Share

10. Memutuskan Hadir Ke Pesta

"Halo, Etman, aku akan hadir ke pesta. Saat kau tiba segera bawa semua barang-barangku dan tunggu aku di lobby. Setelah pesta selesai aku langsung pulang dan satu lagi, jangan menerima pesan apapun kecuali dari mulutku sendiri. Apa kau mengerti?" jelasku pada sopirku melalui telepon.

"Baik, Nona. Saya mengerti."

Akhirnya aku memutuskan untuk hadir ke pesta. Soal Evin? Aku sudah menyiapkan rencanaku. Kuharap hari ini aku beruntung.

.

.

.

Pesta dimulai pukul 20.00. Saat ini masih pukul 19.00, sedangkan aku baru saja selesai berdandan. Long dress bahan brukat dan satin membungkus tubuhku, dress ini merupakan koleksi terbaru dari Louvi Paris dan hanya tersedia lima buah di dunia dengan warna yang berbeda-beda. Aku memilih warna dark navy karena aku menyukai warna itu. Jangan tanya betapa mahalnya dress ini. Rambut panjangku kubiarkan terurai dan sebagian kujepit supaya terlihat lebih rapi. Karena aku sudah cantik sejak lahir, aku tidak perlu berlebihan memoles wajahku.

Sebelum pukul 20.00 tiba, aku ingin memastikan bahwa Evin ikut menyambut tamu atau tidak. Sebelum meninggalkan kamar, aku memastikan dulu kalau semua barangku sudah dikemas. Aku hanya membawa tas kecil berisi dompet dan ponsel. Etman sudah kuberitahu kalau access card kamarku kutitipkan pada resepsionis dan dia tinggal mengambil dua koperku karena semua barangku sudah dikemas.

Saat aku keluar dari kamar, aku melihat beberapa tamu undangan meninggalkan kamar mereka dengan pakaian mewah yang mereka punya. Beberapa dari mereka menyapaku karena kami memang sudah saling kenal. Beberapa orang masuk ke dalam lift yang sama denganku. Kami hanya saling menyapa sebentar dan tak melakukan banyak interaksi karena sejatinya kami tidak dekat satu sama lain.

Akhirnya lift berhenti di lantai dua, di mana aula pesta terletak di sana, satu per satu orang meninggalkan lift. Aku sengaja keluar paling akhir karena aku tidak akan masuk ke aula bersamaan dengan mereka.

Hotel ini menyediakan sepuluh lift yang letaknya saling berhadapan. Dari sepuluh lift itu dipenuhi oleh para tamu undangan. Mereka keluar dari lift bergantian menuju aula pesta yang letaknya di ujung lorong belok ke kanan. Aku bergabung di kerumunan mengikuti mereka di barisan paling belakang, tapi saat tiba di ujung lorong aku tidak ikut belok, aku bersembunyi di balik dinding dan mengintip ke arah pintu masuk aula.

Di depan pintu aula dipenuhi oleh para tamu yang hendak masuk, semua anggota keluarga Ji berbaris di depan pintu untuk menyambut tamu mereka. Tapi aku tak melihat Evin di sana. Apa dia tidak hadir di pesta? Atau hanya tidak hadir untuk menyambut tamu?

Seorang pelayan hotel tampak keluar dari aula, dia berjalan menuju kemari. Saat dia sudah berbelok, aku mencegatnya.

"Permisi," kataku.

"Ada yang bisa dibantu, Nona?" balas pelayan.

"Em, aku hanya ingin bertanya, apa kau tahu bagaimana wajah Evin Ji? Pewaris Lissel Group?" tanyaku.

"Tentu saja, Nona. Sebagai salah satu pegawai Del Express mana mungkin saya tidak tahu wajah majikan saya."

"Ah, benar juga. Em, apa kau tahu dia ada di mana?"

"Entahlah, sejak tadi saya tidak melihatnya."

Keningku otomatis berkerut karena heran. "Apa dia tidak ikut menyambut para tamu? Atau mungkin di dalam aula?"

"Tidak, Nona. Sejak tadi saya bekerja di aula dan saya tidak melihat Tuan Evin di sana. Dia juga tidak ikut menyambut tamu."

"Apa kau yakin tidak melihatnya?"

"Iya, Nona."

"Baiklah. Terima kasih." Aku mengangguk-angguk.

"Apa anda ingin bertemu dengannya?"

"Tidak, tidak." Aku melambaikan kedua tanganku sebagai penolakan garis keras.

"Apa saya boleh pergi sekarang?"

"Iya, tentu saja."

Pelayan itu pun pergi entah ke mana. Ada perasaan sedikit lega di dalam diriku. Jika seperti itu, maka aku bisa masuk ke aula sekarang tanpa mengkhawatirkan Evin. Tadi aku berniat masuk aula saat semua keluarga Ji sudah di dalam supaya aku tidak perlu menyapa Evin, tapi ternyata Evin tidak ikut menyambut tamu. Itu bagus, sangat bagus. Hari ini aku beruntung.

Dengan perasaan yakin, aku melangkahkan kaki — belok ke kanan menuju aula pesta. Aku berjalan sedikit mengendap-endap masuk ke kerumunan para tamu, setelah memastikan Evin tidak bergabung di barisan keluarga Ji — barulah aku bisa bersikap normal. Aku menyapa anggota keluarga Ji satu per satu dan mereka menyambut kedatanganku dengan baik.

"Oh, bukankah kau Maria Tan dari XP Fire?" tanya istri Adams saat tiba giliranku bersalaman dengannya.

"Ah, haha, benar, Nyonya. Saya Maria Tan. Bagaimana kabar anda? Sepertinya anda semakin sehat karena wajah anda begitu bersinar malam ini," balasku, aku sengaja menyanjungnya karena dia tipe wanita manja yang senang sekali dipuji.

"Benarkah? Selain semakin sehat, aku rasa produk milik XP Fire sangat cocok untuk kulitku. Nanti kita lanjut mengobrol di dalam, sekarang masuklah dan nikmati pestanya."

Aku mengangguk dan tersenyum simpul sebagai persetujuan. Jika dia tahu kalau anaknya seorang bajingan, dia tidak akan menyapaku seperti tadi. Tidak ada satu pun anggota keluarga Ji yang tahu kalau aku dan Evin pernah menjalin sebuah hubungan. Aku sengaja menyimpan rahasia itu karena aku sendiri akan malu jika terbongkar.

Langkah kakiku semakin dalam memasuki aula pesta. Aula ini sangat luas, sangat luas. Aku tidak bisa menggambarkan betapa luasnya tempat ini. Dekorasinya juga indah, lampu-lampu kristal menggantung di sana sini. Meja-meja prasmanan berisi berbagai macam makanan dan minuman terletak di setiap sisi aula. Para pelayan sibuk dengan pekerjaan mereka. Cahaya lampu didominasi warna biru safir dan putih, membuatku merasa tenggelam di dasar laut.

Pertama-tama, aku mengambil satu gelas minuman yang ditawarkan oleh seorang pelayan. Aku berdiri tak jauh dari pintu masuk, menunggu kedatangan seseorang dari RenZ. Sialnya aku tidak tahu seperti apa wajah orang dari RenZ itu — karena RenZ terkenal dengan kemisteriusannya. Sang CEO tidak pernah datang sendiri untuk menemui rekan bisnis. Identitasnya sangat tertutup tapi dia mampu menjadi yang nomor satu di bidang industri hiburan. Mungkin aku bisa bertanya pada orang-orang yang pernah bekerja sama dengan RenZ, mungkin di antara mereka bisa memberiku petunjuk.

"Permisi, Nona M-Maria?" Tiba-tiba seorang pelayan datang padaku dan menyebut namaku meski dengan nada ragu-ragu.

"Ya?" jawabku sedikit kaget karena tiba-tiba dia tahu namaku.

"Benarkah anda Nona Maria Tan?"

"Iya, itu aku."

"Seseorang menitipkan pesan ini untuk anda." Pelayan memberiku lipatan kertas berwarna kuning.

Aku mengambil kertas itu sesekali menengok ke kanan dan kiri, mungkin ada seseorang yang mengawasiku dari kejauhan — karena kemungkinan orang itu adalah si pengirim pesan. Mungkin si pengirim adalah orang yang sama.

Pelayan itu langsung pergi. Aku celingukan mencari seseorang yang mungkin saja mengawasiku, tapi nihil. Aku tak menemukan siapapun. Aku segera membuka lipatan kertas ini dan membaca isinya:

[Aku dari RenZ. Aku memakai setelan jas warna champagne, kemeja navy dan bros emas berbentuk logo RenZ di bagian dada. Sudah kuduga kau akan mencariku.]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status