Share

Bab 3 Majikan Aneh

Bagaskara memicingkan matanya. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Seumur hidup baru pertama kali ia melihat Arsyad tersenyum seperti itu.

Ia berjalan mendekat kearah Arsyad, dimana pria itu sedang fokus menatap layar ponselnya.

"Siapa dia?"

"Siapa perempuan yang sudah berhasil membuat Arsyad Gafi tersenyum seperti orang gila?" Tanya Bagaskara.

Arsyad meletakkan ponselnya dengan segera. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya, seolah tak mendengar ucapan dari Bagas.

"Oke, jika belum bisa bilang siapa orang itu. Aku akan datang ke rumahmu dan mencaritahu sendiri." Ucapnya dengan senyuman smirk.

"Hoooiiii..." Teriak Arsyad sembari melempar bolpoin pada Bagaskara

**

Hanna kembali terbangun dari tidurnya. Lima tahun telah berlalu. Namun, dirinya masih bermimpi buruk tentang kecelakaan maut yang dialaminya.

Hanna melangkahkan kaki keluar dari kamarnya, duduk diteras paviliun. Dinginnya udara malam membuat ia mengetatkan sweaternya. Mata coklat indahnya menatap sendu ke arah langit yang saat ini begitu cerah dengan sinar rembulan. Baginya segala kesedihan dan kerinduan akan memudar ketika dia memandang langit yang penuh bintang-bintang.

Pikirannya menerawang jauh beberapa tahun yang lalu saat dirinya masih bersama dengan Hardian. Kekasih yang kini telah bahagia disurga.

"Aku jadi cewek romantis banget nggak sih mas?"

"Kenapa gitu sayang?"

"Karena aku suka sekali sama bintang-bintang. Mereka begitu indah dan rasanya aku tidak bosan jika semalaman memandang mereka."

Hardian yang ada disampingnya tersenyum dan segera merangkul pundak Hanna. Merebahkan kepala Hanna pada dada bidangnya.

"Dan aku bakal jadi salah satu bintang itu agar kamu tidak pernah berpaling pada yang lain. Termasuk bulan yang sinarnya berjuta-juta kali lipat dariku."

Ternyata apa yang dikatakan Hardian dulu menjadi kenyataan. Dirinya menjadi bintang dilangit. Dan Hanna hanya mampu memandang dan tak bisa lagi menyentuhnya.

Rasanya baru kemarin dia begitu bahagia karena sebentar lagi akan menikah. Namun, kecelakaan maut itu telah merubah semua takdir baik Hanna menjadi musibah yang tak berkesudahan.

Lima tahun sudah terlewati dengan begitu berat. Beruntung dia bisa mendapatkan keajaiban sehingga ditahun ke empat dirinya bisa berjalan lagi. Meskipun, kini dia tidak mungkin bisa kembali bekerja seperti dulu. Dan menjadi pembantu adalah pekerjaan terbaiknya.

Dalam heningnya malam, Hanna kembali terisak. Air mata yang terus menetes menjadi alasan betapa hancur hatinya. Kepergian sang kekasih, kelumpuhan yang dia alami dan juga hinaan dari semua orang yang menganggap dirinya pembawa sial.

Sepasang mata selalu menatap Hanna dengan penuh pertanyaan. "Apa yang sebenarnya terjadi pada Hanna? Mengapa dia selalu keluar kamar saat malam begini?" Gumamnya dibalik tirai kamar.

Hampir satu bulan dia selalu melihat Hanna terbangun saat malam. Sementara, dia sendiri juga tidak bisa memejamkan matanya. Berbagai kejadian buruk selalu menyapa dirinya dalam mimpi. Dan sama halnya seperti Hanna, hanya bintang-bintang di langit yang mampu menghilangkan mimpi buruknya.

Pria itu melihat Hanna melangkah menuju dapur kotor. Dia bertanya apa yang akan dilakukan Hanna malam-malam begini. Saat ini sudah pukul setengah satu dini hari. Tidak mungkin juga jika Hanna akan memasak. Pikirnya.

Sementara itu di dapur Hanna sibuk mengiris bumbu-bumbu dan sayuran. Dia ingin memasak mie kuah dengan ditambah beberapa bumbu dapur agar rasanya lebih sedap. Tak lupa juga telur sebagai pelengkap.

Tak sampai lima belas menit mie buatannya selesai. Aroma sedapnya mengisi seluruh ruangan didapur itu.

"Apa yang kamu lakukan?"

Praaankkkk

Panci panas yang isinya sudah dituang ke dalam mangkuk itu terjatuh dan mengenai kakinya. Rasa panas dan ngilu bercampur menjadi satu.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanyanya, panik. Matanya menatap nanar pada kaki Hanna yang terlihat memerah.

"Tidak apa-apa Tuan Arsyad."

Hanna segera berjalan menuju kamar mandi untuk menyiram kakinya dengan air dingin. Arsyad tahu bahwa Hanna tak bisa melangkah dengan cepat segera menggendongnya.

"Diam dan jangan bicara apapun. Aku hanya membantumu mendapatkan pertolongan pertama." Ucapnya dengan tegas dan tak mampu dilawan oleh Hanna. Meskipun, dia sedikit risih dengan tindakan Arsyad.

Arsyad segera menurunkan Hanna dan langsung menyalakan kran untuk menyiram kaki Hanna.

"Saya bisa sendiri Tuan." Ucapnya sembari merebut slang air dari tangan Arsyad.

Arsyad mematung melihat Hanna yang menyiram kakinya. Dan tak lama dia keluar dari kamar mandi.

Huuuufftt

Hanna langsung bernapas lega. Dia tadi begitu susah bernapas saat Arsyad didekatnya. Hanna berusaha mengontrol dirinya karena wajahnya terasa mulai memanas. Setelah menyiram kakinya, ia langsung membasuh wajahnya agar rasa panas itu segera kembali normal.

Setelah selesai ia melangkah lagi menuju dapur untuk menikmati mie buatannya. Dia senang karena Arsyad sudah tidak ada.

"Yahhhh, sudah agak dingin..." ucapnya, sedih.

Eheeemmm....

Hanna langsung menoleh dan bisa dilihat Arsyad yang sudah berdiri lagi didekatnya.

"Mana kakimu... Biar aku olesi saleb."

Arsyad langsung berjongkok bermaksud mengolesi kaki perempuan itu.

"Jangan Tuan... biar saya sendiri." Tolak Hanna.

Arsyad mengangguk dan segera mundur. Namun, jakun pria itu naik turun melihat mie kuah yang nampak begitu lezat. Tadi saja aromanya sudah begitu menggiurkan. Rasanya pasti juga sangat enak. Batin Arsyad.

Hanna yang berniat mengembalikan saleb, terdiam melihat Arsyad yang terus menatap mie buatannya.

"Tuan mau?"

"Tapi,ini sudah agak dingin. Biar saya buatkan yang baru." Ucapnya, ragu.

"Ini saja. Jika kamu tidak keberatan untuk memberikannya padaku. Dan____buatlah lagi untuk dirimu!" ucap Arsyad.

Hanna mengangguk patuh dan segera menyerahkan semangkuk mie untuk Arsyad.

Hanna kembali mengambil stok mie dalam laci pribadinya. Kembali jari lentiknya mengiris bumbu-bumbu dengan sangat terampil. Arsyad merasa seperti seorang suami yang sedang menunggu istrinya memasak. Sesekali bibirnya tersenyum tipis membayangkan hal itu. Meskipun, selama ini belum pernah sekalipun Sandra memasak untuknya. Istrinya itu terlalu takut jika kulit mulusnya terluka atau terkena percikan api.

Kini semangkuk mie sudah habis tak tersisa.

"Hanna.... Aku____" ucapnya terbata.

Perempuan itu mengerutkan keningnya karena tidak paham dengan ucapan Arsyad.

"Aku ingin semangkuk mie buatanmu lagi." Ucap Arsyad dengan polosnya.

Hanna segera menuang kembali mie yang masih panas itu ke dalam mangkuk.

"Lalu kamu bagaimana?" Tanya Arsyad sedikit tidak enak. Padahal yang ingin makan adalah Hanna. Tapi, justru dirinya yang telah menghabiskan sampai dua mangkuk mie.

"Tenang saja Tuan... Saya bisa masak lagi."

Tapi, rasanya perut Hanna sudah kenyang melihat majikannya makan dengan lahap. Sementara, dirinya kini lebih memilih menyeduh minuman oats untuk mengganjal perutnya yang selalu lapar saat malam hari.

"Apa yang kamu minum?" Tanya Arsyad lagi. Entah apa yang membuatnya begitu keppo dengan semua yang dimakan Hanna.

"O---oh ini minuman oats..."

"Kamu tidak jadi masak mie lagi?"

"Tidak tuan.... Emmm apakah Anda juga mau?" Tanya Hanna.

Arsyad terlihat bimbang. "Aku sudah kenyang .Tapi, karena kamu terus memaksaku.... aku tidak akan menolaknya." Ucapnya dengan wajah innocent.

'Ah,rasanya habis ini aku harus segera membakar kalori agar tubuhku tidak gendut'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status