

Kenapa ia berduaan dengan Tirta dalam keadaan telanjang?

"Gila! Ngapain lu di sini?!" suara Meysi parau. Ia menarik selimut dengan gerakan panik untuk menutupi tubuhnya.

"Tidur bareng Teteh, lah. Masa lupa?" tanya Tirta sambil menyeka hidungnya. "Siapa coba yang semalem teriak-teriak dudukin aku? Gak usah ditutupin badannya, aku udah liat semuanya kok, hehehe."

"GILA!!!" Meysi menatapnya ngeri. "Kita... kita..?!"

Tirta tertawa keras, lalu duduk, rambutnya acak-acakan seperti habis ditampar badai. Meysi berusaha mencerna apa yang terjadi. Mereka berdua telanjang dan pakaian mereka berserakan di atas lantai. Bagaimana awalnya ini terjadi?

"Kamu maksa aku gituan ya?!" tuduh Meysi.

"Eh, aku nggak maksa loh! Teteh yang narik aku ke lift duluan semalem. Bahkan kamu yang bilang 'ikut aja' pas aku bingung."

Meysi terdiam. Otaknya mencari celah ingatan. Pesta kantor. Wine. Dada bidang. Senyum sialan Tirta.

Oh tidak.

la benar-benar tidur dengan Tirta, penyanyi pendatang baru yang enam tahun lebih muda darinya!

Dan dia manggil Meysi Teteh? Sejak kapan?

"Tapi jujur ya, ini lucu banget. Kamu harus lihat muka kamu pas sadar barusan. Kayak tokoh sinetron yang tahu anaknya bukan anak kandung!" tutur Tirta sambil memperlihatkan mimik muka lucu. "Sepertinya semalam Teteh tidak sadar... tapi malam kamu seksi banget." ujar Tirta sambil mengedipkan sebelah mata, tengil.

Meysi ingin melempar bantal. Atau meja. Atau bahkan dirinya sendiri dari balkon lantai dua puluh! Bodoh... bodoh, bodoh! Tapi yang bisa ia lakukan hanya mengumpat dalam hati dan bangkit, masih dengan selimut membungkus tubuhnya seperti sushi malu-malu. Bagaimana bisa ia berhubungan badan dengan lelaki yang baru dikenalnya di pekerjaan?!

Malam itu.

Pesta kantor setelah wawancara exclusive dengan seorang penyanyi pendatang baru yang terkenal di hampir seluruh platform media sosial. Tirta Linggabuana. Lelaki bersuara indah itu mantan trainee di Korea tapi pulang dan berkarir di Indonesia, entah karena apa. Semua berlomba-lomba mengundangnya di stasiun televisi, dan stasiun televisi yang menaungi pekerjaan Meysi berhasil mengundangnya terlebih dahulu.

Sederhana. Meysi membuat script acara, mengarahkannya pada Tirta serta managernya kemudian syuting dilaksanakan. Hanya sebatas itu! Mereka mengadakan pesta kantor bersama, di sebuah Lounge dan minum banyak wine serta minuman keras lainnya.

Sepertinya itu alasan Meysi mabuk. Dan semua itulah yang mengantar Meysi untuk mengundang Tirta ke dalam hidupnya. Astaga, bagaimana mungkin Meysi seceroboh ini!

"Teteh...," panggil Tirta manja.

Meysi menoleh dan Tirta melayangkan ciuman mesra di atas bibir Meysi. Meysi yang masih setengah sadar itu menerima ciuman tersebut dengan linglung. Tirta langsung naik ke atas tubuh Meysi, keduanya bertindihan dan pagutan Tirta di atas bibir Meysi semakin dalam.

Ciuman itu... enak sekali. Namun, Meysi hanya bisa merintih dalam hati.

"Cantik sekali sayangku." bisik Tirta dengan nada yang menggetarkan hati. "Sarapan pagi dulu yuk?"

"Tirta jangan-"

Meysi hanya bisa tersentak karena Tirta memutuskan untuk melakukan penyatuan kembali. Kini Meysi benar-benar bisa "merasakannya".

Penyatuan itu lembut, indah, dan nikmat. Meysi merasa dibawa jauh ke atas awan, ia menikmati penyatuan yang tak pernah dirinya rasakan kembali setelah lima tahun lamanya. Meysi hanya bisa memeluk erat Tirta sambil merasakan kenyamanan itu untuk sesaat sebelum menghadapi realita.

"Kita keluar barengan lagi...." bisik Tirta sambil mencium kening Meysi. "Nikmat kan? Aku lagi-lagi menanam banyak saham. Haha~"

"Ini pertama kalinya aku 'sampe'." tutur Meysi lirih. "Bagaimana awalnya aku tidur denganmu?"

"Pesta kantor tadi malam. Kamu mabuk, meracau dan akhirnya menyeretku ke kamar. Aku tidak merekamnya tapi aku tidak berbohong kok...." ujar Tirta sambil menekan bibirnya di atas pipi Meysi. "Teteh sampai puncak empat kali denganku. Sepertinya sudah lama ya... tidak melakukannya?"

Ah sial.

Meysi tidak mengerti akan dirinya sendiri. Ia adalah janda anak satu yang sudah melewati "kesendirian" selama lima tahun lamanya. Selama ini ia berprinsip untuk tidak berhubungan dengan lelaki manapun dan fokus pada anaknya saja.

Tapi bagaimana mungkin hari itu prinsipnya hancur? Bagaimana bisa Meysi malah bercinta dengan berondong seperti Tirta?

Ponsel Meysi berdering, Meysi bergegas mengangkat ponselnya yang berada di atas nakas dan membuka kunci layar. Tampak sebuah notifikasi dari grup kantor:

Talent reality drama briefing jam 10.00. Lokasi: ruang rapat lantai 7. Pemeran utama: Tirta Linggabuana.

Mesyi melirik jam. 09.20.

"Tirta. Jangan bilang—"

"—kita bakal satu proyek? Yup." Tirta menyeringai. "Kamu penulis utamanya. Aku talent barunya. Skenario reality drama yang kamu tulis itu... sekarang hidup. Selamat yaaa."

Meysi merasa dunia berputar. Satu malam bodoh. Satu keputusan gegabah. Dan sekarang, cowok tengil ini ada di setiap notulensi pekerjaannya.

Jadi, mereka akan sering bertemu?

"Aku janda anak satu. Kamu bocah tengil yang.... Ah! Kita gak bisa lanjutin ini." Meysi menunjuk wajah Tirta.

"Tapi aku suka Teteh. Beneran. Lucu, suka marah, suka ngedumel. Kayak teh panas yang ketumpahan madu. Legit." ujar Tirta sambil menyeka bibir Meysi.

"Apaan sih..." wajah Meysi mendadak memerah.

"Teh dan Madu. Cocok buat branding pasangan kita." Tirta bangkit, tanpa mengenakan sehelai pakaian pun, lalu berjalan ke jendela dan membuka tirai lebar-lebar.

Cahaya pagi menyorot tubuhnya yang nyaris sempurna. Benar-benar sempurna, indah dan tanpa cela.

Meysi menahan napas.

Bukan karena tubuh itu. Tapi karena dirinya. Karena hatinya. Yang entah kenapa... sedikit gemetar. Dan untuk pertama kalinya dalam lima tahun, ia merasa hidupnya akan kacau—dan mungkin... seru.

Ketukan terdengar dari arah pintu. Tiga kali. Ketukan itu kuat, seperti akan melabrak penghuni ruangan itu.

Meysi dan Tirta saling pandang. Oh tidak, siapa itu?

"Teh, kamu pesan room service?" tanya Tirta.

Meysi menggeleng pelan, wajahnya mulai pucat. Suara dari balik pintu menyusul, membuat darahnya surut dari wajah. Astaga, apa lagi gebrakan hidup Meysi setelah ini?

"Meysi Pitaloka? Ini dari bagian HRD stasiun TV. Kita butuh bicara, jadi tolong keluar dari kamar. Sekarang!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cintai aku, Berondong!   Dua Garis Merah

    Dua minggu berlalu tanpa Tirta. Meysi mengabaikan pesan Tirta ataupun telefonnya. Bukan pertama kali kehilangan, akan tetapi Meysi merasa hampa dan sakit yang teramat sangat.Sial. Sepertinya ia benar-benar patah hati. Ya... tidak bisa dipungkiri karena berhubungan badan adalah mengikat hormon kedua manusia, dan untuk perempuan... mereka cenderung jadi ketergantungan.Pagi itu terlalu sunyi untuk sebuah rumah yang biasanya dipenuhi suara Naya bernyanyi kecil. Bahkan ketukan sendok di gelas kopi terasa seperti letusan kecil yang menggetarkan dada Meysi. Ia menatap meja makan dengan tatapan kosong, lalu pandangannya jatuh pada kalender dinding di sebelah kulkas. Saat itulah Meysi menyadari sesuatu.Delapan hari terlambat.Tangan Meysi gemetar saat meraih ponsel dan membuka aplikasi catatan siklus. Hatinya berdegup pelan tapi pasti. Ia mencoba mengingat terakhir kali ia benar-benar merasa "normal". Tidak pusing, tidak mual, tidak sesak.Tidak… terlambat. Belakangan ini Meysi tidak bisa m

  • Cintai aku, Berondong!   Serendah Itukah Janda?

    Sore menjelang malam itu, taman kecil di sudut kota menjadi saksi bisu dua dunia yang bersinggungan. Tirta berdiri di hadapan Meysi, mencoba menahan dua pria bersetelan gelap yang mendekat dengan raut tegas.“Saya gak akan pergi,” ucap Meysi pelan, tapi tegas. "Saya mau sama Tirta."Salah satu pria bertubuh kekar maju setengah langkah.“Kami hanya ingin mengantar Ibu Meysi. Tidak ada maksud buruk. Kami diutus oleh keluarga Linggabuana.”“Gue bagian dari keluarga itu, dan gue gak nyuruh,” potong Tirta, suaranya berubah dingin. "Lo semua mau dipecat?"Pria itu memandang Tirta dengan tatapan datar.“Tapi Anda juga tahu, keputusan keluarga besar bukan hanya urusan Anda seorang.”Meysi menahan napas, merasakan bagaimana situasi bisa lepas kendali dalam satu detik. Ia menarik lengan Tirta, memaksa lelaki itu mundur.“Sudah, Tirta. Aku ikut bicara. Tapi hanya bicara, ya?” Meysi menatap pria itu. “Saya akan ikut, tapi Tirta tetap di sini. Ini antara saya dan keluarga Anda.”Tirta menoleh deng

  • Cintai aku, Berondong!   Hah, Suami Orang?

    Pagi itu, suara centang dari aplikasi chatting membangunkan Meysi sebelum alarm sempat berdering. Ia meraih ponsel dengan mata setengah tertutup, lalu terdiam melihat pesan masuk dari nomor tak dikenal:“Masih berani dekat-dekat sama suami orang, Bu Janda? Tidak tahu malu.”Sekujur tubuh Meysi menegang. Jantungnya berdetak tak karuan. Belum sempat ia mencerna maksud pesan itu, satu pesan lain menyusul—kali ini foto dirinya dan Tirta yang sedang tertawa bersama, diambil diam-diam dari kejauhan.Memang Tirta suami orang? Ah masa?Meysi langsung duduk. Ruangan terasa sempit, dadanya sesak. Ia menoleh ke arah kamar Naya yang masih tertutup rapat. Bocah itu masih tidur, syukurlah.Tak lama kemudian, ponselnya kembali berdering. Kali ini panggilan dari Tirta. Meysi menghela napas. Pasti Tirta akan klarifikasi.Klarifikasi kentut!“Teh, udah bangun? Udah buka media sosial belum?” tanya Tirta dengan suara serak.“Belum. Kenapa?” tanya Meysi setengah kesal.“Nama Teteh mulai disebut-sebut di T

  • Cintai aku, Berondong!   Dunia Kita Berbeda

    Hari-hari terasa berbeda bagi Meysi semenjak Tirta ada di hidupnya.Sore itu langit menggantung abu-abu di atas atap rumah kontrakan kecil yang ditempati Meysi dan putrinya, Naya. Setelah tiga hari syuting beruntun dan revisi skrip yang tak kunjung selesai, akhirnya ia pulang lebih cepat. Jam baru menunjukkan pukul lima lewat dua puluh menit ketika ia membuka pintu rumah dan mencium aroma bubur ayam buatan ibunya yang menggoda.“MAAAA!” teriak Naya dari ruang tengah begitu melihat Meysi masuk. Bocah lima tahun itu berlari tanpa alas kaki, ikatan rambut yang sudah berantakan, pipi belepotan krayon warna oranye.Meysi menjatuhkan tasnya dan langsung berlutut, merentangkan tangan.“Naya sayaaang!”Anak kecil itu riang dan menyambut sang Mama. Mereka berdua berpelukan dengan erat.“Kenapa Mama lama banget sih? Aku gambar Mama di tembok sampe dua kali!” omelnya sambil memeluk leher Meysi erat-erat.“Iya, Maaf... Mama kerja, sayang.” Meysi memeluk anak itu lama sekali. Tubuh mungilnya, arom

  • Cintai aku, Berondong!   Gak Usah Kerja, Aku Aja Yang Kerja

    Pagi itu, studio stasiun televisi sedang ribut. Bukan karena masalah teknis, bukan juga karena script yang belum selesai, melainkan karena satu makhluk bernama Tirta berdiri di tengah set, memakai kimono satin emas dan sepatu boots kulit ular. Di tangannya ada cangkir teh yang entah kenapa pura-pura diseruput sambil menyanyikan lagu opening sinetron jadul, "Keluara Cemara".Ternyata selain tengil. Tirta juga gila!"Harta yang paling berharga... adalah teman kaya... mutiara tiada tara adalah... Teteh Janda~"Meysi baru masuk dan langsung berhenti di pintu, speechless. Matanya menyipit. Beberapa staff tertawa dan menyuruh Meysi mendekat pada Tirta. Dengan langkah ogah-ogahan, Meysi mendekat ke arah Tirta sambil menahan malu. Jika seperti itu, Tirta memperjelas bila keduanya ada apa-apa bukan?Meysi akhirnya berjalan mendekat. Tatapannya kesal sekali.“Lu kenapa sih? Udah gila?!”Tirta berbalik, melemparkan senyum yang sangat manis kepada Meysi.“Karena kita bakal ketemu setiap hari. Sia

  • Cintai aku, Berondong!   Berondong Gila

    Suara ketukan itu bukan ilusi. Pintu kamar masih tertutup, tapi suara berat dan tegas di baliknya sudah cukup untuk membuat jantung Meysi nyaris copot.Sial."HRD?!" Ia berbisik keras pada Tirta. "Gue bakal dipecat! Mati gue! Artis sama penyelenggara gak boleh punya hubungan!"Tirta, bukannya panik, malah menyeringai sambil menarik kaus putih yang tergulung di lantai."Kalem, Teh. Kita gak bunuh orang. Cuma... tidur sambil berhubungan intim.""TIDUR SAMBIL—lu pikir ini lelucon?!" tanya Meysi panik."Sedikit."Meysi buru-buru meraih baju, celana, apa pun yang bisa dikenakan tanpa terlihat seperti habis... ya, habis ngapa-ngapain. Tirta malah bersiul sambil berkaca di pintu lemari. Seakan tidak punya masalah.Ketukan makin keras. Meysi keluar dari toilet setelah membersihkan diri."Meysi Pitaloka, ini menyangkut etika profesional. Kami tahu Anda di dalam!" ujar orang di luar kamar semakin keras.Meysi menelan ludah. Ia hampir tidak bisa menarik napas. Dengan langkah pelan tapi tegas, ia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status